• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH IPI 3[1] GEP,IRFAN,NIA[1]new (2)

N/A
N/A
irfan syafei Siregar

Academic year: 2025

Membagikan "MAKALAH IPI 3[1] GEP,IRFAN,NIA[1]new (2)"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH Tentang

“Murid/Peserta Didik Dalam Tinjauan Pendidikan Islam”

Dosen Pengampu : Dr.Misra,M.S.I

KELOMPOK 3 :

Gep Rianto : 2314010285

Irfan Syafei Siregar : 2314010294 Ananda Dilonia : 2314010302

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG

TAHUN 2024M/1445H

(2)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat meyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammada SAW yang kita nantikan Syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehatNya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam dengan judul “Murid/Peserta Didik Dalam Tinjauan Pendidikan Islam”

penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya menjadi makalah yang baik yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Padang,13 Maret 2024

Penulis

(3)

II

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... I

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 1

C. Tujuan Penulis ... 2

BAB II ...3

PEMBAHASAN ... 3

A. Proses kejadian manusia dalam perspektif al-quran dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung didalamnya ... 3

B. Konsep “Fitrah” dalam islam... 6

C. Perspektif islam terhadap aliran Nativisme, Empirisme dan Konvergensi ... 10

D. Adab dan Etika murid dalam mencari ilmu ... 11.

BAB III ... 13

PENUTUP... 13

DAFTAR PUSTAKA ... 14

(4)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Peserta didik dalam tinjauan pendidikan Islam sangatlah penting untuk memahami konteks dan kebutuhan mereka dalam proses pembelajaran agama Islam.Memahami latar belakang peserta didik dalam tinjauan pendidikan Islam akan membantu para pendidik merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, memotivasi peserta didik, dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung perkembangan spiritual dan moral mereka.

Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya peserta didik, peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai pendidik apabila tidak ada yang dididiknya. Peserta didik adalah orang yang memiliki potensi dasar, yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, baik secara fisik maupun psikis, baik pendidikan itu di lingkungan keluarga, sekolah maupun di lingkungan masyarakat dimana anak tersebut berada.

Sebagai peserta didik juga harus memahami kewajiban, etika serta melaksanakanya. Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilakukan atau dilaksanakan oleh peserta didik. Sedangkan etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan yang harus di tati dan dilaksanakan oleh peserta didik dalam proses belajar. Namun itu semua tidak terlepas dari keterlibatan pendidik, karena seorang pendidik harus memahami dan memberikan pemahaman tentang dimensi-dimensi yang terdapat didalam diri peserta didik terhadap peserta didik itu sendiri, kalau seorang pendidik tidak mengetahui dimensi-dimensi tersebut, maka potensi yang dimiliki oleh peserta didik tersebut akan sulit dikembangkan, dan peserta didikpun juga mengenali potensi yang dimilikinya.

B. Rumusan Masalah

1. Proses kejadian manusia dalam perspektif al-quran dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung didalamnya

2. Konsep “Fitrah” dalam islam

3. Perspektif islam terhadap aliran Nativisme Empirisme dan Konvergensi 4. Adab dan Etika murid dalam mencari ilmu

(5)

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui proses kejadian manusia dalam persepektif al -quran 2. Untuk mengetahui konsep “fitrah” dalam islam

3.Untuk megetahui perspektif islam terhadap aliran Navativisme Empirisme dan Konvergensi

4. Untuk mengetahui Adab dan Etika Murid dalam mencari ilmu

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Proses kejadian manusia dalam perspektif al-quran dan nilai-nilai pendidikan yang terkandung didalamnya

Manusia pada hakikatnya adalah salah satu makhluk ciptaan Allah SWT, Didalam Al- menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia beserta dengan tugastugasnya. Islam menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia berasal dari tanah, Kemudian menjadi nutfah, alaqah, dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk Allah SWT yang paling sempurna dan memiliki berbagai kemampuan. Allah SWT sudah menciptakan manusia dengan sebaik- baik penciptaan.

