• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah sains arsitektur

N/A
N/A
Kharisma Khairunnisa

Academic year: 2024

Membagikan " makalah sains arsitektur"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

Selubung Bangunan (Building Envelope) Pada Rumoh Aceh

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sains Arsitektur Lanjutan

Oleh:

Kelompok 2

Fithria Zahwa Kh 2004104010007 Almanisa Ananda 2004104010036 Asvira Ananda Utami 2004104010057 Alzhira Hana Fitriani 2004104010100 Zahra Aulia 2004104010115 Kharisma Khairunnisa 2004104010126

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

TAHUN 2023/2024

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah singkat tepat pada waktunya. Adapun judul dari makalah singkat ini adalah “Selubung bangunan (Building Envelope) pada Rumoh Aceh.”

Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen mata kuliah Sains Arsitektur lanjutan yang telah membimbing kami untuk menyelesaikan makalah singkat ini. Selain itu, kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam menulis makalah ini masih jauh dari kata sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat membuat makalah singkat ini menjadi lebih baik serta bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Banda Aceh, 18 November 2023

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

(4)
(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kenyamanan bangunan erat hubungannya dengan kondisi alam atau lingkungan di sekitarnya dan upaya pengkondisian atau pengaturan ruang dalam bangunan. Permasalahan yang dihadapi dalam penerapan aspek kenyamanan pada bangunan tergantung pada objek bangunan dan permukaan selubung bangunannya (Winarto, 2014). Selubung bangunan terdiri dari bagian transparan seperti jendela/fenestrasi terbuka dan kaca dan komponen tidak transparan seperti dinding. Selubung bangunan memiliki pengaruh besar terhadap konsumsi energi yang akan terjadi pada bangunan, terutama dalam hal pendinginan dan pencahayaan ruang.

Selubung bangunan terdiri dari komponen tak tembus cahaya seperti dinding dan sistem penetrasi atau komponen tembus cahaya seperti jendela yang memisahkan interior bangunan dari lingkungan luar (Lovell, 2010). Pada bangunan gedung bertingkat menengah dan tinggi, luas dinding jauh lebih besar daripada luas atap, oleh karena itu perancangan selubung bangunan vertikal harus dilakukan secara hati-hati pada desain dinding bangunan untuk menghindari masuknya panas berlebih ke dalam bangunan, sedangkan untuk bangunan bertingkat rendah, atap menjadi bagian yang lebih luas daripada dinding sehingga atap memungkinkan menjadi penentu beban panas yang masuk ke dalam bangunan (Mediastika, 2013).

Pada rumah tradisional juga erat kaitannya dengan selubung bangunan, dimana elemen-elemen umum selubung bangunan juga melingkupi bangunan-bangunan tradisional yang ada. Peran selubung bangunan yang dijadikan sebagai pelindung penghuni rumah terhadap lingkungan luar menjadikan bangunan-bangunan tradisional dibangun dengan penyesuaian yang ada pada lingkungan sekitarnya, baik dalam segi material dan penggunaannya. Pada penelitian ini penulis ingin mengkaji lebih dalam terhadap terapan selubung bangunan pada sebuah Bangunan Tradisional Rumoh Aceh. Membahas bagian- bagian yang termasuk dalam selubung bangunan serta membahas persoalan dalam simulasi selubung bangunan pada Rumoh Aceh.

(6)

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi selubung bangunan pada Rumoh Aceh?

2. Bagaimana material yang digunakan dalam selubung bangunan pada Rumoh Aceh?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui implementasi selubung bangunan pada Rumoh Aceh.

2. Mengetahui material yang digunakan dalam selubung bangunan pada Rumoh Aceh.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Membantu dalam pemeliharaan dan pelestarian warisan budaya dan menjadi dasar untuk langkah-langkah konservasi yang sesuai dan pelestarian bangunan tradisional.

2. Memberikan pemahaman tentang penggunaan material lokal yang dapat mendukung promosi dan pengembangan material berkelanjutan, meminimalkan dampak lingkungan, dan memperkuat ekonomi lokal.

(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Selubung Bangunan (Building Envelope)

Selubung bangunan atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai "building envelope,"

mengacu pada elemen-elemen fisik yang membentuk batas atau penutup suatu bangunan.

Selubung bangunan melibatkan komponen-komponen yang berfungsi untuk melindungi bangunan dari pengaruh lingkungan luar, termasuk cuaca, suhu, kelembaban, dan elemen- elemen lainnya. Selubung bangunan menjadi kritis karena mempengaruhi kenyamanan penghuni, keamanan struktural, dan efisiensi energi suatu bangunan.

Selubung bangunan (building envelope) adalah elemen bangunan yang menyelubungi bangunan, yaitu dinding dan atap tembus atau yang tidak tembus cahaya dimana sebagian besar energi termal berpindah melalui elemen tersebut (Afrianti, 2018). Selubung bangunan memberikan perlindungan terhadap pengaruh lingkungan luar yang tidak dikehendaki seperti panas, radiasi, angin, hujan, kebisingan, polusi dll. Selubung bangunan memiliki peran penting dalam mengurangi konsumsi energi untuk pendinginan dan pencahayaan.

Berdasarkan SNI 03-0689-2011, selubung bangunan adalah elemen bangunan yang membungkus bangunan gedung, yaitu dinding dan atap transparan atau yang tidak transparan dimana sebagian besar energi termal berpindah lewat elemen tersebut. Dalam teori ini, penekanan diberikan pada peran utama selubung bangunan sebagai penghantar atau pemindah energi termal, baik yang bersifat transparan maupun tidak transparan. Dinding dan atap transparan memungkinkan energi termal dari sinar matahari masuk ke dalam bangunan, sedangkan dinding dan atap yang tidak transparan dapat menyimpan atau menghantarkan panas. Oleh karena itu, desain dan materi yang digunakan dalam selubung bangunan perlu dipertimbangkan dengan cermat, mengingat dampaknya terhadap kenyamanan termal di dalam bangunan. Selain itu, teori ini juga menyoroti peran penting selubung bangunan dalam efisiensi energi dengan menekankan bahwa sebagian besar perpindahan energi termal terjadi melalui elemen selubung tersebut. Dengan memahami dan merancang selubung bangunan secara optimal, dapat dihasilkan bangunan yang efisien secara energi dan kenyamanan penghuninya.

(8)

2.2 Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang Selubung Bangunan

Selubung bangunan untuk Indonesia (daerah tropis) mempunyai karakteristik tersendiri dan mempunyai SNI tahun 2011 berjudul Konservasi Energi Pada Selubung Bangunan. Memiliki kriteria khusus yaitu standar berlaku untuk komponen dinding (termasuk jendela) dan atap pada bangunan yang dikondisikan. Bangunan yang dikondisikan umumnya menggunakan Air Conditioning (AC/tata udara), oleh karena itu semakin kecil perpindahan panas ke dalam bangunan maka akan memperkecil beban pendingin sehingga akan menghemat energi. Ditetapkan perolehan panas radiasi matahari total untuk dinding dan atap tidak boleh melebihi harga perpindahan panas menyeluruh (OTTV) yaitu 45 Watt/m2.

Meskipun untuk negara-negara ASEAN lain tahun 2003 menetapkan OTTV adalah 20 Watt/m2. Semakin kecil OTTV maka semakin hemat daya tata udara sehingga secara keseluruhan gedung akan lebih hemat.

Tabel 2.1. Nilai OTTV di Negara ASEAN Sumber: (Widhayaka & Rilatupa, 2021)

Overall Thermal Transfer Value (OTTV)

OTTV adalah suatu nilai yang ditetapkan sebagai kriteria perancangan untuk dinding dan kaca bagian luar bangunan gedung yang dikondisikan (Yuristianto & Hendrawati, 2020).

