MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS KONSEP MEDIS SECARA CAESAREA Dosen Pengampuh : ROSITA, S.Kep., NS, M.Kep
Di Sususn Oleh : Kelompok 2
Andina Bantiang Sakina
Amanda Sri Devi Ignes Monika Ni Made Dinda Pratiwi Sarifa
Farni Yuliana Dea Ananda Geby Srina Evan Tompina Kesya
Fadira Anggraeni Agnes Hilika Akbar Hidayat
YAYASAN AKADEMIK KEPERAWATAN JUSTITIA PALU
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke khadirat Tuhan Yang Maha Esa. atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kelompok ini. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini yang tentunya jauh dari kesempurnaan. Karena itu kelompok kami selalu membuka diri untuk setiap saran dan kritik yang bersifat membangun untuk kesempurnaan karya kami selanjutnya.
Terselesaikannya makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagi pihak.
Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu,baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Akhirnya semoga sumbangan amal bakti semua pihak tersebut mendapat balasan yang setimpal dari- Nya. Dan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kelompok kami khususnya dan masyarakat pecinta ilmu pengetahuan pada umumnya.
Palu, 14 November 2023
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Masalah ... 2
BAB II PEMBAHASAN ... 3
A. Konsep Dasar Medis ... 3
1. Pengertian ... 3
2. Etiologi ... 3
3. Patofisiologi ... 3
4. Pathway ... 5
5. Klasifikasi ... 6
6. Komplikasi ... 7
7. Pemeriksaan Penunjang ... 8
8. Penatalaksanaan Section Caesarea ... 8
B. Konsep Asuhan Keperawatan ... 10
1. Pengkajian Keperawatan ... 10
2. Diagnosa keperawatan ... 18
3. Perencanaan Keperawatan ... 19
4. Implementasi Keperawatan ... 21
5. Evaluasi Keperawatan ... 22
BAB III PENUTUP... 24
A. Kesimpulan ... 24
B. Saran ... 24
DAFTAR PUSTAKA ... 25
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi padakehamilan cukup bulan (37-42 minggu) disertai dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin (Nurul Jannah, 2017) Ada dua cara persalinan yaitu persalinan lewat vagina yang disebut dengan persalinan normal dan persalinan dengan cara operasi sectio caesar. Persalinan sectio caesarea merupakan persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gram (Mitayani, 2013).
Umumnya pada beberapa Negara berkembang seperti Indonesia, angka kematiaan ibu yang mengalami persalinan masih tinggi. Penyebab terbesar kematian ibu pada persalinan adalah kerena komplikasi dan perawatan pasca persalinan yang tidak baik. Oleh karena itu, pelayanan keperawatan pada ibu post partum sangat diperlukan dan perlu mendapatkan perhatian yang utama untuk menurunkan angka kematian ibu post partum akibat komplikasi. Untuk menekan angka kematian pada ibu dan janin salah satu cara bisa dilakukan dengan tindakan operasi. Tindakan operasi yang biasa dilakukan adalah bedah Caesar (Sectio Caesarea) (Wiknjosastro,2005).
Menurut WHO (Word Health Organization) angka kejadian sectio Caesar meningkat di negara-negara berkembang. WHO menetapkan indikator persalinan sectio caesarea 10-15% untuk setiap negara, jika tidak
sesuai indikasi operasi sectio caesarea dapat meningkatkan resiko morbilitas dan mortalitas pada ibu dan bayi (World Health Organization, 2015).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, Rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Bgaimana Konsep Medis Secara Sectio Caesaria?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Operasi Section Caesaria?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Tentang Konsep Medis Secara Section Caesaria
2. Mengetahui Tentang Asuhan Keperawatan Pada Operasi Section Casaria
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Medis 1. Pengertian
Section caesarea adalah suatau cara melahirkan dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (amru sofian, 2012). Section caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui perut atau vagiana (Mochtar, 1998 dan dalam Siti, dkk 2013).
