Dosen Pengampu: Ibu Eka, S.Hi.,M.E
Disusun Oleh Kelompok 10
Muamar 2331710014
Achmad Fauzan 2331710041 Febyh Putri Andhini 2331710048
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS SAMARINDA 2024
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. yang telah melimpahkan rezeki berupa kesehatan, keberkahan dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Prekonomian Islam Indonesia dengan baik. Makalah ini disusun guna menyelesaikan tugas mata kuliah Prekonomian Islam Indonesia dengan tema “Etika dan Moral Muslim dalam Brekonomi”
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Eka, S.Hi., M.E selaku dosen pengampu mata kuliah prekonomian Islan Indonesia yang telah memberikan arahan dan kesempatan kepada penulis untuk menyusun makalah ini. Atas kesempatan yang telah diberikan, kami mampu mencari tahu banyak hal dan mendapatkan ilmu baru yang berkaitan dengan Etika dan Moral dalam Brekonomi Umat Muslim. Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat menjadi pemahaman dan pengetahuan bagi pembaca.
Dalam penyusunan makalah ini, kami sebagai penulis menyadari bahwa terdapat kesalahan-kesalahan saat proses pengerjaan sehingga memengaruhi hasil akhir dari makalah ini. Oleh karena itu, kami sebagai penulis memohon maaf atas kesalahan dalam penulisan serta penyusunan dalam makalah ini. Kami berlapang dada menerima segala kritik, saran dan masukan dari pembaca sehingga kami mampu memperbaiki dan memperhatikan penugasan di kesempatan berikutnya.
Samarinda, 18 Mei 2025
Kelompok 10
ii
DAFTAR ISI... ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Tujuan ... 2
BAB II PEMBAHASAN A. Akhalak Sebagai Dasar Etika Islam ... 3
B. Etika Ekonomi Islam Sebagai Pedoman Perilaku ... 5
C. Konsep Moral Dalam Filosofi Qur’ani ... 7
D. Penerapan dalam Ekonomi Islam ... 13
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ... 16
B. Saran ... 16 DAFTAR PUSTAKA
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan bermasyarakat, aktivitas ekonomi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keseharian manusia. Setiap individu terlibat dalam kegiatan ekonomi, baik sebagai produsen, konsumen, maupun distributor. Namun, aktivitas ekonomi tidak hanya dilihat dari sisi material atau keuntungan semata, melainkan juga harus dipahami dari sisi nilai, etika, dan moral, khususnya bagi umat Islam. Dalam perspektif Islam, kegiatan ekonomi harus didasari pada prinsip- prinsip syariah yang menekankan kejujuran, keadilan, tanggung jawab sosial, dan larangan terhadap praktik yang merugikan seperti riba, gharar (ketidakjelasan), dan maysir (spekulasi berlebihan).
Etika dan moral dalam ekonomi Islam bukanlah sekadar pelengkap, melainkan inti dari sistem ekonomi Islam itu sendiri. Al-Qur’an dan Hadis memberikan pedoman yang jelas mengenai bagaimana umat Islam seharusnya bertransaksi dan berinteraksi secara ekonomi. Rasulullah SAW sendiri adalah seorang pedagang yang terkenal dengan integritas dan kejujurannya, menjadi teladan nyata bagaimana etika dan moral diaplikasikan dalam dunia usaha. Oleh karena itu, penerapan nilai-nilai etis dalam ekonomi bukan hanya berdampak pada keberkahan harta, tetapi juga menciptakan keadilan sosial dan keberlanjutan ekonomi.
Namun, dalam praktiknya, masih banyak tantangan yang dihadapi umat Muslim dalam menegakkan prinsip-prinsip tersebut di tengah sistem ekonomi global yang cenderung sekuler dan berorientasi pada keuntungan semata. Realitas ini menuntut pemahaman dan kesadaran yang lebih mendalam mengenai pentingnya etika dan moral dalam berekonomi menurut ajaran Islam. Oleh sebab itu, pembahasan mengenai etika dan moral Muslim dalam berekonomi menjadi sangat relevan untuk dikaji guna memperkuat karakter ekonomi umat yang sesuai dengan nilai-nilai Islam.
B. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan ulasan tersebut, terdapat beberapa pokok rumusan masalah yang berkaitan dengan Etika dan Moral Muslim dalam Brekonomi tenta, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Akhalak Sebagai Dasar Etika Islam?
2. Bagaimana Etika Ekonomi Islam Sebagai Pedoman Perilaku?
3. Apa Konsep Moral dalam Filsofi Qur’ani?
4. Bagaimana Penerapan dalam Ekonomi Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Akhalak Sebagai Dasar Etika Islam
2. Untuk mengetahui Etika Ekonomi Islam Sebagai Pedoman Perilaku dalam brekonomi umat muslim
3. Untuk mengetahui Konsep Moral dalam Filsofi Qur’ani
4. Untuk mengetahui Bagaimana Penerapan dalam Ekonomi Islam
3 BAB II PEMBAHASAN
A. Akhalak Sebagai Dasar Etika Islam
Akhlak berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradatnya
“khuluqun” yang berari budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat. Sedangkan menurut istilah adalah pengetahuan yang menjelaskan tentang baik dan buruk (benar dan salah), mengatur pergaulan manusia, dan menentukan tujuan akhir dari usaha dan pekerjaannya. Akhlak pada dasarnya melekat dalam diri seseorang, bersatu dengan perilaku atau perbuatan. Jika perilaku yang melekat itu buruk, maka disebut akhlak yang buruk atau akhlak mazmumah.
