• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah “Internet, E-commerce, dan Dunia Siber dari Sudut Pandang Geografi Ekonomi dan Geografi Sosial”

N/A
N/A
Wahyu Egi Priyanto

Academic year: 2023

Membagikan "Makalah “Internet, E-commerce, dan Dunia Siber dari Sudut Pandang Geografi Ekonomi dan Geografi Sosial”"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah

“Internet, E-commerce, dan Dunia Siber dari Sudut Pandang Geografi Ekonomi dan Geografi Sosial”

Disusun guna memenuhi nilai Ujian Tengah Akhir Semester Mata Kuliah Literasi Digital dan Kemanusiaan

Oleh :

Wahyu Egi Priyanto (3211421055)

Dosen Pengampu :

Petra Kristi Mulyani, S.Pd., M.Ed., Ph.D.

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2023

(2)

i KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena kasih-Nya penyusun dapat menyusun makalah yang berjudul “Internet, E-commerce, dan Dunia Siber dari Sudut Pandang Geografi Ekonomi dan Geografi Sosial”. Tujuan dari proposal kegiatan ini adalah untuk memenuhi nilai Ujian Akhir Semester mata kuliah Literasi Digital dan Kemanusiaan.

Dalam penulisan makalah ini, penyusun merasa masih banyak kekurangan dan menemui hambatan. Namun, dengan bimbingan dari dosen pengampu dan dukungan dari literatur yang tidak dapat disebutkan satu per satu, akhirnya dapat menyelesaikan makalah ini dengan cukup baik.

Penyusun menyadari bahwa dalam makalah masih terdapat kekurangan. Sehingga kritik dan saran akan sangat diterima sebagai masukan yang berharga untuk kedepannya.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan pihak yang berkepentingan.

Semarang, 31 Mei 2023

Penyusun

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB 1 PEDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah... 2

C. Tujuan ... 2

D. Manfaat ... 2

BAB 2 PEMBAHASAN A. Konsep Dasar E-Commerce ... 3

B. Pemanfaatan dan Dampak E-Commerce dalam Kehidupan Keseharian ... 5

C. Etika Dunia Siber ... 8

D. Pemanfaatan Internet secara Bijak ... 12

E. Aturan Hukum tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ... 14

F. Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE ... 15

BAB 3 PENUTUP A. Simpulan ... 17

B. Saran ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi digital, khususnya internet dan e-commerce, telah membawa dampak yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Internet telah memungkinkan akses informasi yang luas, komunikasi global, dan transaksi perdagangan elektronik yang mudah. Namun, dengan kemajuan teknologi ini juga muncul berbagai isu terkait etika siber, yang menjadi perhatian penting dalam konteks geografi ekonomi dan sosial.

Dalam geografi ekonomi, internet dan e-commerce telah mengubah cara kita melakukan bisnis dan perdagangan. Penggunaan internet telah memungkinkan bisnis untuk mengatasi batasan geografis dan menjangkau pasar global dengan lebih mudah. Hal ini membuka peluang ekonomi yang luas, baik bagi perusahaan besar maupun usaha kecil dan menengah (UKM). Di sisi lain, geografi ekonomi juga memainkan peran dalam distribusi e-commerce, di mana pola dan konsentrasi aktivitas perdagangan online dapat berbeda di setiap wilayah. Namun, seiring dengan meningkatnya penggunaan internet dan e-commerce, muncul pula isu terkait etika siber.

Etika siber mencakup pertimbangan moral dan sosial terkait penggunaan internet, privasi data, kejahatan cyber, dan dampak sosial dari teknologi digital. Dalam konteks geografi sosial, perbedaan budaya, norma, dan regulasi di berbagai wilayah dapat mempengaruhi persepsi dan penanganan etika siber.

Kajian sebelumnya telah mengamati aspek-aspek individual dari internet, e-commerce, dan etika siber. Namun, masih terdapat celah penelitian yang perlu dijelajahi dalam sudut pandang geografi ekonomi dan sosial. Dalam kaitannya dengan geografi ekonomi, perlu dipelajari bagaimana internet dan e-commerce mempengaruhi pertumbuhan ekonomi regional, pola perdagangan, dan distribusi aktivitas ekonomi secara geografis. Selain itu, penelitian perlu mempertimbangkan dampak etika siber dalam konteks geografi sosial, termasuk perbedaan budaya, nilai, dan tindakan pemerintah dalam menangani isu-isu etis terkait penggunaan internet dan e-commerce.

Tujuan dari makalah ini adalah untuk menyelidiki dan menganalisis pengaruh internet, e-commerce, dan dunia siber dalam konteks geografi ekonomi dan sosial. Penelitian ini akan

(5)

2 menggali pola distribusi e-commerce, faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi regional terkait e-commerce, serta perbedaan dalam penanganan etika siber di berbagai wilayah.