Al-Quran tidak menerangkan secara rinci asal-usul manusia tercipta. Al- Quran hanya menerangkan tentang prinsipnya saja. Adapun tahapan-tahapan dalam proses berikutnya tidak terdapat dalam Al-Quran secara rinci. Ayat-ayat Quran yang menyebutkan bahwa sesungguhnya manusia diciptakan oleh Allah SWT berasal dari tanah, karena Allah maha kuasa dan segala sesuatu pasti dapat terjadi.

Al-Qur’an menyatakan proses penciptaan manusia mempunyai dua tahapan yang berbeda, yaitu: Pertama, disebut dengan tahapan primordial.

Manusia pertama, Nabi Adam a.s. diciptakan dari tanah yang dibentuk Allah dengan seindah-indahnya, kemudian Allah meniupkan ruh kepadanya. Kedua, disebut dengan tahapan biologi. Didalam proses ini, manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam Tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nuthfah itu dijadikan darah beku (‘alaqah) yang menggantung dalam rahim. Darah beku tersebut kemudian dijadikan segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang lalu kepadanya ditiupkan ruh.

Berikut ini adalah ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang penciptaan manusia :

(7)

1. Q.S Al-Mu’minun : 12-141

َ َ ي َ َ َ َ ي َ ياِ

يا َ َ َا ي َِ

َ َ َ َ َ ي َ َِ

َِ ي َ َ

“ Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah.”

ث َ ي َ َ َ َ َ َ َ َ

ِ ي َ َ َ َِ

َِ

ي َِ

َ َ

“Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)”

َ َ َ َِ

َ م َِا َ َِ

ي َ َ ا ِ َ َ ي َ َ َ يح م اث

ِ َ َ ي يا َ َ َ

ي َ َ َ َاِ

َ ِ ـ َ َ ل

َ َ َ َ ِ َ

ي َ َ َِا َ ي م

َ َ َ َِ

َ َ َ َِ ي َ َ َ ا

ي َِ

َ َ َ َ َ َِ

ث َ َ

ي َ َ َاِ

َ ي َ َِ

ِ َ َ َ ي َ َ ي َ َ َ

“Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu lalu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.

Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik.”2

Perkembangan nuthfah berjalan secara bertahap, mulai dari pembelahan sel menjadi dua bagian pada hari pertama, kemudian menjadi empat bagian pada hari kedua, hari ketiga menjadi enam sampai dua belas sel, dan hari keempat menjadi enam belas sampai tiga puluh dua sel blastomer. Al-Quran menyatakan bahwa embrio yang menempel tersebut merupakan gumpalan darah yang bersifat menempel, atau alaq. Kata alaq atau alaqah berasal dari kata alaqa yang berarti sesuatu yang membeku, tergantung atau berdempet, sehingga ditafsirkan sebagai gumpalan darah yang bersifat seperti lintah, sehingga menempel di dinding rahim.

2. Q.S As-Sajadah : 7-9

َ ي َ ِ َ َ ك َ َ ي َ َ َ َ َ َ َ َِ َ ي َ َ َِ َ ا ي

َ ي َ َا ي َِ

َ ي َِ

َ َ

َِ

َ َِ

“ Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah,”

َ َي َِ َِ َا َِ َي َِ َ َ َ َ َي َِ َ َ َي َ َ َ َ ث َ “kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).”

(8)

1Al-Qur’an, surat Al–Mu’minun ayat 12-14.

2 Ulumul Qur’an: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

(9)

َ َي َ َِ َي َ ا َِ َ َي َ َ َ ـــ َِي اي َِ َ َا َ َي اي َِ َ َمي َ َ َِ َ َِ َ َ َ َ َ َ َ َي َ َي َِ َ َي َِ

َ َ َ َ َٮ َ َ َثKemudian Dia “menyempurnakannya dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali dari kamu yang bersyukur.”

Manusia diciptakan untuk menyembah Allah, dan akan diuji oleh Allah dalam menjalani kehidupan di alam dunia. Allah memberikan penglihatan, pendengaran, dan perasaan untuk digunakan sebagai sarana untuk menyadari kekuasaan dan keesaan Allah, sehingga bersedia mematuhi perintah atau menjauhi larangan-Nya.

