• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH MEMBAHAS RPP

N/A
N/A
PUTRI ANANDA SIREGAR 19@110

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH MEMBAHAS RPP"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

MEMBAHAS RPP

Disusun oleh:

Kelompok 11

1. Sasmita Sori Siregar (22140144) 2. Riski Sepriani Harahap (22140143) 3. Wisdah Medani Dalimunthe (22140150) 4. Veni Oktaviani Hasibuan (22140153)

5. Yuli Ani Nasution (22140154)

Mata Kuliah : Pengembangan Program Pengajaran Dosen Pengampuh : Rahma Hidayanthi, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DAN BAHASA INSTITUT PENDIDIKAN TAPANULI SELATAN (IPTS)

2023

(2)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas ridho dan hidayah nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah ini dengan usaha maksimal. Semoga dengan terselesaikannya tugas ini dapat memberi pelajaran positif bagi kita semua.

Terimakasih juga kami sampaikan atas petunjuk yang di berikan sehingga kami dapat menyelasaikan tugas Makalah ini dengan usaha semaksimal mungkin.

Terimakasih pula atas dukungan para pihak yang turut membantu terselesaikannya makalah ini, Ayah Ibu, teman-teman serta semua pihak yang penuh kebaikan dan telah membantu kelompok kami.

Terakhir kali sebagai seorang manusia biasa yang mencoba berusaha sekuat tenaga dalam penyelesaian makalah ini, tetapi tetap saja tak luput dari sifat manusiawi yang penuh khilaf dan salah, oleh karena itu segenap saran kelompok kami, kami harapkan dari semua pihak guna perbaikan tugas-tugas serupa di masa datang.

Padangsidimpuan, Desember 2023 Penulis

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar...i

Daftar Isi...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...2

C. Tujuan Masalah...2

BAB II PEMBAHASAN...3

A. Mengembangkan Sekolah Demokratis...3

B. Berdisiplin Moral Berbasis Berkarakter...7

C. Koperatif Berbasis Berkarakter...10

D. Progresif Berbasis Berkarakter ... 12 BAB III PENUTUP...16

a. Kesimpulan...16

b. Saran...17 DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Indonesia belum mempunyai pendidikan karakter yang efektif untuk menjadikan bangsa Indonesia yang berkarakter (tercermin dari tingkah lakunya). Padahal ada beberapa mata pelajaran yangberisikan tentang pesan-pesan moral, misalnya pelajaran agama, kewarganegaraan, dan pancasila. Namun proses pembelajaran yang dilakukan adalah dengan pendekatan penghafalan (kognitif).Para siswa diharapkan dapat menguasai materi yang keberhasilannya diukur hanya dengan kemampuan anak menjawab soal ujian (terutama dengan pilihan berganda). Karena orientasinya hanyalah semata-mata hanya untuk memperoleh nilai bagus, maka bagaimana mata pelajaran dapat berdampak kepada perubahan perilaku, tidak pernah diperhatikan. Sehingga apa yang terjadi adalah kesenjangan antara pengetahuan moral (cognition) dan perilaku (action).

Semua orang pasti mengetahui bahwa berbohong dan korupsi itu salah dan melanggar ketentuan agama, tetapi banyak sekali orang yang tetap melakukannya. Tujuan akhir dari pendidikan karakter adalah bagaimana manusia dapat berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah moral.

Tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Indonesia tidak pernah berhenti dalam menyelenggaanrakan program pendidikan dalam keadaan bagaimanapun juga. Namun hingga saat ini keadaan bangsa kita masih mengalami kondisi yang yang tidak kondusif. Bahkan berkembangnya prilaku baru yang sebelum era global tidak banyak muncul, kini cenderung meluas, antara lain: (1) meningkatnya kekerasan di kalangan masyarakat;

(2) penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk, cenderung tidak menggunakan kata baku; (3) pengaruh peer-group (geng) yang kuat dalam tindak kekerasan; (4) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan narkoba, alkohol, dan seks bebas; (5) semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk; (6) menurunnya etos kerja; (7) semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru; (8) rendahnya rasa

(5)

tanggung jawab individu dan warga negara; (9) membudaya-nya ketidakjujuran; dan (10) adanya rasa saling curiga dan kebencian di antara sesama.