Melalui kajian ini, diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang hubungan antara internet, e-commerce, dan etika siber dalam konteks geografi ekonomi dan sosial, serta memberikan wawasan baru dalam merumuskan kebijakan yang tepat dalam penggunaan internet dan e-commerce.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana geografi menanggapi perkembangan zaman pada aspek internet, e-commerce, dan dunia siber?

2. Bagaimana peranan geografi sosial dan geografi ekonomi dalam perkembangan zaman juga teknologi?

3. Seperti apa keterkaitan antara internet, e-commerce, dan dunia siber dengan kajian geografi sosial dan geografi ekonomi?

C. Tujuan

1. Mengetahui pandangan perkembangan internet, e-commerce, dan dunia siber dari sudut pandang keilmuan geografi khususnya geografi sosial dan geografi ekonomi. .

2. Mengetahui peranan geografi sosial dan geografi ekonomi dalam perkembangan zaman dan teknologi.

3. Menganalisis pengaruh literasi digital dan perkembangan teknologi terhadap kajian dan perkembangan keilmuan geografi.

D. Manfaat

1. Menjadi bahan pertimbangan untuk para geografer untuk semakin aktif dalam menggunakan teknologi dalam mengkaji fenomena geosfer.

2. Menimbulkan kesadaran akan pentingnya teknologi dalam mengkaji fenomena geosfer terkhusus fenomena antroposfer.

3. Kesadaran akan pentingnya aspek internet, e-commerce, dan dunia siber dalam pemanfaatan teknologi dalam mengkaji fenomena geosfer.

(6)

3 BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar E-Commerce

Dalam era digital ini, e-commerce telah menjadi salah satu kekuatan pendorong ekonomi global. Dengan adanya platform online yang memungkinkan bisnis untuk menjual produk dan layanan mereka secara elektronik, e-commerce telah mengubah cara kita berbelanja dan berbisnis. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi konsep dasar e-commerce, serta potensi dan manfaatnya bagi pelaku bisnis dan konsumen.

1. Pengertian

E-commerce atau perdagangan elektronik, merujuk pada pembelian, penjualan, dan pertukaran barang dan layanan melalui internet. Ini melibatkan transaksi elektronik antara penjual dan pembeli, yang biasanya dilakukan melalui platform online atau aplikasi mobile.

E-commerce dapat mencakup berbagai model bisnis, termasuk penjualan B2C (bisnis ke konsumen), B2B (bisnis ke bisnis), dan C2C (konsumen ke konsumen).

2. Jenis-jenis E-commerce

a. E-commerce B2C (Business-to-Consumer)

E-commerce B2C melibatkan penjualan langsung produk atau layanan dari bisnis kepada konsumen akhir. Contohnya adalah platform belanja online seperti Amazon, eBay, dan Lazada.

b. E-commerce B2B (Business-to-Business)

E-commerce B2B melibatkan transaksi antara dua bisnis. Ini termasuk pembelian bahan baku, komponen, atau layanan oleh perusahaan lain. Contohnya adalah Alibaba, sebuah platform yang menghubungkan produsen dan distributor.

c. E-commerce C2C (Consumer-to-Consumer)

E-commerce C2C melibatkan transaksi antara konsumen. Ini dapat terjadi melalui platform lelang online atau pasar digital, di mana konsumen menjual barang bekas atau produk buatan sendiri kepada konsumen lainnya. Contohnya adalah eBay dan Etsy.

(7)

4 3. Keuntungan E-commerce

a. Aksesibilitas dan kenyamanan:

E-commerce memungkinkan konsumen untuk berbelanja kapan saja dan di mana saja, tanpa harus pergi ke toko fisik. Mereka dapat memilih dari berbagai produk dan membandingkan harga dengan mudah, serta melakukan transaksi dengan cepat dan aman.

b. Skala global:

E-commerce memungkinkan bisnis untuk menjangkau konsumen di seluruh dunia. Ini membuka peluang pasar baru dan memperluas potensi penjualan mereka secara signifikan.

c. Biaya operasional yang lebih rendah:

Beroperasi secara online dapat mengurangi biaya overhead yang biasanya terkait dengan bisnis fisik, seperti biaya sewa, listrik, dan inventaris. Ini memungkinkan bisnis untuk menawarkan harga yang lebih kompetitif kepada konsumen.

4. Tantangan dalam E-Commerce

Tantangan yang dihadapi dalam e-commerce meliputi:

a. Keamanan transaksi: keamanan transaksi online merupakan tantangan utama dalam e- commerce. Bisnis dan konsumen harus menjaga keamanan data dan transaksi finansial mereka dari ancaman kejahatan cyber, seperti pencurian identitas, penipuan, dan serangan malware.

b. Kepercayaan konsumen: kepercayaan konsumen terhadap e-commerce sangat penting.