Perbedaan manusia dengan hewan adalah pada penggunaan hati yang menyeimbangkan perilaku atau perbuatan manusia tersebut.

Q.S Ghafir : 67

َ َ َ ث َِ َ َ ي َ ِ َ َ ث

َ َ َِ َ َ َ ي َِ َ ي َِ َ َ َ ث

َِ َ َ ي َ

َ َ َ َ3

َِ َِ

ي َ َ َ َ َِ

ي َِ َ َ ي َ ث َ َ ي َ َ َ َ ي

ِ َِ َ َ ك ي َ َ ث َ َِ َ ي َ َ ي َِ َ َ َ ي َ َ ا َِ

َ ي َِ

ي َِ َ َ ي

َ َ َ َ َِ

ي َِ

َ ي َ َ َ َ ي َ َ َ َ ي َِ َِ َ َِ َ َ م َ َ َ َ َِ َ ي َ َ َ ي َ َ ي َ َ

“Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak, kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua. Tetapi di antara kamu ada yang dimatikan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) agar kamu sampai kepada kurun waktu yang ditentukan, agar kamu mengerti.”

3 Q.S Ghafir : 67

(10)

B. Konsep “Fitrah” dalam islam

Sebagai umat yang dipilih Allah SWT dan diberikan al-Qur’an, sudah seharusnya umat Islam menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan mengaktualisasikan dirinya secara aktif. Bahkan sebaliknya, pasif dan membisu, dalam arti membiarkan al-Qur’an begitu saja, tidak digali makna dan pesannya serta tidak diperhatikan sehingga al-Qur’an tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Pada diri manusia sejak awal penciptaanya telah memiliki berbagai macam potensi termasuk potensi beragama yang sangat berpengaruh pada perkembangan fisik maupun psikisnya. dan pada perkembangan berikutnya senantiasa dipengaruhi berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. (Purwanto, 102 :1999). Bila dilihat pada beberapa ayat al-Qur’an, hadits maupun keterangan para ulama maupun para mufassir hampir semuanya memperkuatkan adanya fitrah sejak manusia masih berada didalam rahim (alam arwah), hanya saja eksistensi fitrah ini akan lain ketika lahir dan berkembang hingga dewasa. Sehingga bisa dikatakan manusia itu telah lupa, melenceng atau hilang dari fitrahnya.

Fitrah yang istilah arab berarti asal kejadian, kesucian, dan agama yang benar(Redaksi, 20 :2001). Fitrah dengan arti asal kejadian bersinonom dengan kata

‘ibda’ dan khalq. Fitrah manusia atau asal kejadiannya sebagaimana diciptakan Allah SWT, menurut ajaran Islam adalah bebas dari noda dan dosa seperti bayi yang lahir dari perut ibunya. Fitrah dengan arti asal kejadian dihubungkan dengan pernyataan seluruh manusia ketika berada di alam arwah yang mengakui ketuhanan Allah SWT, seperti digambarkan dalam surat al-A’raf:173-172

Kemudian fitrah dengan arti kesucian terdapat dalam hadits yang menyebutkan semua bayi terlahir dalam keadaan fitrah (‘ala al-fitrah), dalam keadaan suci dan tergantung kedua orang tuanya akan dijadikan pemeluk Kristen, Yahudi atau Majusi. Fitrah dengan arti agama yang benar, yakni agama Allah SWT, adalah arti yang dihubungkan sebagian penafsir al-Qur’an dengan kata fitrah dalam surat ar-Rūm ayat 30 yang artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Syamil, .(407 :2005)

(11)

ISTILAH FITRAH

Al-Qurtubi mengatakan bahwa fitrah bermakna kesucian jiwa dan rohani.

Fitrah di sini adalah firman Allah SWT yang ditetapkan kepada manusia, yaitu bahwa manusia sejak lahir dalam keadaan suci dalam artian tidak memiliki dosa. (al-Qurtubi, 5106 :1996) Sementara Ibnu Katsir mengartikan fitrah dengan mengakui ke-Esaan Allah SWT atau tauhid. Bahwasannya manusia sejak lahir membawa tauhid, atau paling tidak ia berkecenderungan untuk meng-Esakan Tuhannya dan berusaha terus mencari untuk mencapai ketauhidan tersebut (Katsir, .(432 :2004)

Menurut hemat penulis, dari pengertian fitrah tersebut bahwa kecenderungan asli atau dasar manusia adalah menyembah Tuhan yang satu. Ketika manusia mencari makna hidup, kecenderungan manusia adalah menemukan Tuhan Yang Esa. Mereka mampu menemukan Tuhan, walaupun lingkungannya bisa membelokkan pandangan kepada selainTuhan ini. Ath-Thabari mengatakan mengatakan bahwa fitrah adalah murni atau ikhlas, sebab manusia sejak lahir telah membawa berbagai sifat, salah satunya.Tuhan ini. Ath-Thabari mengatakan mengatakan bahwa fitrah adalah murni atau ikhlas, sebab manusia sejak lahir telah membawa berbagai sifat, salah satunya adalah kemurnian atau keikhlasan dalam menjalankan aktivitas (Thabari, 1995: 260).

Al-Maraghi mengatakan bahwa fitrah mengandung arti kecenderungan untuk menerima kebenaran. Sebab secara fitri manusia cenderung dan berusaha mencari serta menerima kebenaran walaupun hanya bersemayam dalam hati kecilnya (sanubari). Adakalanya manusia telah menemukan kebenaran namun karena faktor eksogen yang mempengaruhinya, maka manusia berpaling dari kebenaran yang diperoleh. (al-Maraghi, 44 :1994) Dari pengertian tersebut, sesungguhnya setiap manusia yang terlahir kedunia ini baik laki-laki ataupun permpuan, muslim ataupun non muslim, orang yang hanif ataupun arang yang jahat, orang yang taat menjalankan perintah Allah SWT ataupun orang yang senantiasa bermaksiat terhadap Allah SWT, telah ada pada diri mereka kecenderungan untuk menerima kebenaran. Maka siapapun manusia yang telah melakukan suatu kemaksiatan sesungguhnya hati kecilnya (sanubari) merasa bahwa telah melakukan suatu kesalahan, karena faktor eksogenlah yang mempengaruhinya berpaling terhadap kebenaran.

Mahmud Yunus mengartikan fitrah dengan agama dan kejadian. Artinya bahwa agama Islam ini bersesuaian dengan kejadian manusia, sedangkan kejadian itu tidak berubah. Kalau sekiranya dibiarkan manusia itu berfikir dengan pikirannya, niscaya pada akhirnya ia akan sampai kepada agama Islam. (Yunus, 341-340 :1969) Manusia sudah dilengkapi dengan kemampuan mengenal dan memahami kebenaran dan kebaikan yang terpancar dari ciptaan-Nya. Kemampuan lebih yang dimiliki manusia itu adalah kemampuan akalnya. Untuk itulah manusia sering disebut sebagai

(12)

animal rationale yaitu binatang yang dapat berpikir. Melalui akalnya, manusia berusaha memahami realitas hidupnya, memahami dirinya serta segala sesuatu yang ada di sekitarnya.

Ibnu Taimiyah sebagaimana dikutip oleh Muhaimin dan Abul Mujib membagi fitrah menjadi 2 bagian: 1.) Fitrah al-Munazzalah, yaitu fitrah luar yang masuk pada diri manusia. Fitrah ini berupa petunjuk al-Qur’an dan al-Sunah yang digunakan sebagai kendali dan pembimbing bagi fitrah. 2) Fitrah al-Garizah, yaitu fitrah inheren dalam diri manusia yang member daya akal yang berguna untuk mengembangkan potensi dasar manusia. (Mujib, 1993: 21) Muhammad Quraish Shihab mengatakan bahwa fitrah terambil dari kata fatara yang berarti mencipta.