2. Etiologi
1) Etiologi berasal dari Ibu
Ibu pada primigravida dengan kelainan letak, primipara tua disertai kelainan letak, disproporsi cepalo pelvik (disproporsi janin/panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa terutama pada primigravida, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia-eklampsia, atas permintaan kehamilan yang disertai penyakit (Jantung, Diabetes Mellitus), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya).
2) Etiologi berasal dari janin
Etiologi yang berasal dari janin seperti Fetal distress/gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapses tali pusat dengan pembukan kecil, kegangalan persalinan vakum atau ferseps ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015)
3. Patofisiologi
Terjadi kelainan pada ibu dan kelainan pada janin menyebabkan persalinan normal tidak memungkinkan dan akhirnya harus dilakukan
tindakan Sectiocaesarea, bahkan sekarang Sectiocaesarea menjadi salah satu pilihan persalinan (Sugeng. 2010).
Adanya beberapa hambatan ada proses persalinan yyang menyebabkan bayi tidak dapat dilahirkan secara normal, misalnya plasenta previa, rupture sentralis dan lateralis, pannggul sempit, partus tidak maju (partus lama), pre-eklamsi, distokksin service dan mall presentasi janin, kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectiocaesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan tindakan yang akan menyebabkan pasien mengalami mobilisasii sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktifitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah deficit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan inkontinuitas jaringan, pembuluh darah dan saraf-saraf di daerah insisi.
Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri. Setelah semua proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post operasi, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah resiko infeksi.
lama 4. Pathway
Plasenta previa, rupture sentralis
Dan lateralis, panggul sempit, pre-eklamsia, Section Caesarea Partus
Post Anestesi Luka Post Operasi
Penurunan medulla Penurunan kerja Jaringan jaringan
Oblongata Pons terputus terbuka
Penurunan refleksi Penurunan kerja Merangsang Area Proteksi
Batuk otot eliminasi sensorik kurang
Akumulasi Penurunan peristaltik
Sekret usus
Invasi Bakteri
Resiko Infeksi Konstipasi
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Nyeri Akut
5. Klasifikasi
Bentuk pembedahan Sectio Caesarea menurut Manuaba 2012, meliputi:
a. Sectio Caesarea Klasik
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim.
Pembedahan dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kirra- kira sepanjang 10 cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya melahirkan melalui vagina apabila sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini.
b. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan jika bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis untuk memungkinkan dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal dilakukan sampai ke otot-otot bawah rahim.
c. Sectio Caesarea Histerektomi
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah janin dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan rahim.
d. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
sSectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada seorang pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan di atas bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan insisi dinding dan faisa abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala
untuk memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.
6. Komplikasi
a. Komplikasi pada ibu
Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, atau bersifat berta seperti peritonitis, sepsis dan sebagainya. Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-gejala yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya).
Perdarahan, bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang cabang arteri uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
Komplikasi- komplikasi lain seperti luka kandung kencing dan embolisme paru. suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa ruptur uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea
b. Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan embolisme paru.
c. Komplikasi baru
Komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah Sectio Caesarea Klasik.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin b. Pemantauan EKG
c. JDL dengan diferensial d. Elektrolit
e. Hemoglobin/Hematokrit f. Urinalis
g. Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi h. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi
i. Ultrasound sesuai pesanan. (Tucker, susan artin, 1998 dalam buku aplikasi nanda 2015)
8. Penatalaksanaan Section Caesarea a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai indikasi.
f. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen sup 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapat diberikan tramadol atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
g. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit C.
h. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.
i. Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
j. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
B. Konsep Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik secara bio, pisiko, sosial dan spiritual (Dermawan 2012).
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan, pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. kemampuan menidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan oleh karena itu pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan cermat sehingga seluruh kebutuhan perwatan pada klien dapat diidentifikasi.
a. Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada uumumnya pasien post sectio caesar mengeluh nyeri pada daerah luka bekas operasi. Nyeri biasanya bertambah parah jika pasien bergerak.
c. Riwayat kesehatan
Pada pengkajian riwayat kesehatan, data yang dikaji adalah riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan sekarang dan riwayat kesehatan keluarga. Dalam mengkaji riwayat kesehatan dahulu hal yang perlu dikaji adalah penyakit yang pernah diderita pasien khususnya penyakit kronis, menular, dan menahun seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, TBC, hepatitis dan penyakit kelamin.