Mereka perlu yakin bahwa informasi pribadi mereka akan diamankan dan bahwa produk atau layanan yang mereka beli akan sesuai dengan deskripsi dan kualitas yang dijanjikan. Bisnis e-commerce harus bekerja keras untuk membangun reputasi yang baik dan menangani masalah pelanggan dengan cepat dan efektif.

c. Logistik dan pengiriman: pengiriman produk secara efisien dan tepat waktu merupakan aspek penting dalam e-commerce. Bisnis perlu mengatasi tantangan seperti manajemen persediaan, pemrosesan pesanan, pengemasan yang tepat, dan pengiriman yang handal untuk memastikan kepuasan konsumen.

(8)

5 d. Persaingan yang ketat: E-commerce telah membuka pintu bagi banyak pelaku bisnis, yang berarti persaingan di pasar online dapat menjadi sangat ketat. Bisnis perlu mengembangkan strategi pemasaran yang efektif, menawarkan nilai tambah kepada konsumen, dan membangun keunggulan kompetitif untuk tetap bersaing.

e. Regulasi dan kepatuhan: E-commerce sering kali terkena dampak peraturan dan kepatuhan yang berbeda di berbagai yurisdiksi. Bisnis harus memahami dan mematuhi peraturan seperti perlindungan data, hak konsumen, pajak, dan kebijakan perdagangan internasional untuk menghindari masalah hukum dan denda.

f. Infrastruktur Teknologi: Untuk menjalankan bisnis e-commerce dengan sukses, diperlukan infrastruktur teknologi yang andal. Tantangan dapat timbul dalam hal kecepatan koneksi internet, integrasi sistem, keandalan platform, dan skala yang dapat diatasi saat menghadapi lonjakan lalu lintas atau tingkat pertumbuhan bisnis.

Menghadapi tantangan-tantangan ini, bisnis e-commerce perlu memiliki strategi yang matang, berinvestasi dalam keamanan dan kepercayaan konsumen, serta beradaptasi dengan perubahan teknologi dan regulasi untuk tetap relevan di pasar yang kompetitif dan terus berkembang ini.

B. Pemanfaatan dan Dampak E-Commerce dalam Kehidupan Keseharian

Pemanfaatan e-commerce dalam kehidupan sehari-hari telah menjadi tren yang signifikan.

Seiring dengan perkembangan teknologi, platform e-commerce seperti toko online, aplikasi pembayaran, dan platform pengiriman makanan telah mempengaruhi cara kita berbelanja, bertransaksi, dan berinteraksi.

1. Pemanfaatan secara Umum a. Berbelanja Online

E-commerce telah merevolusi cara kita berbelanja. Sekarang kita dapat membeli berbagai produk dengan mudah hanya dengan mengakses toko online melalui perangkat elektronik kita. Keuntungan berbelanja online termasuk kenyamanan, pilihan produk yang lebih luas, dan kemampuan untuk membandingkan harga dengan mudah. Dengan e-commerce, kita dapat membeli pakaian, elektronik, peralatan rumah tangga, dan banyak lagi, tanpa harus meninggalkan rumah. Selain barang-barang sehari-hari yang

(9)

6 biasa digunakan. Market place atau platform e-commerce juga dapat digunakan untuk menjual belikan data yang sekiranya memang dapat diperkual belikan. Dalam kajian ilmu geografi sudah tidak asing dengan data geografis berupa geodatabase yang berisi data – data geografi yang komplek. Data – data tersebut seperti jenis tanah, pola aliran sungai, DAS, dan lainnya. Kesemua data tersebut dapat diperjual belikan dengan syarat dapat dipertanggung jawabkan keabsahan datanya. Platform tersebut dapat menggunakan market place atau berbasis web seperti lapakgis.com.

Gambar 2.1. Halaman depan dari web lapakgis b. Pembayaran Digital

Pemanfaatan e-commerce juga melibatkan adopsi pembayaran digital. Dengan kemajuan teknologi pembayaran seperti dompet digital, kartu kredit, dan aplikasi transfer uang, kita dapat melakukan transaksi secara online dengan cepat dan aman.

Pembayaran digital memungkinkan kita untuk membayar tagihan, membeli produk atau layanan, dan mentransfer uang kepada orang lain tanpa harus menggunakan uang tunai secara fisik.

c. Pengiriman Makanan:

E-commerce telah mengubah cara kita memesan dan mengirim makanan. Dengan aplikasi pengiriman makanan, kita dapat memilih dari berbagai restoran dan menu, dan memesan makanan yang diinginkan dengan beberapa kali sentuhan layar. Kemudian, makanan akan diantar langsung ke pintu rumah kita. Hal ini memberikan kenyamanan, menghemat waktu, dan memperluas pilihan kuliner kita tanpa harus pergi ke restoran secara fisik.

