• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH EKONOMI PERENCANAAN ANALISIS LQ PDRB SUB SEKTOR PERTENAKAN TERHADAP PERKEMBANGAN HEWAN TERNAK DI KOTA KENDARI PERIODE 2016-2021

N/A
N/A
Andi Nabila Keyza Nugraha

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH EKONOMI PERENCANAAN ANALISIS LQ PDRB SUB SEKTOR PERTENAKAN TERHADAP PERKEMBANGAN HEWAN TERNAK DI KOTA KENDARI PERIODE 2016-2021"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

EKONOMI PERENCANAAN

ANALISIS LQ PDRB SUB SEKTOR PERTENAKAN TERHADAP PERKEMBANGAN HEWAN TERNAK DI KOTA KENDARI

PERIODE 2016-2021

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 6 (KELAS C)

1.ANDI NABILA KEYZA NUGRAHA (B1A122006) 2. WA ODE REYFANI ARIYANTI .K (B1A122180)

3. GHITA ROHMAYASARI (B1A122235)

4. NADAA QURATA’A’IN (B1A122146)

5. ELGHA PRASETYANI (B1A122222)

6. REYKHA ANANDA (B1A122291)

7. PUJA (B1A122282)

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI

2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia, dan petunjuk-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Laporan Analisis mengenai “Analisis Lq Pdrb Sub Sektor Pertenakan Terhadap Perkembangan Hewan Ternak Di Kota Kendari Periode 2016-2021”. Laporan ini kami susun sebagai salah satu tugas project dalam mata kuliah Ekonomi Perencanaan tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas mata kulliah Ekonomi Perencanaan. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk menambah pengentahuan mengenai perkembangan Hewan Ternak pada Sub Sektor di Kota Kendari bagi para pembaca dan juga penulis. Melalui laporan analisis ini, kami berusaha untuk menggambarkan secara komprehensif bagaimana perubahan tingkat perkembangan hewan ternak di Kota Kendari selama periode 2016-2021.

Kami Mengucapkan Terima Kasih kepada Muhamad Armawaddin, SE., M.Si. Selaku Dosen pengampu Mata kuliah Ekonomi Perencanaan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami menyadari bahwa Laporan Analisis ini masih memiliki keterbatasan, baik dari segi materi maupun penyajian. Oleh karena itu segala masukan dan kritik yang membangun sangat kami harapkan guna penyempuraan di masa mendatang.

Kendari, 1 Desember 2023

Kelompok 6

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...v

DAFTAR TABEL...v

DAFTAR GAMBAR...vi

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...3

1.3 Tujuan...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5

2.1 PDB (Produk Domestik Bruto)...5

2.2 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto)...5

2.2.1 Definisi PDRB...5

2.2.2 Jenis Penilaian PDRB...6

2.2.3 Manfaat PDRB...6

2.3 Teori Pembangunan Ekonomi...7

2.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi...8

2.6 Sektor Ekonomi Unggulan...11

2.7 Sektor Pertenakan...12

2.8 Metodologi...13

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...15

3.1 Hasil Penelitian...15

3.1.1 Analisis LQ...15

3.1.1.1 Insert Data Jumlah Populasi Hewan Ternak...15

1) Periode 2016...15

(4)

2) Periode 2017...16

3) Periode 2018...17

4) Periode 2019...19

5) Periode 2020...20

6) Periode 2021...21

3.1.1.2 Menghitung LQ komodiatas hewan ternak...22

1) Periode 2016...22

2) Periode 2017...24

3) Periode 2018...25

4) Periode 2019...26

5) Periode 2020...28

6) Periode 2021...29

3.1.1.3 Menentukan komoditas basis/non basis...31

1) Periode 2016...32

2) Periode 2017...33

3) Periode 2018...34

4) Periode 2019...35

5) Periode 2020...35

6) Periode 2021...37

3.2 Pembahasan...38

3.1.1 Faktor-faktor kelemahan Sub sektor Pertenakan...38

3.1.2 Rekomendasi Strategi dan Kebijakan...40

3.1.2.1 Strategi Pengembangan Sub Sektor Pertenakan...40

3.1.2.2 Kebijakan Pengembangan Sub sektor Pertenakan...42

BAB IV PENUTUP...44

4.1 Kesimpulan...44

4.2 Saran...44

DAFTAR PUSTAKA...45

(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1...15

Tabel 3.2 ...16

Tabel 3.3...17

Tabel 3.4 ...19

Tabel 3.5 ...20

Tabel 3.6 ...21

Tabel 3.7 ...22

Tabel 3.8 ...24

Tabel 3.9 ...25

Tabel 3.10 ...26

Tabel 3.11 ...28

Tabel 3.12 ...29

Tabel 3.13 ...32

Tabel 3.14 ...33

Tabel 3.15...34

Tabel 3.16 ...35

Tabel 3.17 ...36

Tabel 3.18 ...37

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1...31

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peternakan merupakan sub sektor dari sektor pertanian. Meskipun kontribusinya tidak terlalu besar terhadap sektor pertanian ataupun terhadap perekonomian secara langsung, namun dari tahun ke tahun kontribusinya semakin meningkat. Salah satu bagian dari sub sektor peternakan adalah sapi. Sapi merupakan ternak ruminansia besar yang paling banyak dipelihara oleh peternak di Indonesia khususnya Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Selain itu sapi juga merupakan sumber daya penghasil bahan makanan berupa daging dan susu yang memiliki nilai ekonomis tinggi disamping menghasilkan produk ikutan lain seperti pupuk, kulit dan tulang (Abidin, 2002).

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang berdampak langsung pada peningkatan pendapatan perkapita penduduk serta kesadaran masyarakat akan pentingnya protein telah meningkatkan permintaan dan konsumsi daging, termasuk daging sapi. Sementara pada sisi produksi, pertumbuhan populasi sapi tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaan (Hamid, 2012).

Usaha peternakan di Indonesia termasuk peternakan sapi pada umumnya masih dikelola secara tradisional, dimana peternakan sapi ini hanya merupakan usaha keluarga atau sebagai usaha sampingan (Abidin, 2002). Tipologi usaha peternakan dibagi berdasarkan skala usaha dan kontribusinya terhadap pendapatan peternak, sehingga bisa diklasifikasikan ke dalam kelompok berikut :

1. Peternakan sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri dengan tingkat pendapatan dari usaha ternaknya kurang dari 30%.

2. Peternakan sebagai cabang usaha, peternak mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan ternak sebagai cabang usaha, dengan

(8)

tingkat pendapatan dari usaha ternaknya 30-69,9% (semi komersil atau usaha terpadu).

3. Peternakan sebagai usaha pokok, dimana peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dan komoditi pertanian lainnya sebagai usaha sambilan, dengan tingkat pendapatan usaha ternak 70-99,9%.

4. Peternakan sebagai usaha industri, dimana komoditas ternak diusahakan secara khusus (specialized farming) dengan tingkat pendapatan usaha ternak 100%.

Peternakan mencakup semua usaha peternakan yang menyelenggarakan pembibitan serta budidaya segala jenis ternak dan unggas dengan tujuan untuk dikembangbiakkan, dibesarkan, dipotong, dan diambil hasilnya, baik yang dilakukan rakyat maupun oleh perusahaan peternakan. Golongan ini juga mencakup pembudidayaan ternak maupun unggas yang menghasilkan produk berulang, misalnya untuk menghasilkan susu dan telur. Komoditas yang dihasilkan oleh kegiatan peternakan adalah sapi potong, kerbau, kambing, domba, babi, kuda, ayam bukan ras (buras), ayam ras pedaging, ayam ras petelur, itik manila, itik, telur ayam ras, telur ayam bukan ras, telur itik, susu segar, dsb.

Data produksi komoditas peternakan diperoleh dari Dinas Peternakan. Data harga berupa harga produsen diperoleh dari Subdit Statistik Harga Perdesaan BPS. Data indikator harga berupa Indeks Harga Produsen diperoleh dari Subdit Statistik Harga Produsen BPS dan Indeks yang dibayar petani untuk biaya produksi kelompok peternakan dari Subdit Statistik Harga Perdesaan BPS.

