• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH KONSEP KOMPETENSI TENAGA KERJA DAN PENILAIAN KINERJA DALAM ORGANISASI INDUSTRI

N/A
N/A
Aprilia Putri

Academic year: 2024

Membagikan "MAKALAH KONSEP KOMPETENSI TENAGA KERJA DAN PENILAIAN KINERJA DALAM ORGANISASI INDUSTRI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

KONSEP KOMPETENSI TENAGA KERJA DAN PENILAIAN KINERJA DALAM ORGANISASI INDUSTRI

Kelompok 1

Silvia Nur Ivada (021201022)

Aprilia Aula A’lina Putri (021201025)

Milla Annisa Khasanah (021201030)

Sekar Ratri Sri Anggraeni (021201021)

Wendiles Yikwa (021201053)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO UNGARAN

2023

(2)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahakan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Psikologi Industri yang berjudul “Konsep Kompetensi Tenaga Kerja Dan Penilaian Kinerja Dalam Organisasi Industridengan dosen pengampu Ibu Sri Lestari,S.K.M,M.Kes dan Ibu Dr. Sigit Ambar Widyawati, S.KM., M.Kes.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang tulus memberikan saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Ungaran, 05 Juli 2023

Kelompok 1

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

BAB I PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang...

B. Rumusan Masalah...

C. Tujuan ...

BAB II PEMBAHASAN ...

A. Konsep Dasar Kompetensi Tenaga Kerja ...

B. Model Kompetensi ...

C. Evaluasi Kinerja ...

D. Komunikasi Hasil Penilaian Kerja ...

E. Sistem Penilaian ...

F. Pemutusan Kerja Karyawan ...

BAB III PENUTUP ...

A. Kesimpulan ...

DAFTAR PUSTAKA ...

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan

(5)

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Kompetensi Tenaga Kerja 1. Pengertian Kompetensi

Kompetensi adalah karakteristik-karakteristik dasar yang dapat dihubungkan dengan kinerja yang meningkat dari individu atau tim (Mathis & Jackson, 2011:219). Menurutnya, semakin banyak organisasi menggunakan pendekatan kompetensi dengan alasan utama: untuk mengkomunikasikan perilaku yang dihargai, meningkatkan kemampuan, dan menekankan pada kapabilitas karyawan guna meningkatkan keunggulan kompetitif organisasional

Spencer (dalam Wibowo, 2008 : 87) menyatakan bahwa kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik individu dan mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir. Menurutnya terdapat lima karakteristik kompetensi:

a. Motif, adalah sesuatu yang secara konsisten dipikirkan atau diinginkan orang yang menyebabkan tindakan. Motif mendorong, mengarahkan, dan memilih perilaku menuju tindakan atau tujuan tertentu yang ingin dicapai.

b. Sifat adalah karakteristik fisik dan respons yang konsisten terhadap situasi atau informasi.

c. Konsep diri adalah sikap, nilai-nilai, citra diri seseorang. Kepercayaan diri merupakan keyakinan bahwa individu dapat bertindak efektif dalam setiap situasi dan sekaligus menjadi bagian dari konsep kompetensi.

d. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki dalam bidang tertentu.

e. Keterampilan adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik maupun mental.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi

Menurut Michael Zwell dalam Wibowo, (2008 : 103). Menyetakan terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kompetensi diantaranya:

a. Kepercayaan diri dan nilai pribadi.

Kepercayaan diri dan nilai seseorang terhadap sesuatu tergantung dari pengaruh sikap dan perilakunya. Seseorang yang memiliki nilai dan kepercayaan diri, kreatif dan inovatif, cenderung akan berpikir dan bersikap untuk menemukan tantangan-tantangan baru dalam hidupnya.

b. Keahlian/keterampilan.

(6)

Aspek ini memegang peranan penting dalam bentuk kompetensi.

Pengembangan keahlian/keterampilan dapat diasah dengan upaya-upaya yang tekun, sehingga dapat memberikan dampak positif bagi pembentukan budaya organisasi yang selalu belajar.

c. Pengalaman

Pengalaman merupakan elemen penting dalam membentuk penguasaan kompetensi seseorang terhadap tugas-tugasnya. Seseorang dengan sejumlah pengalaman tertentu dalam mengorganisir sekumpulan orang akan memiliki nilai lebih dibandingkan dengan seseorang yang sama sekali belum pernah memiliki pengalaman manajerial.

d. Karakteristik

Personal Kepribadian seseorang turut berpengaruh terhadap kompetensinya. Kompetensi yang dimiliki seorang yang emosional akan berbeda dengan kompetensi yang dimiliki oleh seorang yang sabar. e) e. Motivasi

Motivasi seseorang terhadap suatu pekerjaan atau aktivitas akan berpengaruh terhadap hasil yang dicapai. Motivasi merupakan faktor yang cenderung dapat diubah. Dorongan, penghargaan, pengakuan, dan perhatian individu dapat berpengaruh terhadap motivasi seseorang

f. Isu-isu emosional

Hambatan dan blok-blok emosional sering kali dapat membatasi penguasaan kompetensi. Ketakutan membuat kesalahan, perasaan malu, perasaan tidak suka, selalu berpikir negatif terhadap seseorang, pengalaman masa lalu yang selalu buruk sangat berpengaruh terhadap penguasaan kompetensi seseorang

g. Kemampuan Intelektual.

