• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH HERMENEUTIKA KELOMPOK 3

N/A
N/A
Defriansyah

Academic year: 2024

Membagikan "MAKALAH HERMENEUTIKA KELOMPOK 3"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

Aliran - Aliran Hermeneutika Barat

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hermeneutika falsafah at-Ta’wil Dosen Pengampu: Dr. H. Abdul Ghaffar M. Ag

Disusun oleh:

KELOMPOK 3

1. Riza dus sholihin (301210042) 2. Defriansyah (301210032)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN THAHA SAIFUDDIN

JAMBI 2024

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah azza wa jalla yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul

“Aliran - Aliran hermeneutika barat” Sholawat berangkaikan salam tak lupa kita junjungkan kepada Baginda kita Nabi Muhammad Shalallahu `alaihi wa salam.

Yang mana berkat Beliaulah kita dapat merasakan zaman yang penuh dengen ilmu pengetehuan.

Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hermeneutika Falsafah at Ta’wil”. Penyelesaian makalah ini tidak lepas dari Dosen pengampu Dr. H. Abdul Ghaffar M. Ag Karena telah memberi motivasi dan bimbingan terhadap kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan dengan segala kerendahan hati, saran –saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan, agar dapat mencapai makalah yang lebih baik lagi.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan khususnya pada pemakalah tersendiri. Semoga Allah SWT memberikan rahmat,taufik dan hidayahNya kepada kita semua. Aamiin.

Jambi, 05 Mei 2024 Penulis Kelompok 3

(3)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iii

BAB I...1

PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...1

C. Tujuan Penulisan...1

BAB II...2

PEMBAHASAN...2

A. Pengertian Hermeneutika...2

B. Aliran – Aliran Hermeneutika Barat...3

PENUTUP...7

A. Kesimpulan...7

B. Saran...7

DAFTAR PUSTAKA...8

iii

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Interpretasi adalah kegiatan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia terlebih dalam memahami setiap apa yang berkaitan erat dengan keberlangsungan hidupnya. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang bisa andil dalam kegiatan interpretasi. Bagian yang paling penting yang menjadi syarat dihasilkannya interpretasi adalah akal pikiran yang hanya dimiliki manusia sebagai Makhluk yang tercipta dengan bentuk yang paling sempurna.

Dalam perkembangannya hermeneutika memiliki beberapa aliran yang berdiri berdasarkan keyakinan kuatnya. Aliran-aliran tersebut diusung oleh tokoh-tokoh yang mencurahkan konsentrasi pikirannya dalam dunia hermenutika. Sebut saja Emilio Betti dengan aliran objektivnya, Schleiermacher yang terkenal dengan hermeneutika romantisnya yang juga satu rumpun dengan aliran objektiv juga Gadamer yang kuat mempertahankan keyakinan subjektivnya.

Dari aliran-aliran yang ada dan telah berkontribusi banyak dalam kehidupan manusia sejak awal mula munculnya hingga saat ini perlu dikaji dan ditelaah lebih dalam agar proses pemahaman yang diinginkan tercapai.

Bagaimanapun proses memahami ini bukanlah kegiatan yang mudah namun tidak juga sulit, hanya saja butuh ketelitian dan keseriusan sehingga perlu dipelajari oleh mahasiswa yang concern dibidangnya atau bagi siapapun yang membutuhkannya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Hermeneutika?

2. Apa saja aliran – aliran hermeneutika barat?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian hermeneutika

2. Untuk mengetahui apa saja aliran – aliran hermeneutika barat

1

(5)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hermeneutika

Secara etimologis, istilah "hermeneutika" berasal dari kata

"hermeneuein". "Hermeneuein" memiliki arti "menguraikan" atau

"menginterpretasikan". Istilah tersebut mencakup beragam situasi dan ruang lingkup kegiatan manusia. Misalnya, ketika seorang ilmuwan menganalisis data empiris, tindakannya disebut sebagai interpretasi. Begitu juga dengan kegiatan seorang kritikus sastra yang menyelidiki suatu karya literatur, hal itu dinamakan interpretasi. Penerjemah yang mengalihbahasakan teks dari satu bahasa ke bahasa lain juga disebut sebagai interpretator.1