Riwayat kesehatan sekarang berisi tentang pengkajian data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari dilakuakannya operasi sectio caesarea seperti kelainan letak bayi (letak sungsang dan letak lintang), faktor plasenta (plasenta previa, solution plasenta, plasenta accrete, vasa previa), kelainan tali pusat (prolapses tali pusat, telilit tali pusat), bayi kembar (multiple pregnancy), pre eklampsia, dan ketuban pecah dini yang nantinya akan membantu membuat rencana tindakan terhadap pasien.
Riwayat kesehatan keluarga berisi tentang pengkajian apakah keluarga pasien memiliki riwayat penyakit kronis, menular, dan menahun seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, TBC, hepatitis dan penyakit kelamin
yang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya pre eklampsia dan giant baby, seperti diabetes dan hipertensi yang sering terjadi pada beberapa keturunan.
d. Riwayat perkawinan
Pada riwayat perkawinan hal yang perlu dikaji adalah menikah sejak usia berapa, lama pernikahan, berapa kali menikah, status pernikahan saat ini.
e. Riwayat obsterti
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu, berpa kali ibu hamil, penolong persalinan, dimana ibu bersalin, cara bersalin, jumlah anak, apakah pernah abortus, dan keadaan nifas yang lalu.
f. Riwayat persalinan sekarang
Meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan, lama persalinan, jenis kelamin anak, keadaan anak.
g. Riwayat KB
Pengkajian riwayat KB dilakukan untuk mengetahui apakah klien pernah ikut program KB, jenis kontrasepsi, apakah terdapat keluhan dan maalah dalam penggunaan kontrasepsi tersebut, dan setelah masa nifas ini akan menggunakan alat kontrasepsi apa.
h. Pola-pola fungsi kesehatan
Setiap pola fungsi kesehatan pasien terbentuk atas interaksi antara pasien dan lingkungan kemudian menjadi suatu rangkaian perilaku membantu perawat untuk mengumpulkan, mengorganisasikan, dan memilah-milah data. Pengkajian pola fungsi kesehatan terdiri dari pola nutrisi dan metabolisme biasanya terjadi peningkatan nafsu makan karena adanya kebutuhan untuk menyusui bayinya. Pola aktifitas biasanya pada pasien post sectio caesarea mobilisasi dilakuakn secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri pada 6-8 jam pertama, kemudian latihan duduk dan latihan berjalan. Pada hari ketiga optimalnya pasien sudah dapat dipulangkan. Pra eliminasi biasanya terjadi konstipasi karena pasien post sectio caesarea takut untuk melakukan BAB. Pola istirahat dan tidur biasasnya terjadi perubahan yang disebabkan oleh kehadiran sang bayi dan rasa nyeri yang ditimbulkan akibat luka pembedahan. Pola reproduksi
biasanya terjadi disfungsi seksual yang diakibatkan oleh proses persalinan dan masa nifas.
i. Pemeriksaan Fisik 1) Tanda-tanda vital
Suhu tubuh diukur setiap 4 sampai 8 jam selama beberapa hari pasca melahirkan karena demam biasanya merupakan gejala awal infeksi.
Suhu tubuh 38°C mungkin disebabkan oleh dehidrasi atau permulaan laktasi dalam 2 hingga 4 hari. Demam yang menetap atau berulang di atas angka tersebut dalam 24 jam pertama dapat mengindikasikan adanya infeksi.
Brakikardi merupakan perubahan fisiologis normal selama 6 sampai 10 hari pascapartum dengan frekuensi nadi 40 sampai 70 kali menit.
Frekuensi diatas 100 kali/menit (takikardi) dapat menunjukkan adannya infeksi, hemoragi, nyeri, arau kecemasan. Nadi yang cepat dan dangkal yang dihubungkan dengan hipotensi menunjukkan hemoragi, syok, atau emboli.