Sedangkan data struktur biaya kegiatan peternakan diperoleh dari hasil Sensus Pertanian dan Survei Perusahaan Peternakan (Ternak Besar dan Kecil, Ternak Unggas, dan Sapi Perah) yang dilakukan oleh Subdit Statistik Peternakan BPS.

Daerah Sulawesi Tenggara yang memiliki keunggulan produk peternakan yang telah diakui secara nasional. Sulawesi Tenggara menurut peta topografi umumnya memiliki permukaan tanah yang bergunung, bergelombang, dan

(9)

berbukit-bukit. Selain dari itu, memiliki daratan yang berpotensi dalam pengembangan sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian yang dapat dikembangkan di Sulawesi Tenggara adalah komoditas peternakan. Menurut Kementerian PPN/Bappenas (2015) bahwa salah satu sumber pangan lokal Sulawesi Tenggara adalah peternakan. Namun, sub-sektor peternakan masih mengalami permasalahan. Menurut Kementerian PPN/Bappenas (2017) bahwa permasalahan utama dalam aspek peternakan adalah rendahnya produksi unggas/ternak. Produksi daging dari hewan ternak di Sulawesi Tenggara tahun 2017 menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya, dari 18.821.116 kg di tahun 2016 menjadi 21.057.951 kg pada tahun 2017. Kenaikan produksi daging tersebut, termasuk produksi untuk daging sapi potong, yaitu dari 4.412.704 kg menjadi 5.103.796 kg (BPS Sultra, 2018). Permasalahan yang dihadapi tersebut secara perlahan diatasi melalui kegiatan peningkatan produksi peternakan dan penerapan teknologi peternakan

Melihat potensi sumber daya di Sulawesi Tenggara dalam pengembangan komoditas peternakan, maka potensi unggulan komoditas peternakan di Sulawesi Tenggara dapat ditentukan. Sejauh ini belum diketahui potensi unggulan komoditas peternakan terdapat pada wilayah kabupaten mana. Salah satu indikator penting dalam mengetahui potensi unggulan di suatu wilayah adalah dengan menggunakan Location Quotient (LQ). Menurut Hendarto (2000) bahwa nilai LQ adalah analisis yang membandingkan relatif kemampuan suatu sektor atau sub sektor di daerah tertentu dengan kemampuan sektor atau suksektor yang sama di daerah yang lebih luas. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya potensi unggulan dan penyebaran komoditi sub sektor peternakan dan kemungkinan budidayanya di Provinsi Sulawesi Tenggara.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah di buatnya laporan analisis ini yaitu : 1. Apa yang di maksud PDB

2. Jelaskan Definisi, Jenis Penilaian, Dan Manfaat PDRB 3. Jelaskan Teori Pembangunan Ekonomi

(10)

4. Jelaskan Teori Pertumbuhan Ekonomi 5. Jelaskan Teori Perencanaan Ekonomi

6. Apa yang di maksud sektor unggulan dalam PDRB 7. Apa yang di maksud Sektor Pertenakan dalam PDRB

8. Bagaimana menentukan Sektor basis/non basis sektor pertenakan Kota Kendari menggunakan beberapa komoditasnya dengan analisis LQ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, Adapun tujuannya dibuatnya laporan analisis ini yaitu :

1. Mengetahui Apa yang di maksud PDB

2. Mengetahui Definisi, Jenis Penilaian, Dan Manfaat PDRB 3. Mengetahui Terkait Teori Pembangunan Ekonomi

4. Mengetahui Terkait Teori Pertumbuhan Ekonomi 5. Mengetahui Terkait Teori Perencanaan Ekonomi 6. Mengetahui terkait Sektor Unggulan dalam PDRB 7. Mengetahui terkait Sub Sektor Pertenakan dalam PDRB

8. Mengetahui cara menentukan sektor basis/non basis pada sektor pertenakan kota Kendari menggunakan beberapa komoditasnya dengan analisis LQ

(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PDB (Produk Domestik Bruto)

PDB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Secara sederhana definisi PDB, PDB adalah total nilai produksi dan jasa yang dihasilkan semua orang atau perusahaan dalam satu negara, termasuk nilai tambah, dalam kurun waktu tertentu, biasanya satu tahun. PDB yang tinggi belum tentu seluruh penduduk negara tersebut memiliki tingkat ekonomi yang tinggi. PDB adalah dasar dari perhitungan pertumbuhan ekonomi. Saat PDB mengalami kenaikan, maka artinya negara tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi. Begitu pun sebaliknya. Di Indonesia, BPS membagi tiga bentuk PDB, yakni PDB atas harga dasar, PDB atas harga konstan, dan PDB atas harga berlaku. (Kompas.com,2021).

Produk domestic bruto merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi dan kinerja pembangunan di suatu negara. Pada daerah kabupaten Barru tercatat Sepanjang 2022, Sektor Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian turut memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 34,3% dan juga mencatatkan pertumbuhan positif mencapai 4,3% (yoy). Subsektor peternakan sendiri juga memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional dan mengalami pertumbuhan sebesar 0,34%

(yoy) dengan kontribusi sebesar 1,58% terhadap PDB (ekon.go.id.,2022).

2.2 PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) 2.2.1 Definisi PDRB

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat kabupaten atau kota menggambarkan kemampuan kabupaten atau kota untuk menciptakan output

(12)

(nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. Sedangkan PDRB pada tingkat regional (provinsi) menggambarkan kemampuan provinsi untuk menciptakan output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu. Untuk menyusun PDRB digunakan 2 pendekatan, yaitu produksi dan pengeluaran. Keduanya menyajikan komposisi data nilai tambah dirinci menurut sumber kegiatan ekonomi atau lapangan usaha dan menurut komponen penggunaannya. PDRB dari sisi lapangan usaha merupakan penjumlahan seluruh komponen nilai tambah bruto yang mampu diciptakan oleh lapangan usaha atas berbagai aktivitas produksinya. Sedangkan dari sisi pengeluaran menjelaskan tentang penggunaan dari nilai tambah tersebut.

2.2.2 Jenis Penilaian PDRB

PDRB maupun agregat turunannya disajikan dalam dua (2) versi penilaian, yaitu atas dasar “harga berlaku” dan atas dasar “harga konstan”. Disebut sebagai harga berlaku karena seluruh agregat dinilai dengan menggunakan harga pada tahun berjalan, sedangkan penilaian harga konstan didasarkan kepada harga satu tahun dasar tertentu. Dalam publikasi di sini digunakan harga tahun dasar 2010.

Harga Berlaku adalah penilaian yang dilakukan terhadap produk barang dan jasa yang dihasilkan ataupun yang dikonsumsi pada harga tahun sedang berjalan.

Sedangkan Harga Konstan adalah penilaian yang dilakukan terhadap produk barang dan jasa yang dihasilkan ataupun yang dikonsumsi pada harga tetap di satu tahun dasar. Tahun Dasar adalah tahun terpilih sebagai referensi statistik, yang digunakan sebagai dasar penghitungan tahun-tahun yang lain. Dengan tahun dasar tersebut dapat digambarkan seri data dengan indikator rinci mengenai perubahan/

pergerakan yang terjadi. Laju pertumbuhan PDRB diperoleh dari perhitungan PDRB atas dasar harga konstan. Laju pertumbuhan tersebut dihitung dengan cara mengurangi nilai PDRB pada tahun ke-n terhadap nilai pada tahun ke n-1 (tahun sebelumnya), dibagi dengan nilai pada tahun ke n-1, kemudian dikalikan dengan 100 persen. Laju pertumbuhan menunjukkan perkembangan agregat pendapatan dari satu waktu tertentu terhadap waktu sebelumnya.

(13)

2.2.3 Manfaat PDRB

Manfaat yang dapat diperoleh dari produk domestik regional bruto antara lain:

1) PDRB harga berlaku menunjukan kemampuan sumber daya ekonomi untuk penghasilam dari satu Provinsi. Nilai PDRB yang besar menunjukan kemampuan sumber daya ekonomi yang besar.

2) PDRB harga berlaku menunjukan pendapatan yang memungkinkan dapat dinikmati oleh penduduk suatu region.