Kompetensi tergantung dari kemampuan kognitif, seperti berpikir konseptual dan berpikir konseptual dan berpikir analitis. Perbedaan kemampuan berpikir konseptual dan analitis antara satu sama lain akan membedakan kompetensi seseorang dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan lain-lain.

(7)

B. Model Kompetensi

Penilaian kompetensi atau model kompetensi adalah mengidentifikasi keahlian, pengetahuan dan karakteristik pribadi yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja terbaik dalam pekerjaannya. Penilaian kompetensi ini dilakukan dengan memastikan para karyawan mendapatkan pelatihan dan pengembangan yang diperlukan dalam merealisasikan dan meningkatkan potensi yang dimiliki. Penilaian kompetensi yang diaplikasikan pada suatu organisasi digunakan untuk memutuskan kriteria kesuksesan yang tepat dan menghubungkannya dengan kemampuan yang dibutuhkan oleh seorang karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya.

Kompetensi karyawan sangat diperlukan setiap organisasi terutama untuk meningkatkan kinerja. Menurut Prihadi (2014:57), manfaat kompetensi adalah:

1. Prediktor kesuksesan kerja.

Model kompetensi yang akurat akan dapat menentukan dengan tepat pengetahuan serta keterampilan apa saja yang dibutuhkan untuk berhasil dalam suatu pekerjaan.

2. Merekrut karyawan yang andal.

Apabila telah berhasil ditentukan kompetensi-kompentensi apa saja yang diperlukan suatu posisi tertentu, maka dengan mudah dapat dijadikan kriteria dasar dalam rekrutmen karyawan baru.

3. Dasar penilaian dan pengembangan karyawan.

Indentifikasi kompetensi pekerjaan yang akurat juga dapat dipakai sebagai tolak ukur kemampuan seseorang. Dengan demikian, berdasarkan sistem kompetensi ini dapat diketahui apakah seseorang telah bagaimana mengembangkannya, dengan pelatihan dan pembinaan atau perlu dimutasikan kebagian lain.

C. Evaluasi Kinerja

1. Memperoleh dan meninjau data obyektif

Untuk menilai kinerja karyawan, dilakukan pencarian dan meninjau data yang objektif pada perilaku karyawan. Data yang telah didapatkan akan menjadi dasar yang kuat bagi atasan untuk menilai.

2. Membaca critical-incidents logs

(8)

Setelah mencari objektif data, supervisor membaca seluruh critical incidents tentang karyawan. Membaca catatan tentang insiden dapat mengurangi error of primacy, recency, dan perhatian pada informasi yang tidak biasa.

3. Melengkapi formulir rating

Critical incident logs setelah dibaca dan direview, supervisor dapat menetapkan penilaian kinerja dengan rating. Supervisor harus hati-hati untuk tidak membuat kesalahan dalam common rating seperti kesalahan distribusi, kesalahan halo, proksimity, dan kontras.

a. Kesalahan distribusi, kesalahan dalam mendistribusikan data dalam rating scale. Salah satu jenis distribusi eror disebut leniency error.

b. Halo eror. Terjadi ketika rater melihat individu hanya sekilas saja atau tidak secara keseluruhan.

c. Proximity error. Terjadi saat rating yang dilakukan pada satu dimensi mempengaruhi rating pada dimensi yang dekat pada rating scale.

d. Contrast error. Rating kinerja satu orang dapat disebabkan oleh kinerja orang sebelumnya yang dievaluasi.

e. Reliabilitas rater yang rendah. Ada 3 alasan rendahnya reliabilitas:

1) Rater sering melakukan kesalahan sebelum melakukan diskusi;

2) Rater memiliki standar dan ide yang sangat berbeda tentang karyawan ideal;

3) Dua rater melihat perbedaan perilaku yang sangat besar pada 1 karyawan yang sama.

f. Sampling problems

1) Recency effect. Penilaian kinerja biasanya dilakukan satu atau dua kali tiap tahun.evaluasi dirancang untuk menilai perilaku selama 6 buan atau 1 tahun.