Nilai perpindahan termal menyeluruh atau OTTV untuk setiap bidang dinding luar bangunan gedung dengan orientasi tertentu, harus dihitung melalui persamaan:

OTTV= ∝ [(UW x (1-WWR) x TDEk] + (Uf x WWR x ∆T) + (SC x WWR x SF)

OTTV = Nilai perpindahan termal menyeluruh pada dinding luar yang memiliki arah atau orientasi tertentu (W/m2);

α = Absorbtans radiasi matahari.

(9)

UW = Transmitans termal dinding tidak tembus cahaya (W/m2. K);

WWR = Perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada orientasi yang ditentukan;

TDEk = Beda temperatur ekuivalen (K);

SF = Faktor radiasi matahari (W/m2);

SC = Koefisien peneduh dari system fenestrasi;

Uf = Transmitans termal fenestrasi (W/m2. K);

ΔT = Beda temperature perencanaan antara bagian luar dan bagian dalam.

(diambil 5K)

2.3 Elemen-Elemen Selubung Bangunan

Menurut Peraturan Gubernur no.38/2012 dalam buku berjudul “Vol.1 Selubung Bangunan” menjelaskan tentang elemen selubung bangunan atau building envelope yang biasa digunakan dalam mendesain suatu bangunan yaitu:

2.3.1 Orientasi Bangunan

Mendapatkan panas matahari melalui selubung bangunan merupakan bagian besar dari beban panas yang diserap oleh sistem pendingin bangunan sehingga harus mengeluarkan energi yang besar pula. Untuk meminimalkan panas matahari masuk kedalam bangunan yaitu dengan mengorientasikan bangunan untuk menghindari timur dan barat (Kusumawati, 2018). Karena pergerakan harian dan tahunan dari matahari, radiasi matahari yang diterima building envelope atau selubung bangunan bervariasi untuk setiap orientasi bangunan. Untuk menghindari perolehan panas radiasi matahari yang berlebihan, permukaan utama envelope building dengan jendela sedapat mungkin diorientasikan ke utara dan selatan. Hal ini memungkinkan jendela mendapatkan pencahayaan alami dari kubah langit dengan tetap meminimalkan perolehan panas dari radiasi matahari secara langsung.

(10)

2.3.2 Vertikalitas dan Horizontalitas

Konfigurasi elemen vertikal dan horizontal dapat memberikan efek visual pada selubung bangunan Beberapa hal yang dapat menjadi elemen konfigurasi vertikal–

horizontal antara lain: pola perpetakan jendela/pintu, proporsi jendela/pintu, atau konstruksi alat peneduh/sunblinds.

Gambar 2.2 Vertikalitas dan horizontalitas pada jendela Sumber: https://images.app.goo.gl/WrnXBPxRq3mtd3UL9

2.3.3 Luas Jendela

Proporsi luas jendela memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap beban pendinginan. Hal tersebut dikarena jendela dapat menentukan total perolehan panas yang masuk kedalam bangunan. Hal ini dikarenakan jendela yang terbuat dari bahan kaca dapat memasukkan panas kedalam bangunan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dinding masif. Oleh karena itu rasio luas jendela terhadap dinding atau Window to Wall Ratio (WWR) yang lebih tinggi biasanya menyebabkan beban pendinginan lebih tinggi. Mengurangi luas jendela adalah salah satu solusi paling efektif untuk mengurangi beban pendinginan dan konsumsi energi bangunan secara keseluruhan.

2.3.4 Material Kaca

Bukaan atau jendela pada selubung bangunan dipengaruhi oleh nilai koefisien peneduh material kaca yang digunakan dan alat peneduh efektif yang digunakan.Material kaca dengan nilai koefisien peneduh tinggi antara lain adalah kaca bening dan yang memiliki nilai koefisien peneduh paling rendah adalah kaca sunergy.

(11)

Gambar 2.3 Perbedaan kaca bening dengan kaca sunergy Sumber: https://images.app.goo.gl/2wVYGUrxznFMzutL7

2.3.5 Reflektor Cahaya

Reflektor cahaya membagi jendela menjadi dua bagian. Jendela bagian atas berfungsi untuk Reflektor cahaya (light shelf) merupakan elemen horizontal yang pencahayaan alami dan jendela bagian bawah untuk pandangan (vision). Selain berfungsi sebagai peneduh jendela bagian bawah, reflektor cahaya juga berfungsi untuk memantulkan cahaya matahari yang datang dari bagian atas jendela untuk membantu penetrasi pencahayaan alami kedalam ruangan yang jauh dari jendela.

Gambar 2.4 Reflektor cahaya pada bangunan Sumber: https://images.app.goo.gl/Kes3N4K1Un43mQKR8

2.3.6 Peneduh Eksternal

Peneduh eksternal lebih efektif dalam mengurangi perolehan panas matahari dibandingkan dengan peneduh internal karena dapat menghalangi radiasi matahari sebelum mencapai building envelope. Peneduh eksternal perlu dirancang secara hati- hati agar tidak hanya berfungsi untuk mengurangi beban pendinginan tetapi juga untuk menciptakan arsitektur yang estetis. Namun, tetap memperhitungkan kinerja pencahayaan alami pada bangunan.

Gambar 2.5 Pendeduh internal buatan dan alami

Sumber: https://images.app.goo.gl/y6RZ32mvcYqkp35v6

2.3.7 Peneduh Internal

(12)

Penerapan peneduh internal (seperti gorden dan tirai) bisa mencegah terjadinya radiasi matahari, agar tidak langsung mengenai penghuni dan interior di dalam ruang.

Namun, peneduh internal tidak seefektif peneduh eksternal dalam mengurangi beban pendinginan (Widhayaka & Rilatupa, 2021). Hal ini disebabkan radiasi panas tersebut sudah terlanjur masuk ke dalam ruangan melalui kaca jendela serta diradiasikan dan dikonversikan di dalam ruang.

Gambar 2.6 Penggunaan gorden pada sebuah ruangan

Sumber: https://i.pinimg.com/564x/c5/4e/c0/c54ec05776152653c4985691a424872b.jpg

2.3.8 Atap

Bahan dengan reflektifitas dan emisivitas tinggi bisa meminimalkan pengaruh panas melalui atap. Penambahan lapisan insulasi dapat mengurangi beban pendinginan secara signifikan dari komponen atap (Widhayaka & Rilatupa, 2021).

Pada bangunan tinggi, rasio luas atap relatif kecil, sehingga dihitung tersendiri melalui perhitungan Roof Thermal Transmittance Value (RTTV).

Gambar 2.7 Ilustrasi perbedaan atap yang menggunakan lapisan insulasi dan yang tidak Sumber: https://sgcka.co.id/dnews/80008/tips-membuat-rumah-terasa-dingin-walaupun-tanpa-ac.html

(13)

2.3.9 Dinding

1. Material Dinding

Komponen dinding bangunan yang terdiri atas beberapa lapisan dan ketebalan memiliki sifat termal masing-masing. Misalnya pada konstruksi bata dari tanah liat atau blok beton aerasi (Autoclaved Aerated Concrete - AAC) yang biasa kita kenal sebagai bata ringan dengan plester di kedua sisi adalah aplikasi yang umum diterapkan untuk konstruksi dinding di Indonesia (Fatih & Anisa, 2021). Ini banyak digunakan, terutama untuk bangunan bertingkat rendah, karena harga konstruksi yang relatif murah. Penggunaan panel beton pracetak (precast) juga banyak digunakan untuk menggantikan konstruksi bata, terutama untuk bangunan tinggi.

