• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH KELOMPOK6 PSIKOLOGI ABNORMAL “Gangguan Mood (Affective Disorder) dan Bunuh Diri”

N/A
N/A
Nurul Rasaki

Academic year: 2024

Membagikan "MAKALAH KELOMPOK6 PSIKOLOGI ABNORMAL “Gangguan Mood (Affective Disorder) dan Bunuh Diri”"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH KELOMPOK6 PSIKOLOGI ABNORMAL

“Gangguan Mood (Affective Disorder) dan Bunuh Diri”

Dosen Pembimbing:

Mursyid Ridha, S. Ag., M. Pd.

Azmatul Khairiah Sari, M.Pd.

Oleh : Kelompok 6

1. Suci Parastika (20006175) 2. Vonny Raissa Putri (20006186)

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, yang memberikan pengetahuan kepada kita dan terus mencari nilai-nilai kehidupan yang sejati nya adalah ridha ilahi. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang berjuang demi tegak nya nilai-nilai kemanusiaan.

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan karunia serta nikmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mingguan mata kuliah Psikologi Abnormal yang berjudul Gangguan Mood Affective (Disorder) dan Bunuh Diri, makalah ini tentunya kami susun dengan berbagai sumber yang kami tuangkan dalam bentuk makalah. Kami mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifat nya membangun tetap penulis nantikan demi kesempurnaan penulisan makalah ini ke depanya.

Padang, 16 Oktober 2022

Kelompok 6

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... 1

DAFTAR ISI ... 2

BAB I PENDAHULUAN ... 3

A. Latar Belakang ... 3

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Pembahasan ... 3

BAB II GANGGUAN EMOSI DAN BUNUH DIRI ... 4

A. Pengertian Gangguan Emosi dan Bunuh Diri... 4

B. Tipe Gangguan Mood ... 4

C. Penanganan Gangguan Mood ... 7

D. Bunuh Diri dan Pencegahannya ... 8

BAB III PENUTUP... 11

A. Kesimpulan... 11

B. Saran ... 11

DAFTAR PUSTAKA ... 12

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan emosional merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang apabila terus berlanjut dapat berkembang menjadi keadaan patologis sehingga perlu dilakukan antisipasi untuk menjaga kesehatan jiwa masyarakat. Gangguan emosi, seperti stress, kecemasan dan depresi, dapat dialami semua orang. Jika ditangani dengan cara yang benar, maka penderita umumnya dapat sembuh dan kembali seperti sedia kala. Sebaliknya, jika tidak ditangani dengan benar dan segera, maka penderita gangguan mental emosional akan semakin parah dan dapat berkembang menjadi gangguan jiwa berat.

Dengan adanya banyak masalah, remaja akan mencontoh orang yang lebih tua atau lingkungannya untuk mencari jawaban. Jika remaja mencontoh hal yang negatif maka akan membuat diri mereka terjebak dalam hal negatif tersebut, seperti merokok, minum, atau ketergantungan obat-obatan. Jika tetap tidak dapat teratasi, maka remaja yang merasa putus asa akan nekat untuk mencabut nyawanya sendiri atau bunuh diri.

Jadi, dengan penjelasan diatas, maka perlu bagi calon konselor membahas tentang gangguan emosi dan bunuh dir serta pencegahannya agar permasalahan tersebut tidak muncul.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu pengertian gangguan emosi dan bunuh diri?

2. Apa saja tipe gangguan mood?

3. Bagaimana penanganan gangguan mood?

4. Bagaimana bunuh diri dan pencegahannya?

C. Tujuan Pembahasan

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah psikologi abnormal dan memahami Gangguan Mood (Affective Disorder) dan Bunuh Diri.

(5)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Gangguan Emosi dan Bunuh Diri

Menurut Aini Mahabbati (2006: 4) gangguan emosi adalah individu yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya.

Sedangkan menurut Rofingatul (2017: 104) Gangguan emosional merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang apabila terus berlanjut dapat berkembang menjadi keadaan patologis sehingga perlu dilakukan antisipasi untuk menjaga kesehatan jiwa masyarakat.

Menurut Karrtini Kartono (2000: 143) mengemukakan bahwa bunuh diri adalah bentuk pelarian parah dari dunia nyata atau lari dari situasi yang tidak bisa ditolerir yang merupakan bentuk regresi ingin kembali pada keadaan nikmat, nyaman, dan tentram.

Sedangkan halnya mendahului ketentuan mati, dimana hidup dan mati hanya Allah yang mempunyai Rawlin’s mengemukakan bahwa bunuh diri adalah perbuatan yang dilakukan seseorang dengan sukarela dan disengaja untuk mengakhiri hidupnya.Bunuh diri dalam agama islam, sangat diharamkan karena sama kekuasaan untuk hal itu.

Jadi dapat disimpulkan bahwa gangguan emosi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan tingkah laku yang sesuai dengan norma yang yang berlaku dalam masyarakat dan apabila terus berlanjut akan mengakibatkan patologis pada individu. Dan bunuh diri adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk mengakhiri hidup sebagai bentuk pelarian dari dunia nyata dan keadaan yang tidak bisa ditolerir.

B. Tipe Gangguan Mood

Menurut Wiramihardja (2005:99), tipe gangguan mood terdiri dari:

1. Gangguan Depresi Mayor

Orang dengan gangguan depresi mayor memiliki selera makan yang buruk, kehilangan atau bertambah berat bada secara mencolok, memiliki masalah tidur atau tidur terlalu banyak dan menjadi gelisah secara fisik atau melambatnya aktivitas motorik

(6)

mereka. Depresi mayor menimbulkan hendaya pada kemampuan seseorang untuk memenuhi tanggung jawabnya yang biasa dalam kehidupan sehari hari.

Orang dengan depresi mayor dapat kehilangan minat pada hampir semua aktivitas rutin dan kegiatan senggang mereka, memiliki kesulitan dalam berkonsentrasi dan membuat keputusan, memiliki pikiran yang menekan akan kematian dan mencoba bunuh diri. Faktor-faktor yang meningkatkan resiko seseorang untuk mengembangkan depresi mayor meliputi usia (onset awal lebih umum terjadi pada dewasa muda daripada dewasa yang lebih tua), status sosio ekonomi (orang dengan taraf sosioekonomi yang lebih rendah memiliki resiko yang lebih besar dibanding mereka dengan taraf yang lebih baik), dan status pernikahan (orang yang berpisah atau bercerai memiliki resiko yang lebih tinggi daripada orang yang menikah atau tidak pernah menikah).

Ada dua bentuk gangguan depresi mayor yakni:

a. Gangguan afektif musiman

Untuk sejumlah orang, perubahan musim dari musim panas ke musim gugur dan musim dingin menyebabkan suatu tipe depresi gangguan afektif musiman. Ciri ciri dari gangguan afektif musiman ialah mencakup rasa lelah, tidur yang berlebihan, lapar akan karbohidrat dan berat badan naik. Orang yang mengalami gangguan afektif musiman cenderung menghilang seiring awal munculnya musim semi. Hal tersebut sering mempengaruhi wanita daripada pria dan paling umum terjadi diantara dewasa muda.

Meski penyebab gangguan afektif musiman tetap diketahui, satu kemungkinanya adalah perubahan musiman pada cahaya dapat merubah ritme biologis yang ada pada tubuh yang mengatur proses proses temperatur tubuh tubuh dan siklus bangun tidur.

b. Depresi pasca melahirkan

Sejumlah ibu mengalami perubahan mood yang parah dan persisten selama beberapa bulan atau bahkan setahun atau lebih. Masalah masalah dalam mood ini mengacu pada depresi pasca melahirkan. Depresi pasca melahirkan disertai dengan gangguan dalam selera makan atau tidur, self esteem yang rendah, serta kesulitan kesulitan dalam mempertahakan konsentrasi atau perhatian

2. Gangguan Distimik

Orang dengan gangguan distimik merasakan spirit yang buruk atau keterpurukan sepanjang waktu, namun mereka tidak mengalami depresi yang sangat parah seperti yang dialami oleh orang dengan gangguan depresi mayor. Sementara gangguan depresi

(7)

mayor cenderung parah dan terbatas waktunya, gangguan distimitik relatif ringan dan kronis, biasanya berlangsung selama beberapa tahun. Sebagian orang mengalami gangguan distimik sekaligus depresi mayor pada waktu yang bersamaan. Istilah depresi ganda dapat dikenakan pada mereka yang mengalami episode depresi mayor yang berlapis dengan gangguan distimik yang bertahan lebih lama. Orang yang menderita depresi ganda umumnya mengalami episode depresi yang lebih parah daripada orang dengan depresi mayor saja.

3. Gangguan Bipolar

Orang dengan gangguan bipolar mengendarai suatu roller coaster emosional, berayun dari satu ketinggian rasa girang kedalaman depresi tanpa adanya penyebab eksternal. Episode pertama dapat berupa manik atau depresi. Episode manik, biasanya bertahan beberapa minggu hingga beberapa bulan, umumnya lebih singkat durasinya dan berakhir secara tiba tiba dari pada episode depresi mayor. Sejumlah dengan orang dengan gangguan bipolar yang muncul berulang berusaha untuk bunuh diri pada saat bergerak turun dari fase maniknya. DSM membedakan dua tipe umum dari gangguan bipolar yaitu:

a. Gangguan bipolar I

Pada gangguan bipolar I, orang tersebut mengalami paling tidak satu episode manik secara penuh. Pada banyak kasus, individu mengalami perubahan mood antara rasa girang dan depresi dengan diselingi periode antara berupa mood yang normal.

b. Gangguan bipolar II

Pada gangguan bipolar II seseorang mengalami satu atau lebih episode episode depresi mayor dan paling tidak satu episode hipomanik.

4. Gangguan Siklotimik

Gangguan siklotimik merupakan suatu gangguan mood yang ditandai dengan pola kronis dari perubahan mood yang ringan yang tidak cukup parah untuk diklasifikasikan sebagai gangguan bipolar.

C. Penanganan Gangguan Mood

Menurut Jefrey (2005: 268) Ada beberapa ha yang dapat dilakukan untuk menangani seseorang yang mengalami gangguan mood yaitu sebagai berikut:

(8)

1. Terapi Kognitif-Behavioral

Dalam terapi ini pasien diajari untuk menalaah secara cermat proses berfikir mereka saat mereka depresi dan untuk menengarai kesalahan-kesalahan depresif dalam berpikir. Pasien diajari bahwa kesalahan dalam berfikir dapat menyebabkan depresi secara langsung. Penanganannya melibatkan tindakan mengoreksi kesalahan-kesalahan berfikir dan menggantinya dengan pemikiran dan penilaian yang kurang menyebabkan depresi mungkin lebih ralistis.

Selain itu selama proses terapi, skema-skema kognitif negatif (cara yang khas untuk memandang dunia) yang memicu kesalahan kognitif tertentu, tapi dalam kehidupan sehari-hari. Intinya terapi kognitif memiliki pendekatan penanganan yang melibatkan pengidentifikasian dan pengubahan gaya berfikir negatif yang menghubugjan dengan gangguan psikologis seperti depresi keceasan serta menggantikan pikiran-pikiran itu dengan berbagia kekuatan dan keyakinan yang positif dan pada akhirnya akan menjadi perilaku yang adaptif dan menjadi mekanisme pertahanan (coping style).

2. Psikoterapi Interpersonal (IPT/Interpersonal Psychoteraphy)

IPT ini memiliki pendekatan penanganan yang lebih baru yang menekankan pada resolusi berbagai masalah dan stresor interpersonal seperti misalnya perselisihan pembagian peran dan konflik perkawinan dan lain-lain. Setelah diidentifikasi perselisihan yang terjadi langkah selanjutnya adalaha mencari penyelesaiannya.

3. ECT (Elektrokonvulsif dan Simulasi Magnetik Transkranial/ TMS)

Penangan biologis untuk menangani depresi berat dan kronis yang melibatkan peran impuls-impuls listrik melalui otak untuk memproduksi seizure. Alasan efektifitasnya tidak diketahui. Dalam pengadministrasiannya, pasien diberi obat bius untuk mengurangi perasaan tidak nyaman dan deberi obat perileks otot untuk mencegah terjadinya kerusakan tulang akibat konvulsi selama seizure(kejang-kejang). Kejutan listrik diadministrasikan secara langsung melalui otak selama kurang dari satu detik, yang mengakibatkan seizure dan konvulsi singkat yang biasanya berlangsung selama beberapa menit. Dalam praktiknya penanganan pengadiministrasian sekali setiap selang sehari untuk total penanganan 6-110 kali (lebih sedikit jika suasana perasaan pasien sudah normal kembali). Yang mengherankan, efek terapi ini sangat sedikit dan pada umumnya terbatas dalam bentuk hilang ingatan dan kebingunan dalam jangka pendek

(9)

yang menghilang setelah satu sampai dua minggu, meskipun sebagian pasien mungkin mengalami masalah ingatan dalam jangka panjang.

Sedangkan TMS (Transcrantial Magnetic Simulation) bekerja dengan cara menempatkan sebuah gulungan magnetic diatas kepala untuk membangkitkan denyut elektromagnetik yang dialokasikan dengan benar. Dalam penangan ini anestesi tidak dibutuhkan karena efek sampingnya biasanya terbatas dalam bentuk sakit kepala. TMS dan ECT ini sama-sama efektif untuk pasien-pasien dengan depresi berat atau depresi psikotikyang resisten dengan penanganan (belum menunjukan respons terhadap obat atau penangan psikologis).

D. Bunuh Diri dan Pencegahannya 1. Konsep Bunuh Diri

Menurut Asrori (2015:41), bunuh diri adalah penyebab kematian utama yang ketiga diantara orang orang dengan usia 15 hingga 24 tahun di Amerika Serikat, setelah kecelakaan yang tidak disengaja dan pembunuhan. Perilaku bunuh diri bukanlah suatu gangguan psikologis, sejumlah orang yang menderita penyakit fisik yang sangat menyakitkan dan tanpa harapan mencari pelarian dari penderitaan mereka dengan cara mengakhiri hidup mereka. Bunuh diri semacam ini terkadang disebut bunuh diri yang rasional dengan keyakinan bahwa hal itu didasarkan pada keputusan yang rasional bahwa hidup tidak lagi berharga untuk dijalani dengan adanya penderitaan yang berkepanjangan, namun mungkin dalam banyak kasus, penilaian dan kemampuan penalaran orang tersebut bisa saja dipengaruhi oleh suatu gangguan psikologis yang mendasar dan potensial yang dapat ditangani seperti depresi.

Bunuh diri yang lain dimotivasi oleh keyakinan agama dan politik yang tertanam kuat, seperti dalam kasus orang yang mengorbankan dirinya sendiri pada suatu aksi protes melawan pemerintanya. Contoh yang lebih menyeramkan lagi adalah para teroris yang membunuh orang lain dan juga dirinya sendiri dengan keyakinan bahwa tindakannya akan diberikan penghargaan pada kehidupan setelah mati. Gangguan mood sering dihubungkan dengan dengan bunuh diri. Meski wanita lebih cenderung untuk mencoba bunuh diri, sebenarnya lebih banyak laki laki yang berhasil, temuan umum bahwa pria cenderung untuk mengakhiri hidupnya sendiri dapat dikarenakan adanya fakta bahwa pria juga lebih cenderung untuk memiliki riwayat penyalahgunaan alkohol dan obat lebih cenderung untuk tidak memiliki anak dirumah.

(10)

Kartini kartono (2000: 145) mengemukakan bahwa bunuh diri dapat digolongkan menjadi dua tipe yaitu:

a) Bunuh diri konvensional

Bunuh diri konvensional adalah tradisi dan paksaan dari opini umum untuk mengikuti kriteria kepantasan berdasarkan kepastian sosial dan tuntutan sosial.

Misalnya hirakiri yang dilakukan di Jepang, mati obong yang dilakukan semasa kerajaan Jawa-Bali untuk menunjukkan kesetiaan pada suami yang telah meninggal, membakar diri sendiri yang dilakukan oleh janda di India tengah pada penguburan suaminya.

Bunuh diri sudah banyak yang dihapuskan, sebagian dipengaruhi bangsa-bangsa lain atau oleh tekanan bangsa lain dan sebagian dikarenakan oleh adanya banyak perubahan pada kondisi-kondisi sosial.

b) Bunuh diri personal

Bunuh diri personal banyak terjadi pada masa modern karena orang merasa lebih bebas dan tidak mau tunduk pada aturan. Orang tidak ingin terikat pada kebiasaaan dan konvensi yang ada untuk memecahkan kesulitan hidupnya. Sebaliknya mereka mencari jalan keluar dengan caranya sendiri yaitu dengan cara bunuh diri untuk mengakhiri hidupnya. Oleh karena itu bunuh diri merupakan bentuk kegagalan seseorang dalam upayanya menyesuaikan diri terhadap tekanan-tekanan sosial dan tuntutan hidup.

2. Pencegahan Bunuh Diri

Menurut Rochman (2003:39), ketika seseorang mengungkapkan bahwa ia memikirkan untuk bunuh diri, anda dapat merasa bingung dan takut, sepertinya suatu beban berat telah ditimpakan ke bahu anda. Memang bila seseorang menyatakan pikiran pikiran untuk bunuh diri kepada anda, tujuan anda seharusnya membujuk untuk menemui ahli atau anda sendiri meminta saran dari seorang ahli sesegera yang anda bisa.

Namun, bila orang ingin bunuh diri tidak mau berbicara pada orang lain dan anda merasa tidak dapat menghindarinya, ada beberapa hal yang anda lakukan saat itu juga, yaitu:

a. Tarik keluar orang itu. Berikan pertanyaan seperti apa yang terjadi? Dimana kamu merasa sakit? Apa yang kamu inginkan untuk terjadi?. Pertanyaan pertanyaan seperti ini akan mendrong orang untuk menjelaskan kebutuhan psikologis yang dipendam dan memberikan sedikit kelegaan. Hal itu juga akan memberikan waktu untuk menilai kembali resiko dan merenungkan tindakan selanjutnya

(11)

b. Bersikaplah simpatik. Tunjukkan bahwa anda paham betapa bernasalahnya orang tersebut. Jangan mengatakan sesuatu seperti yang benar saja kamu tidak sungguh sungguhkan?

c. Sarankan bahwa cara cara lain selain bunuh diri dapat ditemukan untuk menyelesaikan masalah orang tersebut, bahkan bila cara cara tersebut tidak tampak pada saat itu.

d. Ajukan pada orang tersebut untuk menemani anda berkonsultasi dengan seorang ahli saat itu juga. Banyak kampus memiliki hotline yang anda dan individu tersebut dapat dihubungi. Banyak kota besar dan kecil memiliki hotline semacam itu dan mereka dapat ditelpon tanpa perlu menyebutkan nama, kemungkinana lain mencakup ruangan gawat darurat rumah sakit umum, pusat kesehatan, atau pusat konsultasi di kampus atau polisi kampus.

e. Jangan katakan sesuatu seperti kamu ngomong ngaco/gila. Komentar semacam itu menurunkan dan menyakitkan bagi self esteem orang tersebut. Jangan menekan orang yang ingin bunuh diri untuk mengontak orang tertentu, seperti orang tua atau pasangannya. Konflik dengan mereka akan meningkatkan pikiran mereka untuk bunuh diri.