3) PDRB harga konstan digunakan untuk menunjukan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan/setiap sektor dari tahun ke tahun.

4) Distribusi PDRB harga berlaku menurut sektor menunjukan besarnya struktur perekonomian dan peranan sektor ekonomi dalam suatu wilayah. Sektor- sektor ekonomi yang mempunyai peranan besar menunjukan basis perekonomian suatu wilayah.

5) PDRB harga berlaku menurut penggunaan menunjukan bagaimana produk barang dan jasa digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi, dan diperdagangkan dengan pihak luar.

6) Distribusi PDRB menurut penggunaan menunjakan peranan kelembagaan menggunakan baran/jasa yang dihasilakan sektor ekonomi.

7) PDRB menurut penggunaan atas dasar harga konstan bermanfaat untuk pengukuran laju pertumbuhan konsumsi, investasi, perdagangan luar negeri, dan perdagangan antar pulau/provinsi

8) PDRB dan PRB perkapita atas dasar harga berlaku menunjukan nilai PDRB dan PRB perkapita atau persatu orang penduduk.

(14)

9) PDRB dan PRB perkapita atas dasar konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi perkapita.

2.3 Teori Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar- pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru (Siwu, 2017:2).

2.4 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai tindakan untuk meningkatkan kapasitas produksi yang menghasilkan tambahan output yang pada umumnya diukur menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tingkat nasional atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk tingkat daerah. PDB atau PDRB merupakan indikator atau tolok ukur keberhasilan ekonomi dari suatu negara atau daerah (Adisasmita, 2015:9). Pertumbuhan ekonomi daerah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan nilai tambah

(15)

(added value) yang terjadi di wilayah tersebut. Perhitungan pendapatan wilayah pada awalnya dibuat dalam harga berlaku. Namun agar dapat melihat pertambahan dari kurun waktu ke kurun waktu berikutnya, harus dinyatakan dalam nilai riil, artinya dinyatakan dalam nilai konstan (Nurmila et al., 2021:31).

2.5 Teori Perencanaan Ekonomi

Teori perencanaan adalah pengetahuan yang terorganisasi secara sistematis dan dapat diterapkan dalam berbagai keadaan yang didalamnya terdapat sebuah proses yang dimulai dari penetapan tujuan, menentukan strategi untuk mencapai tujuan, kemudian selanjutnya menentukan langkah-langkah untuk menuju tujuan.

Dalam melakukan perencanaan seorang perencana dapat menggunakan berbagai teori baik teori lama maupun teori baru, dimana tujuan utama dari perencanaan adalah bagaimana teori perencanaan dapat membangun suatu wilayah menjadi lebih maju dan lebih baik.

Dalam upaya pembangunan wilayah, masalah yang terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan ekonomi nasional terletak pada sifat keterbukaan dalam proses input-output barang dan jasa maupun orang.

Dalam sistem wilayah keluar masuk orang alad barang dan jasa relatif bersifat lebih terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih tertutup (Sirojuzilam, 2007 dalam Soares dkk, 2015). Perencanaan Wilayah merupakan satu-satunya jalan yang terbuka untuk menaikkan pendapatan per kapita, mengurangi ketimpangan pendapatan dan meningkatkan kesempatan kerja (Jhingan, 2000 dalam Soares dkk, 2015).

Menurut Archibugi (2008) dalam Soares dkk (2015) berdasarkan penerapan teori perencanaan wilayah dapat dibagi atas empat komponen yaitu :

1. Physical Planning (Perencanaan fisik).

Perencanan yang perlu dilakukan untuk merencanakan secara fisik pengembangan wilayah. Muatan perencanaan ini lebih diarahkan kepada

(16)

pengaturan tentang bentuk fisik kota dengan jangan infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik simpul aktivitas. Teori perencanaan ini telah membahas tentang kota dan sub bagian kota secara komprehensif.

Dalam perkembangannya teori ini telah memasukkan kajian tentang aspek lingkungan. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah perencanaan wilayah yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Medan dalam bentuk master plan (tata rang. lokasi tempat tinggal, aglomerasi, dan penggunaan lahan).

2. Macro-Economic Planning (Perencanaan Ekonomi Makro).

Dalam perencanaan ini berkaitan perencanaan ekonomi wilayah.

Mengingat ekonomi wilayah menggunakan teori yang digunakan sama dengan teori ekonomi makro yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, pendapatan, distribusi pendapatan, tenaga kerja, produktivitas, perdagangan, konsumsi dan investasi. Perencanaan ekonomi makro wilayah adalah dengan membuat kebijakan economi wilayah gulld merangsang pertumbuhan ekonomi wilayah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan bidang aksesibilitas lembaga keuangan, kesempatan kerja, tabungan).

3. Sosial Planning (Perencanaan Sosial).

Perencanaan sosial membahas tentang pendidikan, kesehatan, integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja, wanita, anak-anak dan masalah kriminal. Perenconaan sosial diaraban untuk membuat perencanaan vang menjadi dasar program pembangunan sosial di daerah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah kebijakan demografis.

4. Development Plannine (Perencanaan Pembangunan).

Perencanaan ini berkaitan dengan perencanaan program pembangunan secara komprehensif guna mencapai pengembangan wilayah.

Fianstein dan Norman (1991) dalam Soares dkk (2015) tipologi perencanaan dibagi atas empat macam yang didasarkan pada pemikiran teoritis. Empat macam perencanaan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Traditional planning (perencanaan tradisional).

(17)

Pada jenis perencanaan ini berencana menetapkan maksud dan tujuan untuk merubah sebuah sistem kota yang telah rusak. Biasanya pada konsep perencanaan ini membuat kebijakan-kebijakan untuk melakukan perbaikan pada sistem kota. Pada perencanaan tradisional memiliki program inovatif terhadap perbaikan lingkungan perkotaan dengan menggunakan standar dan metode yang profesional.

2. User-Oriented Planning (Perencanaan yang berorientasi pada pengguna). Konsep perencanaan ini adalah perencanaan yang bertujuan untuk mengakomodasi pengguna dari produk perencaan tersebut, dalam hal ini masyarakat Kota. Masyarakat yang menentukan produk perencanaan harus dilibatkan dalam setiap proses perencanaan.

3. Advocacy Planning (Perencanaan Advokasi).

Pada perencanaan ini berisikan program pembelaan terhadap masyarakat yang termarjinalkan dalam proses pembangunan kotadalam hal ini adalah masyarakat miskin kota. Pada perencanaan advokasi akan memberikan perhatian khusus terhadap melalui program khusus guna meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin.

4. Incremental Planning (Perencanaan dukungan).

Pada perencanaan vang bersifat dukungan terhadap sebuah proses pengambilan keputusan terhadap permasalahan-permasalahan perkotaan.

Produk perencanaan ini bersifat analisis yang mendalam terhadap permasalahan dengan mempertimbangkan dampak positif dan dampak negatif sebuah kebijakan.

2.6 Sektor Ekonomi Unggulan

Sektor unggulan berkaitan dengan suatu perbandingan baik pada skala regional, skala nasional, maupun internasional. Dalam skala internasional, dapat dikatakan sektor unggulan jika suatu sektor berdaya saing dengan sektor yang sama namun di negara lain. Sektor yang dianggap mampu memberi dampak baik pada sektor lain dalam artian sektor unggulan dengan cara mendorong

(18)

pertumbuhan dan perkembangan sektor lainnya tersebut (Nurlina, Andini dan Sari, 2019, 25). Sektor unggulan adalah suatu sektor dimana dipengaruhi oleh keberadaan faktor endowment (endowment factor) yang mengalami perkembangan melalui kegiatan investasi sehingga menjadi fondasi ekonomi (Soeyanto & Faradita, 2018 dalam Kapur et al. (2022:61)). Menurut (Hajeri, Yurisinthae, dan Dolorosa, 2015) sektor unggulan adalah sektor yang mampu menjadi tumpuan atas tujuan yang diharapkan dari pembangunan ekonomi, dimana sektor ini menjadi penggerak perekonomian juga sebagai sektor kunci pada perekonomian regional. Kriteria yang dimiliki sektor utama adalah bervariasi. Kriteria dinilai berdasarkan seberapa besarnya peranan suatu sektor memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi di suatu wilayah, relatif tinggi memiliki tingkat penyerapan akan tenaga kerja, secara linkage memiliki keterkaitan dengan sektor lain, dan sebagai sektor yang dapat memberikan nilai tambah yang besar (Tarigan dalam Soeyatno, 2018 dalam Kapur et al. (2022:61)).

