• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah seminar fatah ganteng 1

N/A
N/A
Fatah Herdyka

Academic year: 2025

Membagikan "makalah seminar fatah ganteng 1"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK SEMINAR

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN, INSTITUT PERTANIAN BOGOR Judul : Karakteristik Fisik Tanah akibat Pengolahan Tanah

Dangkal dan Dalam pada Perkebunan Nanas Lampung

Penyaji : Fatah Amirulkautsar Herdyka Wahyudi

NIM : A1401211056

Pembimbing : 1. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro M.Sc.

2. Ir. Wahyu Purwakusuma M.Sc.

Hari/Tanggal/Waktu : Selasa / 24 Juni 2025/ 08.47 WIB

Tempat : Ruang Sidang I Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (Wing 18 Level 6)

ABSTRAK

Pengolahan tanah secara intensif dan praktik monokultur jangka panjang di PT. Great Giant Pineapple telah menurunkan kualitas fisik tanah. Penelitian yang bertujuan untuk mengalisis perbedaan karakteristik fisik pada pada pengolahan tanah bajak dangkal (0–20 cm) dan bajak dalam (40–60 cm) dilakukan di Plot 97 PT. GGP menggunakan Rancangan Acak Kelompok Dimodifikasi (RAKD) dengan dua perlakuan, yaitu bajak dangkal (0–20 cm) dan bajak dalam (40–60 cm), yang masing-masing diulang sebanyak enam kali. Parameter yang diamati meliputi bobot isi, porositas total, stabilitas agregat, kapasitas air tersedia, dan kandungan C- organik. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan bajak dangkal menghasilkan bobot isi lebih rendah dan kandungan C-organik lebih tinggi dibandingkan bajak dalam, terutama pada pengamatan bulan Februari. Sementara itu, porositas, stabilitas agregat, dan kapasitas air tersedia tidak menunjukkan perbedaan signifikan antar perlakuan. Temuan ini menunjukkan bahwa pengolahan bajak dangkal memiliki potensi lebih baik dalam memperbaiki sifat fisik tanah pada jangka pendek dikarenakan konsentrasi bahan organik yang lebih besar di lapisan 0-20 cm.

Kata kunci : bajak dangkal, bajak dalam, sifat fisik tanah

(2)

MAKALAH SEMINAR

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN, INSTITUT PERTANIAN BOGOR Judul : Karakteristik Fisik Tanah akibat Pengolahan Tanah

Dangkal dan Dalam pada Perkebunan Nanas Lampung

Penyaji : Fatah Amirulkautsar Herdyka Wahyudi

NIM : A1401211056

Pembimbing : 1. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro M.Sc.

2. Ir. Wahyu Purwakusuma M.Sc.

Hari/Tanggal/Waktu : Selasa / 24 Juni 2025/ 08.47 WIB

Tempat : Ruang Sidang I Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan (Wing 18 Level 6)

PENDAHULUAN Latar Belakang

PT. Great Giant Pineapple (GGP) merupakan salah satu perusahaan pengalengan nanas terbesar di dunia dengan luas lahan 33.000 hektar, untuk produksi nanas kaleng dan buah segar setiap harinya (Ahmadi et al.2021).

Pengolahan tanah secara intensif dan praktik pertanian monokultur telah dilakukan selama 53 tahun untuk menjaga produktivitas tetap tinggi. Namun, dalam keberlanjutan perkebunan ini terdapat berbagai masalah yang muncul dari pengolahan tanah intensif dan praktik pertanian monokultur salah satunya adalah penurunan kualitas tanah yang terjadi secara besar-besaran akibat hilangnya bahan organik (Purwanto dan Alam 2019). Hal ini dapat menyebabkan turunnya produktivitas perkebunan nanas. Penurunan kualitas tanah yang terjadi akibat proses budidaya monokultur dan pengolahan intensif membawa dampak serius terhadap keberlanjutan perkebunan nanas di GGP dengan meningkatnya resiko penurunan kualitas tanah. Penyelesaian masalah diperlukan pendekatan yang lebih berkelanjutan dalam pengolahan tanah.