(10)

7 2. Pemanfaatan menurut Sudut Pandang Geografi Sosial

a. Aksesibilitas dan Penjangkauan:

E-commerce mengatasi batasan geografis tradisional dengan memberikan aksesibilitas yang luas. Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau terpencil sekarang dapat mengakses produk dan layanan yang sebelumnya sulit dijangkau. Ini membantu mengurangi kesenjangan geografis dalam ketersediaan barang dan meningkatkan aksesibilitas konsumen.

b. Inklusi Sosial:

E-commerce juga berkontribusi pada inklusi sosial dengan memberikan kesempatan bagi kelompok marginal dan orang dengan keterbatasan fisik untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi. Mereka dapat memulai bisnis online, memasarkan produk mereka, dan mencapai pasar global tanpa terhambat oleh kendala geografis atau fisik.

c. Perubahan Pola Permukiman:

Pemanfaatan e-commerce dapat memengaruhi pola permukiman dengan mengurangi ketergantungan pada pusat-pusat perbelanjaan fisik. Kehadiran toko online memungkinkan konsumen untuk berbelanja dari kenyamanan rumah mereka sendiri, yang dapat mengurangi kepadatan dan kemacetan di pusat kota.

3. Dampak

Dalam pandangan geografi ekonomi, e-commerce memiliki dampak yang signifikan pada struktur dan dinamika ekonomi regional dan global. Berikut ini adalah beberapa poin terkait pandangan geografi ekonomi terhadap e-commerce:

a. Pemusatan dan Desentralisasi Ekonomi

E-commerce dapat menciptakan pemusatan dan desentralisasi ekonomi. Di satu sisi, perusahaan besar yang mengoperasikan platform e-commerce seperti Amazon atau Alibaba cenderung mengumpulkan banyak transaksi dan kegiatan ekonomi di pusat- pusat mereka. Ini dapat menyebabkan pemusatan ekonomi di daerah tertentu. Di sisi lain, e-commerce juga memungkinkan individu dan usaha kecil untuk memasuki pasar global dan menjual produk mereka kepada pelanggan di berbagai lokasi. Ini dapat

(11)

8 mendukung desentralisasi ekonomi dengan memberikan peluang ekonomi yang lebih luas bagi berbagai wilayah.

b. Transformasi Rantai Pasokan

E-commerce telah mengubah cara rantai pasokan beroperasi. Sebagai contoh, adopsi e-commerce telah memungkinkan perusahaan untuk mengadopsi model

"dropshipping" di mana produk dikirim langsung dari pemasok kepada pelanggan, menghindari kebutuhan untuk menyimpan inventaris fisik. Ini dapat mengurangi ketergantungan pada infrastruktur logistik tradisional dan memungkinkan bisnis untuk bekerja dengan pemasok yang berlokasi di berbagai wilayah.

c. Pemetaan Preferensi Konsumen

E-commerce memberikan kemampuan untuk memetakan preferensi konsumen secara geografis dengan lebih baik. Melalui data analitik dan penggunaan teknologi seperti geotargeting, bisnis dapat memahami preferensi konsumen berdasarkan lokasi mereka.

Hal ini memungkinkan penyesuaian penawaran produk dan strategi pemasaran yang lebih efektif sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan konsumen di berbagai wilayah.

d. Pemetaan Preferensi Konsumen

E-commerce memberikan kemampuan untuk memetakan preferensi konsumen secara geografis dengan lebih baik. Melalui data analitik dan penggunaan teknologi seperti geotargeting, bisnis dapat memahami preferensi konsumen berdasarkan lokasi mereka.

Hal ini memungkinkan penyesuaian penawaran produk dan strategi pemasaran yang lebih efektif sesuai dengan kebutuhan dan kebiasaan konsumen di berbagai wilayah.

C. Etika Dunia Siber

Dalam perkembangan internet yang semakin pesat dan luas penggunaannya, maka dibutuhkan suatu aturan yang dapat mengatur jalannya interaksi maya yang terjadi di dunia siber. Etika atau aturan yang tidak tertulis adalah etika dunia siber. Cappuro (2009) menyatakan bahwa etika siber adalah pemikiran tentang nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan norma-norma moral yang terkait dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Sedangkan Ess (2009) mengatakan bahwa etika siber adalah pertimbangan etis terhadap isu-isu yang muncul dari penggunaan, pengembangan, dan distribusi teknologi informasi dan komunikasi. Secara sederhana, etika dunia siber bertujuan untuk menekankan pentingnya menjaga kebebasan

(12)

9 berekspresi secara online dan melindungi privasi individu dalam dunia siber (Ramadhan dan Nurhadi, 2016).