Tekanan darah umumnya tetap dalam batasan normal selama kehamilam. Wanita pascapartum dapat mengalami hipotensi ortostik karena diuresis dan diaphoresis, yang menyebabkan pergeseran volume cairan kardiovaskuler. Hipotensi menetap atau berat dapat merupakan tanda syok atau emboli. Peningkatan tekanan darah menunjukkan hipertensii akibat kehamilan, yang dapat muncul pertama kali pada masa pascapartum. Kejanng eklamsia dilaporkan terjadi sampai lebih dari 10 hari pascaparum (Cuningham, et al, 1993 dalam Sharon J, dkk 2011). Nadi dan ekanan darah diukur setiap 4 sampai 8 jam, kecuali jika ada penyimpangan dari nilai normal sehingga perlu diukur lebih sering
2) Pernafasan
Menurut sholikah (2011) klien post operasi Secticaesarea terjadi peningkatan pernafasan, lihat adannya tarikan dinding dada, frekuensi pernapasan, irama nafas serta kedalaman bernapas.
3) Kepala dan muka
Amati kesimetrisan muka, amati ada atau tidaknya hiperpigmentasi pada wajah ibu (cloasmagravidamum), amati warna dari keadaan rambut, kaji kerontokan dan kebersihan rambut, kaji pembengkakan pada muka.
4) Muka
Amati ada atau tidaknya peradangan pada kelopak mata, kesimetrisan kanan dan kiri, amati keadaan konjungtiva (konjungtivitis atau anemis), sclera (ikterik atau indikasi hiperbilirubin atau gangguan pada hepar), pupil (isokor kanan dan kiri (normal), reflek pupil terhadap cahaya miosis atau mengecil, ada atau tidaknya nyeri tekan atau peningkatan tekanan intraokuler pada kedua bola mata.
5) Hidung
Amati keadaan septum apakah tepat di tengah, kaji adanya masa abnormal dalam hidung dan adanya skret, kaji adanya nyeri tekan pada hidung.
6) Telinga
Amati kesimetrisan, warna dengan daerah sekitar, ada atau tidaknya luka, kebersihan telinga amati ada tidaknya serumen dan otitis media 7) Mulut
Amati bibir apa ada kelainan kogenital (bibir sumbing), warna, kesimetrisan, sianosis atauu tidak, pembengkakan, lesi, amati adanya stomatitis pada mulut, amati jumlah dan bentuk gigi, warna dan kebersihan gigi.
8) Leher
Amati adanya luka, kesimetrisan dan masa abnormal, kaji adanya distensi vena jugularis, dan adanya pembesaran kelnjar tiroid
9) Paru-paru
Kesimetrisan bentuk/postur dada, gerakann nafas (frekuensi ritme, kedalaman, dan usaha pernapasan/penggunaan otot pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/bulging, mempelajari gerakan dada, massa dan lesi, nyeri, apakah traktil fremitus normal kanan dan kiri,
perkusi (biasanya terdengar nyaring) , pelajari bunyinya (biasanya bunyi vestikular kanan dan kiri).
10) Kardiovaskular
Terjadi peningkatan frekuensi nadi, irama tidak teratur, serta peningkatan tekanan darah.
11) Payudara
Pengkajian payudara selama masa pascapartum meliputu inspeksi ukuran, bentuk, warna, dan kesimetrisan serta palpasi konsistensi apakah ada nyeri tekan guna menentukan status laktasi. Pada 1 sampai 2 hari pertama pascapartum, payudara tidak banyak berubah kecil kecuali skresi kolostrum yang banyak. Pada ibu menyusui, saat ASI mulai diproduksi, payudara menjadi lebih besar, keras, dan hangat dan mungkin terasa berbenjol-benjol atau bernodul. Wanita sering mengalami ketidaknyamanandengan awitan awal laktasi. Pada wanita yang tidak menyusui, perubahan ini kurang menonjol dan menghilang dalam beberapa hari. Banyak wanita mengalami pembengkakan nyata seiring dengan awitan menyusui. Payudara menjadi lebih besar dan teraba keras dan tegang, dengan kulit tegang dan mengkilap serta terlihatnya pembesaran vena berwarna biru. Payudara dapat terasa sangat nyeri dan teraba panas saat disentuh.