Maksudnya adalah mencipta sesuatu pertama kali/tanpa ada contoh sebelumnya.

Fitrah juga dapat dipahami dalam arti asal kejadian atau bawaan sejak lahir (Shihab, 2006: 52).

Dari beberapa makna fitrah tersebut penulis menyimpulkan bahwa fitrah dalam pandangan para mufasir itu bermacam-macam. Namun, dari sekian banyak pendapat yang dimaksud dengan fitrah di sini adalah potensi untuk menjadi baik dan sekaligus potensi untuk menjadi buruk, potensi untuk menjadi muslim dan untuk menjadi musyrik. Potensi tersebut tidak diubah. Maksudnya, potensi untuk menjadi baik ataupun menjadi buruk tersebut tidak akan diubah oleh Allah SWT.

Fitrah manusia ini dibawa sejak lahir dan terus mengalami perkembangan seiring dengan semakin berkembangnya akal manusia dan pada akhirnya manusia akan mengakui bahwa Tuhan itu ada sehingga mereka akan kembali kepada Tuhannya.

Oleh karena itu, di sinilah pentingnya mempertahankan fitrah dan sekaligus mengembangkannya bagi kehidupan manusia yang lebih baik. Berkembangnya fitrah dalam diri manusia sangat tergantung pada masukan dari wahyu yang mempengaruhi jiwa manusia. Dalam hal ini, baik buruknya fitrah manusia akan tergantung pada kemampuan manusia itu sendiri dalam berinteraksi dengan ajaran Islam. Berdasarkan kajian teoritis dan konseptual di atas maka yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah mengkaji konsep fitrah menurut Islam, faktor-faktor yang menyebabkan manusia berpaling dari fitrahnya serta cara memelihara fitrah manusia menurut Islam. Fitrah diartikan sebagai agama, ciptaan, perangai, kejadian asli. (Yunus, 319 :2007) kata fitrah diartikan dengan agama, sunnah, kejadian, tabiat

(13)

(Munjid, 426 :2000) Fitrah adalah potensi laten atau kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri manusia, yang dibawanya sejak lahir (Zain, 17 :1986) Fitrah : natural tendency (kecenderungan alami), disposition, character.( Echols, :2005)

Macam-Macam Fitrah Manusia

Manusia yang telah telahir kedunia ini telah membawa beberapa fitrah (potensi). Beberapa fitrah (potensi) tersebut dengan berdasarkan ayat-ayat yang ditemukan adalah : Fitrah beragama. Menurut al-Qur’an, tabiat manusia adalah homo religious (makhluk beragama) yang sejak lahirnya membawa suatu kecenderungan beragama. Dalam hal ini, pada QS. alRum ayat 30 Allah SWT berfirman yang artinya:

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". Fitrah dalam ayat di atas,mengandung interpretasi bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT mempunyai naluri beragama, yakni agama tauhid. Dalam hal ini, al-Qur’an maupun hadits secara eksplisit membicarakan tentang konsep dasar keberagamaan yang dimaksud. 4

Fitrah suci. Allah SWT berfirman dalam surat al-Muthaffifin ayat 14 bahwa hakikatnya manusia itu hati yang suci. Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. “ َ َ ل َِ َ”, artinya sekali- kali bukan seperti apa yang mereka sangka bahwa al-Qur’an adalah kumpulan dongeng orang-orang terdahulu. Tetapi, sebenarnya hati mereka telah tertutup dengan dosa- dosa yang mereka perbuat. “ َ َ َ ا ”juga bisa diartikan: “Sungguh benar“ (bahwa hati mereka telah tertutup dengan dosa-dosa yang mereka perbuat).

Fitrah Intelektual (Aqliyah). Potensi Aqliyah terdiri dari panca indera dan akal pikiran (pendengaran, penglihatan dan hati). Dengan potensi ini, manusia dapat membuktikan dengan daya nalar dan ilmiah tentang ‘kekuasaan’ Allah SWT. Serta dengan potensi ini ia dapat mempelajari dan memahami dengan benar seluruh hal yang dapat bermanfaat baginya dan hal yang mudharat baginya. Potensi Aqliyah juga

4Arif, Armai.2002. Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam.Jakarta: Ciputat Pre

(14)

merupakan potensi yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia agar manusia dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah, bersih dan kotor, bermanfaat dan bermadharat, baik dan buruk.