Terdapat beberapa etika tak tertulis yang seharusnya diketahui oleh pengguna internet dimanapun dan kapanpun (Floridi, 2010):

1. Privasi dan Keamanan Data

Menghormati privasi dan keamanan data pribadi orang lain adalah prinsip utama dalam etika dunia siber. Ini melibatkan penggunaan yang bertanggung jawab terhadap data pribadi orang lain, serta perlindungan terhadap informasi pribadi mereka dari penyalahgunaan atau pencurian.

2. Kebebasan Berekspresi dan Keterbukaan

Etika dunia siber mendorong kebebasan berekspresi dan keterbukaan informasi. Namun, kebebasan ini harus diimbangi dengan tanggung jawab dalam menyampaikan informasi yang akurat dan tidak menyesatkan serta menghindari penyebaran konten yang melanggar hukum, merugikan, atau mengandung kebencian.

3. Pertimbangan terhadap Kekuasaan Digital

Dalam dunia siber, ada kecenderungan terjadinya kesenjangan kekuasaan antara individu dan lembaga atau perusahaan yang memiliki kontrol atas data dan teknologi. Etika dunia siber mendorong pengguna untuk mempertimbangkan dampak dari kekuasaan digital dan berupaya untuk menjaga keseimbangan kekuasaan yang sehat.

4. Privasi dan Keamanan Data

Menghormati privasi dan keamanan data pribadi orang lain adalah prinsip utama dalam etika dunia siber. Ini melibatkan penggunaan yang bertanggung jawab terhadap data pribadi orang lain, serta perlindungan terhadap informasi pribadi mereka dari penyalahgunaan atau pencurian.

5. Kebebasan Berekspresi dan Keterbukaan

Etika dunia siber mendorong kebebasan berekspresi dan keterbukaan informasi. Namun, kebebasan ini harus diimbangi dengan tanggung jawab dalam menyampaikan informasi yang akurat dan tidak menyesatkan serta menghindari penyebaran konten yang melanggar hukum, merugikan, atau mengandung kebencian.

6. Pertimbangan terhadap Kekuasaan Digital

(13)

10 Dalam dunia siber, ada kecenderungan terjadinya kesenjangan kekuasaan antara individu dan lembaga atau perusahaan yang memiliki kontrol atas data dan teknologi. Etika dunia siber mendorong pengguna untuk mempertimbangkan dampak dari kekuasaan digital dan berupaya untuk menjaga keseimbangan kekuasaan yang sehat.

7. Tanggung Jawab Sosial

Pengguna internet memiliki tanggung jawab sosial untuk berperilaku secara etis dan membangun lingkungan yang positif. Ini melibatkan menghindari penyebaran hoaks, menyebarkan kebencian, atau merugikan orang lain secara online. Pengguna juga diharapkan untuk berpartisipasi dalam diskusi yang bermanfaat, menjaga adab berkomunikasi, dan membantu membangun komunitas yang inklusif dan sehat.

8. Transparansi dan Kejujuran

Etika dunia siber menggarisbawahi pentingnya transparansi dan kejujuran dalam interaksi online. Pengguna internet diharapkan untuk memberikan informasi yang akurat, jujur, dan tidak menyesatkan. Mereka juga diharapkan untuk menjaga transparansi dalam praktik bisnis online, termasuk dalam hal kebijakan privasi, praktik pengumpulan data, dan penggunaan cookies.

9. Etika Penggunaan Teknologi

Pengguna internet harus mempertimbangkan etika penggunaan teknologi dalam berbagai aspek, seperti penggunaan yang tidak mengganggu orang lain, penggunaan yang tidak mengganggu keseimbangan kehidupan pribadi dan sosial, serta penggunaan yang bertanggung jawab terhadap sumber daya digital, seperti bandwidth dan energi.

10. Tanggung Jawab dan Kesadaran

Etika dunia siber menuntut tanggung jawab individu terhadap tindakan dan perilaku mereka secara online. Pengguna internet diharapkan memiliki kesadaran akan dampak dari tindakan mereka, baik terhadap individu lain maupun terhadap masyarakat secara keseluruhan. Mereka juga diharapkan untuk mengambil tanggung jawab atas konsekuensi dari tindakan mereka dan berupaya menjaga integritas dan kebaikan lingkungan digital.

Adakalanya etika – etika tersebut tidak diketahui bahkan oleh orang yang telah lama menggunakan internet. Hal ini dapat dilihat dan ditinjau dari aspek geografi yang dimana terjadi anomaly atau perbedaan kualitas dari suatu wilayah dengan wilayah lainnya dalam

(14)

11 pengetahuan etika dunia siber. Perbedaan geografis dalam respons terhadap isu-isu etika siber, kita dapat mengetahui bagaimana faktor geografi sosial mempengaruhi respons terhadap isu- isu etika dalam dunia siber. Berikut ini adalah beberapa poin yang dapat dibahas dalam bagian tersebut:

1. Pengaruh latar belakang geografis terhadap persepsi privasi: perbedaan geografis seperti budaya, nilai-nilai, dan norma sosial dapat mempengaruhi persepsi tentang privasi dalam konteks dunia siber. Sebagai contoh, beberapa budaya mungkin lebih cenderung memiliki pendekatan yang lebih terbuka terhadap privasi pribadi, sementara budaya lain mungkin lebih mengutamakan kehidupan pribadi dan pengendalian informasi pribadi (Amrulloh dan Syamsudin, 2020).