Pendidikan karakter pada anak usia sekolah dasar, dewasa ini sangat diperlukan dikarenakan saat ini Bangsa Indonesia sedang mengalami krisis karakter dalam diri anak bangsa. Karakter di sini adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, bepikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan tersebut berupa Sejumlah nilai moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, hormat pada orang lain, disiplin, mandiri, kerja keras, kreatif. Berbagai permasalahan yang melanda bangsa belakangan ini ditengarai karena jauhnya kita dari karakter, oleh karena itu pentingnya menciptakan sekolah yang berkarakter.

Sekolah adalah tempat yang strategis untuk pendidikan karakter karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah, sehingga apa yang didapatkannya di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mengembangkan sekolah demokratis?

2. Bagaimana berdisiplin moral berbasis berkarakter?

3. Bagaimana koperatif berbasis berkarakter?

4. Bagaimana progresif berbasis berkarakter?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui mengembangkan sekolah demokratis.

2. Mengetahui berdisiplin moral berbasis berkarakter.

3. Mengetahui koperatif berbasis berkarakter.

4. Mengetahui progresif berbasis berkarakter.

(6)

BAB II PEMBAHASAN A. Mengembangkan Sekolah Demokratis

Demokrasi dalam Perspektif Pendidikan. Demokrasi, secara etimologi, berasal dari bahasa Latin, dari akar kata demos yang berarti rakyat dan cratos yang berarti kekuasaan, sehingga secara sederhana demokrasi dapat diartikan sebagai kedaulatan ditangan rakyat. Secara terminologi, sebagaimana disampaikan Sparingga, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakilnya yang dipilih lewat pemilihan bebas. Prinsip utama demokrasi adalah (a) kedaulatan di tangan rakyat, (b) pemerintahan berdasarkan persetujuan dari mereka yang diperintah, (c) kekuasaan mayoritas, (d) hak-hak minoritas, (e) jaminan hak-hak azasi manusia, (f) pemilihan yang bebas dan jujur, (g) persamaan di depan hokum, (h) proses hukum yang wajar, (i) pembatasan pemerintahan secara konstitusional, (j) pluralisme dalam aspek sosial ekonomi dan politik, (k) nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat.

Bagaimana konsep demokrasi dalam perspektif pendidikan?

Demokrasi pada dasarnya mengakui setiap warga negara sebagai pribadi yang unik, berbeda satu sama lain dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Demokrasi memberikan kesempatan yang luas bagi pelaksanaan dan pengembangan potensi masing-masing individu tersebut, baik secara fisik maupun mental spiritual. Demokrasi juga mengakui bahwa setiap individu mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Karena itu, pendidikan yang demokratis adalah pendidikan yang menempatkan peserta didik sebagai individu yng unik berbeda satu sama lain dan mempunyai potensi yang perlu diwujudkan dan dikembangkan semaksimal mungkin. Untuk itu pendidikan yang demokratis harus memberikan treatmen berbeda kepada sasaran didik yang berbeda sesuai dengan karakteristik masing- masing. Pendidikan yang demokratis juga

(7)

menuntut partisipasi aktif peserta didik bersama guru dalam merencanakan, mengembangkan dan melaksanakan proses belajar- mengajar. Partisipasi orang tua dan masyarakat juga amat penting dalam merancang, mengembangkan dan melaksanakan proses pendidikan tersebut.

Demokrasi, dalam lingkup pendidikan, adalah pengakuan terhadap individu peserta didik, sesuai dengan harkat dan martabat peserta didik itu sendiri, karena demokrasi adalah alami dan manusiawi. Ini berarti bahwa penelitian pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan harus mengakui dan menghargai kemampuan dan karakteristik individu peserta didik. Tidak ada unsur paksaan atau mencetak siswa yang tidak sesuai dengan harkatnya. Dengan demikian, demokrasi berarti perilaku saling menghargai, saling menghormati, toleransi terhadap pihak lain termasuk pengendalian diri dan tidak egois. Dalam proses pendidikan, semua pihak yang terkait menyadari akan alam atau atmosfir yang bernuansa saling menghargai tersebut, yaitu antara guru dengan guru, antara guru dengan siswa dan antara guru dengan pihak-pihak anggota masyarakat termasuk orang tua dan lain-lain. Ini berarti bahwa dalam semangat demokrasi seorang harus tunduk kepada keputusan bersama atau kesepakatan bersama. Tidak terjadi keharusan penerimaan tanpa unsur paksaan, tetapi kesepakatan bersama yang akan menjadi sikap mereka semua. Dengan kata lain, seseorang menerima keputusan bersama dengan rasa ikhlas karena menomerduakan kepentingan pribadi dan tunduk kepada tuntutan kesejahteraan umum.