12) Abdomen
Apakah kembung, asites, terdapat nyeri tekan, lokasi massa, lingkar abdomen, bising usus, tampak linea nigra attau alba, striae livida atau albican, terdapat bekas luka operasi Sectiocaesarea. (Anggraini, 2010) mengkaji luka jahitan post Sectiocaesarea yang meliputi kondisi luka (melintang atau membujur, kering atau basah, adanya nanah atau tidak), dan periksa kondisi jahitan (jahitan tertutup atau tidak, adakah tanda- tanda infeksi dan kemerahan di sekitar area jahitan pasca luka Sectiocaesarea atau tidak).
13) Ekstermitas bawah
Pengkajian pascapartum pada ekstermitas bawah meliputi inspeksi ukuran, bentuk, kesimetrisan, warna, edema, dan varises. Suhu dan
pembengkakan dirasakan dengan palpasi. Tanda-tanda tromboflebitis adalah bengkak unilateral, kemerahan, panas, dan nyeri tekan, biasanya terjadi pada betis. Trombosis pada vena femoralis menyebabkan nyeri dan nyeri tekan pada bagiian distal pahha dan daerah popliteal. Tanda homan, muncunya nyeri betis saat gerakan dorsofleksi
14) Genetalia
Melihat kebersihan dari genetalia pasien, adanya lesi atau nodul dan mengkaji keadaan lochea. Lochea yang berbau menunjukkan tanda- tanda resiko infeksi. (Handayani, 2011)
j. Nutrisi
Ibu yang menyusui harus mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya 40 hari pasca bersalin, makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup. mengonsumsi kapsul vitamin A 9200.000) unit, agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui asinya (Saifuddin, 2001 dalam Siti, dkk 2013). Makanan bergizii terdapat pada sayur hijau, lauk pauk dan buahh. Konsumsi sayur hijau seperti bayam, sawi, kol dan sayur hijau lainnya menjadi sumber makanan bergizi. Untuk lauk pauk dapat memilih daging ayamm, ikan, telur, dan sejenisnya.
Ibu post Sectio Caesarea harus menghindari makanan dan minuman yang mengandung bahan kimia, pedas dan menimbulkan gas karena gas perut kaddanng-kadang menimbulkan masalah sesudah Sectio Caesarea.
Jika ada gas dalam perut, ibu akan merasakan nyeri yang menusuk. Gerak fisik dan bangun dari tempat tidur, pernapasan salam, dan bergoyanng dikursi dapat membantu mencegah dan menghilangkan gas. (Simkin dkk, 2007 dalam Siti dkk, 2013).
k. Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan BAB dan BAK meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi, bau serta masalah eliminasi (Anggraini, 2010). Pada klien post SC biasanya 2-3 hari mengalami kesulitan buang air besar (konstipasi) hal ini dikarenakan ketakutan akan rasa sakit pada daerah sekitar post operasi, takut jahitan terbuka karena menngejan. (handayani,
l. Pemeriksaan laboratorium
Untuk mengkaji apakah ada anemia, pemeriksaan hitung darahh engkap, hematokrit atau haemoglobin dilakukan dalam 2 sampai 48 jam setelah persalinan. Karena banyaknya adaptasi fisiologis
saat wanita kembali ke keadaan sebelum hamil, nilai darah berubah setelah melahirkan. Dengan rata-rata kehilangan darah 400-500 ml, penurunan 1g kadar haemoglobin atau 30% nilai hemmatokrit masih dalam kisaran yang diharapkan. Penurunan nilai yang lebih besar disebabkan oleh perdarahan hebat saat melahirkan, hemoragi, atau anemia prenatal.