Sebaliknya, apabila perilaku tersebut baik disebut akhlak mahmudah.
Selain akhlak digunakan pula istilah etika dan moral. Etika berasal dari bahasa yunani “ ethes ’’ artinya adat. Etika adalah ilmu yang meyelidki baik dan buruk dengan memperhatikan perbuatan manusia sejauh yang diketahui oleh akal pikiran.
Sedangkan moral berasal dari bahasa Latin “ mores ” yang berarti kebiasaan.
Persamaan antara akhlak dengan etika adalah keduanya membahas masalah baik dan buruk tingkah laku manusia. Perbedaannya terletak pada dasarnya sebagai cabang filsafat, etika bertitik tolak dari pikiran manusia. Sedangkan akhlak berdasarkan ajaran Allah dan Rasul-Nya. Akhlak tidak terlepas dari aqidah dan syariah. Oleh karena itu, akhlak merupakan pola tingkah laku yang mengakumulasikan aspek keyakinan dan ketaatan sehingga tergambarkan dalam perilaku yang baik.
Akhlak merupakan perilaku yang tampak ( terlihat ) dengan jelas, baik dalam kata-kata maupun perbuatan yang memotivasi oleh dorongan karena Allah.
Namun demikian, banyak pula aspek yang berkaitan dengan sikap batin ataupun pikiran, seperti akhlak diniyah yang berkaitan dengan berbagai aspek, yaitu pola perilaku kepada Allah, sesama manusia, dan pola perilaku kepada alam. Akhlak islam dapat dikatakan sebagai aklak yang islami adalah akhlak yang bersumber pada ajaran Allah dan Rasulullah. Akhlak islami ini merupakan amal perbuatan yang sifatnya terbuka sehingga dapat menjadi indikator seseorang apakah seorang muslim yang baik atau buruk. Akhlak ini merupakan buah dari akidah dan syariah yang benar. Secara mendasar, akhlak erat kaitannya dengan kejadian
manusia yaitu khaliq ( pencipta ) dan makhluq ( yang diciptakan ). Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia yaitu untuk memperbaiki hubungan makhluq ( manusia ) dengan khaliq ( Allah Ta’ala ) dan hubungan baik antara makhluq dengan makhluq Kata “menyempurnakan ” berarti akhlak itu bertingkat, sehingga perlu disempurnakan. Hal ini menunjukan bahwa akhlak bermacam-macam, dari akhlak sangat buruk, buruk, sedang, baik, baik sekali hingga sempurna. Rasulullah sebelum bertugas menyempurnakan akhlak, beliau sendiri sudah berakhlak sempurna. Sebagaiman firman Allah Swt dalam Surah Al- Qalam [68]: 4
ٍمْي ِظَع ٍقُلُخ ىٰلَعَل َكَّنِا َو Artinya: “Dan sesungguhnya engkau ( Muhammad ) benar-benar berbudi pekerti yang agung ”
Dalam ayat diatas, Allah Swt. sudah menegaskan bahwa Nabi Muahammad Saw. mempunyai akhlak yang agung. Hal ini menjadi syarat pokok bagi siapa pun yang bertugas untuk memperbaiki akhlak orang lain. Logikanya, tidak mungkin bisa memperbaiki akhlak orang lain kecuali dirinya sendiri sudah baik akhlaknya. Karena akhlak yang sempurna tersebut, Rasulullah Saw patut dijadikan uswah al hasanah ( teladan yang baik ). Sebagimana Firman Allah Swt dalam surah Al-Ahzab [33] : 21
ا اْيِيَث َهَ ّٰللا َاَثَذ َو َا ِخٰ ْلْا َم ْوَيْلا َو َهَ ّٰللا اوُج ْاَي َناَث ْنَمِ ل ٌةَنَسَح ٌة َوْسُا ِهَ ّٰللا ِل ْوُس َر ْيِف ْمُكَل َناَث ْدَقَل Artinya: “ Sesungguhya pribadi Rasulullah merupakan teladan yang baik untuk kamu dan untuk orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari akhirat dan mengingat Allah sebanyakbanyaknya”.
Berdasarkan ayat di atas, orang yang benar-benar ingin bertemu dengan Allah dan mendapatkan kemenangan di akhirat, maka Rasulullah Saw adalah contoh dan teladan yang paling baik untuknya. Dari beberapa penjelasan surah diatas maka tampak jelas bahwa akhlak itu memiliki dua sasaran : Pertama, akhlak dengan Allah. Kedua, akhlak dengan sesama makhluk. Oleh karena itu, tidak benar kalau masalah akhlak hanya dikaitkan dengan masalah hubungan antara manusia saja.