Demokrasi dalam pendidikan dan pembelajaran menggunakan pengertian equal opportunity for all. Artinya, anak didik mendapat peluang yang sama dalam menerima kesempatan dan perlakuan pendidikan. Guru memberikan kesempatan yang sama kepada setiap individu untuk mengikuti setiap kegiatan pendidikan.

Hubungan Pendidikan dan Demokrasi.

(8)

Dalam kaitan antara pendidikan dan demokrasi terdapat dua pendapat yang saling bertentangan. Pertama, muncul di lingkungan penganut paham demokrasi liberal yang menentang sekolah dijadikan sebagai instrumen sosialisasi politik yang menguntungkan penguasa.

Sebab, pendidikan akan menghasilkan lulusan yang tidak memiliki kemandirian dan cenderung menjadi robot.

Menurut kelompok ini pendidikan harus ditempatkan sebagai instrumen untuk mengembangkan watak demokratis, meningkatkan daya kritis, mendorong semangat untuk mengejar pengetahuan dan senantiasa menjunjung harkat dan martabat manusia. Kedua, menyatakan bahwa pendidikan merupakan suatu instrumen untuk mengembangkan kesadaran, sikap dan perilaku politik dengan harapan siswa menjadi warga masyarakat yang baik. Dalam pandangan ini pendidikan sebagai alat sosialisasi politik merupakan kenyataan yang tidak perlu dipungkiri lagi.

Dewasa ini tidak ada satupun negara yang tidak menggunakan pendidikan sebagai instrumen sosialisasi politik, bahkan di Barat (AS) sekalipun yang dianggap sebagai pendekar Demokrasi dan HAM. Mereka tetap menjadikan pendidikan sebagai alat indoktrinasi politik. Dalam buku-buku teks Civics selalu ditekankan bahwa sistem kapitalitas paling baik dan sistem lain jelek.

Demikian juga dalam setiap buku diuraikan bahwa kehidupan negara-negara sedang berkembang masih sangat terbelakang. Demokrasi dan pendidikan, sesungguhnya, saling berkaitan satu sama lain dan mempunyai bubungan timbal balik. Misalnya: pendidikan jika dimaknai suatu proses bantuan untuk mengembangkan seluruh potensi peserta didik, maka pendidikan harus dilaksanakan secara demokratis (sering disebut dengan istilah demokrasi pendidikan).

Pendidikan yang demokratis mempunyai ciri adanya suasana belajar yang berkemampuan optimal menumbuhkan potensi peserta didik untuk tujuan tertentu. Begitu juga sebaliknya, agar nilai-nilai demokrasi (hak-hak asasi), kebebasan, keadilan, persamaan dan keterbukaan) dapat

(9)

dipahami dan memiliki peserta didik, maka perlu pendidikan. Pendidikan tersebut berfungsi menanamkan nilai-nilai demokrasi kepada peserta didik (pendidikan demokrasi atau pendidikan tentang demokrasi).

Mewujudkan Demokrasi Lewat Pendidikan.

Pendidikan mempunyai cakupan luas, jalur sekolah, luar sekolah dan keluarga. Pendidikan sekolah sendiri terdiri atas jenjang pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Untuk mewujudkan demokrasi dalam dan lewat sekolah, menurut John Dewey, sekolah harus menjalankan tiga fungsi berikut, (1) sekolah harus memberikan lingkungan yang disederhanakan dari kebudayaan kompleks yang ada, yaitu dipilih dari segi fundamental yang dapat diserap oleh remaja, (2) sekolah sejauh mungkin mengeliminasi segi-segi yang tidak baik dari lingkungan yang ada, meniadakan hal-hal yang remeh dan tak berguna dari masa lampau dan memilih yang terbaik dan memungkinkan anak-anak menjadi warga negara yang lebih baik dan membentuk masyarakat masa depan yang lebih maju dan sejahtera, (3) sekolah hendaknya menyeimbangkan berbagai unsur dalam lingkungan sosial serta mengusahakan agar masing-masing individu mendapat kesempatan untuk melepaskan dirinya dari keterbatasan-keterbatasan kelompok sosial dimana dia lahir.

