• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH NATIONAL DISASTER MANAGEMENT POLICY

N/A
N/A
RIVALDO FIRMAN DUROHMAN

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH NATIONAL DISASTER MANAGEMENT POLICY "

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

NATIONAL DISASTER MANAGEMENT POLICY (KEBIJAKAN NASIONAL MANAJEMEN BENCANA)

“Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengetahuan Kebencanaan”

Dosen:

Denis Suhari, Ir., M.T.

Oleh:

Rivaldo Firman Durohman 4122319130014 Raka Fiqri Alfarizi 4122319130018

Ali Abdul Hayyi 4122319130021

Zainal Abidin 4122321130026

Widyastuti 4122321130027

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEODESI

FAKULTAS TEKNIK, PERENCANAAN, DAN ARSITEKTUR UNIVERSITAS WINAYA MUKTI

2022

(2)

DAFTAR ISI

Contents

DAFTAR ISI ... 2

KATA PENGANTAR... 3

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah ... 3

Tujuan ... 3

BAB II ... 4

PEMBAHASAN ... 4

Definisi Bencana ... 4

Jenis-Jenis Bencana ... 5

Manajemen Bencana ... 7

Manajemen Penanggulangan Bencana ... 8

Dasar Hukum ... 11

Agenda Nawa Cita ... 16

BAB III ... 20

PENUTUP ... 20

Kesimpulan ... 20

Saran ... 22

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala karunia nikmatnya sehingga makalah yang berjudul “NATIONAL DISASTER MANAGEMENT POLICY (KEBIJAKAN NASIONAL MANAJEMEN BENCANA)” ini dapat diselesaikan dengan maksimal, tanpa ada halangan yang berarti. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mingguan yang diberikan oleh dosen mata kuliah Pengetahuan Kebencanaan , Bapak Denis Suhari, Ir., M.T.

Makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Untuk itu penulis pribadi mengucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi EYD, kosa kata, tata bahasa, etika maupun isi. Oleh karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak sebagai penilai agar dapat saya jadikan sebagai bahan evaluasi.

Demikian, semoga makalah ini dapat diterima dan mendapatkan nilai yang sesuai.

Bandung, Juli 2022

Kelompok 5

(4)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan daerah rawan bencana. Posisinya yang terletak di garis Katulistiwa dan berbentuk Kepulauan menimbulkan potensi tinggi untuk berbagai jenis bencana terkait hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, kekeringan, cuaca ekstrim (angin puting beliung), gelobang ekstrim dan abrasi serta kebakaran lahan dan hutan.

Fenomena perubahan iklim juga semakin meningkatkan ancaman bencana hidrometeorologi.

Pulau-pulau di Indonesia terletak pada tiga lempeng tektonik dunia yaitu lempeng Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia yang menyebabkan potensi tinggi terhadap terjadinya bencana gempabumi, tsunami, letusan gunungapi dan gerakan tanah (tanah longsor). Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan peletakan permukiman yang tidak terkendali dan tertata dengan baik, kesadaran masyarakat terhadap kebersihan dan keamanan yang kurang serta tingginya perkembangan teknologi menimbulkan potensi tinggi terjadinya bencana antropogenik yaitu epidemik dan wabah penyakit, serta kegagalan teknologi (kecelakaan industri).

Perkembangan Indonesia sebagai tujuan investasi globalberimbas juga pada intensitas keluar masuk manusia yang semakin tinggi sehingga berpotensi meningkatkan kejadian epidemi dan wabah penyakit seperti HIV/AIDS, Ebola, MERS, H5N1/Flu Burung. Pesatnya pertumbuhan industri dan pembangunan juga semakin menambah potensi bencana terkait antropogenik. Menghadapi setiap ancaman bahaya. Masyarakat perlu waspada terhadap kerentanan yang ada di sekelilingnya. Kerentanan adalah keadaan atau kondisi yang sedang berlaku atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman. Namun demikian, kapasitas beberapa elemen

(5)

2

perlu ditingkatkan untuk menekan kerentanan yang ada di tengah masyarakat.