Akan tetapi juga berkaitan dengan aqidah yang merupakan akar dari akhlak dan syari’ah merupakan pohonnya dan akhlak itu yang menjadi buahnya. Buah itu akan rusak jika pohonnya rusak, dan pohonnya akan rusak jika akarya rusak. Oleh karena itu akar, pohon, dan buah harus dipelihara dengan baik.
5
Adapun beberapa hal-hal yang perlu dibiasakan sebagai akhlak yang terpuji didalam islam sebagai berikut.
1. Berani dalam kebaikan, berkata benar serta menciptakan manfaat, baik bagi diri maupun orang lain.
2. Adil dalam memutuskan hukum tanpa membedakan kedudukan, status sosial ekonomi, maupun kekerabatan.
3. Arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan.
4. Pemurah dan suka menafkahkan rezeki baik ketika lapang maupun sempit.
5. Ikhlas dalam beramal semata-mata demi meraih ridha Allah.
6. Cepat bertobat kepada Allah ketika berdosa.
7. Jujur dan amanah.
8. Tidak berkeluh kesah dalam menghadapi masalah hidup.
9. Penuh kasih sayang.
10. Lapang hati dan tidak balas dendam.
11. Malu melakukan perbuatan yang tidak baik.1
B. Etika Ekonomi Islam Sebagai Pedoman Perilaku
Hubungan antara manusia dan ekonomi merupakan topik yang kompleks dan menarik perhatian dari berbagai bidang penelitian seperti ekonomi, sosiologis, pisokologis dan antropologi. Teori-teori yang membahas hubungan ini berasal dari pandangan ekonomi tradisional mengenai manusia yang rasional dan egois dalam mengambil keputusan ekonomi. Namun dari teori perilaku manusia menekankan bahwa individu tidak selalu bertindak secara rasional ketika mengambil keputusan ekonomi dan tidak lepas dari faktor pisokologis yang mempegaruhi pilihan ekonomi individu.
Selain dari itu hubungan manusia dengan sisitem ekonomi berkaitan juga dengan sistem ekonomi masyarakat, distribusi kekayaan, kesenjangan ekonomi, dan pembangunan yang berdampak pada kualitas hidup. Di era modern saat ini hingga dimasa akan datang ekonomi kreaktif berperan penting dalam kreativitas, inovasi, dan budaya dalam menciptakan nilai ekonomi. Sehingga dapat dilihat dari seluruh hubungan tersebut sanggat berpengaruh oleh dinamika sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
1 Syarifah Habibah ”Akhal dan Etika dalam Islam “Jurnal Pesona Dasar ,Vol 1. No.4 (2015)
Istilah “etika” memiliki makna serupa dengan kata “moral” yang berasal dari bahasa latin Mos dalam bentuk jamaknya “mores” yang mengacu pada adat kebiasaan atau cara hidup. Dalam ilmu filsafat etika memiliki peranan penting untuk memberikan pemahaman mendalam melalui analisis yang sistematis. Etika secara khusus berfungsi untuk membedakan antara perilaku yang baik dan buruk, dengan tujuan menentukan tindakan yang dianggap benar atau baik. Dalam islam, akhlak dan etika memiliki peranan penting sebagai pedoman utama dalam perilaku konsumsi dan produksi. Penerapan terhadap prinsip-prinsip moral dan etika adalah inti dari pemahaman seorang muslim sebagai mana seharusnya bertindak dalam ranah ekonomi, yang berarti penolakan terhadap praktik riba serta mencerminkan komitmen terhadap prinsip-prinsip moral dalam kegiatan ekonomi.
Dalam buku” The Vision of Islam”, karya dari Murata dan Chitticik yang menekankan bahwa islam sangat menjunjung tinggi kejujuran, baik dalam aktivitas perdagangan maupun dalam memenuhi kebutuhan konsumsi, Sehingga nilai kejujuran ini menjadi landasan moral dalam perilaku ekonomi umat islam. Dalam islam etika konsumsi dan produksi mencakup kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Islam menganjurkan umatnya untuk tidak merusak alam dan menjalani gaya hidup yang berkelanjutan yang merupakan prinsip-prinsip etika yang dianjurkan dalam islam, dan hal ini sejalan dengan pemaparan dari karya Al Alousi, dalam bukunya “Environmental Protection in Islamic Law” yang menjelaskan bahwa menjaga lingkungan dan menghindari sikap boros merupakan bagian dari prinsip etika islam dalam aktivitas ekonomi.