Konsep tersebut sesuai dengan paradigma pendidikan sistematik organik yang menyatakan bahwa proses pendidikan formal sistem persekolahan harus memiliki empat ciri sebagai berikut: (1) Pendidikan lebih menekankan pada proses pembelajaran daripada mengajar, (2) Pendidikan diorganisir dalam struktur yang fleksibel, (3) Pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri dan (4) Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan.

Dengan demikian, perwujudan sekolah yang mensosialisakan paham dan sikap demokratis, seperti ditulis Zamroni, dapat dikaji berdasar empat aspek:

(10)

1) aspek status siswa, berorientasi pada pendidikan modern yang mempunyai asumsi bahwa pendidikan berlangsung dari lahir sampai mati. Artinya, sekolah adalah kehidupan itu sendiri dan sebaliknya kehidupan itu adalah sekolah atau pendidikan. Karena itu, sekolah merupakan kehidupan riel siswa itu sendiri bukan tempat mempersiapkan siswa bagi kehidupan mendatang. Hal ini sesuai dengan pendapat John Dewey sebagaimana dikutip Zamroni, school is not preparation for life but life itself (sekolah bukan bekal untuk hidup tetapi kehidupan itu sendiri). Implikasi dari orientasi ini adalah anak didik merupakan subyek dalam proses pendidikan. Kehidupan sosial siswa merupakan sumber transformasi kehidupan. Peran penting dalam proses pendidikan bukan terletak pada mata pelajaran yang diberikan, melainkan terletak pada aktivitas sosial siswa sendiri.

Orientasi pendidikan modern ini memberikan penekanan dan tempat berkembangnya kreativitas, kemandirian, toleransi dan tanggung jawab siswa.

2) aspek fungsi guru: yaitu bahwa guru sebagai fasilitator dan motivator.

Fungsi guru ini akan muncul jika siswa berstatus sebagai subyek dalam proses pendidikan, karena sebagai fasilitator dan motivator guru akan lebih banyak bersifat tut wurihandayani dengan memberikan dorongan dan motivasi agar siswa dapat memperluas kemampuan pandang untuk mengembangkan berbagai alternatif dalam aktivitas kehidupan dan memperkuat kemauan untuk mendalami serta mengembangkan apa yang telah dipelajari dalam proses pendidikan.

3) Dimensi Materi Pendidikan: yaitu materi pendidikan bersifat problem oriented, guru menyampaikan bahan pengajaran berangkat dari problem riel yang dihadapi siswa dan lingkungan masyarakatnya.

Dalam membangun sistem pendidikan yang demokratis di Indonesia melibatkan seluruh pelaku pendidikan dalam mempersiapkan, merancang dan mengembangkan lembaga pendidikan yang berlandaskan prinsip-

(11)

prinsip dan nilai-nilai demokrasi Pancasila. Nilai demokrasi harus melekat pada seluruh komponen pendidikan yaitu nilai demokrasi melekat pada guru, peserta didik, kurikulum, sarana pendidikan, proses pendidikan dan lingkungan pendiidkan.

B. Berdisiplin Moral Berbasis Berkarakter

Salah satu nilai karakter yang perlu dikembangkan adalah disiplin.

Nilai karakter disiplin sangat penting dimiliki oleh manusia agar kemudian muncul nilai-nilai karakter yang baik lainnya.

Pentingnya penguatan karakter disiplin didasarkan pada alasan bahwa, sekarang banyak terjadi perilaku menyimpang yang bertentangan dengan norma kedisiplinan. Perilaku tidak disiplin sering ditemui di lingkungan sekolah, termasuk sekolah dasar.

Sebagai contoh perilaku tidak disiplin antara lain, datang ke sekolah tidak tepat waktu, tidak memakai seragam yang lengkap sesuai dengan yang tercantum dalam tata tertib sekolah, duduk atau berjalan dengan seenaknya menginjak tanaman yang jelas-jelas sudah dipasang tulisan “dilarang menginjak tanaman”, membuang sampah sembarangan, mencorat-coret dinding sekolah, membolos, mengumpulkan tugas tidak tepat waktu, tidak menggunakan seragam sesuai aturan, dan lain-lain.