C. Perspektif islam terhadap aliran Nativisme Empirisme dan Konvergensi

Perspektif Islam terhadap aliran Nativisme, Empirisme, dan Konvergensi dapat dicermati dari sudut pandang teologis, filosofis, dan epistemologis. Perlu diingat bahwa dalam Islam, pemahaman terhadap konsep-konsep filosofis dan epistemologis berkembang sepanjang sejarah dan melibatkan berbagai tokoh dan aliran pemikiran. Berikut adalah pandangan umum terhadap ketiga aliran tersebut dalam konteks Islam:

1. Nativisme (Fitrah):

Perspektif Islam mendukung konsep fitrah, yaitu keadaan alami atau kodrat manusia yang cenderung menuju kebenaran dan mengenal Tuhan. Fitrah ini dipahami sebagai naluri bawaan yang ada dalam setiap individu. Dalam Al-Qur'an, konsep fitrah dapat ditemukan dalam ayat yang menyatakan bahwa manusia telah diberi pengetahuan tentang Tuhan sejak awal penciptaan (lihat Al-A'raf 7:172).

2. Empirisme (I'tibar):

Islam mengakui pentingnya pengamatan dan pengalaman dalam memahami alam semesta dan mencari pengetahuan. Konsep I'tibar (pengambilan pelajaran dari pengalaman) dapat ditemukan dalam berbagai hadis dan ayat Al-Qur'an yang mendorong manusia untuk merenungkan ciptaan Allah sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya.

3. Konvergensi (Ittihad):

(15)

Perspektif Islam mencakup ide bahwa ilmu pengetahuan, baik yang bersumber dari wahyu (Al-Qur'an dan Hadis) maupun pengamatan dan eksperimen, seharusnya tidak saling bertentangan, tetapi seharusnya konvergen. Al-Qur'an seringkali menyerukan kepada umat manusia untuk merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah di alam semesta, dan ilmu pengetahuan manusia dianggap sebagai sarana untuk mendekati pemahaman terhadap kebenaran.

penting untuk diingat bahwa pandangan-pandangan ini dapat bervariasi antara kelompok-kelompok atau aliran pemikiran di dunia Islam. Beberapa ulama dan filosof Islam mengadopsi elemen-elemen dari aliran-aliran pemikiran tersebut untuk mengembangkan pemahaman Islam yang lebih inklusif dan terbuka terhadap ilmu pengetahuan dan pemikiran rasional.

D. Adab dan Etika murid dalam mencari ilmu

Sifat-sifat dan kode etik peserta didik merupakan kewajiban yang harus dilaksanakannya dalam proses belajar mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Al-Ghazali, yang dikutip oleh Fathiyah Hasan Sulaiman, merumuskan sebelas pokok kode etik peserta didik, yaitu:

1. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT, sehingga dalam kehidupan sehari-hari peserta didik dituntut untuk menyucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela (takhalli) dan mengisi dengan akhlak yang tepuji (tahalli) (perhatikan QS. Al-An’am: 162, Al-Dzariyat:

.(565

2. Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrawi (QS.

Adl-Dluha: 4). Artinya, belajar tak semata-mata untuk mendapatkan pkerjaan, tapi juga belajar ingin berjihad melawan kebodohan demi mencapai derajat kemanusiaan yang tinggi, baik di hadapan manusia dan Allah SWT.

5Ruzz Media Saputra, I . HAKIKAT PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

(16)

3. Bersikap tawadlu’ (rendah hati) dengan cara menanggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidikannya. Sekalipunia cerdas, tetapi ia bijak dalam menggunakan kecerdasan itu pada pendidikanya, termasuk juga bijak kepada teman-temannya yang IQ-nya lebih rendah.

4. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran, sehingga ia terfokus dan dapat memperoleh satu kompetensi yang utuh dan mendalam dalam belajar.

5. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji (mahmudah), baik untuk ukhrawi maupun untuk duniawi, serta meninggalkan ilmu-ilmu yang tercela (madzmumah). Ilmu terpuji dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT, sementara ilmu tercela akan menjauhkan dari-Nya dan mendatangkan permusuhan antar sesamanya

6 Belajar dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkret) menuju pelajaran yang sukar (abstrak) atau dari ilmu yang fardlu

‘ain menuju ilmu yang fardlu kifayah (QS. Al-Insyiqaq: 19)

7 Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga peserta didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.

Dalam konteks ini, spesialisas jurusan diperlukan agar peserta didik memiliki keahlian dan kompetensi khusus (QS. AlInsyirah:7)

8 Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari, sehingga mendatangkan objektivitas dalam memandang suatu masalah.

9 Memprioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai makhluk Allah SWT., sebelum memasuki ilmu duniawi.

10 Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan yaitu ilmu yang bermanfaat dapat membahagiakan, menyejahterakan, serta memberi keselamatan hidup dunia akhirat.

(17)

11 Peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik sebagaimana tunduknya orang sakit terhadap dokternya, mengikuti segala prosedur dan metode madzab yang diajarkan oleh pendidik-pendidik pada umumnya, serta diperkenankan bagi peserta didik untuk mengikuti kesenian yang baik. 6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengertian manusia menurut pandangan Islam, manusia itu makhluk yang mulia dan terhormat di sisi-Nya, yang diciptakan Allah dalam bentuk yang sangat sempurna. Manusia diberi akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah berupa Al-Quran melalui Rasulullah Saw. Dengan ilmu manusia dapat memahami segala sesuatu dan Allah menciptakan manusia dalam keadaan yang sebaik- baiknya.

Manusia adalah makhluk yang sadar diri. Ini berarti bahwa ia adalah satusatunya makhluk hidup yang mempunyai pengetahuan atas kehadirannya sendiri. Ia harus mampu mengetahui, mempelajari dan menganalisis bagaimana asal mula dirinya sendiri.

Proses kejadian manusia berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah terjadi dalam dua tahap. Pertama, tahapan primordial, yaitu dimana proses penciptaan nabi Adam a.s sebagai manusia pertama. Kedua, tahapan biologi, yang dimana manusia diciptakan dari inti sari tanah yang dijadikan air mani (nuthfah) yang tersimpan dalam tempat kokoh (rahim).

Kemudian nuthfah akan menjadi darah beku (‘alaqah) didalam rahim.

Darah beku tersebut kemudian dijadikan-Nya segumpal daging (mudghah) dan kemudian dibalut dengan tulang belulang serta ditiupkan ruh kepadanya.Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, sehingga tidak ada satu makhlukpun yang lebih tinggi derajatnya dari manusia dan tujuan utama penciptaan manusia adalah agar manusia menyembah dan mengabdi kepada Allah SWT.

6Abdul Mujib, ibid., h. 113-114

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Ani, P. PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM.

Jurnal Ihya AlArabiyah.Vol 3 no 2.

Arif, Armai.2002. Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam.Jakarta: Ciputat Pre Mujib, Abdul.2008. Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: Kencana

Arifin, Muhammad. (1991). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara ---- ---(1994). Filasafat Pendidkan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Novan Ardy Wiyani dan Barnawi.2012. Ilmu Pendidikan Islam.Jakarta: Ar- Ruzz Media Saputra, I . HAKIKAT PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK

DALAM PENDIDIKAN ISLAM. Jurnal Al-Tadzkiyyah. Vol 6 no 4 https://www.researchgate.net/publication/332378291_INTERNALISASI_NIL

AI_PENCIPTAAN_MANUSIA_DALAM_AL-

QURAN_DALAM_PENGAJARAN_SAINS_BIOLOGI/link/5cb08cd 092851c8d22e591ae/download

Referensi

Dokumen terkait