Selama 10 hari pertama pascapartum, jumlah sel darah putih dapat meningkat sampai 20.000/mm3 sebelum akhirnya kembali ke nilai normal (Bond, 1993 dalam Sharon J dkk, 2011). Karena komponen selular lekosit iini mirip denngan komponen selular selama infeksi, peningkatan ini dapat menutupi proses infeksi kecuali jika jumlah sel darahh putih lebih tinggi dari jumlah fisiologis.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan digunakan sebagai landasan untuk pemilihan intervensi guna mencapai hasil yang menjadi tanggung jawab perawat.
Diagnosa keperawatan perlu dirumuskan setelah melakukan analisa data dari hasil pengkajian untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang melibatkan klien beserta keluarganya. Dengan demikian asuhan keperawatan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan yakni memenuhi kebutuhan fisik, emosi atau psikologis, tumbuh kembang, pengetahuan atau intelekual, social dan spiritual yang didapatkan Dari pengkajian. (Wilkins
& Williams, 2015). Diantaranya adalah :
a) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan efek agen farmakologis (respon obat anestesi). D.0149
b) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (agen injuri fisik pembedahan). D.0077
c) Resiko infeksi berhubungan dengan faktor resiko episiotomy, laserasi jalan lahir, bantuan pertolongan persalinan. D.0142
d) Konstipasi berhubungan dengan efek agen farmakologis (efek anestesi).
D.0149
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria Hasil
Intervensi
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan efek agen
farmakologis (respon obat anestesi). D.0149
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam maka diharapkan bersihan jalan napas meningkat dengan kriteria hasil :
- Frekuensi napas membaik
- Pola napas membaik
- Gelisah menurun - Sianosi menurun - Dispnea menurun - Sulit bicara
menurun
1. monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
2. monitor bunyi napas tambahan
3. pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-titt dan chin-titt (jaw-thruts jika curiga terjadi traume servical) 4. berikan oksigen, jika
perlu
5. anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak terkonraindikasi
6. kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspetoran, mukolitik.
Jika perlu
2. Nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisik (agen injuri fisik pembedahan). D.0077
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam maka diharapkan tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil :
- keluhan nyeri
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekunsi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respons
- meringis menurun - gelisah menurun - pupil dilatasi
menurun - TTV membaik - Fungsi berkemih
membaik
4. Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri 5. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa nyeri
6. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu 4. Resiko infeksi
berhubungan dengan faktor resiko episiotomy, laserasi jalan lahir, bantuan pertolongan
persalinan. D.0142
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam maka diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil :
- Kemerahan menurun - Nyeri menurun - Bengkak menurun - Letargi menurun - Kadar sel darah
putih membaik - Kultur sel darah
merah membaik - Kultur urine
membaik
- Kultur area luka membaik
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
2. Batasi jumlah pengunjung
3. berikan perawatan kulit pada area luka
4. cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien 5. pertahankan tehnik
atiseptik pada pasien beresiko tinggi
6. jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. kolaborasi pemeberian imunisasi, jika perlu
4. Konstipasi
berhubungan dengan efek agen farmakologis (efek anestesi). D.0149
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam maka diharapkan
1. periksa tanda dan gejala konstipasi
eliminasi fekal membaik dengan kriteria hasil :
- keluhan defekasi lama dan sulit menurun
- mengenjan saat defekasi menurun - distensi abdomen
menurun
- nyeri abdomen menurun
- kram abdomen menurun
- konsistensi feses membaik
- frekuensi defekasi membaik
- peristaltik usus membaik
2. periksa pergerakan usus, karakteristik feses (konsistensi, bentuk, volume dan warna)
3. anjurkan diet tinggi serat
4. jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
5. anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak terjadi kontraindikasi
6. konsultasi dengan tim medis tentang penuruan/peningkatan frekuensi suara usus 7. kolaborasi penggunaan
obat pencahar, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawa untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (potter & pretty, 2011).