PT. GGP telah mengalami penurunan produktivitas dari tahun 2018 (Ahmadi et al.2021). Permasalahan ini dapat dikaitkan dengan penggunaan bajak dalam dan pertanian monokultur intensif yang sering digunakan dalam areal perkebunan yang dapat menurunkan kualitas tanah akibat terjadinya pemadatan. Pemadatan tanah dapat mengurangi produktivitas tanah dan memperburuk kondisi tanah (Shaheb et al. 2021). Pemadatan tanah yang terjadi di PT. GGP dapat dikaitkan dengan penggunaan bajak dalam pada lahan perkebunan. Penggunaan bajak dalam pada kondisi tanah normal masih bisa dilakukan dengan aman, namun di PT. GGP, lahan telah mengalami pengolahan intensif selama 53 tahun. Pengolahan jangka panjang menyebabkan penurunan permukaan tanah secara bertahap, hal ini sejalan dengan penelitian Lal (2012) yang menyatakan pengolahan berulang menyebabkan penurunan muka tanah melalui proses pemadatan dan kehilangan volume pori

(3)

diperparah oleh erosi. Akibatnya, solum tanah menjadi lebih dangkal dan semakin mendekati lapisan genetik krokos. Dalam kondisi tersebut, penggunaan bajak dalam berisiko mengangkat lapisan krokos ke permukaan tanah. Krokos yang muncul ke permukaan dapat meningkatkan kepadatan tanah dan mengganggu pertumbuhan akar tanaman. Krokos merupakan konkresi berdiameter >2 mm yang tersementasi dengan kuat, yang dapat meningkatkan kepadatan tanah dan menyulitkan penetrasi akar (Sarbini 2013).

Penggunaan bajak dangkal di PT. GGP merupakan salah satu upaya konservasi dalam pengolahan tanah untuk mengatasi degradasi lahan. Pembajakan ini menjadi alternatif dari penggunaan bajak dalam yang digunakan, karena penggunaan bajak dalam pada tanah krokos dapat menyebabkan pemadatan subsoil yang menggangu struktur tanah dan mempercepat degradasi, terutama pada monokultur intensif (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Selain itu, bajak dangkal lebih menguntungkan secara ekonomis karena biaya operasionalnya lebih rendah dibandingkan dengan bajak dalam akibat penggunaan bahan bakar dan waktu yang lebih efisien. Namun, efektivitas bajak dangkal dalam memperbaiki sifat fisik tanah harus dibandingkan dengan bajak dalam, untuk mengetahui praktik terbaik untuk pengolahan lahan di lahan nanas PT.GGP.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan menganalisis dan membandingkan karakteristik fisik tanah pada lahan yang diolah dengan bajak dangkal (0-20 cm) dan bajak dalam (40-60 cm) di perkebunan nanas PT. GGP.

(4)

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dan pengambilan sampel dilaksanakan pada bulan September 2024 hingga Maret 2025 di Lahan Perkebunan Nanas Research and Development, Plot 97, lokasi 86 PT.Great Giant Pineapple (PT. GGP) Lampung tengah (Gambar 1). Analisis sifat fisik tanah dilakukan pada bulan Januari 2025 hingga Mei 2025 di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian Alat dan Bahan

Alat yang digunakan di lapangan adalah ring sampler, cangkul, garpu tanah, plastik, alumunium foil, spidol, label. Alat yang digunakan pada laboratorium adalah ayakan dengan diameter aperture 8 mm, 4.75 mm, 2.83 mm, 2 mm, 1 mm, 0.42 mm, 0.3 mm, mesin pengayak basah, pressure plate apparatus, erlenmeyer 500 ml, timbangan, dan pipet 10 ml. Bahan yang digunakan adalah contoh tanah terganggu, contoh tanah agregrat, K2Cr2O7, FeSO4, H2SO4, Feroin, dan aquadest.

3

Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Dimodifikasi (RAKD). Penelitian terdiri dari 2 perlakuan yaitu pembajakan dalam (40-60 cm) dan pembajakan dangkal (20 cm). Masing-masing perlakuan terdiri 6 ulangan sehingga menghasilkan 12 satuan percobaan. Satuan percobaan berupa petak percobaan dengan luas 9 m x 28 m (Gambar 2)

(5)

Keterangan:

T40 : Sistem Pengolahan Tanah Bajak Dalam T20 : Sistem Pengolahan Tanah Bajak Dangkal 1, 2, 3, ..., 6 : Titik ulangan

Gambar 2 Desain petak penelitian

Persiapan Lahan

Pembajakan lahan dilakukan pada tanggal 5 September 2024. Sisa tanaman hasil panen yang telah dicacah dibiarkan terdekomposisi di permukaan tanah sebagai upaya pengembalian bahan organik ke dalam tanah. Bajak dangkal dilakukan pada kedalaman 0-20 cm (Gambar 3), sedangkan bajak dalam mencapai kedalaman hingga 40-60 cm (Gambar 4).

Gambar 3 Pembajakan dangkal Gambar 4 Pembajakan dalam

Karakter fisik yang diamati

Pengamatan karakter fisik tanah dilakukan pada kedalaman 0-20 cm.

Parameter karakter fisik tanah beserta metode penetapannya di sajikan pada (Tabel 2).

Tabel 2 Metode analisis terhadap parameter yang diambil

Parameter Metode

Kemantapan Agregrat Ayak basah dan ayak kering

Bobot Isi Clod

Kurva pF Pressure Plate Apparatus

Porositas 1−

(

Bobot jenis partikelBobot isi

)

x100 %

C-Organik (%) Walkley and Black

(6)

Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan bajak dalam dan dangkal menggunakan uji ANOVA satu arah (one-way) dengan bantuan perangkat lunak minitab 22.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkebunan nanas di PT GGP telah dikelola secara intensif sejak 1979.

Pengelolaan ini berisiko menyebabkan degradasi sifat fisik tanah dan penurunan bahan organik akibat pengolahan berulang, pemadatan tanah akibat alat berat, dan monokultur. Sebagai upaya konservasi, diterapkan bajak dangkal dengan membiarkan sisa tanaman yang dicacah tetap di permukaan sebagai mulsa. Praktik mulsa organik diharapkan dapat mempertahankan bahan organik, menciptakan biopori, meningkatkan porositas, dan menurunkan bobot isi tanah (Li dan Pan 2020). Bajak dalam yang digunakan di PT GGP berfungsi untuk membalik tanah hingga kedalaman sekitar 40-60 cm guna memperbaiki aerasi dan mengendalikan gulma, namun beresiko menaikkan lapisan krokos ke permukaan tanah yang dapat meningkatkan kepadatan tanah dan memperburuk penetrasi akar (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

Bobot isi

Bobot isi merupakan nilai yang menggambarkan massa jenis tanah. Bobot isi menunjukkan bahwa semakin padat tanah, maka bobot isinya akan semakin tinggi (Heuscher et al. 2005). Bobot isi pada pengamatan bulan November tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan (Gambar 5). Perbedaan bobot isi yang tidak signifikan ini disebabkan oleh efek awal pembajakan yang meningkatkan ruang pori dalam tanah. Dampak pembajakan pada bobot isi belum terlihat nyata dalam jangka pendek dikarenakan struktur tanah membutuhkan waktu untuk kembali padat. Proses pemadatan ulang dipengaruhi oleh curah hujan dan waktu, yang dapat memperlihatkan hasil bajak secara nyata (Blanco dan Ruis 2018).

Pengamatan pada bulan Februari menujukan tanah telah mengalami pemadatan kembali pasca pembajakan, sehingga diperoleh hasil yang berbeda nyata antar perlakuan. Peningkatan bobot isi pada bulan Februari (Gambar 5) dipengaruhi oleh distribusi bahan organik di dalam tanah. Pada perlakuan bajak dangkal, bahan organik terdistribusi pada kedalaman 0–20 cm, sedangkan pada bajak dalam tersebar hingga kedalaman 40–60 cm. Akibatnya, konsentrasi bahan organik lebih tinggi pada lapisan permukaan tanah dengan bajak dangkal, yang berkontribusi terhadap bobot isi tanah yang lebih rendah dibandingkan dengan bajak dalam.

(7)

November Februari

1.20 1.25 1.30 1.35 1.40 1.45 1.50 1.55 1.60

a

a

a

b

Average T20 Average T40

BI (g/cm3)

Gambar 5 Rata-rata bobot isi

Porositas total

Porositas total merupakan persentase volume ruang pori di dalam tanah dibandingkan dengan volume total tanah itu sendiri (Prasetyo dan Thohiron 2013).

Ruang pori ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan air dan udara yang dibutuhkan oleh tanaman serta mikroorganisme (Bodner et al. 2014). Porositas total tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan pada bulan November maupun Februari (Gambar 6). Pada bulan November, kondisi tanah masih relatif gembur karena baru dua bulan setelah pembajakan. Selain itu, bahan organik yang diaplikasikan belum terdekomposisi sempurna sehingga belum memberikan pengaruh nyata terhadap porositas tanah.

Porositas total pada pengamatan bulan Februari mengalami penurunan dibandingkan bulan November, meskipun tetap tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan. Penurunan ini disebabkan oleh proses pemadatan tanah yang terjadi secara merata pada kedua perlakuan akibat curah hujan. Hujan menyebabkan penghancuran agregat yang tidak stabil dan menutup sebagian ruang pori tanah (Hardjowigeno 2010). Dengan demikian, efek awal pembajakan menjadi tidak terlalu berpengaruh terhadap porositas tanah dalam jangka waktu pendek.

.

November Februari

32.00 34.00 36.00 38.00 40.00 42.00 44.00 46.00

a

a a

a

Average T20 Average T40

Porositas total (%V)

Gambar 6 Rata-rata porositas total

(8)

Stabilitas Agregrat

Stabilitas agregat tanah merupakan kemampuan tanah untuk membentuk dan mempertahankan agregat, baik secara alami maupun akibat pengolahan, agar tetap utuh dan tidak hancur saat terkena gaya eksternal (Levy dan Miller 1997).

Pada pengamatan bulan November (Gambar 7), stabilitas agregat belum menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan. Hal ini disebabkan oleh waktu pembajakan yang masih relatif singkat (dua bulan), serta kondisi tanah yang masih gembur akibat proses pengolahan. Tanah yang baru dibajak umumnya memiliki agregat yang lemah dan mudah terurai (Mbagwu dan Bazzofi 1989).

Stabilitas agregat pada bulan Februari mengalami peningkatan pada kedua perlakuan, namun tetap tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh bahan organik yang belum sepenuhnya terdekomposisi, sehingga belum mampu membentuk agregat tanah yang stabil. Sesuai dengan temuan Six et al. (2000), bahan organik dapat meningkatkan stabilitas agregat secara signifikan setelah mengalami dekomposisi menjadi humus.

November Februari

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

a a a

a

Average T20 Average T40

Stabilitas Agregart (%)

Gambar 7 Rata-rata stabilitas agregrat

Kapasitas Air Tersedia

Kapasitas air tersedia bagi tanaman merupakan kisaran kadar air dalam tanah yang dapat diserap oleh akar secara optimal tanpa menyebabkan stres kekeringan maupun kejenuhan air (Ratliff 1983). Kapasitas air tersedia pada bulan November dan Februari tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan (Gambar 8). Hal ini diduga disebabkan oleh tekstur tanah yang relatif seragam di seluruh plot, sehingga distribusi pori-pori pun merata. Akibatnya, pengolahan tanah dengan bajak dangkal maupun bajak dalam tidak berpengaruh secara signifikan terhadap volume pori-pori yang menyimpan air tersedia. Ahuja et al. (1998) menyatakan bahwa pembajakan umumnya hanya memengaruhi pori-pori makro, sedangkan kapasitas air tersedia lebih berkaitan dengan keberadaan pori mikro dan meso yang tidak banyak berubah akibat perlakuan pembajakan.

(9)

November Februari

10.20 10.40 10.60 10.80 11.00 11.20 11.40 11.60 a

a a

a

Average T20 Average T40

Kapasitas air tersedia(%V)

Gambar 8 Rata-rata air tersedia

Kandungan C-organik Tanah

Kandungan C-organik tanah merupakan komponen penting dalam tanah yang berasal dari sisa-sisa bahan organik seperti daun, akar, dan organisme mati yang mengalami proses dekomposisi (Hoffland et al. 2020). Kandungan C-organik tanah pada bulan November dan Februari menunjukkan perbedaan yang signifikan antar perlakuan, dengan nilai tertinggi ditemukan pada perlakuan bajak dangkal.

Perbedaan kandungan c-organik tanah pada bulan November disebabkan oleh konsentrasi bahan organik yang lebih tinggi di lapisan atas (0–20 cm) pada perlakuan bajak dangkal. Hal ini terjadi karena bahan organik dibiarkan di permukaan dan tidak tercampur secara mendalam. Sebaliknya, pada perlakuan bajak dalam, bahan organik tersebar lebih merata hingga kedalaman 40–60 cm, sehingga konsentrasi di lapisan atas menjadi lebih rendah.

Kandungan C-organik tanah pada bulan Februari mengalami penurunan pada kedua perlakuan. Penurunan ini terjadi secara alami seiring waktu akibat proses dekomposisi yang mengubah bahan organik menjadi senyawa-senyawa sederhana, serta kemungkinan terjadinya erosi yang dapat membawa bahan organik keluar dari lapisan tanah atas (Obalum et al. 2017). Meskipun demikian, bajak dangkal tetap mempertahankan nilai C-organik yang lebih tinggi dibandingkan bajak dalam.

November Februari

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 a

a b

b

Average T20 Average T40

C-Organik (%)

(10)

KESIMPULAN

Pengolahan tanah dengan bajak dangkal (0–20 cm) dan bajak dalam (40–60 cm) menunjukkan perbedaan nyata pada bobot isi dan kadar C-organik tanah. Pada bulan Februari, nilai bobot isi lebih rendah dan kadar C-organik lebih tinggi pada perlakuan bajak dangkal, dibandingkan bajak dalam. Nilai C-organik pada bajak dangkal juga lebih tinggi di kedua bulan pengamatan. Sementara itu, parameter porositas total, stabilitas agregat, dan kapasitas air tersedia tidak menunjukkan perbedaan nyata pada kedua perlakuan di bulan November dan Februari.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi NR, Mardiharini M, Indrawanto C. 2021. Pineapple farmer corporation dev elopment strategy in Central Lampung District, Indonesia. E3S Web of Conf erence. 306: 1-12. doi:10.1051/e3sconf/202130602055.