Kata Yunani "hermeneuein" bermakna "mengurai" atau

"menafsirkan". Ini dapat diinterpretasikan sebagai "menguraikan" atau

"menafsirkan" dalam konteks pemahaman atau interpretasi. Istilah ini mencakup gagasan tentang memahami atau menafsirkan sesuatu, baik itu teks, bahasa, maupun pengalaman. Dalam beberapa konteks,

"hermeneuein" dapat merujuk pada "mengurai" atau "menafsirkan" makna dari suatu teks atau pesan. Jadi, dalam konteks ini, "hermeneuein" dapat dipahami sebagai proses interpretasi atau pemahaman yang melibatkan pemecahan makna atau analisis yang mendalam.2

Sedangkan secara terminology ada beberapa definisi menurut para ahli:

1. Friedrich Schleiermacher mengatakan bahwa hermeneutika adalah seni memahami dengan tepat bahasa orang lain, terutama bahasa tertulis.

1 Serpulus Simamora, “Hermeneutika Persoalan Filosofis - Biblis Penggalian Makna Tekstual,” Jurnal Filsafat-Teologi 4, no. 2 (2005): 84.,

https://media.neliti.com/media/publications/282750-hermeneutika-persoalan-filosofis- biblis9eddca51.pdf.

2 Edi Susanto, “Studi Hermeneutika Kajian Pengantar,” Jakarta, 2016.

2

(6)

2. Franz-Peter Burkand menjelaskan bahwa hermeneutika adalah seni menafsirkan, dan secara lebih luas merupakan refleksi teoritis tentang metode-metode dan persyaratan pemahaman.

3. Menurut Nurcholis Majid, hermeneutika adalah pemahaman atau pemberian makna terhadap fakta-fakta teks dari sumber-sumber suci dengan cara yang menyoroti makna dalam yang terkandung di dalamnya, bukan hanya makna harfiahnya.

4. Zygmun Bauman menggambarkan hermeneutika sebagai usaha untuk menjelaskan dan menelusuri pesan serta pengertian dasar dari tulisan yang kabur, tidak jelas, dan kontradiktif, yang mungkin membingungkan bagi pembaca atau pendengar.

5. Komaruddin Hidayat menjelaskan bahwa awalnya kata

"Hermeneutika" merujuk pada nama dewa Yunani Kuno, Hermes, yang dianggap sebagai nabi Idris dalam tradisi Islam. Hermes disebutkan dalam legenda sebagai seorang tukang tenun, yang memiliki korelasi dengan makna dasar hermeneutika, yang berkaitan dengan pengertian teks.3

Meskipun ada variasi dalam definisi, para ahli sepakat bahwa hermeneutika memiliki dua makna utama: 1. Dalam pengertian sempit, hermeneutika membahas metode-metode yang tepat untuk memahami dan menafsirkan hal-hal yang perlu ditafsirkan. 2. Dalam pengertian luas, hermeneutika adalah cabang ilmu pengetahuan yang membahas hakekat, metode, dan persyaratan penafsiran.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa hermeneutika adalah proses mengubah ketidaktahuan menjadi pemahaman, mengungkapkan makna yang tidak terlihat secara langsung dalam teks, dan mengurai makna abstrak menjadi ungkapan yang jelas dan dapat dipahami oleh manusia.

3 Sofyan A.P.Kau, “HERMENEUTIKA GADAMER DAN RELEVANSINYA DENGAN TAFSIR,” jurnal farabi 11 (2014): 110.

3

(7)

B. Aliran – Aliran Hermeneutika Barat

Banyak varian dalam hermeneutika, dan masing-masing varian ini mempunyai corak dan karakter masing-masing. Di antara beberapa tokoh yang turut mewarnai dalam perkembangan hermeneutika adalah F.D.E Scheiermacher, Wilhelm Dilthey, Heideger, Hans-George Gadamer, Jurgen Habermas, Paul Ricoeur, Jacques Derrida, disamping masih banyak lagi tokoh-tokoh lain.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hardiman dalam makalahnya yang berjudul Teori-teori Hermeneutik, memetakan enam macam hermeneutika. (1) hermeneutika reproduktif-empatispsikologistis (Friedrich Schleiermacher); (2) hermeneutika reproduktif-empatisepistemologis (Wilhem Dilthey); (3) hermeneutika ontologis (Martin Heidegger); (4) hermeneutika filosofis (Hans- Georg Gadamer); (5) hermeneutika kritis (Jurgen Habermas dan Paul Ricoeur);

dan (6) hermeneutika dekonstruktif (Jacques Derrida).