2) Infrequent observasi. Pengamatan jarang dilakukan karena supervisor terlalu sibuk dengan pekerjaan nya sehingga tidak menyempatkan diri untuk melakukan pengamatan pada karyawan.

g. Proses kognitif pada pengamatan perilaku

1) Pengamatan perilaku. Hal-hal yang diamati bisa saja tidak diingat di saat penilaian kinerja karyawan, faktanya yang diingat hanya perilaku umum karyawan tersebut.

(9)

2) Emotional states. Tekanan dimana supervisor ikut berperan dalam kinerjanya. Penelitian Srinivas dan Motowidlo mengemukakan bahwa karyawan yang mengalami stres akan lebih banyak menghasilkan eror daripada karyawan yang tidak mengalami.

3) Bias. Rater yang menyukai karyawan atau menganggap mirip akan memberikan nilai yang lebih daripada karyawan yang tidak disukai

4. Komunikasi Hasil Penilaian Kerja

Sebagian besar supervisor dalam suatu organisasi menghabiskan waktu beberapa menit dengan karyawan setiap enam bulan, untuk memberi tahu mereka, hasil penilaian yang mereka dapat selama periode evaluasi terbaru. Dalam pendekatan “tell and sell” pada interview penilaian kinerja, supervisor “tells”

(memberitahu) kauryawan apa saja kinerja mereka yang buruk, kemudian “sells”

(menjual) ketika karyawan mampu meningkatkan kinerjanya.

1. Sebelum melakukan Interview

a. Mengalokasikan Waktu. Supervisor dan karyawan harus mempunyai waktu untuk mempersiapkan review interview. Paling sedikit memerlukan waktu satu jam untuk persiapan wawancara dan satu jam untuk wawancara itu sendiri.

b. Menjadwalkan Interview. Lokasi interview sebaiknya di tempat netral yang dapat memastikan privasi dan memperbolehkan supervisor dan karyawan untuk saling bertatapan tanpa adanya meja di antara mereka sebagai pembatas komunikasi. Formal interview mengenai penilaian kinerja biasanya paling sedikit enam bulan sekali, namun informal

“progress checks” harus dilakukan sepanjang tahun untuk memperoleh umpan balik.

c. Mempersiapkan Interview. Dalam mempersiapkan wawancara, supervisor harus mengulas penilaian yang telah ia tentukan kepada karyawan dan alasan memberi penilaian tersebut. Tahap ini penting, karena kualitas umpan balik yang diberikan kepada karyawan akan mempengaruhi kepuasan kerja mereka.

2. Selama Wawancara Ketika melakukan wawancara, supervisor harus mengkomunikasikan hal-hal berikut:

a. peran penilaian kinerja;

(10)

b. bagaimana penilaian kinerja dilakukan;

c. bagaimana proses evaluasi diselesaikan;

d. ekspetasi bahwa penilaian interview dapat menjadi interaktif; dan

e. tujuan pemahaman dan peningkatan kinerja. Supervisor mengakui bahwa ada faktor eksternal yang menyebabkan buruknya kinerja karyawan.

Kesadaran dan pengakuan terhadap faktor eksternal ini sangat penting, karena kita memiliki kecenderungan fundamental attribution error, untuk menghubungkan kesalahan seseorang atau kinerja yang buruk disebabkan oleh faktor pribadi, dibandingkan oleh faktor situasional.

5. Sistem Penilaian

Menurut Mondy & Noe(2005), karakteristik sistem penilaian yang efektif, adalah:

a. Kriteria yang terkait dengan pekerjaan Kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja karyawan harus berkaitan dengan pekerjaan / valid.

b. Ekspektasi Kinerja Sebelum periode penilaian, para manajer harus menjelaskan secara gamblang tentang kinerja yang diharapkan kepada pekerja.

c. Standardisasi Pekerja dalam kategori pekerjaan yang sama dan berada di bawah organisasi yang sama harus dinilai dengan menggunakan instrumen yang sama.

d. Penilaian yang Cakap Tanggung jawab untuk menilai kinerja karyawan hendaknya dibebankan kepada seseorang atau sejumlah orang, yang secara langsung mengamati paling tidak sampel yang representatif dari kinerja itu.

Untuk menjamin konsistensi penilaian, para penilai harus mendapatkan latihan yang memadai.

e. Komunikasi Terbuka Pada umumnya, para pekerja memiliki kebutuhan untuk mengetahui tentang seberapa baik kinerja mereka.

f. Akses Karyawan Terhadap Hasil Penilaian Setiap pekerja harus memperoleh akses terhadap hasil penilaian. Kerahasiaan akan menumbuhkan kecurigaan.

Menyediakan akses terhadap hasil penilaian memberikan kesempatan karyawan untuk mendeteksi setiap kesalahannya.

g. Proses Pengajuan Keberatan (due process) Dalam hubungannya dengan pengajuan keberatan secara formal atas hasil penilaiannya, penetapan due process merupakan langkah penting.