Ahuja, L. R. et al. (1998). Changes in Soil Water Retention Curves Due to Tillage and Natural Reconsolidation. Soil Science Society of America Journal, 62(5),1228-1233. https://doi.org/10.2136/sssaj1998.036159950062000500 11x

Blanco-Canqui, H., & Ruis, S. J. (2018). Effects of tillage systems on soil organic carbon dynamics, structure, and hydraulic properties. Geoderma, 328, 86–

95. https://doi.org/10.1016/j.geoderma.2018.07.044

Bodner, G., Leitner, D., and Kaul, H. (2014). Coarse and fine root plants affect pore size distributions differently. Plant and Soil, 380(1-2), 133- 151. https://doi.org/10.1007/s11104-014-2079-8

Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo

Hardjowigeno, S., & Widiatmaka. (2007). Pengaruh krokos terhadap sifat fisik dan hidrologi tanah pada lahan pertanian. Jurnal Tanah Tropika, 12(2), 87–94.

Heuscher, S. A., Brandt, C. C., and Jardine, P. M. (2005). Using Soil Physical and C hemical Properties to Estimate Bulk Density. Soil Science Society of Ameri ca Journal, 69(1), 51-56. https://doi.org/10.2136/sssaj2005.0051a

Hoffland, E. et al. (2020). Eco-functionality of organic matter in soils. Plant and Soi l, 455(1-2), 1-22. https://doi.org/10.1007/s11104-020-04651-9

Lal, R. (2012). Soil degradation due to intensive tillage and monoculture practices in tropical environments. Geoderma, 177-178, 1–9.

https://doi.org/10.1016/j.geoderma.2012.01.025

Levy, G. J., and Miller, W. P. (1997). Aggregate Stabilities of Some Southeastern U S. Soils. Soil Science Society of America Journal, 61(4), 1176-1182. https://

doi.org/10.2136/sssaj1997.03615995006100040024x

Li, R., Li, Q., and Pan, L. (2020). Review of organic mulching effects on soil and water loss. Archives of Agronomy and Soil Science, 67(1), 136- 151. https://doi.org/10.1080/03650340.2020.1718111

Min, X., Jiao, H., and Li, X. (2020). Characterizing effects of mechanical compactio n on macropores of reclaimed soil using computed tomography scanning. C

(11)

anadian Journal of Soil Science, 1-12. https://doi.org/10.1139/cjss-2019-00 93

Mbagwu, J.S.C. & Bazzoffi, P. (1989). Properties of soil aggregates as influenced by tillage practices. Soil Use and Management, 5(4), 180-188

Obalum, S. et al. (2017). Soil organic matter as sole indicator of soil degradation. Environmental Monitoring and Assessment, 189(4). https://doi.org/10.1007/s10661-017-5881-y

Prasetyo, H., & Thohiron, M. (2013). Aplikasi SIG dalam penilaian status kerusakan tanah untuk produksi biomassa di Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari4(1).

Purwanto, B. H., and Alam, S. (2019). Impact of intensive agricultural management on carbon and nitrogen dynamics in the humid tropics. Soil Science and

Plant Nutrition, 66(1), 50-59.

https://doi.org/10.1080/00380768.2019.1705182

Ratliff, L. F., Ritchie, J. T., and Cassel, D. K. (1983). Field‐Measured Limits of Soil Water Availability as Related to Laboratory‐Measured Properties. Soil Scie nce Society of America Journal, 47(4), 770-775. https://doi.org/10.2136/sss aj1983.03615995004700040032x

Sarbini, M. A. Q. (2013). Karakterisasi sifat fisik tanah ultisol yang mengandung krokos di Terbanggi Besar Lampung Tengah. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. http://digilib.unila.ac.id/

Shaheb MR, Venkatesh R, Shearer SA. 2021. A review on the effect of soil compac tion and its management for sustainable crop production. Journal of Biosyst em Engineering. 46 (1): 417–439.

Six, J., Paustian, K., Elliott, E. T., & Combrink, C. (2000). Soil structure and organic matter: I. Distribution of aggregate-size classes and aggregate-associated car bon. Soil Science Society of America Journal, 64(2), 681–689. https://doi.or g/10.2136/sssaj2000.642681x ResearchGate+4Soil+4Wikipedia+4

Referensi

Dokumen terkait