Terjadinya perilaku tidak disiplin di sekolah, menunjukkan bahwa telah terjadi permasalahan serius dalam hal pendidikan karakter disiplin.

Munculnya perilaku tidak disiplin menunjukkan bahwa pengetahuan terkait karakter yang didapatkan siswa di sekolah, tidak membawa dampak positif terhadap perubahan perilaku siswa sehari-hari.

Pada dasarnya siswa tahu bahwa perilakunya tidak benar, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk membiasakan diri menghindari perilaku yang salah tersebut. Hal ini merupakan dalam proses pendidikan karakter yang terjadi. Bisa jadi pendidikan karakter yang dilakukan selama ini baru pada tahap pengetahuan saja, belum sampai pada perasaan dan

(12)

perilaku yang berkarakter. Proses pembelajaran lebih banyak mengajarkan siswa pengetahuan verbalistik yang kurang mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi kehidupan sosial yang akan mereka temui.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, perlu memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan karakter. Karena sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan yang mengemban tugas mengembangkan nilai karakter. Nilai-nilai karakter itu antara lain, kejujuran, keterbukaan, toleransi, kebijaksanaan, disiplin diri, kemanfaatan, saling menolong dan kasih sayang, keberanian, dan nilai-nilai demokrasi. Dari sejumlah nilai karakter yang perlu ditanamkan tersebut, disiplin diri merupakan salah satu nilai karakter yang penting dikembangkan.

Upaya pendidikan nilai moral dalam membina disiplin siswa di sekolah, bertujuan mengidentifikasi; upaya guru membina disiplin siswa terhadap peraturan tata tertib sekolah, nilai-nilai yang ditanamkan oleh guru melalui pendidikan nilai moral membina disiplin siswa, hambatan- hambatan yang dihadapi guru membina disiplin siswa.

Pertama, upaya guru dan kepala sekolah dalam membina disiplin siswa di sekolah, diterapkan tiga pendekatan yaitu: (1) keteladanan dari kepala sekolah dan guru serta pegawai sekolah, (2) penegakan hukum secara preventif-persuasif dengan sosialisasi tata tertib sedini dan melibatkan siswa dalam kegiatan sekolah, dan (3) penegakan hukum secara represif dengan memberi sanksi pada siswa yang melanggar.

Kedua, nilai-nilai yang ditanamkan guru dalam membina disiplin siswa terhadap tata tertib sekolah yang digali dari keteladanan dan penataan kegiatan sekolah, adalah nilai religius, tanggung jawab, kebersihan, kesehatan, kesopanan, kerja sama, pengetahuan, ukhuwah, kepercayaan, keikhlasan, kebersamaan dan rekreasi. Seperangkat nilai tersebut belum memiliki makna, jika belum diupayakan pembinaannya kepada siswa, sehingga menjadi kebiasaan hidup sehari-hari.

(13)

Ketiga, hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam membina disiplin siswa seperti: (1) ketidaktegasan dalam menjatuhkan sanksi; (2) sanksi yang tidak seragam; (3) lemahnya pengawasan, dan (4) faktor subjektif siswa.

Hambatan-hambatan tersebut dapat ditanggulangi melalui: (1) meningkatkan kekompakan dan kedisiplinan kepala sekolah dan guru serta pegawai sekolah, baik dalam pemberian sanksi maupun menjalankan tugas yang telah digariskan; (2) lebih mengacu kepada peraturan tata tertib sekolah yang telah disepakati; (3) mengintensifkan program pertemuan tripartite antara sekolah, orangtua/wali siswa dan masyarakat, serta menyatukan sekolah dengan masyarakat melalui kegiatan sosial; (4) sosialisasi peraturan tata tertib sekolah kepada siswa sedini mungkin dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap nilai agama melalui kegiatan keagamaan.

Dalam hal ini, diharapkan kepala sekolah dapat mengefektifkan program supervisi, pengawasan yang dilanjutkan dengan melakukan pembinaan terhadap guru-guru dalam mendisiplinkan siswa.