Pemilihan bahan/material pada selubung bangunan dapat menimbulkan kesan/efek visual yang berbeda bagi pengamat. Sebagai contoh tekstur kasar terkesan mendekat, halus terkesan menjauhi, serta berbagai macam sifat tekstur lainnya.

Pemilihan penggunaan material juga berpengaruh terhadap daya serap panas.

Gambar 2.8 Penggunaan bata ringan dengan plester yang tahan panas (thermal insulation) Sumber: https://images.app.goo.gl/aKB2QnsCvchVT7ck6

Dalam hal perpindahan panas, penggunaan dinding bata atau panel beton umumnya sudah cukup karena perbedaan suhu luar ruangan dengan dalam ruangan yang relatif kecil. Oleh karena itu, menambahkan lapisan insulasi pada dinding bata untuk menahan panas menjadi tidak efektif dari sisi biaya.

2. Warna Dinding

(14)

Warna dinding merupakan komponen yang paling berpengaruh pada tampilan karakter selubung bangunan. Warna memiliki fungsi sebagai aksen dan atau penunjuk identitas bangunannya. Warna terang dari dinding lebih efektif daripada warna gelap karena lebih banyak panas yang dipantulkan kembali keluar (Yuristianto &

Hendrawati, 2020).

Gambar 2.9 Pemilihan penggunaan material dan warna dinding akan berpengaruh pada proses mereduksi panas dalam bangunan

Sumber: Yuristianto & Hendrawati (2020)

2.3.10 Infiltrasi

Infiltrasi adalah bocornya udara eksternal ke dalam gedung secara tidak sengaja. Bisa terjadi melalui retak-retak yang terjadi pada dinding, atap, atau pintu dan jendela. Bisa juga terjadi melalui pintu dan jendela luar yang dibiarkan terbuka.

Kebocoran udara dapat diperburuk oleh angin, tekanan udara negatif dari bangunan, dll. Infiltrasi dapat meningkatkan konsumsi energi pada bangunan, misalnya penggunaan pendingin, karena udara yang masuk harus didinginkan dan kelembabannya dikurangi.

Jika interior bangunan bertekanan positif, udara interior bisa mulai bocor keluar. Hal ini dikenal sebagai eksfiltrasi. Infiltrasi dan eksfiltrasi tidak hanya terjadi melalui selubung bangunan yang memisahkan ruang dalam dan ruang luar, tetapi juga antara ruangan ber-AC dan ruangan tidak ber-AC (misalnya tangga) didalam gedung (Widhayaka & Rilatupa, 2021). Cara mengurangi infiltrasi dan eksfiltrasi adalah dengan menyekat bangunan secara rapat dan mengendalikan bukaan pintu dan jendela.

(15)

Gambar 2.10 Bukaan pintu dan jendela mempunyai peran penting pada proses infiltrasi dan eksfiltrasi pada bangunan

Sumber: Yuristianto & Hendrawati (2020)

2.4 Material dan Warna

Penggunaan material dan warna pada keseluruhan komponen bangunan akan memberikan pengaruh kepada daya serap panas bangunan. Pada material, Menurut SNI 03- 0689 OTTV, bahan bangunan memiliki nilai absortan radiasi matahari pada dinding dan atap tidak transparan. Semakin tinggi nilai absortan maka semakin tinggi penyerapan panas oleh material itu sendiri (Yuristianto & Hendrawati, 2020).

Tabel 2.2 Perbandingan penggunaan material sebagai bahan dinding luar Sumber: Yuristianto & Hendrawati (2020)

Material juga memiliki nilai konduktivitas termal. semakin tinggi nilai konduktivitas semakin mudah dalam memindahkan kalor melalui bahan tersebut.

(16)

Tabel 2.3 Perbandingan bahan bangunan berdasarkan nilai densitas dan konduktivitas termal Sumber: Yuristianto & Hendrawati (2020)

Pada warna, Penggunaan warna pada permukaan komponen bangunan juga berpengaruh, misalnya pada dinding luar memiliki nilai absortan/penyerapan radiasi matahari.

semakin tinggi nilainya semakin tinggi dalam menyerap panas.

Tabel 2.4 Perbandingan penggunaan warna penyerapan radiasi matahari pada bangunan Sumber: Yuristianto & Hendrawati (2020)

2.5 Kaitan Selubung Bangunan Terhadap Bangunan Hemat Energi

(17)

Hemat energi sangat berpengaruh dalam keberlangsungan kehidupan manusia sehari – hari. Penggunaan energi haruslah seminimal mungkin agar tidak menimbulkan efek pemborosan terhadap bangunan. Hemat energi adalah kondisi dimana energi dikonsumsi secara hemat (minimal), tanpa harus mengorbankan kenyamanan fisik manusia.

Selubung bangunan (Building Envelope) memiliki peran penting dalam menjawab masalah iklim dan penghematan energi, seperti radiasi matahari, hujan, kecepatan angin, tingginya kelembaban serta pemanfaatan potensi alam. Misalkan dengan menggunakan cahaya alami berupa sinar matahari yang dapat digunakan sebagai pencahayaan di siang hari.

Kemudian pemanfaatan hembusan angin alami mampu menekan penggunaan Air Conditioning (AC). Cara untuk menghemat pengeluaran energi menurut Karyono dalam (Salimah dkk., 2022) pada bangunan adalah:

1. Penghematan Energi Melalui Sistem Utilitas Bangunan

Faktor pertama dalam upaya penghematan energi di dalam bangunan adalah sistem utilitas bangunan, penggunaan pendingin udara seperti AC memakan banyak energi untuk mendinginkan ruangan, untuk itu perlu diganti dengan AC yang memiliki sistem BAS (Building Automation System). Dengan adanya BAS, pengeluaran pendingin udara akan menyesuaikan aktivitas yang ada dalam ruangan, sehingga tidak terlalu memakan banyak energi listrik. BAS dapat juga diaplikasikan ke kran wastafel untuk mengontrol air yang keluar sesuai sensor tangan pada kran. Utilitas lainnya yang dapat membantu upaya penghematan energi ialah penggunaan lampu LED dan peletakan lampu.

2. Penghematan Energi Melalui Pengguna Bangunan

Salah satu peranan penting dalam penghematan energi adalah kesadaran pengguna bangunan untuk menghemat energi. Penggunaan energi secara berlebihan dapat disebabkan oleh pengguna bangunan yang tidak peduli terhadap penghematan energi.

3. Penghematan Energi Melalui Perancangan Arsitektur

(18)

Peranan yang paling penting dalam penghematan energi terletak pada rancangan suatu bangunan. Suatu bangunan dapat menghemat penggunaan energi melalui perancangan pasif dan perancangan aktif. Perancangan secara pasif dilakukan dengan memanfaatkan energi alam untuk memenuhi kebutuhan di dalam bangunan, misalnya penempatan jendela untuk sirkulasi udara dan mendapatkan Cahaya matahari di dalam ruang tanpa harus menggunakan penerangan buatan, sedangkan rancangan aktif lebih mengarah kepada penggunaan teknologi untuk mengkonversikan energi alam ke energi listrik.

2.6 Rumoh Aceh

Rumah aceh sering juga disebut rumah aceh (rumoh). Rumoh Aceh merupakan hasil karya manusia, tentunya dalam proses tersebut terjadi semacam akulturasi, atau perubahan bertahap agar sesuai dengan bentuknya yang sekarang. Dalam proses ini ia menyerap berbagai unsur kedalamnya. Unsur pertama yang diserap adalah optimalisasi fungsi rumah itu sendiri sebagai pelindung manusia dan keluarganya dari gangguan alam, seperti sengatan matahari, dinginnya malam, terpaan hujan, gempa bumi, dan lain-lain. Selain itu juga diperlukan perlindungan dari binatang buas, pencuri, perampok, kebakaran, dan lain-lain.