2.7 Sektor Pertenakan

Adapun salah satu sektor berdasarkan lapangan usaha dalam PDRB yang akan kami bahas dalam laporan ini yaitu Sektor Pertenakan. Sektor peternakan merupakan sektor yang cukup penting di dalam proses pemenuhan kebutuhan pangan bagi masyarakat. Produk peternakan merupakan sumber protein hewani.

Permintaan pangan asal ternak di Indonesia terus meningkat. Elastisitas pendapatan terhadap permintaan produk peternakan relatif cukup tinggi, sementara itu pemenuhan kebutuhan akan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan akan daging sapi. Kondisi ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi calon peternak dan pengusaha sapi potong untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

Pembangunan peternakan merupakan salah satu bagian dari lima komoditas strategis nasional yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pangan hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) maupun kuantitas dan turut berperan dalam mendorong terhadap peningkatan kualitas sumberdaya manusia

(19)

dari sisi pemenuhan gizi melalui penyediaan konsumsi protein hewani asal ternak yaitu daging, telur dan susu. Selain itu mendorong tumbuhnya ekonomi yang berkerakyatan sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat peternakan.

(20)

2.8 Metodologi

Analisis ini mengadopsi data yang berasal dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Tenggara dengan periode penelitian mulai tahun 2016-2021. Teknik Analisis Data dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan informasi berkaitan dengan objek penelitian, yang meliputi: Gambaran Umum, Data Perekonomian Provinsi Sultra, dan Data Peternakan Provinsi Sultra periode tahun 2016 sampai tahun 2021. Analisis kuantitatif berupa analisis Location Quotient (LQ).

LQ merupakan suatu perbandingan antara peran suatu sektor ekonomi di suatu daerah terhadap besarnya peran sektor ekonomi yang sama secara nasional atau perbandingan terhadap suatu daerah yang memiliki cakupan administratif yang lebih besar (Tarigan, 2014).

Analisis LQ, secara matematis menggunakan formula sebagai berikut :

LQ =

(Xir Xr) (X¿

Xn) Keterangan :

1. Xir : Jumlah Populasi Per Jenis hewan ternak di Kecamatan 2. Xr : Jumlah Populasi Hewan ternak di Kecamatan

3. X¿ : Jumlah Populasi Per Jenus hewan ternak di Kota Kendari 4. Xn : Jumlah Populasi Hewan ternak di Kota Kendari

Dengan ketentuan :

 LQ > 1, mengindikasikan dilakukannya ekspor produk pada sektor tersebut, ekspor dilakukan karena adanya surplus. (peranan sektor lebih besar di daerah daripada nasional)

 LQ < 1, mengindikasikan bahwa sektor tersebut perlu melakukan impor karena sektor tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan daerah. (peranan sektor lebih kecil di daerah daripada nasional)

(21)

 LQ = 1, mengindikasikan bahwa adanya produktivitas berimbang yang berarti sektor ini masih belum layak untuk diekspor. (peranan sektor sama baik di daerah ataupun secara nasional)

(22)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1Hasil Penelitian 3.1.1 Analisis LQ

3.1.1.1 Insert Data Jumlah Populasi Hewan Ternak

Sebelum menghitung LQ dari pengembangan sub sektor pertenakan, terlebih dahulu menentukan jumlah populasi ternak Kota Kendari periode 2016- 2021.

1) Periode 2016

Tabel 3.1 Populasi Ternak Menurut Jenisnya di Tiap Kecamatan Kota Kendari Pada Tahun 2016

1 Mandonga 210 0 336 0 546

2 Baruga 391 8 114 75 588

3 Puuwatu 563 5 436 0 1.004

4 Kadia 117 10 242 33 402

5 Wua-wua 135 0 74 0 209

6 Poasia 652 0 630 0 1.282

7 Abeli 615 6 1.275 0 1.896

8 Kambu 324 0 250 0 574

9 Nambo - - - - -

10 Kendari 22 0 425 0 447

11 Kendari Barat 8 0 84 0 92

3.037 29 3.530 108 7.040

NO

Kota Kendari (Jumlah)

Kecamatan Sapi Potong Kerbau Kambing Babi Jumlah

Sumber : Dinas Pertanian Kota Kendari, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Kendari Tabel 3.1 menunjukan bahwa jumlah populasi ternak menurut 10 kecamatan di Kota Kendari diantaranya Kecamatan Mandonga memiliki jumlah populasi sapi 210 ekor dan kambing 336 ekor. Kecamatan Baruga menunjukan jumlah populasi sapi sebesar 391 ekor, kerbau 8 ekor, kambing 114 ekor, dan babi 75 ekor. Kecamatan Puuwatu memiliki jumlah populasi sapi 563 ekor, kerbau 5 ekor, dan kambing 436 ekor. Kecamatan kadia memiliki jumlah

(23)

populasi sapi 117 ekor, kerbau 10 ekor, kambing 242 ekor, dan babi 33 ekor.

Kecamatan Wua-wua menunjukan populasi sapi 135 ekor dan kambing74 ekor.

Kecamatan poasia memiliki jumlah populasi sapi 652 ekor dan kambing 630 ekor. Kecamatan Abeli menunjukan jumlah populasi sapi 615 ekor, kerbau 6 ekor dan kambing 1.275 ekor. Kecamatan kambu memiliki jumlah populasi sapi 324 ekor dan kambinh 250 ekor. Kendari memiliki populasi sapi 22 ekor dan kambing 425 ekor. Kecamatan Kendari barat menunjukan jumlah populasi sapi 8 ekor dan kambing 84 ekor

Populasi sapi tertinggi berada pada kecamatan Poasia dan yang terendah berada dikecamatan Kendari barat. Jumlah populasi kerbau tertinggi berada pada kecamatan Kadia. Populasi kambing tertingga berada pada kecamatan abeli dan populasi terendah pada kecamatan wua-wua. Jumlah keseluruhan populasi hewan ternak dikota Kendari pada tahun 2016 adalah Sapi 3.037, kerbau 29 ekor, kambing 3.530 ekor, dan babi 108 ekor.

2) Periode 2017

Tabel 3.2 Populasi Ternak Menurut Jenisnya di Tiap Kecamatan Kota Kendari Pada Tahun 2016

1 Mandonga 231 - 386 - 617

2 Baruga 418 - 131 - 549

3 Puuwatu 644 - 501 - 1.145

4 Kadia 9 - 214 12 235

5 Wua-wua 27 - 139 - 166

6 Poasia 712 - 892 - 1.604

7 Abeli 306 14 846 - 1.166

8 Kambu 357 7 249 - 613

9 Nambo 385 - 247 - 632

10 Kendari 13 - 457 - 470

11 Kendari Barat 5 - 91 - 96

3.107 21 4.153 12 7.293

J umlah

Kota Kendari (J umlah)

NO Kecamatan Sapi Potong Kerbau Kambing Babi

Sumber : Dinas Pertanian Kota Kendari, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Kendari

Pada tabel 3.2 menunjukan jumlah populasi pada 11 kecamatan di tahun 2017. Diantaranya kecamatan madongan mennunjukan jumlah populasi sapi

(24)

sebesar 231 ekor dan kambing 386 ekor. Kecamatan Baruga memiliki populasi sapi 418 ekor dan kambing 131 ekor. Kecamatan puuwatu menunjukan jumlah populasi sapi sebesar 644 ekor dan kambing 501 ekor.

Kecamatan kadia memiliki populasi sapi sebesar 9 ekor, kambing 214 ekor dan babi 12 ekor. Kecamatan wua-wua memiliki populasi sapi 27 ekor dan kambing 139 ekor. Kecamatan poasia menunjukan jumlah populasi sebesar 712 ekor, dan kambing 892 ekor. Kecamatan abeli memiliki populasi sapi 306, kerbau 14 ekor dan kambing 846 ekor, Kecamatan kambu memiliki populasi sapi sebesar 306 ekor, kerbau 14 ekor, dan kambing 846 ekor.