Kemudian bagi guru, hendaknya memberi sanksi yang tegas kepada siswa yang melanggar tata tertib sekolah, lebih konsisten dalam menerapkan disiplin siswa dengan menampilkan sikap dan perilaku yang dapat diteladani oleh siswa. Sedangkan bagi siswa, memiliki kesadaran untuk melaksanakan peraturan tata tertib yang berlaku di sekolah.

Dengan demikian, membangun karakter disiplin sangat perlu bagi siswa melalui nilai-nilai moral yang ada di lingkungannya, bisa di keluarga, sekolah, dan masyarakat sekitarnya. Dengan tidak menutup kemungkinan, membangun karakter disiplin dapat menunjang siswa untuk menanamkan nilai-nilai moral dalam dirinya. Siswa juga yang menjalankan nilai moral dapat mengerti tentang kedisiplinan yang ada dalam masyarakat sekitarnya.

(14)

Dianjurkan agar di sekolah lebih ketat dengan kedisiplinan, karena kebanyakan anak menghabiskan hari-harinya di sekolah. Hal ini bertujuan untuk memperkuat nilai moral yang juga pasti dibantu oleh pengajaran di sekolah.

C. Koperatif Berbasis Berkarakter

Sekolah Kooperatif yaitu sekolah yang memberikan kebebasan kepada siswa baik mengenai pendidikan maupun biaya yang disesuaikan dengan kemampuan orang tua tanpa merendahkan derajat sama sekali.

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan salah satu strategi pembelajaran yang membelajarkan siswa secara berkelompok dan saling bekerja sama atau membantu untuk memecahkan suatu permasalahan. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda.

Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

a. Para siswa harus berusaha untuk memahami materi, memperluas

materi, mendalami materi dan menyimpulkan hasil belajar secara bersama-sama. Nilai kebersamaan menjadi ukuran penentu untuk keberhasilan belajar diantara mereka semuanya.

b. Para siswa harus seia sekata dan mempunyai tujuan yang sama.

c. Para siswa harus memiliki tanggung jawab yang maksimal terhadap

diri sendiri dan terhadap setiap siswa lain dalam kelompoknya dalam mempelajari materi yang dihadapinya.

d. Para siswa harus mampu membagi tugas dan tanggung jawab yang

sama besarnya diantara para anggota kelompok.

e. Adanya pembagian kepemimpinan sementara untuk memperoleh

ketrampilan dan bekerja sama dengan baik selama belajar.

f. Setelah proses kegiatan belajar mengajar selesai, anggota kelompok

harus dapat mempertanggung-jawabkan materi belajar secara

(15)

individual meskipun proses pembelajaran dilakukan secara berkelompok.

Manfaat yang dapat diambil dari pembelajaran kooperatif antara lain adalah sebagai berikut :

a. Mempercepat peningkatan kemajuan belajar siswa. (Pencapaian standar

akademik mencapai nilai yang tinggi)

b. Absensi siswa bertambah baik. Artinya dapat mempertinggi tingkat

kehadiran siswa, berkurangnya kenakalan-kenakalan siswa, dan berkurangnya jumlah siswa yang membolos.

c. Menimbulkan sikap siswa kearah yang lebih positif.

d. Menumbuhkan rasa senang para siswa untuk berada di sekolahnya.

e. Mampu menambah motivasi dan rasa percaya diri siswa dalam kegiatan

belajar mengajar. Elaborasi siswa meningkat.

f. Menumbuhkan rasa senang dan saling membutuhkan diantara para siswa.

g. Pembelajaran kooperatif mudah diterapkan dan sangatlah murah.

D. Progresif Berbasis Berkarakter

Sekolah Progresif Berbasis Karakter adalah sekolah yang menerapkan pendidikan progresif dengan berdasar pada implementasi nilai-nilai karakter supaya menjadi budaya sekolah yang berkarakter.

Pembelajaran di sekolah ini menyediakan pengalaman-pengalaman belajar siswa agar potensi siswa dapat berkembang secara optimal dalam segala aspek terutama aspek afektifnya sehingga tercipta budaya sekolah berkarakter.