Davinson, Dkk (2006: 433) untuk mencegah terjadinya peristiwa bunuh diri ada tiga strategi yang dapat dilakukan yaitu:

(1) Mengurangi penderitaan dan rasa sakit psikologis yang mendalam. Percobaan bunuh diri biasanya memiliki gangguan psikologis yang mendasarinya sehingga penanganan secara psikologis dianggap upaya yang sangat tepat untuk mencegah bunuh diri.

(2) Membuka pandangan yaitu memperluas pandangan yang terbatas dengan membantu individu melihat berbagai pilihan selain pilihan ekstrim dengan membiarkan penderitaan ketiadaan terus menerus.

(3) Mendorong orang yang bersangkutan meskipun hanya selangkah dari tindakan yang menghancurkan diri sendiri.

(12)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Gangguan emosi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan tingkah laku yang sesuai dengan norma yang yang berlaku dalam masyarakat dan apabila terus berlanjut akan mengakibatkan patologis pada individu. Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk mengakhiri hidup sebagai bentuk pelarian dari dunia nyata dan keadaan yang tidak bisa ditolerir.

Tipe gangguan mood, yaitu gangguan depresi mayor, gangguan distimik, gangguan bipolar, dan gangguan siklotimik. Lalu penanganan gangguan mood adalah dengan terapi kognitif behavioral, psikoterapi interpersonal, ECT (Elektrokonvulsif dan Simulasi Magnetik Transkranial/ TMS).

Untuk mencegah terjadinya peristiwa bunuh diri ada tiga strategi yang dapat dilakukan yaitu mengurangi penderitaan dan rasa sakit psikologis yang mendalam.

Percobaan bunuh diri biasanya memiliki gangguan psikologis yang mendasarinya sehingga penanganan secara psikologis dianggap upaya yang sangat tepat untuk mencegah bunuh diri, membuka pandangan yaitu memperluas pandangan yang terbatas dengan membantu individu melihat berbagai pilihan selain pilihan ekstrim dengan membiarkan penderitaan ketiadaan terus menerus, dan mendorong orang yang bersangkutan meskipun hanya selangkah dari tindakan yang menghancurkan diri sendiri.

B. Saran

Penulis berharap agar kepada kita semua sebagai calon konselor agar memahami tentang gangguan emosi dan bunuh diri, karena nantinya bisa kita jadikan bekal dan pengetahuan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifat nya membangun tetap saya nantikan demi kesempurnaan penulisan makalah ini ke depanya.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Aini Mahabbati. (2006). “Identifikasi Anak Dengan Gangguan Emosi Dan Perilaku Di Sekolah Dasar”. Jurnal Pendidikan Khusus, Vol. 2, No. 3.

Asrori, A. (2015). “Terapi Kognitif Perilaku Untuk Mengatasi Gangguan Depresi”.

Jurnal. Vol.3. Halaman 41.

Davidson, Dkk. (2006). Psikologi Abnormal Edisi Ke- 9. Jakarta : Rajagrafindo Persada.

Jeffrey S. Nevid,Dkk. (2005). Psikologi Abnormal. Jakarta:Erlangga.

Kartono Kartini. (2000). Hygiene Mental. Bandung: Mandar Maju.

Rochman, H. (2003). “Penanganan Gangguan Mood”. Jurnal. Vol.5. Halaman 39 Rofingatul, Dkk. (2017). “Determinan Gejala Mental Emosional Pelajar SMP-SMA Di

Indonesia”. Jurnal Kesehatan, Vol. 45, No. 2.

Wiramihardja, S. (2005). Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: Refika Aditama.

Referensi

Dokumen terkait