2. Respons terhadap kejahatan siber: perbedaan geografis juga dapat mempengaruhi cara individu dan masyarakat merespons kejahatan siber. Faktor seperti tingkat kesadaran tentang ancaman kejahatan siber, tingkat literasi digital, dan tingkat kepercayaan terhadap lembaga penegak hukum dapat berbeda antara wilayah yang berbeda, yang dapat mempengaruhi upaya melawan kejahatan siber dan pengadilan terhadap pelaku kejahatan.

3. Perbedaan dalam respons terhadap disinformasi: Respons terhadap disinformasi atau berita palsu juga dapat dipengaruhi oleh faktor geografis. Tingkat literasi informasi, akses terhadap sumber berita yang diverifikasi, dan kemampuan masyarakat untuk mengidentifikasi dan mengatasi disinformasi dapat berbeda antara wilayah yang memiliki perbedaan geografis dan infrastruktur media yang berbeda (Wirawan, 2018).

4. Dampak regulasi dan kebijakan: Faktor geografis seperti perbedaan regulasi dan kebijakan pemerintah dalam mengatur ruang siber juga dapat mempengaruhi respons terhadap isu-isu etika siber (Mahfud dan Utomo, 2018). Perbedaan dalam hukum privasi, perlindungan data, kebebasan berekspresi, dan perlindungan konsumen antara negara atau wilayah dapat menghasilkan tanggapan yang berbeda terhadap isu-isu etika dalam dunia siber.

5. Perbedaan dalam tingkat kesadaran dan pendidikan tentang etika dunia siber: Faktor geografis juga dapat mempengaruhi tingkat kesadaran dan pendidikan tentang etika dunia

(15)

12 siber. Beberapa wilayah mungkin memiliki pendidikan dan kesadaran yang lebih baik tentang isu-isu etika siber, sementara wilayah lain mungkin masih menghadapi tantangan dalam memahami dan mengatasi isu-isu tersebut.

D. Pemanfaatan Internet secara Bijak

Pemanfaatan internet secara bijak dalam perspektif geografi sosial melibatkan pemahaman dan pengakuan akan perbedaan geografis, budaya, dan sosial dalam penggunaan internet. Hal ini mencakup pengakuan terhadap kesenjangan akses internet antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta keberagaman konten dan pengguna dalam konteks geografi sosial. Berikut adalah beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pemanfaatan internet secara bijak dalam perspektif geografi sosial:

1. Kesetaraan Akses Internet

Penting untuk diakui bahwa tidak semua daerah atau komunitas memiliki akses internet yang setara. Daerah perkotaan umumnya memiliki infrastruktur jaringan yang lebih baik dibandingkan dengan pedesaan. Oleh karena itu, dalam perspektif geografi sosial, penting untuk memperhatikan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kesenjangan akses internet antara daerah perkotaan dan pedesaan. Upaya seperti pengembangan infrastruktur jaringan, program subsidi atau bantuan untuk akses internet di daerah terpencil, dan pendidikan tentang manfaat internet di komunitas yang kurang terlayani dapat membantu mencapai kesetaraan akses yang lebih baik (Alamsyah, 2020).

2. Pemahaman Konteks Budaya dan Sosial

Dalam perspektif geografi sosial, penting untuk memahami perbedaan budaya dan sosial dalam penggunaan internet. Setiap wilayah atau komunitas dapat memiliki norma, nilai, dan praktik yang berbeda dalam menggunakan internet. Oleh karena itu, penting untuk menghormati dan memahami konteks budaya dan sosial setiap komunitas dalam interaksi dan konten yang dihasilkan di internet.

3. Pengembangan Konten Lokal

Pengembangan konten lokal yang relevan dan bermanfaat bagi komunitas di suatu wilayah dapat menjadi bagian penting dalam pemanfaatan internet secara bijak dalam

(16)

13 perspektif geografi sosial. Hal ini dapat mencakup pengembangan konten dalam bahasa lokal, yang dapat memperkuat identitas budaya dan memfasilitasi akses informasi yang lebih baik untuk komunitas yang berbahasa non-Inggris. Selain itu, mendukung kreasi konten lokal dan mengenali perbedaan konteks sosial dalam konten yang diproduksi juga penting untuk mempromosikan inklusi dan keberagaman dalam pemanfaatan internet.