Pendidikan merupakan proses sosial bagi orang yang belum dewasa ( Anak-anak ) untuk menjadi bagian yang aktif dan partisipatif dalam masyarakat. Sekolah adalah lingkungan khusus yang dibentuk oleh anggota masyarakat dengan tujuan untuk menyederhanakan, memudahkan dan menyatukan pengalaman – pengalaman sosial agar dapat dipahami, diuji dan digunakan oleh anak itu sendiri dalam kehidupan sosial.Pendidikan haruslah mampu mengembangkan kemampuan personal

(16)

dan sosial peserta didik. Oleh karena itu peran pendidikan adalah membangun kembali pengalaman yang mampu memberikan makna terhadap kehidupan peserta didik dan yang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memecahkan persoalan – persoalan yang dihadapi dimasa kini dan masa yang akan datang.

Pembelajaran Progresif Berbasis Karakter adalah pembelajaran yang didasarkan pada kepentingan siswa dengan mengimplementasikan nilai-nilai karakter. Pembelajaran yang dilaksanakan berbasis pengalaman dan menekankan pada pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat.

Pembelajaran Progresif timbul sebagai reaksi terhadap kekurangan- kekurangan Pembelajaran Tradisional.

Pembelajaran Progresif Berbasis Karakter adalah pembelajaran yang didasarkan pada kepentingan siswa dengan mengimplementasikan nilai-nilai karakter. Pembelajaran yang dilaksanakan berbasis pengalaman dan menekankan pada pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat.

Pembelajaran Progresif timbul sebagai reaksi terhadap kekurangan- kekurangan Pembelajaran Tradisional. Program pendidikan progresif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Penekanan pada learning by doing, pembelajaran ekspedisi,

pengalaman belajar

2. Kurikulum terpadu difokuskan pada unit tematik

3. Integrasi kewirausahaan dalam pendidikan

4. Penekanan kuat pada pemecahan masalah dan berpikir kritis

5. Kelompok kerja dan pengembangan keterampilan sosial

6. Memahami dan tindakan sebagai tujuan belajar sebagai lawan

pengetahuan hafalan

7. Proyek pembelajaran kolaboratif dan kooperatif

8. Pendidikan untuk tanggung jawab sosial dan demokrasi

9. Pemilihan isi pelajaran dengan melihat ke depan untuk meminta

keterampilan apa yang akan dibutuhkan dalam masyarakat masa depan

(17)

10. Penekanan pada buku teks yang mendukung sumber daya bervariasi pembelajaran

11. Penekanan pada belajar seumur hidup dan keterampilan sosial

12.Penilaian oleh evaluasi proyek dan produksi anak (berfokus pada proses)

13. Berpusat pada murid (student center) 14. Pendidikan untuk saat ini

15. Positif disiplin

16. Berorientasi pada proses

17. Memanfaatkan beragam cara belajar

18. Konsep yang disajikan untuk penyelidikan oleh murid

Salah satu contoh pelaksanaan Pembelajaran Progresif Berbasis Karakter adalah Program “We the Peple..Project Citizen” dengan langkah- langkah pembelajaran sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi masalah kebijakan publik yang ada dalam masyarakat

Pada langkah ini kelas difasilitasi untuk dapat mengidentifikasi berbagai masalah yang ada di lingkungan masyarakat dengan melalui pengamatan, interview, dan studi dokumentasi yang dilakukan secara kelompok.

2. Memilih masalah sebagai fokus kajian kelas

Pada langkah ini, kelas difasilitasi untuk mengkaji berbagai masalah itu dan kemudian memilih satu masalah yang paling layak untuk dipecahkan.

3. Mengumpulkan informasi terkait masalah yang menjadi fokus kajian

kelas

Pada langkah ini kelas difasilitasi untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan dalam rangka pemecahan masalah tersebut dari berbagai sumber informasi yang relevan dan tersedia, seperti perpustakaan, media massa, kalangan profesional dan ahli, pejabat pemerintah, organisasi non pemerintah, dan tokoh serta anggota masyarakat.

4. Mengembangkan suatu portfolio kelas

(18)

Pada langkah ini, kelas mengembangkan portfolio berupa himpunan hasil kerja kelompok dalam rangka pemecahan masalah tersebut dan menyajikannya secara keseluruhan dalam bentuk panel pameran yang dapat dilihat bersama, yang melukiskan saling keterkaitan masalah, alternatif kebijakan, dukungan atas alternatif kebijakan, dan rencana tindakan untuk melaksanakan kebijakan tersebut.

5. Menyajikan portfolio kelas dalam suatu simulasi dengar pendapat

Pada langkah ini, keseluruhan portfolio yang telah dikembangkan kemudian disajikan dan dipamerkan kepada sivitas akademika dan masyarakat.