Selain fungsi-fungsi tersebut di atas, juga harus dapat menunjang kebutuhan hidup lainnya seperti tempat menyimpan barang-barang berharga, bahan makanan, menyiapkan makanan, minuman dan kegiatan-kegiatan lain yang harus dilakukan di rumah dan juga harus menunjang kegiatan perekonomian dan ritual keagamaan.

Gambar 2.11 Rumoh Aceh pada masa kolonial 1890.

Sumber: Rinaldi (2013)

(19)

Untuk penempatan Rumoh Aceh harus memenuhi syarat-syarat tertentu, antara lain letaknya memanjang dari Timur ke Barat dan menghadap kiblat. Penempatan ini dimaksudkan untuk memudahkan tamu dalam menentukan arah kiblat tanpa harus bertanya.

Masyarakat Aceh telah menyesuaikan gaya arsitekturnya yang berupa bangunan panggung dengan bahan utama kayu, keunikan lingkungan sekitarnya. Kecerdasan masyarakat dalam menyikapi kondisi alam juga dapat dilihat dari bentuk rumoh aceh yang menghadap ke Utara dan Selatan sehingga rumah membujur dari Timur ke Barat. Kecenderungan ini nampaknya merupakan bentuk penyikapan masyarakat Aceh terhadap arah angin yang bertiup di daerah Aceh, yaitu dari arah Timur ke Barat atau sebaliknya. Jika arah rumoh aceh menghadap ke arah angin, maka bangunan rumah tersebut akan mudah roboh. Selain itu, orientasi rumah sepanjang arah utara-selatan dipilih untuk memudahkan cahaya alami masuk ke dalam ruangan dari timur dan barat.

Gambar 2.12 Arah dan orientasi rumoh aceh Sumber: Rinaldi (2013)

Jumlah ruangan dan tangga yang ganjil, serta adanya gentong air untuk membasuh kaki setiap memasuki rumoh Aceh, semakin menjadi indikasi pentingnya religiusitas di Rumoh Aceh. Penataan rumah dengan segala fungsinya yang berbeda-beda menjadi pengingat bagi setiap orang untuk menaati aturan. Area tertentu berfungsi sebagai area privat, seperti kamar perempuan (rumoh inong), sedangkan area publik seperti teras depan (seuramoe keu) dan teras belakang terutama digunakan oleh perempuan dalam upaya menjunjung tinggi dan mengajarkan etika dan tata krama pergaulan.

(20)

Keberadaan tangga untuk memasuki rumoh aceh bukan hanya berfungsi sebagai alat untuk naik ke bangunan rumah, tetapi juga berfungsi sebagai titik batas yang hanya boleh didatangi oleh tamu yang bukan anggota keluarga atau saudara dekat. Merupakan pantangan bagi tamu yang bukan kerabat dekat (muhrim) untuk masuk ke dalam kediaman jika tidak ada anggota keluarga laki-laki yang hadir. Dengan demikian, tangga (reunyeun) juga berfungsi sebagai alat kontrol sosial dalam melakukan interaksi sehari-hari antarmasyarakat.

Pintu utama rumah yang tingginya selalu lebih rendah dari ketinggian orang dewasa, sekitar 120-150 cm, artinya setiap orang yang memasuki Rumoh Aceh wajib membungkuk.

Hal ini mengandung pesan bahwa setiap orang yang memasuki Rumoh Aceh, apapun pangkat dan jabatannya, wajib membungkukkan badan untuk menghormati pemilik rumah. Namun, tidak adanya tempat duduk atau meja di seluruh rumah memberikan kesan sangat lapang begitu kita masuk. Semua orang duduk bersila di atas lantai.

Rumoh Aceh merupakan wujud adaptasi terhadap alam dan keimanan kepada Tuhan, bukan sekedar tempat tinggal. Alhasil, Rumoh Aceh memungkinkan kita melihat budaya, cara hidup, dan nilai-nilai yang dianut masyarakat Aceh. Bentuk rumoh Aceh yang seperti panggung, kayu yang dipilih dengan cermat untuk tiang penyangga, dinding papan, dan atap ijuk, semuanya menunjukkan bagaimana masyarakat Aceh telah beradaptasi dengan lingkungannya.

Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika hendak menggabungkan bagian-bagian rumah yang tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak atau tali pengikat dari rotan.

Rumoh Aceh seluruhnya terbuat dari kayu, beratap daun jerami, dan tidak memerlukan paku, namun mampu bertahan hingga 200 tahun. Keberadaan rumoh aceh juga untuk menunjukan status sosial penghuninya. Semakin banyak hiasan pada rumoh Aceh, maka pastilah penghuninya semakin kaya, bahkan hiasan tersebut berbentuk ukiran-ukiran mewah. Bagi keluarga yang tidak mempunyai kekayaan berlebih, maka cukup dengan hiasan yang relatif sedikit misalnya saja hanya menggunakan cat atau bahkan tidak ada sama sekali.

(21)

Gambar 2.13 Contoh ornamen pada rumoh aceh Sumber: Rinaldi (2013)

Setiap Rumoh Aceh biasanya terdiri dari leun rumoh (pekarangan) yang seperti menjadi milik bersama (konsep Ukhuwah Islamiah), setiap bangunan rumah biasanya terdiri dari ruang seuramoe keu (serambi depan), jure (ruang keluarga), seuramoe likot (serambi belakang), dan dapue (dapur). Tingkat pertama disebut juga bagian bawah rumah, dibiarkan kosong dan terbuka, atau terdapat panteu, yaitu tempat duduk menyerupai meja yang terbuat dari kayu atau bambu, digunakan untuk menyimpan barang-barang keperluan rumah, alat- alat yang terkait dengan mata pencaharian sehari-hari atau dipakai untuk melakukan mata pencaharian seperti membuat kain tenun atau digunakan untuk tempat krong (lumbung padi) atau digunakan untuk kandang hewan peliharaan. Ruang utama atau rambat diisi dengan hamparan tika ngom (tikar pandan). Kondisi ini memberikan keleluasaan ruang sehingga bisa multifungsi dan memberi sirkulasi udara yang baik. Secara kualitas ruang, ruang utama seperti ini juga mampu menghadirkan suasana kehangatan persaudaraan.

(22)

Gambar 2.15 Beberapa jenis denah rumoh aceh Sumber: Fakriah & Edytia (2021)

Tangga merupakan penghubung antara miyup rumoh dan rumoh. Dalam rumoh Aceh, jumlah anak tangganya bervariasi, namun seringkali ada tujuh atau sembilan. Tangga pada rumah masyarakat Aceh terdapat penutupnya. Penutup ini memiliki dua tujuan: pertama, untuk mengusir hewan, terutama anjing, dari rumah; kedua, dengan menutup tangga sebagai tanda apabila tidak akan menerima tamu yang tidak dikehendaki. Selain itu untuk menjaga kebersihan rumah maka pada tangga bagian bawah telah disediakan guci air untuk membasuh kaki, sehingga ketika kita hendak naik ke dalam rumah dalam keadaan bersih (suci najis).

Gambar 2.16 Guci dan tangga pada rumoh aceh Sumber: Rinaldi (2013)

2.6.1 Bentuk dan Konstruksi Rumoh Aceh 1. Sistem Sambungan

Sistem sambungan antara kolom dan balok pada Rumah Aceh adalah sistem pasak dan lubang, sistem sambungan ini bersifat sambungan kaku.

Pemakaian sistem pasak dan lubang merupakan konsekuensi dari pemakai pondasi umpak pada Rumah Aceh. Kayu balok yang menghubungkan antar tiang dalam satu deret melintang dinamakan rhok, sedangkan balok kayu yang menghubungkan tiang dalam arah memanjang disebut toi. Pada satu tiang

(23)

lubang sebesar lebar kepala toi dari kepala rhok. Toi dan rhok dimasukkan ke dalamnya, sehingga menyatu dan tiangnya dapat saling tegak.

Gambar 2.17 Bentuk thoi Sumber: Rinaldi (2013)

2. Tameh (Tiang)

Tamèh merupakan tiang yang digunakan sebagai penyangga badan rumah. Dalam peribahasa Aceh, ada ungkapan “Kreueh beu beutoi kreueh, beu lagee kreueh kayèe jeuet keu tamèh rumoh; Leumoh beu beutoi leumoh, beu lagèe taloe seunikat bubông rumoh” yang artinya, jika keras, haruslah sekeras kayu tiang penyangga rumah; jika lentur, mesti selentur tali pengikat atap rumah. Hal ini bermakna hidup orang Aceh adalah teguh pendirian, tetapi tetap berhati lembut.

Gambar 2.18 Bentuk rumoh aceh limong ruweng dengan 6 tameh Sumber: Rinaldi 2013

(24)

pada dasarnya pembuatan lantai rumoh aceh kebanyakan menggunakan bambu, selain bambu juga digunakan kayu, bambu atau kayu tersebut dipasang searah dan sejajar tingginya dengan toi. Kayu lantai dipasang diatas lheu kemudian diikat dengan tali ijuk.

Gambar 2.19 Bentuk pola lantai rumoh aceh Sumber Renaldi (2013)

4. Binteh (dinding)

Binteh atau dinding yang terdiri dari susunan papan horizontal yang dipakukan pada struktur utama. Dahulu dinding dibuat dari anyaman bambu dan diikat dengan tali ijuk ke struktur utama. Penggunaan papan kayu sebagai material dinding membuat struktur rumoh Aceh menjadi struktur yang ringan.

Selain itu material papan sebagai material dinding dan kayu bisa membuat suhu didalam ruangan menjadi lebih sejuk, karena angin dari bawah rumah akan mengalir kedalam rumah. Setiap dinding pada rumoh Aceh memiliki bukaan baik jendela maupun ventilasi Hal ini dilakukan untuk menghindari arah angin yang kencang dari sisi utara- selatan (bagian utara-selatan adalah bagian yang lebih panjang).

(25)

Gambar 2.20 Dinding rumoh aceh

Sumber: https://images.app.goo.gl/1djHBDKLRxUFo9to9

5. Rangka bubong (atap)

Bagian sisi atas rumah Aceh berbentuk segitiga. Atap rumah mengerucut sehingga tampak lancip ke atas. Atapnya disebut dengan bubong.

Bagian yang menyatukan bubong kiri dan bubong kanan dinamakan perabong.

Bentuknya atap rumah lancip. Sisi rumah rumah Aceh selalu menghadap ke arah timur dan barat. Artinya, salah satu sisinya menghadap kiblat. Siapa pun yang bertamu ke rumah orang Aceh, tidak perlu lagi bertanya ke arah mana kiblat Atap rumoh Aceh dibuat dari daun rumbia dengan tujuan ringan sehingga tidak menambah beban bagi rumah. Di samping itu, daun rumbia bisa mendatangkan hawa sejuk. Konstruksi atap diikat dengan rapi yang disebut

Gaseuu” pada pada atap tertentu atau Bara diikat Taloe Pawai yang berfungsi jika suatu waktu terjadi musibah kebakaran, tali itu cukup dipotong untuk antisipasi penyelamatan,

Gambar 2.21 Atap rumbia pada rumoh aceh Sumber: https://images.app.goo.gl/M3V5X3UCv3fmcQTeA

(26)

BAB III PEMBAHASAN

3.1. Implementasi Selubung Bangunan Pada Rumoh Aceh

Implementasi selubung bangunan pada rumoh aceh merupakan hal yang utama dalam peningkatan efisiensi energi, kenyamanan termal dan keberlanjutan bangunan. Selubung bangunan mengacu pada struktur luar bangunan yang memisahkan lingkungan luar dan dalam bangunan seperti dinding, atap, jendela ataupun lapisan eksterior lainnya. selubung bangunan terdiri dari bagian transparan seperti jendela dan bagian yang tidak transparan seperti dinding.

selubung bangunan memiliki pengaruh yang besar terhadap konsumsi energi yang terjadi pada bangunan terutama dalam hal pendinginan dan pencahayaan ruang (Widhayaka &

Rilatupa, 2021).

Implementasi building envelope pada rumah adat Aceh bisa menjadi tantangan yang menarik karena harus mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan tradisional serta kondisi iklim setempat. Rumoh Aceh, biasanya memiliki karakteristik khas, termasuk atap yang tinggi, dinding dari bahan kayu, dan desain yang mempertimbangkan iklim tropis yang panas dan lembab.

Berikut adalah penerapan implementasi selubung bangunan pada rumoh aceh:

1. Binteh (Dinding)

Bahan dinding untuk rumoh aceh yang paling sederhana adalah pelepah rumbia yang dirakit dengan memberi tulang bambu di tiga tempat; pangkal, tengah, dan ujung, jalinan tepas bambu, dan papan. Dinding dalam bagian bawah mengelilingi ramo inong terbuat dari papan yang terukir yang disebut kindang (Sahputra, Meutia, Izziah, & Edytia, 2020).

Untuk pemasangan binteh (dinding) berdasarkan pada jenis bahan dinding yang digunakan. Bila digunakan dinding papan maka papan akan dipaku pada tiang- tiang rumah dan rang, yaitu tiang-tiang pembantu. Sedangkan dinding yang memakai tepas rumbia (gedeg) dilakukan dengan cara mengikat di dinding dengan tali ijuk pada tiang dan rang rumah. Demikian juga hal yang sama bila memakai pelepah rumbia sebagai dinding rumah (Misra,2013).

Dinding dalam rumah tradisional Aceh memiliki peran penting sebagai selubung bangunan yang melindungi dan memberikan struktur pada rumah. Dinding berfungsi sebagai penghalang terhadap cuaca eksternal seperti hujan, angin, atau

(27)

panas matahari, menjaga ruang dalam rumah tetap nyaman. Selain itu, dinding juga memberikan privasi bagi penghuni dan memberikan rasa aman terhadap lingkungan eksternal. Dinding dalam rumah tradisional Aceh memainkan peran penting dalam mempertahankan kekokohan bangunan serta memberikan identitas budaya dan arsitektur khas daerah tersebut. Kombinasi berbagai bahan alami dan teknik konstruksi tradisional menciptakan rumah yang ramah lingkungan dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal.

Gambar 3.1 Binteh Rumoh Aceh

Sumber: https://www.bramblefurniture.com/journal/fakta-rumah-adat-aceh-yang-unik/

2. Aleue (Lantai)

Pada tahap pemasangan lantai (aleue) terlebih dahulu dipasang beberapa balok (berjumlah 9 buah) diatas balok toi pada setiap ruangan. Diatas balok-balok lantai nantinya akan dipasang lantai yang biasanya terbuat dari belahan bambu atau pohon pinang. Tetapi, pada zaman sekarang material lantai sudah menggunakan papan.

Balok-balok lantai dan balok rhok dan toi disatukan dengan cara diikat dengan menggunakan tali rotan atau tali ijuk yang ikatannya disebut rante aleue (Sahputra, Meutia, Izziah, & Edytia, 2020).

Lantai materialnya biasanya dari papan kayu dan dipakukan ke balok lantai.

Dahulu sebelum ada paku, lantai dibuat dari bamboo yang dibelah tau papan dari pohon kelapa dan diikat dengan tali ijuk atau rotan dan diikatkan kembali pada balok lantai.Material yang digunakan pada dinding dan lantai memungkinkan terjadinya

(28)

infiltrasi. Konstruksi tersebut menjadikan jarak antar material menjadi infiltrasi udara untuk menjaga kenyamanan termal dalam ruangan.

Dalam rumah tradisional Aceh, lantai memiliki peran penting sebagai bagian dari selubung bangunan. Lantai rumah Aceh terbuat dari berbagai bahan yang memberikan fungsi struktural dan kenyamanan bagi penghuninya. Lantai dalam rumah tradisional Aceh memainkan peran penting dalam memberikan kenyamanan, kekokohan, dan keindahan rumah. Penggunaan berbagai material alami memperkaya estetika serta memberikan rumah tersebut karakteristik yang unik dan sesuai dengan budaya lokal.

Gambar 3.2 Aleue Rumoh Aceh

Sumber: https://www.rmolaceh.id/mengenal-rumoh-krong-bade-aceh

3. Rangka Bubong (Atap)

Penutup atap terbuat dari daun rumbia (daun sagu). Keseluruhan dari seluruh proses konstruksi atap rumoh Aceh dihubungkan satu dengan yang lain dengan cara diikat dengan tali rotan atau tali ijuk (Sahputra, Meutia, Izziah, & Edytia, 2020). Atap terbuat dari ‘on meuria atau daun rumbia yang disematkan dengan rotan yang dibelah kecil-kecil. Tulang atapnya terbuat dari batang pinang atau bambu yang dibelah-belah sepanjang empat hasta. Daun rumbia dijahitkan pada bilah bambu maupun pinang tadi, kemudian dijemur sampai kering. Atap rumah adat tradisional ini sangat rapat.

Atap tersebut disusun berjarak hanya dua jari sehingga susunan atap sangat tebal. Dan

(29)

diharapkan oleh masyarakat Aceh, sekali menaikkan atap dapat tahan 25 sampai 30 tahun.

Gambar 3.3 Rangka Bubong Rumoh Aceh Sumber: https://satujam.com/rumah-adat-aceh/

4. Pintu

Pintu difungsikan sebagai sirkulasi manusia sebagai membran yang menghubungkan lingkungan luar dengan dalam rumah. Selain itu, pintu juga berfungsi sebagai ventilasi sirkulasi udara karena pintu selalu terbuka pada siang hari.

Di satu sisi, memungkinkan sirkulasi ventilasi silang. Di sisi lain, ia juga mengekspresikan budaya terbuka.

Pada rumoh Aceh biasanya terdapat 2 buah pintu masuk. Rumoh Aceh dahulu pintunya terdapat pada lantai yang dibuka keatas (tangga berada dibawah lantai).

Perkembangannya pintu kemudian dibuat dibagian dinding sebelah Timur atau selatan (diseuramo keu dan seuramo likot) dengan penambahan teras sebagai penghubung antara tangga dan pintu masuk. Ketinggian pintu biasanya rendah 120-130 cm.

perletakan pintu pada lantai ataupun pintu dengan ketinggian rendah dimaksudkan untuk menghormati tuan rumah, dimana jika kita masuk ke rumoh Aceh harus dengan menunduk (Hasbi, 2017).

(30)

Gambar 3.4 Pintu Rumoh Aceh

Sumber: https://www.kompasiana.com/hack87/5500c43fa33311981450ffc5/rumoh-aceh?

page=3&page_images=3

5. Jendela

Jendela yang terdapat pada rumoh aceh tidak terlalu besar tetapi banyak, disetiap sisi rumah terdapat jendela. Jumlah jendela yang banyak membuat rumoh Aceh mendapat ckup cahaya dan udara. Letak jendela yang terdapat pada setiap sisi rumah membuat aliran udara didalam rumoh Aceh mengalir dengan baik dan selalu berganti. Hal ini sangat baik untuk kualitas udara didalam rumah baik untuk kesehatan penghuninya maupun untuk menjaga material rumah dari kerusakan dan tahan lama.

untuk pencahayaan pada siang hari, sinar matahari dapat masuk ke bagian dalam melalui jendela dan ukiran pada bagian lubang tulak angen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa desain dan konstruksi Rumoh Aceh sangat memperhatikan aspek lingkungan alami sehingga dapat menghemat energy listrik.

(31)

Gambar 3.5 Jendela Rumoh Aceh

Sumber: https://steemit.com/architecturalphotography/@windyphagta/2d4y8m-traditional-house-of- aceh-rumah-traditional-aceh-biligual

Adapun manfaat dari penggunaan material pada Rumoh Aceh adalah sebagai berikut:

a. Pelepah rumbia

Pelepah Rumbia (Peuleupeuk Meuria). Peuleupeuk meuria digunakan untuk membuat dinding rumah, rak-rak, dan sanding (Sahputra, Meutia, Izziah, &

Edytia, 2020). Rumbia merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui serta memiliki keunggulan dari segi sosial, ekonomi dan budaya, diantaranya cepat 78 tumbuh hingga menjadi sumber penghasilan masyarakat pergampongan, dapat mengurangi polusi udara, air serta mengendalikan adanya erosi dan tanah longsor, sehingga tanaman Rumbia sangat tepat digunakan untuk rehabilitasi lahan kritis, konservasi tanah miring dan rawan longsor serta dapat dipakai untuk memperbaiki estetika lingkungan diperkotaan (Elvina, Elfiana, & Zuriani, 2017).

Rumbia merupakan jenis pohon yang menjalar dengan akar yang panjang merambat dan bercabang-cabang, tinggi batang 10 m atau lebih dan diameter batang mencapai 60 cm. Daun-daun besar, majemuk menyirip, panjang pelepah hingga 7 m, bertangkai panjang dan berpelepah. Atap rumbia memiliki kelebihan karena lebih sejuk dari atap genting serta biaya yang dikeluarkan lebih murah dibandingkan dengan produk atap yang lain. Namun anyaman daun rumbia juga memiliki kekurangan yaitu cepat rusak (Susanta, 2007).

(32)

Penggunaan daun rumbia dalam arsitektur rumah Aceh tidak hanya memberikan manfaat praktis tetapi juga mempertahankan estetika budaya dan tradisional yang khas dari daerah tersebut. Membangun rumah dengan menggunakan bahan lokal seperti rumbia dapat memperkuat identitas budaya masyarakat Aceh, mempertahankan keberlanjutan tradisi lokal. Penggunaan rumbia dalam rumah tradisional Aceh bukan hanya tentang kegunaannya sebagai bahan bangunan, tetapi juga melibatkan nilai-nilai budaya, keberlanjutan lingkungan, dan identitas lokal. Namun, seperti halnya dengan semua bahan bangunan tradisional, perawatan yang tepat diperlukan agar tetap kokoh dan berfungsi secara optimal dalam menghadapi perubahan cuaca dan waktu.

b. Jalinan tepas bambu

Jalinan tepas bambu adalah teknik konstruksi yang khas dalam arsitektur rumah tradisional Aceh. Ini adalah proses penggunaan bambu sebagai struktur utama atau sebagai elemen dekoratif yang terlihat pada atap dan dinding rumah. Bambu digunakan sebagai struktur utama untuk atap dengan jalinan yang rumit dan kuat. Tepas bambu ini mungkin membentuk kerangka yang menjadi dasar untuk menempatkan bahan atap seperti daun rumbia. Bambu memiliki sifat yang kuat dan tahan terhadap cuaca tropis. Penggunaannya dalam konstruksi atap dapat memberikan perlindungan yang baik terhadap panas matahari dan hujan.