Kecamatan kambu menunjukan jumlah populasi sapi 357 ekor, kerbau 7 ekor dan kambing 249 ekor. Kecamatan Nambo memiliki populasi sapi 385 ekor dan kambing 247 ekor,. Kencari memiliki jumlah populasi sapi sebesar 13 ekor dan kambing 457 ekor. Kecamatan Kendari barat memiliki populasi sapi 5 ekor dan kambing 91 ekor.

Populasi sapi tertinggi berada pada kecamatan poasia dan yang teremndah berada pada kecamatan Kendari barat. Jumlah populasi kerbau tertinggi berada pada kecamatan Abeli dan kambu. Jumlah populasi kambing tertinggi berada pada kecamatan poasia dan yang terendah berada pada kecamatan Kendari barat. Jumlah popoulasi hewan ternak babi hanya berada di kecamatan kadia. Jadi jumlah keseluruhan populasi hewan ternak di kota Kendari pada tahun 2017 adalah sapi 3.107 ekor, kerbau 21 ekor, kambing 4.153 ekor, dan babi 12 ekor.

3) Periode 2018

Tabel 3.3 Populasi Ternak Menurut Jenisnya di Tiap Kecamatan Kota Kendari Pada Tahun 2018

NO Kecamatan Sapi Potong Kerbau Kambing Babi Jumlah

1 Mandonga 271 0 562 0 833

2 Baruga 488 0 423 0 911

3 Puuwatu 787 0 951 0 1.738

(25)

4 Kadia 0 0 204 0 204

5 Wua-wua 35 0 54 0 89

6 Poasia 795 7 1.559 0 2.361

7 Abeli 346 0 106 0 452

8 Kambu 211 0 25 0 236

9 Nambo 253 0 159 8 420

10 Kendari 42 0 193 0 235

11 Kendari Barat 0 0 12 0 12

Kota Kendari

(Jumlah) 3.228 7 4.248 8 7.491

Sumber : Dinas Pertanian Kota Kendari, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Kendari Pada tabel 3.3 menunjukan jumlah populasi pada 11 kecamatan di tahun 2018. Diantaranya kecamatan madongan mennunjukan jumlah populasi sapi 271 ekor dan kambing 562 ekor. Kecamatan baruga memiliki populasi 488 ekor dan kambing 423 ekor. Kecamatan puuwatu memiliki jumlah populasi sapi 7877 ekor dan kambing 951 ekor. Kecamatan Kadia menunjukan hanya populasi kambing 204 ekor. Kecamatan wua-wua memiliki populasi sapi 35 ekor dan kambing 54 ekor. Kecamatan poasia memiliki populasi sapi sebesar 795 ekor dan kambing 1.559 ekor. Kecamatan abeli memiliki populasi sapi 346 ekor dan kambing 106 ekor. Kecamatan kambu menunjukan populasi sapi sebesar 211 ekor dan kambing 25 ekor. Kecamatan Nambo memiliki populasi sapi 253 ekor, kambing 159 ekor dan babi 8 ekor. Kecamatan Kendari memiliki populasi sapi sebesar 42 ekor dan kambing 193 ekor. Kecamatan Kendari barat hanya memiliki populasi kambing sebesar 12 ekor.

Populasi sapi tertinggi berada pada kecamatan Poasia dan yang tertendah berada pada kecamatan Kendari. Pada jumlah populasi hanya berada di kecamatan poasia. Populasi kambing tertinggi berada pada kecamatan poasia dan yang terendah berada pada kecamatan Kendari barat. Pada populasi hewan ternak babi hanya terdapat dikecamatan nambo. Jadi jumlah keseleruhan populasi hewan ternak di kota Kendari pada tahun 2018 adalah sapi 3.228 ekor, kerbau 7 ekor, kambing 4.248 ekor, dan babi 8 ekor.

(26)

4) Periode 2019

Tabel 3.4 Populasi Ternak Menurut Jenisnya di Tiap Kecamatan Kota Kendari Pada Tahun 2019

1 Mandonga 206 - 543 - 749

2 Baruga 361 - 552 26 939

3 Puuwatu 547 - 513 - 1.060

4 Kadia - - 141 - 141

5 Wua-wua 28 - 362 - 390

6 Poasia 552 25 376 - 953

7 Abeli 303 11 511 - 825

8 Kambu 168 - 246 - 414

9 Nambo 205 - 519 - 724

10 Kendari 39 - 458 - 497

11 Kendari Barat - - 355 - 355

2.409 36 4.576 26 7.047

NO Kecamatan Sapi Potong Kerbau Kambing Babi J umlah

Kota Kendari (J umlah)

Sumber : Dinas Pertanian Kota Kendari, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Kendari

Pada tabel 3.4 menunjukan jumlah populasi pada 11 kecamatan di tahun 2019. Diantaranya kecamatan madongan mennunjukan jumlah populasi sapi 206 ekor dan kambing 543 ekor. Kecamatan baruga memiliki populasi sapi 361 ekor, kambing 552 ekor dan babi 26 ekor. Kecamatan puuwatu menunjukan populasi sapi sebesar 547 ekor dan kambing 513 ekor.

Kecamatan kadia memiliki populasi sapi 547 ekor dan kambing 513 ekor.

Kecamatan wua-wua memiliki populasi sapi 28 ekor dan kambing 362 ekor.

Kecamatan poasia memiliki populasi sapi sebesar 552 ekor, kerbau 11 ekor dan kambing 511 ekor. Kecamatan abeli memiliki populasi sapi sebesar 303 ekor, kerbau 11 ekor dan kambing 511 ekor. Kecamatan kambu memiliki populasi sapi 168 ekor dan kambing 246 ekor. Kecamatan nambo menunjukan jumlah populasi sapi sebesar 205 ekor dan kambing 519 ekor.

Kecamatan Kendari memiliki populasi sapi 39 ekor dan kambing 458 ekor.

Pada kecamatan Kendari barat hanya memiliki jumlah populasi kambing yaitu sebesar 355 ekor.

Populasi sapi tertinggi berada pada kecamatan puuwatu dan yang terendah berada pada kecamatan wua-wua. Populasi kerbau hanya terdapat

(27)

pada kecamatan poasia dan abeli. Populasi kambing tertinggi berada pada kecamatan mandonga dan yang terendah berada di kecamatan kadia. Pada populasi hewan ternak babi hanya terdapat di kecamatan baruga. Jadi jumlah keseluruhan hewan ternak di kota Kendari pada tahun 2019 adalah sapi 2.409 ekor, kerbau 36 ekor, kambing 4.576 ekor, dan babi 26 ekor.

5) Periode 2020

Tabel 3.5 Populasi Ternak Menurut Jenisnya di Tiap Kecamatan Kota Kendari Pada Tahun 2020

1 Mandonga 405 - 489 - 894

2 Baruga 524 - 527 - 1.051

3 Puuwatu 670 - 532 - 1.202

4 Kadia - 19 188 19 226

5 Wua-wua 46 - 401 - 447

6 Poasia 689 - 380 - 1.069

7 Abeli 564 20 526 - 1.110

8 Kambu 353 - 342 - 695

9 Nambo 408 - 530 - 938

10 Kendari 40 - 293 - 333

11 Kendari Barat - 310 - 310

3.699 39 4.518 19 8.275

Kota Kendari (J umlah)

NO Kecamatan Sapi Potong Kerbau Kambing Babi J umlah

Sumber : Dinas Pertanian Kota Kendari, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Kendari

Pada tabel 3.5 menunjukan jumlah populasi pada 11 kecamatan di tahun 2020, Diantaranya kecamatan madongan mennunjukan jumlah populasi sapi 405 ekor dan kambing 489 ekor. Kecamatan baruga mamiliki populasi sapi 524 ekor dan kambing 527 ekor. Kecamatan Puuwatu memiliki populasi sapi 670 ekor dan kambing 532 ekor. Kecamatan kadia memiliki populasi kerbau 19 ekor, kambing 188 ekor dan babi 19 ekor. Kecamatan wua-wua menunjukan populasi sapi 46 ekor dan kambing 401 ekor. Kecamatan poasia memiliki populasi 689 ekor dan kambing 380 ekor. Kecamatan abeli memiliki populasi sapi 564 ekor, kerbau 20 ekor, dan kambing 526 ekor. Kecamatan kambu memiliki populasi sapi 353 ekor dan kambing 342 ekor. Kecamatan nambo memiliki populasi 408 ekor dan kambing 530 ekor. Kecamatan

(28)

Kendari memiliki populasi sapi 40 ekor dan kambing 293 ekor. Kecamatan Kendari barat hanya memiliki jumlah populasi kambing sebesar 310 ekor.