(11)

6. Pemutusan Kerja Karyawan 1. Employment-at-Will Doctrine

Employment-at-Will Doctrine merupakan pendapat pengadilan pada sebagian besar negara bahwa atasan memiliki hak untuk mempekerjakan dan memecat karyawan atas keinginan dan tanpa sebab spesifik. Beberapa batasan pada Employment-at-Will Doctrine (Falcone, 2002):

a. Hukum Negara (beberapa negara hanya memperbolehkan karyawan dipecata jika ada penyebabnya);

b. Ketentuan hukum federal atau negara (karyawan tidak dapat dipecat karena dilindungi oleh hukum federal atau negara);

c. Kebijakan publik (atasan tidak dapat memecat karyawannya yang menjalankan kewajiban hukum);

d. Kontrak (karyawan yang telah menandatangani kontrak dengan waktu kerja yang telah ditetapkan, tidak dapat dipecat tanpa adanya penyebab);

e. Kontrak tersirat (Employment-at-Will akan dibatalkan jika atasan menyiratkan bahwa karyawan “memiliki pekerjaan untuk hidup” atau tidak dapat memecat dengan alasan tertentu; dan

f. Perjanjian terhadap kepercayaan yang baik dan adil (atasan bebas untuk mempekerjakan maupun memecat karyawan, namun pengadilan mengatur bahwa atasan harus tetap bertindak baik dan adil). Employment-at-Will Statements merupakan pernyataan dalam aplikasi kerja dan pengguna perusahaan menegaskan kembali sebuah hak untuk mempekerjakan dan memecat atas keinginan.

2. Alasan Legal untuk Pemutusan Kerja Karyawan

a. Periode Prabakti. Dalam banyak pekerjaan, karyawan diberikan periode prabakti untuk menyakinan bahwa mereka memiliki kinerja yang baik.

Namun, mengakhiri karyawan lebih mudah pada periode ini dibandingkan periode lain.

b. Pelanggaran Peraturan Perusahaan. Pengadilan mempertimbang lima faktor dalam menetukan legalitas suatu keputusan dalam mengakhiri karyawan yang karena pelanggaran terhadap peraturan perusahaan, yaitu:

1) Peraturan mengenai perilaku tertentu harus benar-benar ada;

2) Perusahaan harus memastikan karyawan telah mengetahui peraturan;

(12)

3) Kemampuan atasan untuk membuktikan bahwa karyawan telah melanggar peraturan;

4) Sejauh mana peraturan telah ditegakkan; dan

5) Sejauh mana hukuman yang diberikan cocok untuk pelanggar aturan.

Salah satu hal yang dicoba untuk mengubah perilaku seseorang adalah progressive discipline, meyediakan karyawan dengan hukuman dengan ditingkatkan kesulitannya, sebagai kebutuhan, untuk mengubah perilaku.

c. Ketidakmampuan untuk Melakukan. Meskipun, perusahaan perlu untuk membuktikan bahwa karyawan tidak mampu melakukan pekerjaan dan progressive discipline telah diberikan untuk memberikan kesempatan karyawan untuk berkembang. Dalam mengakhiri karyawan, harus memiliki alasan yang terstandarisasi.

d. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Mengurangi jumlah karyawan dalam perushaan karena adanya kepentingan ekonomi dari suatu perusahaan.

3. Rapat Pemutusan

a. Sebelum melakukan Rapat. Tahap pertama, pastikan bahwa proses hukum telah diikuti. Kemudian tentukan seberapa banyak bantuan yang perusahaan ingin tawarkan kepada karyawan. Yang terkahir adalah, jadwalkan pada tempat dan waktu yang sesuai untuk rapat.

b. Selama Rapat.Supervisor sebaiknya langsung pada inti mengenai pemutusan kerja karyawan. Setelah itu, karyawan diminta untuk mengumpulkan barang-barangnya dan dikawal keluar pintu.

c. Seteleh Rapat. Reaksi alami dari supervisor adalah merasa berdosa.

Namun supervisor harus mengulas fakta bahwa ia telah memberi kesempatan kepada karyawan, namun tidak digunakan

(13)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

(14)

DAFTAR PUSTAKA

https://perpustakaan.pancabudi.ac.id/dl_file/penelitian/19270_2_BAB_II.pdf https://repository.uin-suska.ac.id/13286/7/7.%20BAB%20II_2018330MEN.pdf https://etheses.uinsgd.ac.id/40781/1/KINERJA%20KARYAWAN

%202%20CETAK.pdf

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/ed975629483c71792cbe2de4 039708d9.pdf

Referensi

Dokumen terkait