Gambar 2.2. Konten lokal yang berkembang dengan pemanfaatan internet

4. Responsif terhadap Kebutuhan Komunitas

Pemanfaatan internet secara bijak dalam perspektif geografi sosial juga melibatkan responsif terhadap kebutuhan khusus komunitas dalam suatu wilayah. Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil atau terpinggirkan mungkin memiliki tantangan khusus dalam akses, pendidikan, atau keamanan internet (Susilo dan Aspinal, 2019). Maka dari itu, perlu ada upaya untuk memahami dan mengatasi tantangan-tantangan ini melalui program- program pendidikan digital, bantuan teknis, dan kerja sama dengan pemerintah dan organisasi masyarakat setempat.

Dalam kesimpulannya, pemanfaatan internet secara bijak dalam perspektif geografi sosial melibatkan kesetaraan akses internet, pemahaman konteks budaya dan sosial, pengembangan konten lokal, dan responsif terhadap kebutuhan komunitas. Dengan memperhatikan aspek-aspek ini, kita dapat memastikan bahwa internet digunakan secara bertanggung jawab dan memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat di berbagai wilayah geografi sosial.

(17)

14 E. Aturan Hukum tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Dalam era digital yang semakin maju, informasi dan transaksi elektronik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita sehari-hari. Untuk melindungi hak-hak dan kepentingan semua pihak yang terlibat, Indonesia telah mengembangkan aturan hukum yang mengatur aspek-aspek ini. Beberapa peraturan dan dasar hukum dalam transaksi eletrotik dan sistem informasi mengenai regulasi yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)

UU ITE adalah landasan hukum utama yang mengatur informasi dan transaksi elektronik di Indonesia. Undang-Undang ini memberikan dasar hukum bagi perlindungan privasi, keamanan, serta tata cara penggunaan dan pertukaran informasi elektronik. Selain itu, UU ITE juga mengatur tentang kejahatan komputer, pencemaran nama baik, dan sanksi hukum terkait pelanggaran dalam lingkup elektronik.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik

Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari UU ITE dan memberikan pedoman lebih rinci tentang penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik. Regulasi ini mencakup persyaratan teknis dan tata cara yang harus dipatuhi oleh penyelenggara sistem elektronik serta prosedur yang harus diikuti dalam melakukan transaksi elektronik.

3. Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 24 Tahun 2014 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik

Keputusan Menteri ini mengatur tentang perlindungan data pribadi yang diperoleh, digunakan, dan disimpan dalam sistem elektronik. Regulasi ini bertujuan untuk menjaga kerahasiaan dan integritas data pribadi serta memberikan pedoman tentang kewajiban pengelola data pribadi dan hak-hak pemilik data.

(18)

15 4. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 94/PUU-XI/2013 tentang Uji Materi Pasal 27(3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

F. Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) merupakan landasan hukum penting yang mengatur berbagai aspek informasi dan transaksi elektronik di Indonesia. UU ITE juga mengidentifikasi perbuatan yang dilarang dalam lingkungan digital. Namun, penting untuk memahami bahwa dalam perspektif geografi sosial, konteks geografis, budaya, dan sosial dapat mempengaruhi interpretasi dan penegakan hukum terkait perbuatan yang dilarang dalam UU ITE seperti yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Komunikasi dan Informatika Tahun 2020-2024 (Kominfo, 2020):

1. Penyebaran Konten yang Melanggar Norma dan Etika Sosial

Dalam perspektif geografi sosial, norma dan etika sosial dapat bervariasi antara daerah perkotaan dan pedesaan. Oleh karena itu, penyebaran konten yang melanggar norma dan etika sosial dapat diinterpretasikan secara berbeda tergantung pada konteks geografis.

Misalnya, konten yang dianggap melanggar norma dan etika sosial di satu wilayah mungkin tidak dianggap demikian di wilayah lain. Oleh karena itu, dalam perspektif geografi sosial, penting untuk mempertimbangkan perbedaan ini dalam menentukan tindakan hukum terkait penyebaran konten yang melanggar UU ITE.

2. Pencemaran Nama Baik dan Pelecehan Melalui Media Elektronik

UU ITE juga melarang pencemaran nama baik dan pelecehan melalui media elektronik.

Namun, dalam perspektif geografi sosial, interpretasi dan penegakan hukum terhadap perbuatan ini dapat dipengaruhi oleh faktor geografis dan budaya. Norma dan nilai-nilai yang berkaitan dengan nama baik dan pelecehan dapat berbeda antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta antara kelompok etnis atau agama tertentu. Oleh karena itu, dalam perspektif geografi sosial, perlu adanya pemahaman yang mendalam tentang konteks budaya dan sosial setiap daerah untuk menghindari diskriminasi atau penyalahgunaan hukum dalam penegakan UU ITE.