Bamboo ini nantinya dibelah dan diikat/digabungkan dengan tali yang dibuat dari kulit bambu sendiri ataupun tali ijuk. Penggunaan tanaman bambu sebagai material rumah juga merupakan upaya untuk melestarikan lingkungan agar tetap hijau.Bambu merupakan tanaman yang sangat mudah hidup dimana saja dan dapat tumbuh lagi dalam waktu yang singkat.Sehingga bamboo bisa dikategorikan kepada material yang ramah lingkungan dan dapat diperbaharui karena sifatnya yang cepat tumbuh kembali (Hasbi, 2017).

c. papan

Papan (Papeun) Papan meruapakn material untuk membuat elemen dinding dan lantai (Sahputra, Meutia, Izziah, & Edytia, 2020). Papan meruapakn material untuk membuat elemen dinding dan lantaPenggunaan papan kayu dalam rumah tradisional Aceh tidak hanya berfungsi sebagai material

(33)

kali memiliki keterampilan dalam mengolah kayu menjadi papan dengan teknik tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi. Penggunaan papan kayu mencerminkan kekayaan warisan budaya dan arsitektur tradisional Aceh. Material papan biasanya dipergunakan untuk konstruksi dinding dan lantai.Kayu yang digunakan untuk papan adalah kayu sentangaau kayu barang serta ada juga yang menggunakan kayu pohon kelapa (Hasbi, 2017).material papan sebagai material lantai dan kayu bisa membuat suhu didalam ruangan menjadi lebih sejuk, karena angin dari bawah rumah akan mengalir kedalam rumah. ;

d. Tali Ijuk

Tali ijuk dipergunakan untuk menggabungkan belahan bamboo untuk material dinding ataupun lantai.Selain itu juga untuk mengikat konstruksi atap dan daun rumbia sebagai penutup atap (Hasbi, 2017). Tali ijuk sering digunakan untuk mengikat atau menyambungkan daun rumbia atau atap tradisional lainnya. tali ijuk membantu dalam memperkuat struktur atap dan memberikan perlindungan ekstra terhadap angin dan hujan. Penggunaan tali ijuk bukan hanya berfungsi sebagai elemen struktural, tetapi juga memiliki nilai budaya yang tinggi.Penggunaan tali ijuk dalam rumah tradisional Aceh menunjukkan cara dimana bahan-bahan alami dan teknik-teknik tradisional terus digunakan dengan bijaksana dalam merancang dan membangun rumah. Selain fungsinya dalam konstruksi bangunan, tali ijuk juga mencerminkan kekayaan budaya dan kearifan lokal masyarakat Aceh dalam memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya.

e. Batu

Batu kali yang berbentuk pipih biasanya dipergunakan sebagai alas pondasi.

Pondasi seperti ini dinamakanjuga gaki tameh/keuneuleung atau pondasi umpak dimana kolom kayu hanya diletakkan diatas batu sebagai pembatas kayu dengan tanah agar tidak mudah lapuk (Hasbi, 2017). Batu memiliki peran yang penting dalam membangun dan merancang rumah tradisional Aceh.

Penggunaannya sering kali berdampingan dengan material lain seperti kayu, daun, dan bambu untuk menciptakan rumah yang kokoh, tahan lama, dan sesuai dengan lingkungan serta budaya lokal.

(34)

3.2 Simulasi Selubung Bangunan

3.2.1 Simulasi Selubung Bangunan Menggunakan Aplikasi Autodesk Ecotect Autodesk Ecotect adalah software yang digunakan untuk mensimulasi. produk autodesk yang memiliki fitur dalam analisa pencahayaan siang hari yang dianggap lengkap.

Autodesk Ecotect juga dikenal sebagai alat analisis lingkungan yang memungkinkan desainer untuk mensimulasi kinerja bangunan dari tahap awal desain konseptual. ini menggabungkan fungsi analisis dengan tampilan interaktif yang menyajikan hasil analisis langsung dalam kontekstual model bangunan.

Beberapa simulasi yang bisa dilakukan oleh Ecotect, diantaranya:

● Simulasi

● Pencahayaan

● Simulasi termal

● Simulasi kenyamanan

● Simulasi angin

● Simulasi akustik

● Simulasi visual

● Simulasi angin + plugin

3.2.1.1 Cara Melakukan Simulasi Selubung Bangunan Menggunakan Aplikasi Autodesk Ecotect

Sunpath Diagram

Sebagai identifikasi bagian-bagian bangunan yang terlindungi paparan sinar matahari.

1. Membuka Aplikasi Autodesk Ecotect 2. Jika file sudah ada, lakukan Imfort file

(35)

3. Lalu pada File of Type pilih DXF, klik dimana filenya lalu klik open

4. Pada tampilan selanjutnya centang group by name lalu klik Import Intel Existing

5.Ketika gambar sudah muncul pada layar, Centang shadow dis lalu klik fitur matahari

(36)

6.Lalu untuk menyesuaikan dimana letak lokasi bangunan untuk memudahkan menyesuaikan arah matahari, klik pada bagian tampilan atas berbentuk lingkaran, lalu tekan “load weather file”

7.Selanjutnya pilih lokasi dimana tapak bangunan berada, lalu klik open

(37)

8.Setelah menentukan lokasi bangunan, maka akan muncul bentuk bulat kuning seperti matahari pada bagian sesuai dengan dimana lokasi bangunan berada

Selanjutnya klik “Show Solar Rays” untuk mengaktifkan bayangan paparan sinar matahari pada objek bangunan

9.Terlihat pada gambar terjadi perubahan bayangan mengikuti setiap jamnya

(38)

•Lighting Analysis

Simulasi untuk menyesuaikan Lighting Analysis pada bangunan

(39)

1.Untuk memunculkan lighting analysis, klik grid management pada sisi sebelah kanan, lalu ubah angka pada Number of cells menjadi 60. Selanjutnya klik ok

2.Selanjutnya klik Display Analysis Grid untuk memunculkan lighting analysis pada bangunan

3.Lalu pada XY AXIS ubah angka menjadi 100

(40)

5.Fitur diatas untuk menyesuaikan warna biru yang ada pada bangunan menjadi berada ditengah dalam bangunan

6. Pilih ‘Cut Away Section’ pada bagian Section Plane dan pilih ‘Z Axis’.

(41)

7. Atur bayangan/shadow sesuai dengan hasil yang ingin dicapai.

8. Tekan ‘Calculate’ dan pilih ‘Lighting Analysis’.

9. Setelah memilih ‘Natural Light Levels’, selanjutnya klik Next beberapa kali.

10. Kemudian klik OK.

(42)

Hasil dari Simulasi Lighting Analysis

Mode ‘Daylighting Levels’ Mode ‘Internally Reflected

Mode ‘Externally Reflected’ Mode ‘Sky Component

Penghawaan

1. Tekan WINAIR 4 (CFD), pilih data angin dan atur kecepatan & arah angin sesuai dengan lokasi setempat.

(43)

2. Dikarenakan keterbatasan versi Software, maka hanya dapat melakukan simulasi hingga data tahun 2006.

Hasil dari Simulasi Penghawaan

Mode ‘Cell Temperature’ Mode ‘Cell Pressure

Mode ‘Cell Contamination’ Mode ‘Air Flow Rate’ Mode ‘Flow Vector

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Selubung bangunan terbagi menjadi elemen-elemen yang tidak dapat dilewati oleh cahaya, seperti dinding dan bagian penetrasi, dan elemen yang memungkinkan cahaya untuk masuk, seperti jendela, yang berfungsi sebagai batas antara ruang dalam dan luar bangunan.