Dari enam varian tersebut dapat diringkas menajdi tiga ragam

hermeneutika: (1) hermeneutika reproduktif: empati; (2) hermeneutika produktif:

fusi horison, (3) hermeneutika radikal: dekonstruksi.

Pertama, hermeneutik reproduktifempatis-psikologis ini dipelopori oleh F.

Schleiermacher (1768-1834), yang pada intinya hendak mereproduksi makna dari pemahaman pengarang berdasarkan kondisi psikologis pengarang. Sumbangan yang diberikannya adalah mengenai divinatorisches verstehen (pemahaman intuitif).

Hermeneutik reproduktif-empatis psikologis ini merekonstruksi imajinatif atas situasi zaman dan kondisi batin pengarangnya dan berempati kepadanya.

Dengan kata lain, penafsir harus membuat penafsiran psikologis atas teks itu sehingga dapat mereproduksi pengalaman pengarang. Penafsir mentransformasikan dirinya ke dalam proses kreasi teks, yakni ke dalam perasaan-perasaan pengarang, lalu melukiskan seutuhnya hasil transformasi itu.

Hasilnya adalah potret kondisi psikologis pengarang.

4

(8)

Menurut Schleiermacher, hermeneutika adalah art of understansing yang menggambarkan kembali pikiran pengarang yang telah tertuang dalam teks.

Pembicara atau pengarang yang membentuk struktur kalimat, sedangkan pendengar yang berusaha menembus dan memahami struktur kalimat dan pikirannya. Dengan demikian, menurut Schleiermacher bahwa interpretasi terdiri dari dua gerakan interaksi: “gramatis” dan “psikologis”. Rekonstruksi atau reproduksi dari gramatika atau psikologis inilah yang dinamakan lingkaran hermeneutika (hermeneutis circle).

Lingkaran hermeneutis ini merupakan upaya “dialog” antarapembicara dan pendengar, atau antara pengarang dengan pembaca untuk saling memahami.

Ada proses komunikasi antara pengarang dan pembaca. Lingkaran hermeneutis ini terjadi karena ada dua konsep interpretasi yang dipisahkan, antara bahasa dan pemikiran (grammatical interpretation dan psychological).

Interpretasi gramatik berpusat pada struktur bahasa (teks), yang mengandaikan bahwa bahasa tersebut terbentuk sesuai kemampuan penulis.

Interpretasi gramatik ini bisa dikatakan bersifat objektif karena berhubungan langsung dengan ciri linguistik. Namun ada kelemahan yang tidak bisa dihindari oleh interpretasi gramatik ini, yaitu pemahaman yang sangat terbatas karena harus ikut pada aturan-aturan gramatika. Sementara interpretasi psikologik ditujukan untuk memahami kondisi subjektifitas penulis. Interpreasi ini bersifat subjektif, karena pemahaman yang hendak dicapai adalah pemahaman yang diartikan oleh pembicara atau penulis teks, untuk sementara aturan bahasa dikesampingkan. Sisi positif dari interpretasi ini adalah adanya kebebasan berpikir untuk mencapai satu pemahaman, tidak hanya patuh pada aturan-aturan gramatika yang telah ditentukan. Sedang sisi negatifnya adalah, karena tidak berpegang pada kaidah bahasa, bisa jadi bahasa yang dipakai oleh pengarang tidak ada artinya, juga ada kemungkinan pemahaman sang interpreter berbeda dengan yang dimaksud oleh pengarang.

Karena masing-masing interpretasi mempunyai kelemahan, maka perlu adanya kritik. Kritik untuk interpretasi gramatika dilakukan dengan meneliti

5

(9)

aturan-aturan (aturan gramatika atau aturan kebudayaan). Kalau terjadi ketidaksesuaian antara aturan dan apa yang hendak dipahami maka disana terjadi error. Sedangkan kritik untuk interpretasi psikologik tidak mungkin terjadi error karena hubungan yang terjadi berbeda. Kalau interpretasi gramatik terjadi hubungan fungsional; kalau tidak sesuai aturan maka error. Pada interpretasi psikologik hubungan yang terjadi adalah melingkar, kritiknya ada dalam bentuk dialektika, yang tidak mungkin terjadi error.