Kapasitas adalah kemampuan sumber daya dalam menghadapi ancaman atau bahaya. Kapasitas tersebut antara lain:

1. Kapasitas kelembagaan (ada tidaknya BPBD, Platform Daerah PRB, dan forum lainnya),

2. Kapasitas Sumber daya seperti misalnya sumber daya manusia (pelatihan personil, relawan, masyarakat) dan prasarana (kantor, pusdalops, alat transportasi, komunikasi)

3. Kapasitas IPTEK (penguasaan IPTEK, pendidikan tinggi, IPTEK terapan), dan

4. Kapasitas Manajemen (prosedur koordinasi, komando dan pelaksanaan penanggulangan bencana).

Lawan dari kerentanan adalah ketangguhan dan harapan untuk membangun ketangguhan ini tercermin dalam visi penanggulangan bencana di Indonesia. Ciri-ciri masyarakat yang memiliki ketangguhan antara lain bahwa masyarakat memiliki kemampuan mengantisipasi, proteksi dengan menghindar dan menangkis, mengadaptasi, dan pulih kembali. Pemikiran yang melandasi dalam strategi menuju ketangguhan antara lain:

1. Jauhkan masyarakat dari bahaya, 2. Jauhkan bahaya dari masyarakat, 3. Living harmony with risk, dan 4. Tumbuh kembangkan kearifan lokal.

Diskursus penanggulangan bencana secara nasional tidak terlepas dari sistim yang telah dibangun sehingga pemahaman penanggulangan bencana dapat dipahami secara komprehensif. Sistem nasional penanggulangan bencana di Indonesia telah mengalami banyak perkembangan hingga saat ini.

Sementara itu kebijakan penanggulangan bencana tertuang dalam UndangUndang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Beberapa hal yang menyangkut pokok-pokok isi dari undang-undang tersebut

(6)

3

menguraikan bahwa penanggulangan bencana adalah urusan bersama, hak dan kewajiban seluruh stakeholder diatur.

Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi pada National Disaster Management Policy yang berlaku sekarang serta manfaatnya.

Tujuan

Penulisan makalah ini untuk mengetahui tentang National Disaster Management Policy.

(7)

4 BAB II

PEMBAHASAN

Definisi Bencana

Bencana (disaster) adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Benc Berikut ini beberapa definisi dan pengertian bencana dari beberapa organisasi penanggulangan bencana, yaitu:

Menurut The United National Disaster Management Training Program, bencana adalah kejadian yang datang tiba-tiba dan mengacaukan fungsi normal masyarakat atau komunitas. Peristiwa atau rangkaian kejadian yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan atau kerugian infrastruktur, pelayanan umum, dan kehidupan masyarakat. Peristiwa ini diluar kapasitas normal dari masyarakat untuk mengatasinya, sehingga memerlukan bantuan dari luar masyarakat tersebut (Kollek, 2013).

Menurut World Health Organization (WHO), bencana adalah kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, dan memburuknya derajat atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari masyarakat wilayah yang terkena bencana (Efendi dan Makhfudi, 2009).

Menurut Asian Disaster Reduction Center, Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas dan dirasakan baik oleh masyarakat, berbagai material dan lingkungan (alam) dimana dampak yang ditimbulkan melebihi kemampuan manusia guna mengatasinya dengan sumber daya yang ada (Wijayanto, 2012).

(8)

5 Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), bencana adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia, serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar.

Jenis-Jenis Bencana

Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, bencana diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu:

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam antara lain berupa gagal teknologi,gagal modernisasi. dan wabah penyakit.

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat.

Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoprasian, kelalaian dan kesengajaan, manusia dalam penggunaan teknologi dan atau insdustriyang menyebabkan pencemaran, kerusakan bangunan, korban jiwa, dan kerusakan lainnya. Dan Indonesia memiliki 12 jenis ancaman bencana yang berisiko tinggi sebagai berikut:

1. Gempa Bumi 2. Tsunami

3. Letusan Gunung api

4. Gerakan Tanah (Tanah longsor) 5. Banjir

6. Banjir Bandang 7. Kekeringan

(9)

6 8. Cuaca Ekstrim (Puting beliung), Gelombang Ekstrim dan Abrasi

9. Kebakaran Hutan dan Lahan 10. Epidemi dan Wabah Penyakit 11. Gagal Teknologi

12. Kerusuhan, terror

Sedangkan menurut (Amhar dan Darmawan, 2007), terdapat tiga jenis bencana berdasarkan penyebabnya, yaitu sebagai berikut:

1. Bencana Geologis

Bencana geologis terdiri dari:

Earthquake (gempa bumi), yaitu peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tibatiba. Waktu terjadinya gempa bumi tidak bisa diprediksi. Tsunami, disebabkan oleh gempabumi di laut dalam kondisi tertentu, selain dapat juga oleh letusan gunung api bawah laut atau jatuhnya asteroid besar ke dalam laut. Kapan tsunami akan menghantam daratan dapat diprediksi sehingga dapat dibuat Early Warning System meskipun waktu yang tersisa hanya berkisar 5- 20 menit.

Volcano, yaitu aktivitas vulkanik (gunung api) yang waktu kejadiannya dapat diprediksi dengan baik karena aktivitas gunung api yang selalu dipantau.

Landslide (longsor), waktu kejadiannya tidak bisa diprediksi namun tandatanda tanah yang akan longsor biasanya dapat dideteksi.

2. Bencana Meteorologis

Semua bencana meteorologis saat ini termasuk fenomena alam yang dapat diprediksi cukup baik setelah ada sistem pemantauan yang terpadu dengan stasiun pemantau dan satelit cuaca. Bencana meteorologis juga selalu memiliki interaksi dengan aktivitas manusia (lahan hijau/ lahan resapan air, drainase, pintu air, pompa). Bencana Meteorologis terdiri dari:

Flood (banjir), yaitu peristiwa ketika debit air (air yang masuk ke suatu tempat dari curah hujan, limpahan atau run-up pasang laut) lebih besar dari

(10)

7 kredit air (air yang keluar dari tempat tersebut baik karena meresap ke dalam tanah, diuapkan maupun dibuang ke tempat lain.

Wave (gelombang laut), yang dapat menyebabkan abrasi.

Wildfire (kebakaran liar), sebagian dapat disebabkan faktor manusia (pembukaan lahan), namun kebakaran yang meluas hanya dimungkinkan oleh kondisi hutan atau belukar yang kering.

Drought (kekeringan), yang umumnya diikuti oleh gagal panen.

Storm (topan).

3. Bencana Anthropogenis

Bencana anthropogenis adalah bencana yang secara langsung muncul karena kesalahan, kesengajaan atau kelalaian manusia yang berakibat luas pada lingkungan. Bencana anthropogenis misalnya kerusakan industri (contoh kerusakan pabrik kimia di Bhopal atau ledakan PLTN di Chernobyl) atau kecelakaan transportasi (misalnya kebocoran tanker Exxon Waldez di Alaska). Bencana anthropogenis lain yang dapat terjadi misalnya terorisme, sabotase, kerusuhan dan konflik sosial.

Manajemen Bencana

Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, manajemen bencana adalah suatu proses dinamis, berlanjut dan terpadu untuk meningkatkan kualitas langkah- langkah yang berhubungan dengan observasi dan analisis bencana serta pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, penanganan darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi bencana. Tujuan manajemen bencana secara umum adalah sebagai berikut:

1. Mencegah dan membatasi jumlah korban manusia serta kerusakan harta benda dan lingkungan hidup.

2. Menghilangkan kesengsaraan dan kesulitan dalam kehidupan dan penghidupan korban.

3. Mengembalikan korban bencana dari daerah penampungan/ pengungsian ke daerah asal bila memungkinkan atau merelokasi ke daerah baru yang layak huni dan aman.

(11)

8 4. Mengembalikan fungsi fasilitas umum utama, seperti komunikasi/

transportasi, air minum, listrik, dan telepon, termasuk mengembalikan kehidupan ekonomi dan sosial daerah yang terkena bencana.

5. Mengurangi kerusakan dan kerugian lebih lanjut.

6. Meletakkan dasar-dasar yang diperlukan guna pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi dalam konteks pembangunan.

Secara umum manajemen bencana dapat dikelompokkan menjadi tiga tahapan dengan beberapa kegiatan yang dapat dilakukan mulai dari :

1. Pra Bencana,

2. Pada Saat Tanggap Darurat dan 3. Pasca Bencana.

Manajemen Penanggulangan Bencana

Dengan ditetapkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana sebagai landasan hokum penyelenggaraan penanggulangan bencana di Indonesia. Selanjutnya, penanggulangan bencana diselenggarakan melalui Manajemen Penanggulangan Bencana, sebagai sebuah upaya maupun kegiatan yang secara dinamis melaksanakan fungsi-fungsi manajemen diseluruh tahapan penanggulangan bencana yang meliputi pencegahan, mitigasi, tanggap darurat, serta rehabilitasi dan rekonstruksi, dengan menggunakan seluruh potensi yang tersedia baik structural maupun nonstruktural guna melindungi sebesar-besarnya masyarakat, dan berusaha menekan sekecil kecilnya korban akibat bencana alam, serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengatasi ancaman yang menimpanya. Untuk melaksanakan amanat Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007, Pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008, yang mempunyai tugas:

1. Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;

(12)

9 2. Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan

bencana berdasarkan peraturan perUndang-Undangan;

3. Menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada masyarakat;

4. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;

5. Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/ bantuan nasional dan internasional;

6. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBN;

7. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan; serta

8. Menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Dalam melaksanakan tugas-tugas di atas, BNPB menyelenggarakan fungsi perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana (PB) dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien.

Secara kelembagaan, BNPB merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang terdiri dari:

1. Unsur Kepala

2. Unsur Pengarah yang beranggotakan 10 (sepuluh) orang setingkat eselon satu dari instansi pemerintah dan 9 (Sembilan) orang perwakilan masyarakat profesional; dan

3. Unsur Pelaksana dengan susunan organisasi yang terdiri dari Sekretariat Utama, Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Deputi Bidang Penanganan Darurat, Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi, Deputi Bidang Logistik dan Peralatan, Inspektorat Utama, serta Pusat Data

(13)

10 Informasi dan Humas, dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana.

Mengingat luasnya cakupan wilayah penanggulangan bencana, tanggung jawab penanggulangan bencana tidak hanya oleh Pemerintah namun juga pemerintah daerah. Dengan semangat membangun kemandirian daerah dalam penanggulangan bencana, pelaksanaan tugas BNPB di daerah didukung oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) provinsi, dan kabupaten/kota yang dipimpin langsung secara ex-officio oleh sekretaris daerah.

Hingga saat ini telah terbentuk 34 BPBD provinsi dan 428 BPBD kabupaten/kota. Keberadaan BPBD secara kuantitas sudah cukup memadai, namun secara kualitas kelembagaan baik personel, peralatan maupun anggaran masih sangat terbatas sehingga perlu terus ditingkatkan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, penyelenggaraan penanggulangan bencana didukung Pemerintah baik melalui dukungan kebijakan, maupun anggaran yang terus meningkat. Dari sisi kebijakan dalam prioritas pembangunan nasional lingkungan hidup dan pengelolaan bencana dalam RPJMN 2010-2014, penanggulangan bencana diarahkan untuk meningkatkan kapasitas penyelenggaraan yang meliputi aspek hardware, software, dan brainware.

Dari sisi dukungan anggaran, dibandingkan dengan pagu awal RPJMN 2010-2014, realisasi anggaran BNPB 2010 meningkat secara signifikan dari semula Rp.1,4 Triliun menjadi sebesar Rp8,6 Triliun. Keseluruhan hal tersebut tertuang dalam rencana strategis BNPB 2010-2014 sebagai dokumen perencanaan jangka menengah kementerian/lembaga sesuai aman Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsi kementerian/lembaga yang disusun dengan berpedoman pada RPJMN dan bersifat indikatif.

(14)

11 Memasuki tahapan pelaksanaan pembangunan jangka panjang ketiga (20152019), sekaligus sebagai bentuk keberlanjutan proses perencanaan jangka menengah, maka disusun Rencana Strategis Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2015 – 2019 sesuai dengan tugas dan fungsi yang diamanatkan.

Penyusunan rencana strategi ini, disamping berdasarkan tugas dan fungsi badan, juga berlandaskan pada pemetaan lingkungan dan isu-isu strategis yang berkembang serta mengacu pada arah kebijakan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019 maupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025.

Rencana strategis Badan Nasional Penanggulangan Bencana ini selanjutnya akan menjadi acuan dalam penyusunan rencana aksi masing-masing unit utama di lingkungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, serta rencana kerja dan anggaran tahun 2015, 2016, 2017, 2018, dan 2019..

Dasar Hukum

Dasar-dasar hukum yang menjadi acuan dalam penyusunan dokumen, Rencana Strategis Badan Nasional Penanggulangan Bencana, yaitu:

1. Undang-undang Dasar Tahun 1945;

2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 47, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286).

3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5);

4. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

5. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104);

(15)

12 6. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

7. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

8. Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

9. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 24 tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga;

11. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah;

12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan;

13. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;

14. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana;

15. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Non-pemerintah dalam Penanggulangan Bencana;

(16)

13 16. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional

Penanggulangan Bencana;

17. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019;

18. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 10 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 1 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1441);

19. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) Tahun 2015-2019.

Rencana Pembangunan Nasional

Rencana Pembangunan Nasional Indonesia terdiri dari rencana pembangunan jangka panjang nasional 2005-2025 dan rencana pembangunan jangka menengah nasional. Pelaksanaan RPJPN 2005-2025 terbagi dalam tahap- tahap perencanaan pembangunan dalam periodisasi perencanaan pembangunan jangka menengah nasional lima tahunan, yang dituangkan dalam RPJMN I (2005–

2009), RPJMN II (2010–2014), RPJMN III (2015–2019), dan RPJMN IV (2020–

2024).

(17)

14 Tabel 1: Topik Penanggulangan Bencana dalam RPJPN 2005-2025

RENAS PB 2015-2019 harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari system perencanaan pembangunan nasional yang selaras dengan arahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, RPJMN III dan Misi Presiden 2015-2019 (Nawa Cita).

(18)

15 RENAS PB 2015-1019 bertujuan untuk memberikan acuan kepada K/L dan Non K/L, serta seluruh pemangku kepentingan penanggulangan bencana di Indonesia agar dapat melaksanakan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh. RPJM III (2015–2019) ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan iptek yang terus meningkat.

Arah kebijakan penanggulangan bencana mengalami perkembangan mulai dari RPJMN I (2005-2009) yang menitikberatkan pada “Membangun KOMITMEN bangsa dalam penanggulangan bencana”. Komitmen ini ditunjukkan ditetapkannya UU No. 24/2007 tentang penanggulangan bencana, dan peraturan turunannya, serta berdirinya BNPB tahun 2008.

RPJMN II (2010–2014) yang menitikberatkan pada “Meletakkan DASAR SISTEM penanggulangan bencana”. Pada periode ini telah dibangun Sistem Penanggulangan Bencana yang mencakup kebijakan, kelembagaan, perencanaan, pendanaan dalam penanggulangan bencana serta peningkatan kapasitas. Pada saat itu, upaya penanggulangan bencana masuk pada Prioritas Nasional Nomor 9, yaitu Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana, dari 11 (sebelas) Prioritas Nasional.

RPJMN III (2015–2019) yang menitikberatkan pada “Meningkatkan EFEKTIVITAS penanggulangan bencana”.Dalam menghadapi tantangan 5 (lima) tahun mendatang, maka perlu ditingkatkan efektivitas penyelenggaraan penanggulangan bencana sesuai Nawa Cita.

(19)

16 Tabel 2: Perkembangan penanggulangan bencana

Agenda Nawa Cita

Nawa Cita merupakan sembilan agenda prioritas dari Pemerintah Indonesia 2015- 2019.Program ini digagas untuk menunjukkan prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Sembilan agenda prioritas adalah:

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunanpertahanan Negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.

(20)

17 3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah

dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program "Indonesia Pintar";

serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.

6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.

9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.

Arah kebijakan penanggulangan bencana untuk mencapai terciptanya agenda prioritas:

1. Nomor 1: Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, dalam menghadapi ancaman bencana.

(21)

18 2. Nomor 3: Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, melalui pengembangan program Desa Tangguh Bencana (Desa Tangguh Bencana saat ini sudah dilaksanakan oleh berbagai K/L seperti Desa Aktif Siaga Bencana, Kampung Siaga Bencana, Desa Pesisir Tangguh, Desa Mandiri Energi dan lain-lain.) dan penguatan kapasitas lokal.

3. Nomor 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan, melalui upaya pengurangan kerentanan dan peningkatan kapasitas.

4. Nomor 8: Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional untuk mengembangkan budaya aman bencana, melalui penerapan kurikulum kebencanaan, Sekolah/Madrasah Aman Bencana, pengembangan IPTEK dalam kebencanaan.

Penetapan lokasi prioritas nasional adalah untuk menjadi acuan penanganan bencana lima tahun ke depan. Lokasi prioritas nasional ditetapkan berdasarkan:

1. Jumlah jiwa dan infrastruktur terpapar

2. Probabilitas kejadian untuk lima tahun kedepan 3. Kejadian berdampak pada lebih dari dua provinsi

Penetapan lokasi prioritas nasional per jenis bencana ini juga sudah merupakan hasil kesepakatan dari seluruh K/L terkait pada pertemuan nasional yang diadakan di Tahun 2013.

(22)

19 Gambar 1. Kedudukan RENAS PB dalam Perencanaan Pembangunan (Sumber:

Bappenas, 2014.)

(23)

20 BAB III

PENUTUP Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa penanggulan bencana atau manajemen bencana bisa di gambarkan sebagai berikut :

Gambar 2. Manajemen Bencana

 Tahap Pra Bencana

I. Pencegahan (prevention). Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya).

Misalnya Melarang pembakaran hutan dalam perladangan, Melarang penambangan batu di daerah yang curam, dan Melarang membuang sampah sembarangan.

II. Mitigasi Bencana (Mitigation). Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kegiatan mitigasi dapat dilakukan melalui: a) Pelaksanaan penataan ruang, b) Pengaturan pembangunan, pembangunan infrastruktur, tata bangunan, dan c). Penyelenggaraan

(24)

21 pendidikan, penyuluhan, dan pelatihan baik secara konvensional maupun modern.

III. Kesiapsiagaan (Preparedness). Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

IV. Peringatan Dini (Early Warning). Peringatan Dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang atau upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi.

Pemberian peringatan dini harus menjangkau masyarakat (accesible), segera (immediate), tegas tidak membingungkan (coherent), bersifat resmi (official).

 Tahap Saat Terjadi Bencana

I. Tanggap Darurat (response). Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Beberapa aktivitas yang dilakukan pada tahapan tanggap darurat antara lain:

a. Pengkajian yang tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumberdaya;

b. Penentuan status keadaan darurat bencana;

c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;

d. Pemenuhan kebutuhan dasar;

e. Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan

f. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

(25)

22 II. Bantuan Darurat (relief). Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa: Pangan, Sandang, Tempat tinggal sementara, kesehatan, sanitasi dan air bersih.

III. Tahap Pasca Bencana a. Pemulihan (recovery).

Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi.

b. Rehabilitasi (rehabilitation).

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana.

c. Rekonstruksi (reconstruction).

Rekonstruksi adalah perumusan kebijakan dan usaha serta langkah- langkah nyata yang terencana baik, konsisten dan berkelanjutan untuk membangun kembali secara permanen semua prasarana, sarana dan sistem kelembagaan, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran dan partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di wilayah pasca bencana. Lingkup pelaksanaan rekonstruksi terdiri atas program rekonstruksi fisik dan program rekonstruksi non fisik.

Saran

Kebijakan Manajemen Bencana Nasional harus mengacu kepada rencana pembangunan nasional yang tertuang dalam RPJPN dan RPJMN dan Agenda Nawacita Pemerintah. Kebijakan BNBP dikoordinasikan dengan Kementerian Bappenas

Referensi

Dokumen terkait

Dengan peningkatan produktivitas maka tanggung jawab manajemen akan berpusat pada segala upaya dan daya untuk melaksanakan fungsi dan peran dalam kegiatan

Dalam melaksanakan fungsi kepala sekolah harus melakaukan pengelolaan dan pembinaan sekolah sebagai upaya penjaminan mutu pendidikan melalui kegiatan administrasi, manajemen

Hasil penelitian yaitu : Dalam implementasi manajemen professional kepala sekolah melaksanakan berbagai upaya atau kegiatan-kegiatan yang dikelola secara profesional sesuai

060.01.01 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Polri 01 Menyelenggarakan fungsi Manajemen kinerja Polri secara optimal dengan melaksanakan

060.01.01 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Polri 01 Menyelenggarakan fungsi Manajemen kinerja Polri secara optimal dengan melaksanakan

01 Menyelenggarakan fungsi Manajemen kinerja Polri secara optimal dengan melaksanakan kegiatan perencanaan, Pelaksanaan, Pengendalian, Pelaporan, Pelayanan Internal dan pembayaran

Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan

Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatan untuk