Pada rumah tradisional, konsep selubung sangat terkait dengan perlindungan terhadap lingkungan luar. Hal ini mengakibatkan pembangunan bangunan tradisional yang disesuaikan

(44)

Penelitian ini memperlihatkan implementasi dan material selubung bangunan pada Rumoh Aceh. Rumoh Aceh yang menerapkan nilai spiritual pada desain bangunannya dan juga menjunjung tinggi kesopanan, memiliki konstruksi yang khas. Bentuk dan konstruksi Rumoh Aceh memiliki sistem sambungan, tiang penyangga (tameh), lantai (alẻ), dinding (binteh), hingga rangka bubong (atap) sebagai selubung bangunan. Selain itu, material kayu dan bambu yang digunakan memberikan kesan ringan dan sirkulasi udara yang baik.

Implementasi selubung bangunan pada rumah adat Aceh tidak hanya memiliki dampak signifikan pada efisiensi energi, kenyamanan termal, dan keberlanjutan bangunan, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan tradisional serta kondisi iklim setempat. Selubung bangunan pada Rumoh Aceh mencakup beberapa elemen, seperti binteh (dinding), aleue (lantai), rangka bubong (atap), dan pintu. Pemilihan material lokal seperti rumbia, bambu, dan kayu berkontribusi pada efisiensi konstruksi. Meskipun material-material yang digunakan memiliki keunggulan, perawatan yang tepat diperlukan untuk memastikan kekokohan dan fungsionalitasnya dalam menghadapi perubahan cuaca dan waktu. Sehingga, implementasi selubung bangunan pada rumah adat Aceh tidak hanya menghadirkan solusi praktis, namun juga keberlanjutan lingkungan.

Simulasi selubung bangunan dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi Autodesk Ecotect. Software ini dapat memberi simulasi terhadap banyak hal, seperti simulasi pencahayaan, penghawaan, kenyamanan termal, angin, hingga akustik.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, A. A. (2018). Konservasi Arsitektur Rumoh Aceh. Jurnal Arsitektur dan Perkotaan

“KORIDOR”

Elvina, Elfiana, & Zuriani. (2017). Analisis Usaha Anyaman Daun Rumbia DI Gampong Cot Tufah Nyaman Daun Rumbia Di Gampong Cut Tufah Kabupaten Bireun. Jurnal S. Pertanian 1 (1) : 77 ± 87 (2017).

Fakria, N., & Edytia, M. (2021). Konsep keberlanjutan sebagai adaptasi perubahan iklim dalam rumah adat di Aceh. Konferensi IOP. Seri: Ilmu Bumi dan Lingkungan 881(2021) 012026.

(45)

Fakriah, N., & Edytia, M. H. A. (2021). Sustainability concept as climate change adaptation in the vernacular house in Aceh. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 881(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/881/1/012026

Fatih, M. Al, & Anisa. (2021). Kajian Konsep Arsitektur Selubung Pada Bangunan Masjid At-tin Jakarta. Journal of Architectural Design and Development, 2(1).

Hasbi, R. M. (2017). KAJIAN KEARIFAN LOKAL PADA ARSITEKTUR TRADISIONAL RUMOH ACEH. Virtuvian.

Lovell, J. (2010). Building Envelope an Integrated Approach. Princeton Architectural Press, New York.

Mediastika, C. (2013). Hemat Energi dan Lestari Lingkungan Melalui Bangunan. Andi, Yogyakarta, Edisi 1

Misra, R. (2013). Rumoh Aceh. Graha Ilmu.Yogyakarta

Natasya. (2019). Tipologi Motif Ornamen Pada Arsitektur Rumah Vernakular Desa Lubuk Gapuy Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Desain Dan Konstruksi.

Sahputra1, Z., Meutia, E., Izziah, & Edytia, M. H. (2020). Teknologi Konstruksi Arsitektur Rumoh Aceh Studi Kasus: Rumoh Aceh di Desa Meugit, Kabupaten Pidie, Aceh.

Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI).

Salimah, A. R., Setiawan, A., & Suryanti, N. (2022). Evaluasi Kinerja Pencahayaan Pada Bangunan Puskesmas Untuk Menunjang Konsep Bangunan Hemat Energi (Studi Kasus:

Puskesmas Gondokusuman II, Yogyakarta).

Widhayaka, S. A., & Rilatupa, J. E. (2021). Optimalisasi kinerja Termal Selubung Bangunan Unit Hunian di Rusunawa Cibesut Jakarta Timur.

Widhayaka, S. A., & Rilatupa, J. E. D. (2021). Optimalisasi Kinerja Termal Selubung Bangunan Unit Hunian di Rusunawa Cibesut Jakarta Timur. MODUL.

Winarto, S. (2014). Selubung Bangunan Dan Lingkungan Luar (Passive Cooling). Swara Patra, Vol. 04 No. 4.

Wijaya, R. S., Kafri, S. A., & Rachmadani, P. N. (2022). Identifikasi Ornamen Rumah Adat Aceh di Gampong Reubee Kecamatan Delima Kabupaten Pidie. Jurnal Seni Rupa .

Yuristianto, F. W., & Hendrawati, D. (2020). Peran Material Selubung Dalam Mereduksi Panas Dalam Bangunan. Seminar Karya & Pameran Arsitektur Indonesia: Sustainability in Architecture 2020, 179–190.

(46)

https://youtu.be/LLy2bawWqeQ?si=Z5gMot0u4mtDOYIN, diakses pada 6 November 2023 https://firmanirmansyah.wordpress.com/2012/07/08/autodesk-ecotect-review/, diakses pada

November 2023

Gambar

Tabel 2.1. Nilai OTTV di Negara ASEAN Sumber: (Widhayaka & Rilatupa, 2021)
Gambar 2.2 Vertikalitas dan horizontalitas pada jendela Sumber: https://images.app.goo.gl/WrnXBPxRq3mtd3UL9
Gambar 2.3 Perbedaan kaca bening dengan kaca sunergy Sumber: https://images.app.goo.gl/2wVYGUrxznFMzutL7
Gambar 2.4 Reflektor cahaya pada bangunan Sumber: https://images.app.goo.gl/Kes3N4K1Un43mQKR8
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lantai bahan yang dugunakan untuk lantai adalah kepingan papan kayu yang lebarnya 20 cm dan tebalnya 3 cm dimana terdapat celah- celah yang merupakan area

Material bahan akustik yang digunakan pada ruang kelas praktek yaitu:. a) Lantai menggunakan karpet. b) Dinding pelingkup menggunakan kayu, glasswool, gypsum,

Tujuan dari penyusunan modul DIKLAT PKB GURU TEKNIK KONSTRUKSI KAYU GRADE-8 ini tentang Rangka Lantai dan Dinding Partisi Kayu adalah untuk memberikan panduan

Jenis-jenis kayu untuk konstruksi di proyek- Pada kesempatan ini saya akan berbagi informasi tentang Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Kayu adalah material alam dari pohon

Di Sabah kayu kapur dipakai untuk kayu lapis, konstruksi berat di tempat yang tidak ada serangan rayap yang hebat, lantai, papan ampig, mebel murah, gading-gading dan papan

Struktur atap pada bangunan rumah Gadang menggunakan sistem rangka dengan konstruksi kuda – kuda. Material yang digunakan untuk rangka merupakan kayu yang cenderung

Pada atap digunakan material penutup atap yaitu rumbia yang terbuat dari daun pohon aren yang bisa didapat dengan mudah pada lokasi perancangan. Dinding pada

TATA RUANG & BENTUK ARSITEKTUR KONSEP DESAIN Batten wall adalah elemen dekoratif dinding yang melibatkan penggunaan papan-papan atau balok-balok yang diaplikasikan pada dinding