Lingkar hermeneutik dalam interpretasi psikologik bekerja dengan dua cara, yang menurut Schleiermacher disebut dengan metode divinasi (divinatory) dan metode perbandingan (comparison).

Divinasi melihat penulis sebagai individu, sedangkan perbandingan dapat meletakkan penulis ke dalam suatu tipe tertentu. Divinasi didasarkan pada asumsi bahwa tiap individu itu unik, tetapi keunikan itu tidak bisa berdiri sendiri, karena juga mengambil keunikan orang lain. Jadi, devinasi yang melihat keunikan individu sebagai bagian dari keunikan orang lain, juga sekaligus melakukan perbandingan. Secara sederhana dapat dipahami bahwa pemikiran seseorang tidak bisa lepas dari pengaruh pemikiran orang lain.

Kedua, hermeneutika reproduktifempatis-epistemologis yang dipelopori oleh Wilhem Dilthey (1833-1911). Ini merupakan kelanjutan dari konsepnya Schleirmacher yang mereproduksi pemikiran pengarang. Namun, Dilthey memfokuskan pada kondisi makna, bukan kondisi psikologis. Peristiwa-peristiwa yang termuat dalam teks harus dipahami sebagai ekspresi kehidupan sejarah, maka yang direproduksi bukanlah kondisi psikis pengarang, melainkan makna peristiwaperistiwa sejarah itu. Empati epistemologi Dilthey ini, penafsir memahami makna simbol-simbol yang dihasilkan pengarang dan sedekat mungkin menafsirkan sesuai dengan intensi penghasilnya.

Ketiga, hermeneutika ontologis yang dipelopori Martin Heidegger.

Menurut Heidegger, hermeneutika merupakan bagian dari eksistensi manusia yang melekat pada dirinya. Dalam memahami dunia dan sejarahnya, manusia merupakan cakrawala bagi dirinya. Suatu objek “teks” hanya menampakkan

6

(10)

dirinya sebagai sebuah makna. Pengertian tentang objek tersebut terjadi karena adanya pemahaman yang mendahului (pra-paham) sebagai the conditions of possibility. Teori ini merupakan kritik terhadap Schleiermacher dan Dilthey.

Menurut Heidegger, penafsiran tidak bersifat reproduktif, melainkan bersifat produktif. Makna teks bukanlah makna bagi pengarangnya, melainkan makna bagi pembaca yang hidup di zaman ini, maka menafsirkan adalah proses kreatif.

Keempat, hermeneutika filosofis yang dipelopori Hans-Georg Gadamer, Hermeneutika ini mendapat inspirasi dari filsafat Heidegger tentang verstehen sebagai struktur Ada dari Dasein (hermeneutika ontologis). Menurut Gadamer, hermeneutika bukan sekedar metode, melainkan ciri ada sosial kita sendiri.

Kebenaran bukanlah sesuatu yang ditemukan, melainkan dibuat, maka bersifat relatif terhadap konteks ruang dan waktu.

Kelima, hermeneutika kritis yang dipelopori oleh Juergen Habermas dan Paul Ricoeur. Hermeneutika kritis Habermas berusaha menengahi antara objektivitas proses-proses historis dan motif-motif mereka yang bertindak di dalamnya. Sedang hermeneutika Ricoeur, hendak menyingkap makna objektif dari teks-teks yang memiliki jarak dan ruang waktu dari pembaca. Namun, menurut dia, seiring dengan jarak waktu niat awal dari penulis sudah tidak lagi digunakan sebagai acuan utama dalam memahami teks. Hermeneutika Recouer ini mencoba menjadi mediator antara hermeneutika reproduktif Scheielmacher dan Dilthey dengan hermeneutika produktif Heidegger dan Gadamer. Hermeneutika ini tidak hanya merekonstruksi psikologis pengalaman (Scheielmacher) maupun penemuan diri sendiri pada diri orang lain (Dilthey), melainkan untuk menyingkap potensi Ada atau Eksistensi (Heidegger).