Populasi sapi tertinggi berada pada kecamatan poasia dan yang terendah berada pada kecamatan Kendari. Populasi kerbau hanya terdapat di kecamatan kadia dan abeli. Populasi kambing tertinggi berada pada kecamatan puuwatu dan yang terendah adalah kadia. Pada jumlah hewan ternak babi hanya terdapat di kecamatan kadia. Jadi jumlah keseluruhan hewan ternak di kota Kendari pada tahun 2020 adalah sebesar sapi 3.699 ekor, kerbau 39 ekor, kambing 4.528 ekor dan babi 19 ekor.

6) Periode 2021

Tabel 3.6 Populasi Ternak Menurut Jenisnya di Tiap Kecamatan Kota Kendari Pada Tahun 2021

1 Mandonga 527 - 500 - 1.027

2 Baruga 646 - 527 - 1.173

3 Puuwatu 792 - 531 4 1.327

4 Kadia - 20 187 19 226

5 Wua-wua 53 - 400 - 453

6 Poasia 811 - 402 - 1.213

7 Abeli 686 10 530 - 1.226

8 Kambu 475 - 342 - 817

9 Nambo 531 - 551 - -

10 Kendari 47 - 290 - 337

11 Kendari Barat - - 300 - 300

4.568 30 4.560 23 8.099

NO Kecamatan Sapi Potong Kerbau Kambing Babi J umlah

Kota Kendari (J umlah)

Sumber : Dinas Pertanian Kota Kendari, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Kendari

Pada tabel 3.6 menunjukan jumlah populasi hewan ternak pada 11 kecamatan di kota Kendari pada tahun 2021. Diantaranya kecamatan madongan menunjukan jumlah populasi sapi 646 ekor dan kambing 527 ekor.

Kecamatan baruga memiliki populasi sapi 792 ekor, kambing 531 ekor dan babi 4 ekor. Kecamatan puuwatu menunjukan populasi sapi sebesar 792 ekor, kambing 531 ekor dan babi 4 ekor. Kecamatan kadia memiliki populasi kerbau 20 ekor, kambing 187 ekor dan babi 19 ekor. Kecamatan wua-wua

(29)

memiliki populasi sapi 53 ekor dan kambing 400 ekor. Kecamatan poasia memiliki populasi sapi sebesar 811 ekor dan kambing 402 ekor. Kecamatan abeli memiliki populasi sapi sebesar 686 ekor, kerbau 10 ekor dan kambing 530 ekor. Kecamatan kambu memiliki populasi sapi 475 ekor dan kambing 551 ekor. Kecamatan nambo menunjukan jumlah populasi sapi sebesar 531 ekor dan kambing 551 ekor. Kecamatan Kendari memiliki populasi sapi 47 ekor dan kambing 290 ekor. Pada kecamatan Kendari barat hanya memiliki jumlah populasi kambing yaitu sebesar 300 ekor.

Populasi sapi tertinggi berada pada kecamatan poasia dan yang terendah berada pada kecamatan Kendari. Populasi kerbau hanya terdapat di kecamatan kadia dan abeli. Populasi kambing tertinggi berada pada kecamatan nambo dan yang terendah adalah kadia. Pada jumlah hewan ternak babi hanya terdapat di kecamatan puuwatu dan kadia. Jadi jumlah keseluruhan hewan ternak di kota Kendari pada tahun 2020 adalah sebesar sapi 4.568 ekor, kerbau 30 ekor, kambing 4.560 ekor dan babi 23 ekor.

3.1.1.2 Menghitung LQ komodiatas hewan ternak

Setelah mengetahui jumlah populasi hewan ternak yang berada di kota kendari, maka rumus untuk mengetahui LQ ini dapat digunakan.

Perhitungan dilakukan berdasarkan jenis ternak di suatu wilayah tertentu.

Adapun rumus yang digunakan adalah :

LQ =

Populasi Per Jenis Hewanternak di kecamatan/Populasi Hewanternak di kecamatan Populasi Perjenis hewanTernak kota kendari/Populasi Hewanternak di Kota kendari

Populasi sapi, kerbau, kembing dan hewan ternak babi, kemudian dikonversi kedalam rumus tersebut sehingga menghasilkan nilai yang disajikan.

1) Periode 2016

Tabel 3.7 Nilai LQ Hewan ternak Menurut Kecamatan di Kota Kendari pada tahun 2016

NO Kecamatan Nilai LQ (Tahun 2016)

(30)

Sapi Kerbau Kambing Babi

1 Mandonga 0,89 - 1,22 -

2 Baruga 1,54 3,3 0,38 8,31

3 Puuwatu 1,29 1,2 0,86 5,35

4 Kadia 0,67 6,0' 1,2 -

5 Wua-wua 1,52 - 0,7 -

6 Poasia 1,17 - 0,98 -

7 Abeli 0,75 0,76 1,34 -

8 Kambu 1,3 - 0,86 -

9 Nambo - - - -

10 Kendari 0,11 - 1,89 -

11 Kendari Barat 0,'20 - 1,82 -

Kota Kendari (Jumlah) 9,24 5,26 11,25 13,66

Sumber: Data Sekunder Sudah Diolah 2023.

Tabel 3.7 menunjukan nilai Location Quotient (LQ) pengembangan sapi dikecamatan mandongan adalah 0,89. Kecamatan baruga memiliki LQ 1,54. Nilai LQ di kecamatan puuwatu 1,29. Kecamatan kadia memiliki LQ 0,67. Kecamatan wua-wua menunjukan LQ 1,52. Nilai LQ dikecamatan poasia 1,17. Dikecamatan abeli memiliki nilai LQ 0,75. Kecamatan kambu memiliki LQ 1,3. Nilai LQ dikecamatan Kendari 0,11 dan dikendari barat 0,2.

Pada pengembangan nilai LQ kerbau, hanya ada 3 kecamatan yaitu baruga sebesar 3,3,puuwatu 1,29, dan kecamatan kadia sebesar 6. Pada pengembangan nilai LQ kambing dikecamatan mandonga sebesar 1,22. Dikecamatan baruga memiliki nilai LQ sebesar 0,38. Kecamatan puuwatu memiliki nilai LQ 0,86.

Kecamatan kadia memiliki nilai sebesar 1,2. Kecamatan wua-wua memiliki 0,7.

Dikecamatan poasia memiliki nilai LQ sebesar 0,98. Dikecamatan abeli memiliki nilai 1,34. Nilai LQ pada kecamatan kambu sebesar 0,86. Kecamatan Kendari memiliki nilai 1,89 dan kecamatan Kendari barat sebesar 1,82. Pada pengembangan LQ terhadap hewan ternak babi hanya dimiliki oleh 2 kecamatan yaitu baruga sebesar 8,31 dan kecamatan puuwatu sebesar 5,35.