6. Melakukan kajian reflektif atas pengalaman belajar yang dilakukan

Pada langkah terakhir, kembali ke kelas untuk melakukan refleksi atau pengendapan dan perenungan mengenai hasil belajar yang dicapai melalui seluruh kegiatan tersebut.

E.

(19)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Dalam membangun sistem pendidikan yang demokratis di Indonesia melibatkan seluruh pelaku pendidikan dalam mempersiapkan, merancang dan mengembangkan lembaga pendidikan yang berlandaskan prinsip-prinsip dan nilai-nilai demokrasi Pancasila. Nilai demokrasi harus melekat pada seluruh komponen pendidikan yaitu nilai demokrasi melekat pada guru, peserta didik, kurikulum, sarana pendidikan, proses pendidikan dan lingkungan pendidikan.

Upaya pendidikan nilai moral dalam membina disiplin siswa di sekolah, bertujuan mengidentifikasi; upaya guru membina disiplin siswa terhadap peraturan tata tertib sekolah, nilai-nilai yang ditanamkan oleh guru melalui pendidikan nilai moral membina disiplin siswa, hambatan- hambatan yang dihadapi guru membina disiplin siswa.

Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) merupakan salah satu strategi pembelajaran yang membelajarkan siswa secara berkelompok dan saling bekerja sama atau membantu untuk memecahkan suatu peramasalahan. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam melakukan tugas belajarnya, tiap anggota kelompok saling bekerja sama dan membantu untuk memahami materi yang sedang dipelajari.

Pembelajaran Progresif Berbasis Karakter adalah pembelajaran yang didasarkan pada kepentingan siswa dengan mengimplementasikan nilai-nilai karakter. Pembelajaran yang dilaksanakan berbasis pengalaman dan menekankan pada pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat.

Pembelajaran Progresif timbul sebagai reaksi terhadap kekurangan- kekurangan Pembelajaran Tradisional.

(20)

B. Saran

Pengetahuan mengenai Membangun Sekolah Kooperatif dan Sekolah Progresif Berbasis Karakter penting untuk dipahami setiap insan akademika terutama calon pendidik. Dengan memahami pengetahuan tersebut calon pendidik dapat mengimplementasikan dengan baik proses pembelajaran berbasis karakter sehingga terselenggaranya pendidikan manusia seutuhnya dapat tercapai dan melalui pendidikan dapat tercipta generasi bangsa masa depan yang gemilang dan utuh.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Budimansyah,Dasim, Perancangan Pembelajaran Berbasis Karakter Seri Pembinaan Profesionalisme Guru.Bandung:Widya Aksara Press, 2014.

Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Pustaka Widyatama, 2003

Dewey, John, Democracy and Education, New York, The Free Press, 1994

Djohar, Pendidikan Strategik, Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan, Jogjakarta: LESFI, 2003

Kusuma, Iskandar Wiryo, Demokratisasi Belajar dan Pembelajaran Ditinjau dari Segi Pengalaman Empirik, Malang: Makalah Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran di Malang, 2001

Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional dalam Abad 21,Jogjakarta: Safiria Insania Press, 2003

Sadiman, Arif S., Paradigma Baru Pengemasan Pendidikan yang Demokratis Ditinjau dari Segi Aspek Kebijakan, Makalah Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran di Malang, 2001

Sparingga, Daniel, Paradigma Baru Pengemasan Pendidikan yang Demokratis Ditinjau dari Segi Sosiologi, Malang: IPTP, 2000

Sudana Degeng, I Nyoman, Paradigma Baru Pendidikan Memasuki Era Demokratisasi Belajar, Makalah Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran di Malang, 2001.

Suhardjono, Haruskah Demokrasi Belajar Menggunakan Konstruktivistik, Malang: IPTP, 2000

Tarigan, Henry Guntur. 1981. Berbicara Sebagai suatu Keterampilan Berbahasa.

Bandung: Angkasa.

(22)

Zamroni, Pendidikan untuk Demokratisasi, Tantangan Menuju Civil Society, Jogjakarta: Bigraf Publishing, 2001

Zanti Arbi, Sutan, Pengantar kepada Filsafat Pendidikan, Jakarta:

DiktiDepartemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988

Referensi

Dokumen terkait