Keenam, hermeneutika dekonstruktif yang dipelopori oleh Jacques Derrida. Dekonstruksi merupakan tindakan subjek yang membongkar objek.

Dekonstruksi Derida adalah penyangkalan terhadap oposisi ucapan/tulisan, ada/tak ada, murni/tercemar dan akhirnya penolakan terhadap kebenaran tunggal.

Tulisan/teks, menurut Derrida merupakan pra kondisi dari bahasa, bahkan sudah

7

(11)

ada sebelum ucapan oral. Tulisan adalah bentuk permainan bebas unsur-unsur bahasa dan komunikasi. Dia merupakan proses perubahan makna terus-menerus dan perubahan ini menempatkan dirinya di luar jangkauan kebenaran mutlak.

Hermeneutika dekonstruksi ini, masuk dalam rumpun hermeneutika radikal yang tidak merehabilitasi makna asli. Makna asli tidak dihadirkan kembali, bahkan sudah hilang, maka tak ada lagi tolok ukur interpretasi.4

Secara garis besar aliran-aliran hermeneutik dapat dibagi menjadi 3 bagian:

1. Aliran obyektivis: aliran yang lebih menekankan pada pencarian Aliran obyektivis: aliran yang lebih menekankan pada pencarianmakna asal dari obyek penafsiran (teks tertulis, teks diucapkan,makna asal dari obyek penafsiran (teks tertulis, teks diucapkan,prilaku, simbol-simbol kehidupan dll.). Jadi, penafsiran adalah upayaprilaku, simbol-simbol kehidupan dll.). Jadi, penafsiran adalah upayamerekonstruksi apa yang dimaksud oleh pencipta teks. Di antaramerekonstruksi apa yang dimaksud oleh pencipta teks. Di antarayang bisa digolongkan dalam aliran ini adalah pemikiranyang bisa digolongkan dalam aliran ini adalah pemikiranSchleiermacher dan Dilthey.Schleiermacher dan Dilthey.

2. Aliran subyektivis: aliran yang lebih menekankan pada peran Aliran subyektivis: aliran yang lebih menekankan pada peranpembaca/penafsir dalam pemaknaan terhadap teks. Pemikiran-pembaca/penafsir dalam pemaknaan terhadap teks. Pemikiran-pemikiran yang tergolong dalam aliran ini beragama.

Ada yangpemikiran yang tergolong dalam aliran ini beragama. Ada yangsangat subyektivis, yakni ‘dekonstruksi’ dansangat subyektivis, yakni ‘dekonstruksi’

danreader-responsereader-responsecriticism; a criticism; a da juga agak subyektifis, yakni postrukturalisme; dan adada juga agak subyektifis, yakni postrukturalisme; dan ada juga yang kurang subyektivis, yakni strukturalisme.

juga yang kurang subyektivis, yakni strukturalisme.

4 Muhammad Irfan Syahroni, Aliran hermeneutika dalam pandangan filsafat Pendidikan islam, Jurnal Al Mustofa stit Al Aziziyah Lombok barat, vol 1, januari 2022

8

(12)

3. Aliran yang berberada di tengah-tengah antara dua aliran di atas. Aliran yang berberada di tengah-tengah antara dua aliran di atas. Yang bisa dimasukkan dalam kategori ini adalah pemikiran Gadamer Yang bisa dimasukkan dalam kategori ini adalah pemikiran Gadamerdan Gracia. Aliran ini memberikan keseimbangan antara pencariandan Gracia. Aliran ini memberikan keseimbangan antara pencarianmakna asal teks dan peran pembaca dalam penafsiran.makna asal teks dan peran pembaca dalam penafsiran.5

BAB III PENUTUP A.

Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah dilakukan mengenai aliran-aliran hermeneutika Barat, dapat disimpulkan bahwa hermeneutika merupakan sebuah pendekatan yang mendalam dalam memahami teks dan realitas.

Setiap aliran hermeneutika memiliki kontribusi dan sudut pandangnya sendiri terkait dengan proses interpretasi teks. Aliran-aliran seperti hermeneutika filosofis Gadamer, hermeneutika kritis Habermas dan Ricoeur, serta hermeneutika dekonstruktif Derrida, menunjukkan kompleksitas dalam pemahaman terhadap teks dan makna yang terkandung di dalamnya. Konsep lingkaran hermeneutis yang menggambarkan dialog antara pengarang dan pembaca, serta penolakan terhadap kebenaran tunggal dalam dekonstruksi, memberikan pemahaman yang mendalam tentang keragaman interpretasi. Hermeneutika tidak hanya sekadar metode, tetapi juga mencerminkan ciri sosial dari konteks kita sendiri. Proses interpretasi teks melibatkan pemahaman kontekstual, historis, dan subjektif yang memperkaya makna teks tersebut. Dengan demikian, hermeneutika menjadi sebuah cabang ilmu yang kompleks dan menuntut kreativitas dalam memahami beragam kemungkinan makna.

Diharapkan pemahaman mengenai aliran-aliran hermeneutika Barat yang

5 : https://id.scribd.com/doc/46235635/Aliran-aliran-Hermeneutik 9

(13)

telah dibahas dalam makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan mendalam terkait dengan proses interpretasi teks. Terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam penyusunan makalah ini.

B.

Saran

Pemakalah menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi penulisan makalah maupun penyusunan kata-kata. Untuk itu pemakalah sangat mengharapkan adanya kritikan dan saran terutama dari dosen pengampu mata kuliah dan dari pembaca yang bersifat membangun dan perbaikan demi kemajuan di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

A.P.Kau, Sofyan. “HERMENEUTIKA GADAMER DAN RELEVANSINYA DENGAN TAFSIR.” jurnal farabi 11 (2014): 109–123.

Fajar Sugianto, Tomy Michael, Afdhal Mahatta. “Konstelasi Perkembangan Hermeneutika Dalam Filsafat Ilmu Sebagai Atribusi Metode Penafsiran Hukum.” The Cambridge Companion to Gadamer (2021): 307–328.

Simamora, Serpulus. “Hermeneutika Persoalan Filosofis - Biblis Penggalian Makna Tekstual.” Jurnal Filsafat-Teologi 4, no. 2 (2005): 1–24.

https://media.neliti.com/media/publications/282750-hermeneutika- persoalanfilosofis-biblis-9eddca51.pdf.

Susanto, Edi. “Studi Hermeneutika Kajian Pengantar.” Jakarta, 2016.

Syahroni.M.I “Aliran hermeneutika dalam pandangan filsafat Pendidikan islam, Jurnal Al Mustofa stit Al Aziziyah Lombok barat, vol 1, Januari 20022

https://id.scribd.com/doc/46235635/Aliran-aliran-Hermeneutik\

10

Referensi

Dokumen terkait

Hermeneutika jenis pertama berusaha melacak bagaimana teks tersebut dipahami oleh pengarangnya dan kemudian pemahaman pengarang itulah yang dipandang sebagai pemaknaan yang

Pertama, hermeneutika objektif yang berusaha memahami makna teks seperti yang dimaksud pengarang dengan cara mengajak kem- bali ke masa lalu di mana si pengarang hidup;

(3) Hermeneutika pembebasan yang memahami makna asal dalam konteks kekinian tanpa menafikan masa silam, dan lebih dari itu yang terpenting penafsiran atau

Kata “rukyat” yang terkandung di dalam Hadis Shahih Muslim melalui kajian hermeneutika dilihat melalui pemikiran Muhammad Iqbal mengandung makna obervasi baik tanpa alat maupun

Pertama, hermeneutika objektif yang berusaha memahami makna teks seperti yang dimaksud pengarang dengan cara mengajak kem- bali ke masa lalu di mana si pengarang hidup;

Dalam bahasa fenomenologis, 29 hermeneutika ini dikatakan sebagai ilmu yang menentukan hubungan antara kesadaran manusia dengan objeknya, dalam hal ini teks suci al-Qur`an; (1)

PENUTUP Teori hermeneutika Khaled Abou El Fadl terkait dengan peran otonomi teks, pengarang, dan pembaca dalam mengungkap makna di balik teks memiliki sumbangan yang sangat besar

Dengan menggunakan hermeneutika Paul Ricoeur sebagai pisau bedah untuk menganalisis teks, penelitian ini menemukan bahwa teks-teks dalam novel Merahnya Merah menunjukkan makna sense