(19)

16 3. Penyebaran Informasi Palsu atau Hoaks

Penyebaran informasi palsu atau hoaks merupakan salah satu perbuatan yang dilarang dalam UU ITE. Namun, dalam perspektif geografi sosial, penyebaran hoaks dapat memiliki dampak yang berbeda di berbagai daerah. Konteks geografis, budaya, dan sosial dapat mempengaruhi tingkat kerentanan masyarakat terhadap hoaks serta kemampuan mereka untuk memahami dan memverifikasi informasi yang diterima. Oleh karena itu, dalam penegakan hukum terkait penyebaran hoaks, penting untuk mempertimbangkan tantangan dan konteks sosial yang unik dari masing-masing daerah.

Gambar 2.3. Hoaks tsunami besar seelat Makassae

Dalam menginterpretasikan dan menegakkan peraturan dalam UU ITE, perspektif geografi sosial menjadi penting. Hal ini melibatkan pemahaman terhadap perbedaan geografis, budaya, dan sosial dalam menentukan tindakan hukum terkait perbuatan yang dilarang dalam UU ITE. Memperhatikan konteks ini akan memastikan bahwa penegakan hukum dilakukan dengan adil dan memperhatikan keberagaman masyarakat dalam pemanfaatan internet dan transaksi elektronik.

(20)

17 BAB 3

PENUTUP A. Kesimpulan

Dalam geografi ekonomi, internet dan e-commerce telah mengubah lanskap bisnis dengan menghilangkan batasan geografis, memungkinkan perluasan pasar, dan meningkatkan efisiensi dalam rantai pasokan. Transaksi elektronik dan pertumbuhan ekonomi digital telah memberikan peluang baru bagi pengusaha dan pelaku bisnis di berbagai wilayah. Di sisi lain, perspektif geografi sosial menyoroti aspek-aspek sosial dan budaya dalam pemanfaatan internet. Internet dapat meningkatkan partisipasi masyarakat, memperluas akses informasi, dan memperkaya komunikasi antarindividu. Namun, perlu diperhatikan bahwa ada perbedaan dalam akses internet dan kecakapan digital antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta antara kelompok sosial tertentu. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengatasi kesenjangan digital dan memastikan pemanfaatan internet yang inklusif bagi seluruh masyarakat.

Gambaran kompleksitas pengaruh internet, e-commerce, dan dunia siber dalam konteks geografi ekonomi dan geografi sosial. Dengan memahami aspek-aspek ini, kita dapat mengembangkan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif, memperkuat konektivitas digital, dan memastikan pemanfaatan internet yang bijak dan bertanggung jawab.

B. Saran

Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait perlu bekerja sama untuk meningkatkan akses internet di daerah pedesaan dan wilayah yang kurang terlayani. Infrastruktur internet yang handal dan terjangkau harus dikembangkan agar semua masyarakat dapat mengakses dan memanfaatkan potensi internet. Pengembangan Kecakapan Digital: Program pelatihan dan pendidikan tentang kecakapan digital perlu ditingkatkan. Masyarakat harus diberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menggunakan internet dengan bijak, memanfaatkan e-commerce, dan mengoptimalkan potensi dunia siber.

(21)

18 DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Z. (2020). Membangun Masyarakat Informasi Inklusif Melalui Digitalisasi dan Inovasi Teknologi. Jurnal Informasi, Komunikasi, dan Publikasi Ilmiah, 5(2), 53-63.

Amrulloh, A., & Syamsuddin, R. (2020). Etika Penggunaan Internet dalam Perspektif Budaya Sunda di Indonesia. Jurnal Kebudayaan dan Kesusastraan, 7(2), 235-246.

Capurro, R. (2009). Ethics and Information Technology: A Case-Based Approach to a Health Care System in Transition. International Review of Information Ethics, 11(11), 58-64.

Ess, C. (2009). Digital Media Ethics. Polity.

Floridi, L. (2010). Information Ethics: On the Philosophical Foundation of Computer Ethics. Ethics and Information Technology, 1(1), 37-56.

Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 24 Tahun 2014 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik.

Mahfud, M., & Utomo, Y. A. (2017). Etika Siber dalam Perspektif Hukum dan Teknologi Informasi di Indonesia. Jurnal Konstitusi, 14(3), 589-610.

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Ramadhan, S. H., & Nurhadi, M. (2016). Etika Siber dalam Perspektif Indonesia. Jurnal Komunikasi, 10(1), 107-118.

Susilo, W., & Aspinal, F. (2019). The Digital Divide in Indonesia: An Analysis of Trends in Household Internet Access. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 55(3), 267-290.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Wirawan, I. K. (2018). Membangun Etika Siber di Indonesia: Antara Kearifan Lokal dan Kearifan Global. Jurnal Humaniora, 30(1), 1-12.

Referensi

Dokumen terkait

The University also conferred 28 Master of Science in Educa- tion degrees, 10 ¡Master of Fine Arts degrees and 4 Master of Arts degrees upon students com- pleting work in the Graduate