Pelaksanaan atau implementasi adalah pelaksanaan dari rencanna intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik (Iyer et al., 1996 dalamm buku Nursalam 2008). Implementasi dapat dilakukan seluruhnya oleh perawat, ibu sendiri, keluarga atau tenaga kesehatan yang lain (Saleha, 2009). Menurut asmadi (2008), implementasi tindakan keperawatan dibedakan menjadi 3 kategori:
a) Independent, yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja sama tanpa petunjuk dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.
b) Interdependent, yaitu suatu kegiatan yang memerlukan kerja dari tenaga k sama dari tenaga kesehatan lainnya.
c) Dependent, berhubungan dengan pelaksanaan rencanna tindakan medis/instruksi dari tenaga medis.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dapat dilakukan pada waktu kegiatan sedang dilakukan.
intermitten dan terminal. Evaluasi yang dilakukan pada saat kegiatan berjalan atau segera setelah implementasi meningkatkan kemampuan perawat dan memodifikasi intervensi. Evaluasi intermitten dilakukan dilakukan pada interval khusus misalnya seminggu sekali, dilakukan untuk mengetahui kemajuan terhadap pencapaian tujuan dan meningkatkan kemampuan perawat untuk memperbaiki setiap kekurangan dan memodifikasi rencana keperawatan agar sesuai dengan kebutuhan. Evaluasi terminal, menunjukkan keadaan pasien pada waktu pulang. Hal tersebut mencakup status pencapaian tujuan dan evaluasi terhadap kemampuan klien untuk perawatan diri sendiri schubungan dengan perawatan lanjutan.
(Wilkins & Williams, 2015). Perumusan evaluasi formatif meliputi 4 komponen yang diikenal istilah SOAP, yaitu:
S: Subjektif (data berupa keluhan informan) O: Objektif (data hasil pemeriksaan)
A: Analisis data (pembanding data dengan teori)
P: Perencanaan
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasienn dalam mencapai tujuan.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari urian yang telah ditulis pada pembahasan dapat disimpulkan bahwa telah mendapatkan gambaran asuhan keperawatan prosedur perawatan luka pada ibu post sectio caesarea untuk mencegah risiko infeksi. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan adapun hal-hal yang dapat disimpulkan pada makalah ini yaitu sebagai berikut, yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan yang dapat diambil dari masing-masing tahapan
Pengkajian Berdasarkan data yang dikumpulkan dengan tehnik observasi dokumentasi. Pengkajian yang telah dilakukan oleh petugas kesehatan tidak terdapat kesenjangan dengan teori yang ada, petugas kesehatan telah mendokumentasikan pengkajian sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Jitowiyono and Kristiyanasari yang peneliti jadikan acuan.
B. Saran
Diharapkan kepada tenaga kesehatan dapat meningkatkan pemberian asuhan keperawatan prosedur perawatan luka pada ibu bersalin secara sectio caesarea serta petugas kesehatan diharapkan dapat melengkapi pendokumentasian yang dibuat pada bagian implementasi dan perlu juga untuk petugas kesehatan melampirkan prosedur yang telah digunakan dalam melakukan perawatan luka serta ada baiknya jika diagnosa keperawatan juga dicantumkan dalam dokumen pasien agar dapat melakukan asuhan keperawatan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Amin & Hardani (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2.Yogjakarta: MediAction Bobak (2005) buku Ajar Keperawatan Maternitas Jakarta:EGC
Mitayani. (2013). Analisa Indikasi Dilakukan Persalinan Sectio Caesarea di
RSUP Dr. Soeradji TirtonrgoroKlaten.
http://eprints.ums.ac.id/25659/Naskah_publikasi.pdf.(Diakses pada tanggal 04 Oktober 2018).
Maryunani Anik. (2010). Nyeri dalam persalinan “teknik dan cara penanganannya”. Jakarta: Trans Info Media
Potter & Perry 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktek Edisi 4. Jakarta: EGC.
Pollard Maria (2015) ASI Asuhan Berbasis Bukti. Jakarta : Buku Kedokteran ECG.
PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikasi Diagnostik. Jakarta : DPP PPNI
PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) (2018). Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI