• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH SEMIOTIKA MEMAHAMI BAHASA, BUDAYA, BAHASA DAN PIKIRAN, BAHASA SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI

N/A
N/A
YESIKA WILAR

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH SEMIOTIKA MEMAHAMI BAHASA, BUDAYA, BAHASA DAN PIKIRAN, BAHASA SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH SEMIOTIKA

MEMAHAMI BAHASA, BUDAYA, BAHASA DAN PIKIRAN, BAHASA SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI

oleh:

Yesika Wilar 20081105116

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultasi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sam Ratulangi Manado

2023

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa sebagai sarana komunikasi dalam kehidupan kita sehari-hari sangatlah menentukan keberlangsungan hidup kita. Bahasa merupakan alat komunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pemikiran. Pendukung aliran teologis mengatakan, manusia bisa berbahasa karena anugerah tuhan, pada mulanya Tuhan mengajarkan kepada Adam selaku nenek moyang seluruh manusia. Adapun menurut naturalis, kemampuan manusia berbahasa merupakan bawaan alam, sebagaimana kemampuan melihat, mendengar maupun berjalan. Sedangkan para konvensionalis, berpandangan bahwa bahasa pada awalnya muncul sebagai produk sosial. Menurut konvensialis bahasa merupakan hasil konvensi yang disepakati dan kemudian dilestarikan oleh masyarakat. Dari catatan sejarah terdapat bukti sejak jaman purba manusia sudah tertarik untuk menyelidiki seluk beluk bahasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap asal mula perkembangan bahasa dan merefleksikan relasinya dengan semiotika dan pikiran.

Ahli psikolinguistik yakni Arifuddin mengungkapkan dalam bukunya yang berjudul Neoro Psikolinguistik bahwa apa yang ada dalam benak atau pikiran manusia hanya dapat muncul tanpa harus didahului oleh peran bahasa. Pandangan ini mungkin dihubungkan dengan, misalnya tanpa berujar atau bertutur kata pun manusia dapat memikirkan tentang sesuatu yang sebenarnya dapat diujarkan melalui bahasa. Kebisuan bahasa tidak menyebabkan kehampaan berpikir.

Sebab itu bahasa yang dipergunakan pertama-tama haruslah bahasa yang umum dipakai, yang tidak menyalahi norma-norma yang umum berlaku. Seorang yang belum mahir mempergunakan bahasa akan menemukan kesulitan-kesulitan, karena apa yang dipikirkan atau dimaksudkan tidak akan sempurna dilahirkan kepada orang lain. Demikian pula dalam pergaulan umum, kalau bahasa yang dipergunakan bukan merupakan bahasa yang umum berlaku, maka sukar pula diperoleh komunikasi yang lancar. Semua hal ini akan menimbulkan kesalah-pahaman. Sangsi yang langsung dapat diterima oleh pembicara adalah bahwa apa yang diinginkan atau dikehendaki tidak dapat segera mendapat tanggapan.

(3)

Latihan kemampuan atau kemahiran pertama-tama bermaksud untuk menggelar dan mengembangkan potensi-potensi pribadi. Dengan latihan-latihan yang intensif, kita akan memperoleh keahlian bagaimana menggunakan daya pikir secara efektif, menguasai struktur bahasa dan kosakata secara menyakinkan, menggunakan suara dan artikulasi bahasa yang tepat, bagaimana menggunakan gerak-gerik, isyarat dan air muka sesuai dengan suasana dan isi pembicaraan. Latihan-latihan ini perlahan-lahan akan memungkinkan kita melahirkan ide, pengetahuan, perasaan dan lain-lainnya dalam bentuk bahasa yang baik dan lancar, dengan cara yang teratur dan logis.

Bahasa juga penting ketika kita akan mengembangkan empat keterampilan bahasa, yaitu berbicara, menyimak, membaca, dan menulis (Noermanzah dkk., 2018:172). Dengan menguasai keempat keterampilan berbahasa tersebut pada dasarkan kita mampu berkomunikasi dengan baik dan mampu melakukan perubahan-perubahan terhadap kemajuan pribadi, masyarakat, dan bangsa. Terlebih sekarang peserta didik dituntut untuk mendayagunakan bahasa untuk bisa berkomunikasi dengan baik dan santun, kreatif, berpikir kritis, berkerja sama, dan berkolaborasi, dan (Kusmiarti, 2020:207) Untuk itu, pentingnya memahami bahasa, budaya, bahasa dan pikiran, dan bahasa sebagai alat komunikasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu berbahasa, berpikir dan berbudaya?

2. Bagaimana hubungan bahasa dan pikiran?

3. Bagaimana peran bahasa sebagai alat komunikasi?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian berbahasa, berpikir dan berbudaya?

2. Menjelaskan dan mengetahui apa hubungan bahasa dan pikiran 3. Mengetahui peran bahasa sebagai alat komunikasi

(4)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Berbahasa, Berpikir dan Berbudaya

Sejak zaman dahulu, bahkan mungkin semenjak zaman manusia diciptakan, bahasa merupakan salah satu aspek yang tidak dapat dipi usahkan dari seluruh kehidupan umat manusia. Oleh karena itulah, bahasa sampai saat ini merupakan salah satu persoalan yang sering dimunculkan dan dicari jawabannya. Mulai dari pertanyaan “apa itu bahasa?” sampai dengan “darimana asal bahasa itu”

Menurut Abdul Chair, Bahasa dalam arti berkomunikasi, dimulai dengan membuat encode semantic dan encode gramatikal di dalam otak pembicara, dilanjutkan dengan membuat encode fonologi. Kemudian dilanjutkan dengan penyusunan decode fonologi, decode gramatikal, dan decode semantic padak pihak pendengar yang terjadi di dalam otaknya.

Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu memahami bahasa akan memungkinkan peneliti untuk memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia. Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objekobjek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak.

Terkait dengan hal di atas, dapat dikatakan sebenarnya manusia dapat berpikir tanpa menggunakan bahasa, tetapi bahasa mempermudah kemampuan belajar dan mengingat, memecakan persoalan dan menarik kesimpulan. Bahasa memungkinkan individu menyandi peristiwa dan objek dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa individu mampu mengabstraksikan pengalamannya dan mengkomunikasikannya pada orang lain karena

(5)

bahasa merupakan sistem lambang yang tidak terbatas yang mampu mengungkapkan segala pemikiran.

Dalam kehidupan sehari–hari kita perlu adanya sebuah komunikasi, yang mana komunikasi tersebut bisa lewat dengan bahasa yang menjadi perantara komunikasi antar individu–

individu. Tanpa bahasa oarang tidak akan paham maksud yang ingin disampaikan individu yang lain. Disisi lain bahasa juga merupakan pemecah dari akar permasalahan.

Sebagaimana telah kita ketahui tentang faktor yang juga sangat penting dalam penguasaan bahasa adalah faktor neurologis yakni kaitan antara otak manusia dengan bahasa. Dalam hal ini kita akan membahas bagaimana struktur dan organisasi otak manusia terhadap masalah pemerolehan, pemahaman dan pemakaian bahasa. Proses berbahasa dimulai dari enkode semantik, enkode gramatikal, enkode fonologi, dekode gramatika,dan diakhiri dengan dekode semantik.

Proses berbahasa lebih bersifat dua arah,bersifat bolak-balik antara penutur dan pendengar,maka seorang penutur bisa menjadi pendengar dan seorang pendengar bisa menjadi penutur.Proses ini bisa berlangsung dalam waktu yang singkat dan cepat,proses ini juga dikendalikan oleh otak yang merupakan alat pengatur dan pengendali gerak semua aktifitas manusia . Pikiran adalah proses pengolahan stimulus yang berlangsung dalam domain representasi utama. Dalam proses tersebut dapat dikategorikan sebagai proses perhitungan. Pesan-pesan tidak mengalir langsung dari panca indra ke sel motrik, tetapi lebih dahulu masuk ke dalam unit pemrosesan khusus dan di dalam unit tersebut pesan-pesan tersebut bersaing dengan pesan-pesan lain. Maka, pesan yang lebih kuat selanjutnya mengktifasi sel-sel motorik untuk melakukan fungsinya.