(31)

Dilihat dari populasi hewan ternak, sapi dan kambing ini sangat mempengaruhi jumlah LQ walaupun jumlah sapi disuatu daerah tersebut tinggi tidak menjadi patokan daerah itu termasuk sektor basis. Namun mempengaruhi batas optimal dari populasi sapi dan kambing dengan jumlah hewan ternak keseluruhan didaerah tersebut. Semakin tinggi perbedaan jumlah populasi hewan ternak maka akan mempengaruhi nilai LQ wilayah tersebut

(32)

2) Periode 2017

Tabel 3.8 Nilai LQ Hewan ternak Menurut Kecamatan di Kota Kendari pada tahun 2017

NO Kecamatan Nilai LQ (Tahun 2017)

Sapi Kerbau Kambing Babi

1 Mandonga 0,87 - 1,09 -

2 Baruga 1,78 - 0,41 -

3 Puuwatu 1,32 - 0,76 -

4 Kadia 0,08 - 0,56 3,1

5 Wua-wua 0,38 - 1,47 -

6 Poasia 1,04 - 0,97 -

7 Abeli 0,61 4,16 1,27 -

8 Kambu 1,36 3,96 0,71 -

9 Nambo 1,42 - 0,68 -

10 Kendari 0,06 - 1,7 -

11 Kendari Barat 0,12 - 1,66 -

Kota Kendari (Jumlah) 9,04 8,12 11,28 3,1

Sumber: Data Sekunder Sudah Diolah 2023.

Tabel 3.8 menunjukan nilai Location Quotient (LQ) pengembangan sapi dikecamatan mandongan adalah 0,87. Kecamatan baruga memiliki LQ 1,78. Nilai LQ di kecamatan puuwatu 1,32. Kecamatan kadia memiliki LQ 0,08. Kecamatan wua-wua menunjukan LQ 0,38. Nilai LQ dikecamatan poasia 1,04. Dikecamatan abeli memiliki nilai LQ 0,61. Kecamatan kambu memiliki LQ 1,36. Nilai LQ dikecamatan Kambu 1,36, kecamatan Kendari sebesar 0,06 dan dikendari barat 0,12.

Pada pengembangan nilai LQ kerbau, hanya ada 2 kecamatan yaitu abeli sebesar 4,16 dankambu 1,36. Pada pengembangan nilai LQ kambing dikecamatan mandonga sebesar 1,09. Dikecamatan baruga memiliki nilai LQ sebesar 0,41.

Kecamatan puuwatu memiliki nilai LQ 0,76. Kecamatan kadia memiliki nilai sebesar 0,56. Kecamatan wua-wua memiliki 1,27. Dikecamatan poasia memiliki nilai LQ sebesar 0,97. Dikecamatan abeli memiliki nilai 0,61. Nilai LQ pada

(33)

kecamatan kambu sebesar 1,36. Kecamatan Kendari memiliki nilai 0,71 dan kecamatan Kendari barat sebesar 1,66. Pada pengembangan LQ terhadap hewan ternak babii hanya dimiliki kecamatan kadia sebesar 3,1.

Dilihat dari populasi hewan ternak, sapi dan kambing ini sangat mempengaruhi jumlah LQ walaupun jumlah kambing disuatu daerah tersebut tinggi tidak menjadi patokan daerah itu termasuk sektor basis. Namun mempengaruhi batas optimal dari populasi sapi dan kambing dengan jumlah hewan ternak keseluruhan didaerah tersebut. Semakin tinggi perbedaan jumlah populasi hewan ternak maka akan mempengaruhi nilai LQ wilayah tersebut.

3) Periode 2018

Tabel 3.9 Nilai LQ Hewan ternak Menurut Kecamatan di Kota Kendari pada tahun 2018

NO Kecamatan Nilai LQ (Tahun 2018)

Sapi Kerbau Kambing Babi

1 Mandonga 0,75 - 1,18 -

2 Baruga 1,24 - 0,81 -

3 Puuwatu 1,05 - 0,96 -

4 Kadia - - 1,76 -

5 Wua-wua 0,91 - 1,06 -

6 Poasia 0,78 3,17 1,16 -

7 Abeli 1,77 - 0,41 -

8 Kambu 2 - 0,18 -

9 Nambo 1,39 - 0,66 1,78

10 Kendari 0,41 - 1,44 -

11 Kendari Barat - - 1,76 -

Kota Kendari (Jumlah) 10,3 3,17 11,38 1,78

Sumber: Data Sekunder Sudah Diolah 2023.

Tabel 3.9 menunjukan nilai Location Quotient (LQ) pengembangan sapi dikecamatan mandongan adalah 0,75. Kecamatan baruga memiliki LQ 1,24.

Nilai LQ di kecamatan puuwatu 1,05. Kecamatan wua-wua menunjukan LQ 0,91.

Nilai LQ dikecamatan poasia 1,78. Dikecamatan abeli memiliki nilai LQ 1,77.

(34)

Kecamatan kambu memiliki LQ 2. Nilai LQ dikecamatan nambo 0,66 dan kecamatan Kendari sebesar 0,41. Pada pengembangan nilai LQ kerbau, hanya ada dikecamatan poasia yaitu sebesar 3,17. Pada pengembangan nilai LQ kambing dikecamatan mandonga sebesar 1,18. Dikecamatan baruga memiliki nilai LQ sebesar 0,81. Kecamatan puuwatu memiliki nilai LQ 0,96. Kecamatan kadia memiliki nilai sebesar 1,76. Kecamatan wua-wua memiliki 1,06. Dikecamatan poasia memiliki nilai LQ sebesar 1,16. Dikecamatan abeli memiliki nilai 0,41.

Nilai LQ pada kecamatan kambu sebesar 0,18. Kecamatan Kendari memiliki nilai 1,44 dan kecamatan Kendari barat sebesar 1,76. Pada pengembangan LQ terhadap hewan ternak babi hanya dimiliki kecamatan nambo sebesar 1,78.

Dilihat dari populasi hewan ternak pada tahun 2018 ini. sapi dan kambing ini lagi-lagi sangat mempengaruhi jumlah LQ. Hewan ternak kambing unggul pada periode ini diberbagai daerah dikota Kendari. Dapat mempengaruhi batas optimal dari populasi sapi dan kambing dengan jumlah hewan ternak keseluruhan didaerah tersebut. Semakin tinggi perbedaan jumlah populasi hewan ternak maka akan mempengaruhi nilai LQ wilayah tersebut.

4) Periode 2019

Tabel 3.10 Nilai LQ Hewan ternak Menurut Kecamatan di Kota Kendari pada tahun 2019

NO Kecamatan Nilai LQ (Tahun 2019)

Sapi Kerbau Kambing Babi

1 Mandonga 0,8 - 1,11 -

2 Baruga 1,12 - 0,9 7,5

3 Puuwatu 1,5 - 0,74 -

4 Kadia - - 1,53 -

5 Wua-wua 0,21 - 1,42 -

6 Poasia 1,69 5,13 0,6 -

7 Abeli 1,07 2,61 0,95 -

8 Kambu 1,18 - 0,91 -

9 Nambo 0,82 - 1,1 -

10 Kendari 0,22 - 1,41 -

11 Kendari Barat - - 1,53 -

(35)

Kota Kendari (Jumlah) 8,61 7,74 12,2 7,5 Sumber: Data Sekunder Sudah Diolah 2023.

Tabel 3.10 menunjukan nilai Location Quotient (LQ) pengembangan sapi dikecamatan mandongan adalah 0,8. Kecamatan baruga memiliki LQ 1,12. Nilai LQ di kecamatan puuwatu 1,5. Kecamatan wua-wua menunjukan LQ 0,21. Nilai LQ dikecamatan poasia 1,69. Dikecamatan abeli memiliki nilai LQ 1,07.

Kecamatan kambu memiliki LQ 1,8.. Nilai LQ dikecamatan nambo 0,82 dan kecamatan Kendari sebesar 0,22. Pada pengembangan nilai LQ kerbau, hanya ada 2 kecamatan yaitu poasia sebesar 5,13 dan kecamatan abeli sebesar 1,07. Pada pengembangan nilai LQ kambing dikecamatan mandonga sebesar 1,11.

Dikecamatan baruga memiliki nilai LQ sebesar 0,9. Kecamatan puuwatu memiliki nilai LQ 0,74. Kecamatan kadia memiliki nilai sebesar 1,53. Kecamatan wua-wua memiliki 1,43. Dikecamatan poasia memiliki nilai LQ sebesar 0,6. Dikecamatan abeli memiliki nilai 0,95. Nilai LQ pada kecamatan kambu sebesar 0,91 Nilai Lq dikecamatan nambo sebesar 1,1. Kecamatan Kendari memiliki nilai 1,41 dan kecamatan Kendari barat sebesar 1,53. Pada pengembangan LQ terhadap hewan ternak babi hanya dimiliki kecamatan baruga yaitu sebesar 7,5.

Dilihat dari populasi hewan ternak pada tahun 2019 ini, Hewan kambing memiliki nilai LQ tertinggi sehingga sangat mempengaruhi jumlah LQ secara keseluruhan. Hewan ternak kambing unggul pada periode ini diberbagai daerah dikota Kendari. Mempunyai dampak dapat mempengaruhi batas optimal dari populasi kambing dengan jumlah hewan ternak keseluruhan didaerah tersebut.

Semakin tinggi perbedaan jumlah populasi hewan ternak maka akan mempengaruhi nilai LQ wilayah tersebut. Sebaliknya jika jumlah hewan ternak tidak jau berbeda dengan jumlah diwilayah tersebut, maka besar kemungkinan wilayah tersebut termasuk sektor basis

5) Periode 2020

Tabel 3.11 Nilai LQ Hewan ternak Menurut Kecamatan di Kota Kendari pada tahun 2020

(36)

NO Kecamatan Nilai LQ (Tahun 2020)

Sapi Kerbau Kambing Babi

1 Mandonga 1,01 - 1 -

2 Baruga 1,11 - 0,91 -

3 Puuwatu 1,24 - 0,54 -

4 Kadia - 17,8 1,52 3,66

5 Wua-wua 0,23 - 1,64 -

6 Poasia 1,44 - 0,65 -

7 Abeli 1,13 3,82 0,8 -

8 Kambu 1,13 - 0,9 -

9 Nambo 0,97 - 1,03 -

10 Kendari 0,26 - 1,61 -

11 Kendari Barat - - 1,83 -

Kota Kendari (Jumlah) 8,52 21,62 12,43 3,66

Sumber: Data Sekunder Sudah Diolah 2023.

Tabel 3.11 menunjukan nilai Location Quotient (LQ) pengembangan sapi dikecamatan mandongan adalah 1,01. Kecamatan baruga memiliki LQ 1,11.

Nilai LQ di kecamatan puuwatu 1,24. Kecamatan wua-wua menunjukan LQ 0,23.

Nilai LQ dikecamatan poasia 1,44. Dikecamatan abeli memiliki nilai LQ 1,13.

Kecamatan kambu memiliki LQ 1,13.. Nilai LQ dikecamatan nambo 0,97 dan kecamatan Kendari sebesar 0,26. Pada pengembangan nilai LQ kerbau, hanya ada 2 kecamatan yaitu kadia sebesar 17,8 dan kecamatan abeli sebesar 3,82. Pada pengembangan nilai LQ kambing dikecamatan mandonga sebesar 1. Dikecamatan baruga memiliki nilai LQ sebesar 0,91. Kecamatan puuwatu memiliki nilai LQ 0,54. Kecamatan kadia memiliki nilai sebesar 1,52. Kecamatan wua-wua memiliki 1,64. Dikecamatan poasia memiliki nilai LQ sebesar 0,65. Dikecamatan abeli memiliki nilai 0,8. Nilai LQ pada kecamatan kambu sebesar 0,9 Nilai LQ dikecamatan nambo sebesar 1,03. Kecamatan Kendari memiliki nilai 1,61 dan kecamatan Kendari barat sebesar 1,83. Pada pengembangan LQ terhadap hewan ternak babi hanya dimiliki kecamatan kadia yaitu sebesar 3,66.

Dilihat dari populasi hewan ternak pada tahun 2020 ini, Walaupun hewan kerbau hanya terdapat di 2 kecamatan yaitu kecamatan kadia dan abeli tetapi memiliki jumlah nilai LQ nya yang cukup tinggi sehingga

(37)

membantu dan mempengaruhi jumlah LQ secara keseluruhan. Bukan hanya itu saja sapi dan kambing pun selalu memiliki nilai LQ yang stabil tiap tahunnya hingga tahun 2020 ini.

6) Periode 2021

Tabel 3.12 Nilai LQ Hewan ternak Menurut Kecamatan di Kota Kendari pada tahun 2020

NO Kecamatan Nilai LQ (Tahun 2021)

Sapi Kerbau Kambing Babi

1 Mandonga 1,03 - 0,98 -

2 Baruga 1,1 - 0,9 -

3 Puuwatu 1,19 - 0,8 1,2

4 Kadia - 2,7 1,66 3,35

5 Wua-wua 0,23 - 1,77 -

6 Poasia 1,34 - 0,66 -

7 Abeli 1,12 2,49 0,87 -

8 Kambu 1,16 - 0,84 -

9 Nambo - - 1,02 -

10 Kendari 0,28 - 1,73 -

11 Kendari Barat - - 2,01 -

Kota Kendari (Jumlah) 7,45 5,19 13,24 4,55

Sumber: Data Sekunder Sudah Diolah 2023.

Tabel 3.12 menunjukan nilai Location Quotient (LQ) pengembangan sapi dikecamatan mandongan adalah 1,03. Kecamatan baruga memiliki LQ 1,1. Nilai LQ di kecamatan puuwatu 1,19. Kecamatan wua-wua menunjukan LQ 0,23. Nilai LQ dikecamatan poasia 1,34. Dikecamatan abeli memiliki nilai LQ 1,12.

Kecamatan kambu memiliki LQ 1,16.. Nilai LQ dikecamatan Kendari 0,28. Pada pengembangan nilai LQ kerbau, hanya ada 2 kecamatan yaitu kadia sebesar 2,7 dan kecamatan abeli sebesar 2,49. Pada pengembangan nilai LQ kambing dikecamatan mandonga sebesar 0,98. Dikecamatan baruga memiliki nilai LQ sebesar 0,9. Kecamatan puuwatu memiliki nilai LQ 0,8. Kecamatan kadia memiliki nilai sebesar 1,66. Kecamatan wua-wua memiliki 1,77. Dikecamatan poasia memiliki nilai LQ sebesar 0,66. Dikecamatan abeli memiliki nilai 0,87.

(38)

Nilai LQ pada kecamatan kambu sebesar 0,84 Nilai LQ dikecamatan nambo sebesar 1,02. Kecamatan Kendari memiliki nilai 1,73 dan kecamatan Kendari barat sebesar 2.01. Pada pengembangan LQ terhadap hewan ternak babi hanya dimiliki 2 kecamatan yaitu kecamatan puuwatu sebesar 1,2 dan kecamatan kadia yaitu sebesar 3,35.

Dilihat dari populasi hewan ternak pada tahun 2021 ini, Tidak mengalami perubahan yang signifikan dari tahun sebelumnya, dalam hal ini mengalami kestabilan terhadap besarnya nilai LQ dibeberapa daerah tersebut.

(39)

Gambar 3.1 Hasil Location Quotient (LQ) Hewan Ternak di Kota Kendari

2016 2017 2018 2019 2020 2021

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Nilai LQ Pertenakan (Populasi Hewan Ternak) di Kota Kendari

sapi kerbau kambing babi

Hasil penelitian menunjukan bahwa secara realtif populasi ternak sapi dan kambing lebih dominan atau merupakan sektor basis dan mempunyai potensi pengembangan. Peranan pertenakan khususnya ternak sapi dapat menjadi sumber penghasilan keluarga peternak/petani dan pengembangan ekonomi wilayah.

Implikasi dari sektor basis ini tentunya sangat penting dalam hal produksi dan produktifitas ternak serta nilai tambah komoditi peternakan. Disamping itu, ternak sapi merupakan sumber penyedia tenaga kerja ternak untuk kegiatan pertanian, penghasil pupuk kandang yang dibutuhkan untuk pengembangan pertanian berkelanjutan. Pada sektor non basis ini tentunya merupakan hal yang sangat penting untuk pengembangannya kedepan, dimana populasi ternak ini terkhusus ternak sapi harus kembangkan dalam hal populasi.

3.1.1.3 Menentukan komoditas basis/non basis

Hasil Location Quotient (LQ) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dan Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) Peternakan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Sulawesi Tenggara Pada Periode 2010-2022 bahwa besaran nilai LQ yang dihasilkan menunjukkan nilai lebih besar dari 1

Referensi

Dokumen terkait