Dalam etika ekonomi islam sebagai pedoman perilaku adapun beberapa prinsip-prinsip dalam pemikiran Homo Ethicus yang merupakan konsep penekanan terhadap pentingnya etika dan moral dalam pengambilan keputusan ekonomi. Homo ethicus ini mewakili pergeseran penting dalam pemikiran ekonomi yang menepatkan etika, kepedulian sosial, dan tanggung jawab sebagai unsur inti dalam pengambilan keputusan ekonomi. Homo ethicus ini lah yang menggantikan pandangan dari Homo Economicus yang lebih tradisional, yang mengasumsikan bahwasanya manusia bertindak secara rasional dan egois demi tujuan pribadi. Dalam etika ekonomi islam sebagai pedoman prilaku, prinsip- prinsip Homo ethicus tercermin dalam ajaran islam yang menekankan tanggung jawab moral, keadilan sosial, dan kepedulian terhadap sesama serta lingkungan.
Yang dimana islam tidak hanya mendorong prilaku ekonomi yang adil dan
7
manusiawi, tetapi juga menekankan pentingnya konsumsi dan produksi yang etis serta berkelanjutan. Hal ini menunjukkan sejalan dengan pandangan Al-Alousi dalam bukunya Environmental Protection in Islamic Law, yang menjelaskan bahwa menjaga kelestarian lingkungan dan menghindari sikap boros merupakan bagian dari prinsip etika islam dalam aktivitas ekonomi.2
Dan juga dalam ranah ekonomi, Islam mengarahkan perilaku ekonomi umat melalui prinsip-prinsip moral. Salah satu elemen penting dalam sistem ekonomi Islam adalah zakat, yaitu kewajiban umat Muslim untuk memberikan sebagian harta kepada mereka yang membutuhkan. Zakat tidak hanya berfungsi sebagai sarana distribusi kekayaan, tetapi juga mencerminkan nilai solidaritas sosial dan kepedulian antar sesama. Selain itu, Islam juga menetapkan aturan- aturan dalam aktivitas ekonomi, seperti pelarangan riba (bunga) dan keharusan berdagang secara adil, guna memastikan bahwa kegiatan ekonomi berjalan dengan keadilan dan sesuai nilai-nilai etika Islam.
C. Konsep Moral Dalam Filosofi Qur’ani
Kesadaran terhadap nilai-nilai moral dan spiritual yang bersumber dari al- qur’an dan hadits merupakan elemen penting dalam pembentukan dasar kehidupan serta interaksi sosial individu.3 Moral merupakan kondisi, cara berpikir, perkataan, serta tindakan manusia yang berhubungan dengan nilai-nilai kebaikan dan keburukan. Dalam Islam, moral dimaknai sama dengan akhlak atau budi pekerti, yaitu sifat atau keadaan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang hingga menjadi bagian dari kepribadiannya, yang mendorong seseorang melakukan berbagai tindakan secara alami tanpa perlu perencanaan atau pertimbangan terlebih dahulu. Menurut kamus besar bahasa Indonesia moral memiliki beberapa makna, pertama moral merupakan pandangan umum mengenai apa yang dianggap baik dan buruk dalam tindakan, sikap, serta kewajiban. Kedua moral menggambarkan kondisi mental seseorang yang mendorong keberanian, semangat, dan kedisiplinan. Ketiga moral dapat diartikan sebagai isi hati atau perasaan seseorang
2 Hasan Asyari, dkk,” Prinsip Islam Tentang Perilaku Ekonomi Islam”, Jurnal Ilmiah
Wahan Pendidikan, Vol. 10, No. 18, ( September 2024 ), Hal.220-222
3 Amir Nabil Ahmad, Tasnim Abdul Rahman, “ Urgensi Moral dalam Diskursus Al-Qur’an
dan Hadits”, Jurnal Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, Vol. 14, No. 1, (Juni 2023), Hal. 39- 40
yang tercermin melalui perilaku. Selain dari beberapa divinisi diatas, moral juga bisa berarti ajaran tentang kesusilaan yang dapat dipetik dari suatu cerita.
Sikap moral digunakan oleh setiap manusia sebagai tolak ukur untuk menilai perilaku seseorang, seperti penilain terhadap kejujuran, kesabaran, dan keberanian. Dan selain dari itu moral juga merupakan kondisi pisikologis dari seseorang yang tampak dalam tindakannya. Dan secara umum, moral adalah nilai- nilai yang berkaitan dengan penilaian terhadap tindakan baik dan buruk yang dilakukan oleh manusia.4 Adapun konsep moralitas dalam Islam yang merupakan bagian penting dari ajaran agama, yang menetapkan pedoman perilaku etis bagi umat Muslim. Untuk memahaminya secara mendalam, maka diperlukan penelaahan menyeluruh terhadap sumber utama ajaran Islam, yakni Al-Qur’an dan Hadis, serta pemahaman mengenai cara konsep tersebut ditafsirkan dan dijalankan dalam kehidupan sehari-hari umat Islam.5
Al-Qur’an adalah mukjizat dari Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad dengan tujuan untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia agar dibaca dan diamalkan, tanpa mempelajari secara jelas dan rinci maka pemahaman yang mendalam terhadap Al-Qur’an tidak akan tercapai dan sebalikknya jika penerapannya diabaikan atau tidak dilakukan, maka seseorang akan kehilangan kesempatan untuk merasakan nilai-nilai luhur dari petunjuk Allah Swt didalam Al- Quran. Sebagian besar isi Al-Qur’an menekankan pentingnya aspek moral yang dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupannya. Nabi Muhammad diutus oleh Allah sebagai teladan utama untuk menyampaikan ajaran tersebut kepada umat manusia. Beliau dianggap sebagai standar moral dalam Al-Qur’an karena mampu mewujudkan pesan-pesan ilahi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa semua ajaran dalam Al-Qur’an seharusnya dijadikan sebagai dasar dalam membentuk moralitas.
Contoh nya seperti yang tercantum didalam al-qur’an surah Al-Qalam ayat 4, yang menjelaskan mengenai kemulian akhlak dari Rasulullah SAW, sebagai berikut:
مْي ِظَع ٍقُلُخ ىٰلَعَل َكَّنِا َو ٍ
Artinya: Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.
4 Darwis Muhajir, dkk, “Islam dan Moral”, Jurnal Ilmiah Kajian Multidisiplinear, Vol. 8,
N0. 6, (Juni 2024), Hal 2-5.
5 Eka Safliana, “Al-Qur’an Sebagai Pedoman Hidup Manusia,” Jurnal Islam Hamzah
Fansuri, Vol. 3, no. 1, (Desember 2020)
9
Ayat diatas mengandung makna, kesempurnaan akhlak yang dimiliki Rasulullah yang bersumber dari Al-Qur’an. Sebab Allah SWT Menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman moral bagi rasulullah yang dimana didalam Al-Qur’an sudah secara jelas mengandung ajaran Syari’at islam.6
Al-Qur’an mengandung ajaran moral yang sejalan dengan fitrah manusia.
Doktrin serta aturan yang dijelaskan dalam Al-Qur’an secara nyata sesuai dengan naluri dan akal sehat manusia. Keselarasan tersebut tampak jelas ketika seseorang menggunakan akalnya untuk memahami aturan-aturan yang disampaikan dalam Al-Qur’an. Bahasa yang digunakan dalam Al-Qur’an juga memiliki makna yang beragam, sehingga memerlukan pendekatan yang beragam pula dalam memahaminya. Kesesuaian ini mencerminkan sifat manusia yang memiliki berbagai sudut pandang dan terus mengalami perkembangan. Oleh sebab itu, pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dapat disesuaikan dengan kemajuan zaman dan konteks kehidupan di setiap masa.7
Akan tetapi Sebagian orang beranggapan bahwa nilai-nilai moral dalam Al-Qur'an menjadi penghalang bagi kebebasan individu karena mengandung banyak larangan. Namun, pandangan ini cenderung tidak seimbang karena hanya menyoroti satu sisi dari ajaran moral dalam Al-Qur'an. Jika ditelaah lebih mendalam, nilai-nilai moral dalam Al-Qur'an justru bertujuan untuk mendukung dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Sebagai contoh, Al-Qur'an mengajarkan agar seseorang tidak menyembunyikan kebencian melalui sikap atau penilaian yang tidak adil terhadap orang lain.8
Al-qur’an merupakan petunjuk bagi umat islam yang memberikan penjelasan berbagai bentuk bimbingan yang membedakan antara tindakan positif dan negatif. Selanjutnya, Al-Qur'an mendorong individu untuk menggunakan rasionalitas ketika menilai manfaat suatu tindakan. Sehingga dikatakan Al-Qur'an berfungsi sebagai kompas moral, karena proklamasi dirinya sebagai prinsip panduan bagi kemanusiaan, Mengenai faktor pembeda antara baik dan buruk.9 Adapun beberapa prinsip-prinsip fundamental Al-Qur’an sebagai landasan moral.
6Muhammad Fuad Abdul Baqi, Tafsir al-Jalalayn, Surah Al-Qalam ayat 4; M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002).
7 Achyar Zein, Pesan-Pesan Moral Dalam Alquran (Medan: Perdana Publishing, Desember
2015), Hal. 6
8 Achyar Zein, Pesan-Pesan Moral Dalam Alquran, Hal. 8.
9 Achyar Zein, Pesan-Pesan Moral Dalam Alquran, Hal. 9
1. Tauhid
Tauhid merupakan aspek moral yang paling fundamental. Dalam Islam tauhid mengacu pada keyakinan akan keesaan Allah. Tauhid berasal dari bahasa Arab, yaitu wahhada-yuwahdinu-tauhidan yang memiliki arti menjadi satu atau menurut istilahnya menjadikan Allah Tuhan satu- satunya, meyakini bahwa Allah Maha Esa, dan tiada sekutu apapun bagiNya, tidak beranak dan tidak diperanakkan, Tuhan yang mewujudkan alam semesta beserta isinya dan yang mengatur, memelihara dan yang membinasakan segalanya yang telah diciptakanNya. Sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 163, sebagai berikut:
ُمي ِح َّالا ُن َٰمْح َّالا َوُه َّلِْإ َهَ َٰلِإ َلْ ۖ ٌد ِحا َو ٌهَ َٰلِإ ْمُكُهَٰلِإ َو Artinya: “Dan Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.” QS. Al- Baqarah[2]:163
Ayat tersebut menekankan mengenai keesaan Allah Swt yang merupakan aspek moral yang fundamental dalam agama Islam yang bersifat unitas. Dan yang menjadi objek dalam ajaran tauhid adalah Allah SWT, mencakup semua sifat yang wajib dimiliki-Nya dan sifat yang mustahil ada pada-Nya, serta seluruh makhluk atau ciptaan-Nya yang menunjukkan keesaan dan kekuasaan- Nya.10
2. Konsep keadilan atau Keseimbangan
Keseimbangan merupakan nilai moral yang esensial dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Menjaga keseimbangan, baik antara aktivitas spiritual dan duniawi maupun antara kehidupan dunia dan akhirat, merupakan salah satu ajaran utama dalam Islam. Dengan menjalani hidup secara seimbang, seseorang dapat mencapai harmoni dalam semua aspek kehidupannya, termasuk hubungan dengan diri sendiri, sesama manusia, Tuhan, keluarga, serta masyarakat di sekelilingnya. Sedangkan Keadilan dalam ajaran Islam mengandung beberapa makna. Adapun beberapa pendapat para ulama mengenai makna adil, sebagai berikut:
10 Azhar Muhammad, “ Penerapan Tauhid dalam Diri Untuk Mencapai Ridho Allah”, Jurnal
Penelitian Tindakan Kelas dan Pengabdian Masyarakat, Vol. 2, No. 2, 2022, Hal. 105
11
a. Keadilan yang bermakna sama atau persamaan, yakni setiap Muslim memperoleh hak dan kewajibannya sama rata. Sebagaiman yang terkandung dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 58, sebagai berikut:
َّنِا ِلْدَعْلاِب ا ْوُمُكْحَت ْنَا ِساَّنلا َنْيَب ْمُتْمَكَح اَذِا َو ۙاَهِلْهَا ىٰٰٓلِا ِتٰن ٰمَ ْلْا اوُّد َؤُت ْنَا ْمُث ُاُمْأَي َهَ ّٰللا َّنِا ا اْي ِصَب ۢ ا عْيِمَس َناَث َهَ ّٰللا َّنِا هَ ِب ْمُكُظِعَي اَّمِعِن َهَ ّٰللا Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Ayat diatas menerangkan bahwa adil yang dimaksud ialah sama dalam sikap memperlakukan setiap orang. Adil dengan berperilaku tidak membeda-bedakan haknya terhadap setiap orang.
b. Keadilan diartikan sebagai keseimbangan atau proposional, yakni mencakup keseimbangan antara hak dan kewajiban, hukum dan keadilan, perbuatan dan balasannya, serta keseimbangan alam semesta.
c. Adil diartikan sebagai menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
Maksudnya adalah memperhatikan hak-hak individu dan memberikan hakhak tersebut kepada yang berhak dengan sesuai.11
3. Khendak Bebas
Dalam Al-Qur’an, konsep kehendak bebas manusia dibahas dalam berbagai konteks. Beberapa tafsir Al-Qur’an menekankan bahwa dalam AlQur’an menjelaskan kebebasan manusia dan bahwa Allah itu adil dan rasional, sehingga manusia bertanggung jawab menggunakan kebebasannya untuk menciptakan kebaikan serta kebebasan berpikir, berpendapat dan berkeyakinan.
4. Tanggung Jawab
Tanggung jawab dapat didefinisikan sebagai sikap atau perilaku individu dalam memenuhi kewajiban dan komitmen mereka terhadap diri mereka
11Informatika, “Mengenal Konsep Keseimbangan Hidup Dalam Islam: Menjaga Harmoni Antara Spiritual Dan Duniawi,” Jurusan Informatika - Fakultas Teknologi Industri - Universitas Islam Indonesia, 29 September 2023,
sendiri, masyarakat, lingkungan, dan entitas ilahi. Dari sudut pandang Islam, tanggung jawab juga ditafsirkan sebagai tugas atau beban yang harus dibawa atau dilaksanakan seseorang karena tindakan mereka terhadap orang lain, atau karena tindakan orang lain terhadap mereka. Dan didalam ayat suci Al-qur’an terdapat penjelasan secara kompleks mengenai tanggung jawab melalui beberapa ayat yang menekankan pentingnya memikul tanggung jawab terhadap diri sendiri masyarakat lingkungan dan kemaslahatan umum.
Allah SWT berfirman sebagai berikut:
ٌۙةَنْيِه َر ْتَبَسَث اَمِب ۢ ٍسْفَن ُّلُث Artinya: “Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya,” QS. Al-Muddassir[74]:38
لْ ْؤُـْسَم ُهَ ْنَع َناَث َكِٕىٰٰۤلوُا ُّلُث َداَؤُفْلاَو َاَصَبْلاَو َعْمَّسلا َّنِا ٌمْلِع هَ ِب َكَل َسْيَل اَم ُفْقَت َلَْو Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” QS. Al-Isra‟[17]:36
Ayat-Ayat diatas menjelaskan bahwasannya setiap perilaku yang diperbuat oleh manusia pasti dipertanggung jawabkan, dan hal ini mengajarkan agar seseorang dapat mencapai tujuan mereka. Ketika seseorang memiliki rasa tanggung jawab terhadap perbuatannya, mereka cenderung lebih fokus dan disiplin dalam mencapai apa yang diinginkan.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan secara umum, Islam memiliki peranan penting dalam membentuk landasan moral dalam kehidupan masyarakat Muslim. Melalui ajaran Al-Qur’an dan Hadis, umat Muslim diberikan petunjuk praktis mengenai cara menjalani hidup secara etis dan bermoral. Nilai- nilai seperti keadilan, kasih sayang, serta kepedulian terhadap sesama sangat ditekankan, dan diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, baik sosial, politik, maupun ekonomi. Dengan menghayati dan mengamalkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, diharapkan umat Islam mampu membangun masyarakat yang adil, harmonis, dan selaras dengan tuntunan agama.
13
D. Penerapan dalam Ekonomi Islam
Etika dan moral merupakan landasan penting dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam bidang ekonomi. Dalam perspektif Islam, aktivitas ekonomi tidak hanya dipandang sebagai upaya pemenuhan kebutuhan material, tetapi juga sebagai bagian dari ibadah yang harus dijalankan sesuai dengan nilai- nilai syariat. Oleh karena itu, etika dan moral muslim memainkan peran sentral dalam membentuk sistem ekonomi yang adil, transparan, dan bertanggung jawab.
Ekonomi Islam menekankan pada prinsip keadilan, kejujuran, dan larangan terhadap praktik yang merugikan, seperti riba, gharar, dan maysir. Nilai-nilai ini bersumber dari Al-Qur’an dan Hadis serta dijabarkan dalam berbagai konsep muamalah. Penerapan etika dan moral dalam ekonomi Islam bukan hanya idealisme, tetapi merupakan tuntutan dalam setiap transaksi dan kegiatan ekonomi umat Muslim.
Adapun Penerapan prinsip etika bisnis Islam dalam praktik perbankan syariah merupakan persyaratan mutlak yang harus dipenuhi menurut tuntunan syariat agama Islam dan sebagai identitas pembeda antara bank syariah dengan bank konvensional sehingga apabila perbankan syariah tidak menerapkan prinsip etika bisnis Islam secara memadai maka akan kehilangan nilai lebih yang dimilikinya bila dibandingkan dengan bank konvensional, dan pada akhirnya dapat mengancam kelangsungan hidup perbankan syariah di masa depan. Mengingat urgensi penerapan prinsip etika bisnis Islam pada industri perbankan syariah, Yang pertama Lembaga yang tidak kalah penting dalam mendukung penerapan prinsip etika bisnis Islam bagi perbankan syariah adalah Islamic Development Bank (IDB). IDB adalah lembaga keuangan internasional yang didirikan berdasarkan hasil deklarasi konferensi para menteri keuangan negara-negara muslim di Jeddah tahun 1973 yang bertujuan untuk mendorong kemajuan pembangunan ekonomi dan sosial negara-negara anggota dan komunitas muslim berdasarkan prinsip syariah Islam. Dukungan terbesar IDB terhadap penerapan prinsip etika bisnis Islam dalam industri perbankan syariah adalah dalam bentuk fasilitasi berbagai penelitian dalam bidang ekonomi, keuangan, dan perbankan syariah melalui lembaga Islamic Research and Training Institute (IRTI) dan penyertaan modal maupun kepemilikan saham pada bank syariah di berbagai negara. Selain lembaga- lembaga di tingkat internasional, ada pula lembaga di tingkat nasional yang mendukung lembaga keuangan syariah, antara lain Dewan Syariah Nasional
(DSN). DSN didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui SK MUI No.
Kep. 754/II/1999 dengan tugas dan kewenangan sebagai berikut: memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai anggota dewan pengawas syariah pada suatu lembaga keuangan syariah; mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan; mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah; dan mengawasi penerapan fatwa yang telah diterapkan. Fatwa yang ditetapkan oleh DSN MUI disahkan oleh pemerintah menjadi peraturan perundangundangan, contohnya antara lain adalah UndangUndang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyatakan bahwa kegiatan yang berlandaskan prinsip syariah adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur sebagai berikut.
a. Riba, yaitu penambahan pendapatan secara bathil/tidak sah antara lain transaksi pertukaran barang yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang memberikan syarat nasabah penerima fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (naslh).
b. Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan.
c. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas,tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan kecuali diatur lain dalam syariah.
d. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syaria.
e. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 8/19/DPBs Tahun 2006 tentang Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Kelola Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah, maka dewan pengawas syariah diwajibkan melakukan pengawasan terhadap penerapan prinsip etika bisnis Islam dalam hal-hal sebagai berikut.
a. Transaksi mudharabah.
b. Transaksi Musyarakah.
c. Transaksi Murabahah.
d. Transaksi Salam dan Salam Paralel.
e. Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel.
15
f. Transaksi Ijarah dan IMBT.
g. Transaksi Pinjaman Qardh12
12 Afrida Putritama”Penerapan Etika Bisnis Islam dalam Industri Perbankan Syari’ah”Jurnal
Nominal. Vol, VII No, 1, (2018)
16 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Akhlak merupakan dasar utama dalam pembentukan etika Islam, yang bersumber dari ajaran Allah dan Rasul-Nya. Berbeda dengan etika yang bersumber dari akal dan moral yang berasal dari kebiasaan, akhlak Islam mencerminkan integrasi antara aqidah, syariah, dan perilaku manusia. Rasulullah Saw. menjadi teladan sempurna dalam akhlak mulia, yang menjadi pedoman hidup umat Islam.
Dalam konteks ekonomi Islam, akhlak memainkan peran penting sebagai landasan etika yang menuntun aktivitas ekonomi agar sesuai dengan nilai-nilai moral dan spiritual.
Islam menolak prinsip Homo Economicus yang berorientasi pada keuntungan pribadi semata, dan menggantikannya dengan konsep Homo Ethicus yang menekankan keadilan, tanggung jawab sosial, dan kepedulian terhadap lingkungan. Prinsip-prinsip seperti kejujuran, keadilan, larangan riba, dan kewajiban zakat menjadi ciri khas dari sistem ekonomi Islam
Etika dan moral dalam ekonomi Islam tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga didukung oleh lembaga resmi seperti Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Islamic Development Bank (IDB) melalui IRTI, yang memastikan penerapan prinsip-prinsip syariah dalam praktik ekonomi, khususnya dalam sektor perbankan syariah. Dengan demikian, Islam memberikan panduan komprehensif dalam membentuk tatanan kehidupan ekonomi dan sosial yang berlandaskan akhlak mulia, keadilan, dan keberlanjutan.
B. Saran
Hendaknya kita sebagai umat islam menjadikan akhlak mulia sebagai landasan dalam beraktivitas ekonomi. Serta penguatan nilai-nilai etika Islam yang perlu didukung oleh pendidikan, regulasi, dan sinergi antar lembaga. Dengan penerapan prinsip syariah yang konsisten, sistem ekonomi Islam dapat menjadi solusi yang adil, berkelanjutan, dan menyejahterakan.
17
Daftar Pustaka
Syarifah Habibah ”Akhal dan Etika dalam Islam “Jurnal Pesona Dasar ,Vol 1. No.4 (2015) Hasan Asyari, dkk,” Prinsip Islam Tentang Perilaku Ekonomi Islam”, Jurnal Ilmiah Wahan
Pendidikan, Vol. 10, No. 18, ( September 2024 ), Hal.220-222
Amir Nabil Ahmad, Tasnim Abdul Rahman, “ Urgensi Moral dalam Diskursus Al-Qur’an dan Hadits”, Jurnal Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial, Vol. 14, No. 1, (Juni 2023), Hal. 39-40
Darwis Muhajir, dkk, “Islam dan Moral”, Jurnal Ilmiah Kajian Multidisiplinear, Vol. 8, N0. 6, (Juni 2024), Hal 2-5.
1 Eka Safliana, “Al-Qur’an Sebagai Pedoman Hidup Manusia,” Jurnal Islam Hamzah Fansuri, Vol. 3, no. 1, (Desember 2020)
Darwis Muhajir, dkk, “Islam dan Moral”, Jurnal Ilmiah Kajian Multidisiplinear, Vol. 8, N0. 6, (Juni 2024), Hal 2-5.
1 Eka Safliana, “Al-Qur’an Sebagai Pedoman Hidup Manusia,” Jurnal Islam Hamzah Fansuri, Vol. 3, no. 1, (Desember 2020)
1 Muhammad Fuad Abdul Baqi, Tafsir al-Jalalayn, Surah Al-Qalam ayat 4; M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah (Jakarta: Lentera Hati, 2002).
1 Achyar Zein, Pesan-Pesan Moral Dalam Alquran (Medan: Perdana Publishing, Desember 2015), Hal. 6
1Azhar Muhammad, “ Penerapan Tauhid dalam Diri Untuk Mencapai Ridho Allah”, Jurnal Penelitian Tindakan Kelas dan Pengabdian Masyarakat, Vol. 2, No. 2, 2022, Hal.
105
1Informatika, “Mengenal Konsep Keseimbangan Hidup Dalam Islam: Menjaga Harmoni Antara
Spiritual Dan Duniawi,” Jurusan Informatika - Fakultas Teknologi Industri - Universitas Islam Indonesia, 29 September 2023,
Afrida Putritama”Penerapan Etika Bisnis Islam dalam Industri Perbankan Syari’ah”Jurnal Nominal. Vol, VII No, 1, (2018)