Mengungkapkan bahwa kebahasaan dan kebudayaan merupakan dua system yang melekat pada manusia. Kebudayaan adalah satu system yang melekat pada manusia. Kebudayaan adalah satu system yang mengatur interaksi manusia dalam masyarakat, sementara kebahasaan adalah suatu system yang berfungsi sebagai sarana berlangsungnya sebuah intreraksi.10 Dalam hal ini bahasa dan budaya yang bersifat koordinatif, ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, ada yang mengatakan hubungan kebahasaan dan kebudayaan itu seperti anak kembar siam, dua buah fenomena yang terikat erat, seperti hubungan sisi yang satu dengan sisi yang lain adalah system kebudayaan.

(6)

Dalam kehidupan sehari-hari bahwa bahasa termasuk aktivitas manusia, kegiatan seseorang dengan orang lain atau kelom social tertentu. Bila bahasa seseorang dengan orang lain (kelompok social) tertentu, peristiwa itu disebut bebicara (talking, conversation). Sedangkan bila seseorang berbicara dengan dirinya sendiri sebagai suatu aktivitas individual disebut peristiwa berpikir (thinking inner speech). Bila diamati secara langsung, maka bahasa merupakan suatu bagian atau subsistem dari system kebudayaan. Bahasa terlibat dalam sumua aspek kebudayaan, paling minim dengan cara mempunyai nama atau istilah bagi unsur-unsur dari semua aspek kebudayaan. Hal ini lebih penting dari kebudayaan manusia tidak akan dapat terjadi tanpa bahasa karena bahasa merupakan faktor yang memungkinkan terbentuknya kebudayaan. Kita bisa memahami hal ini bila kita membayangkan sejenak bagaimana mungkin kita bisa mengembangkan unsur-unsur kebudyaan, seperti pakaian, rumah, lembaga pemerintahan, lembaga perkawinan, dan hukum tanpa adanya bahasa. Jadi, bahasa adalah sine quq non (yang mesti ada) bagi kebudayaan dan masyarakat manusia.

2.2 Hubungan Bahasa dan Berfikir

Sebagian orang berpendapat bahwa orang berpikir tanpa bahasa. Apa yang ada dalam benak atau pikiran manusia hanya dapat muncul tanpa harus didahului oleh peran bahasa.8 Pandangan ini mungkin dihubungkan dengan, misalnya tanpa berujar atau bertutur kata pun manusia dapat memikirkan tentang sesuatu yang sebenarnya dapat diujarkan melalui bahasa.

Kebisuan bahasa tidak menyebabkan kehampaan berpikir. Contoh lain orang bisu tuli pun dapat berpikir, bahkan memberikan saran kepada orang normal mengenai sesuatu hal, tentu dengan fasilitas komunikasi yang dimilikinya. Dengan kata lain bahwa bahasa dan pikiran selalu terkait, tidak dapat dipisahkan satu sama lain dan sebaliknya hasil pikiran memunculkan kategori atau konsep untuk sebuah benda atau objek. Ada kesalingtergantungan antara bahasa dan pikiran atau sebaliknya.

Kalau dihubungkan dengan kerja otak, apakah ketika seseorang melakukan kegiatan motorik, otak, pikiran, dan gerakan motorik/kinestetik yang dilakukannya bekerja sama? Kalau ditilik dari aspek pengendalian gerakan motorik, tentu saja otak berperan dalam mengendalikan aktivitas gerakan kenestetik. Ketika seseorang berkomunikasi dengan bahasa atau tanda (sign

(7)

language) umumnya diekspresikan melalui gerakan tangan jari-jemari, ada kerja sama yang erat antara pikiran dan bahasa tanda.

Bahasa adalah representasi dari pikiran. Apa yang diungkapkan seseorang melalui ujarannya tidak lain dari hasil proses berpikir, terlepasa dari kebenaran atau kesalahan hasil pikiran tersebut. Dengan demikian bahwa kemampuan manusia untuk berpikir muncul lebih awal ditinjau dari aspek evolusi dan berlangsung belakangan dari aspek bahasa.

Dalam hal ini bisa kita simpulkan bahwa ada keterkaitan antara pikiran dan bahasa karena bahasa adalah representasi dari pikiran. Maka, ada dua pikiran dalam hal ini yaitu pkiran terarah (directed) atau intelligen dan pikiran tidak terarah atau autistic (autistic). Dan manusia pada mulanya memakai pikiran untuk mengategorikan dunia dan mencantumkannya dalam bahasa, tetap begitu bahasa terbentuk, manusia menjadi terikat pada apa yang mereka ciptakan sendiri. Artinya ada ketergantungan pikiran manusia pada bahasa yang digunakan.

Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang hubungan bahasa dan berpikir, di antaranya (Abdul Chaer, 2003: 51):

1. Teori Wihelm van Humboldt

Wilhelm van Humboldt, sarjana Jerman abad ke-15 menekankan adanya ketergantungan pemikiran manusia pada bahasa. Maksudnya, pandangan hidup dan budaya suatu masyarakat ditentukan oleh bahasa masyarakat itu sendiri. Anggota-anggota masyarakat itu sendiri tiada dapat menyimpang dari garis-garis yang telah ditentukan oleh bahasanya itu. Kalau salah seorang dari anggota masyarakat ingin mengubah pandangan hidupnya, maka dia harus mempelajari dulu satu bahasa lain itu. Maka dengan demikian dia akan menganut cara berpikir dan juga budaya masyarakat lain.

Mengenai bahasa itu sendiri, Wilhelm van Humboldt berpendapat bahwa substansi bahasa terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berupa bunyibunyi, dan bagian lainnya berupa pikiran-pikiran yang belum terbentuk. Bunyi-bunyi dibentuk oleh lautform dan pikiran- pikiran dibentuk oleh ideenform atau innereform. Jadi bahasa menurut Wilhelm van Humboldt merupakan sintesa dari bunyi (lautform) dan pikiran (ideenform).

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa bunyi bahasa merupakan bentuk luar, sedang pikiran adalah bentuk dalam. Bentuk luar bahasa itulah yang kita dengar, sedangkan bentuk dalam bahasa berada dalam otak. Kedua bentuk inilah yang membelenggu manusia,

(8)

dan menentukan cara berpikirnya. Dengan kata lain Wilhelm Van Humboldt berpendapat bahwa struktur suatu bahasa menyatakan kehidupan dalam otak dan pemikiran penutur bahasa itu sendiri.

2. Teori Sapir-Whorf

Edward Sapir (1884-1939), linguis Amerika memiliki pendapat yang hampir sama dengan Van Humboldt. Sapir mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini di bawah belas kasih bahasanya yang telah menjadi alat pengantar dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurutnya, telah menjadi fakta bahwa kehidupan suatu masyarakat “didirikan” di atas tabiattabiat dan sifat-sifat bahasa itu. Karena itulah tidak ada dua bahasa yang sama sehingga bisa mewakili satu masyarakat yang sama. Setiap Bahasa satu masyarakat telah mendirikan satu dunia tersendiri untuk penutur bahasa itu. Jadi, berapa banyak manusia yang hidup di dunia ini sama dengan banyaknya jumlah bahasa yang ada di dunia ini. Dengan demikian, Sapir menegaskan bahwa apa yang kita dengar, kita lihat, kita alami dan kita perbuat saat ini adalah disebabkan oleh sifat-sifat/tabiat-tabiat bahasa yang ada terlebih dahulu.

Menurut Benjamin Lee Worf (1897- 1941), murid Sapir, sistem tata bahasa bukan hanya alat untuk menyuarakan ide-ide, tetapi juga sebagai pembentuk ide-ide itu, program kegiatan mental dan penentu struktur mental seseorang.

Dengan kata lain, bahasalah yang menentukan jalan pikiran seseorang. Sesudah meneliti bahasa Hopi, salah satu bahasa Indian di California Amerika Serikat, dengan mendalam Whorf mengajukan satu hipotesa yang lazim disebut Hipotesa Whorf (atau Hipotesa Sapir- Whorf) mengenai relativitas bahasa. Menurut hipotesa ini, bahasa-bahasa yang berbeda membongkar alam ini dengan cara yang berbeda, sehingga terciptalah konsep relativitas sistem-sistem konsep yang tergantung kepada bahasa yang beragam itu. Tata bahasa itu bukan alat untuk mengeluarkan ide-ide, tetapi merupakan pembentuk ide-ide itu. Tata bahasalah yang menentukan jalan pikiran seseorang. Berdasarkan hipotesis Sapir-Whorf itu dapatlah dikatakan bahwa pandangan hidup bangsa-bangsa di Asia (Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan lain-lain) adalah sama karena bahasabahasa mereka memiliki struktur bahasa yang sama. Sedangkan pandangan hidup bangsa-bangsa lain seperti China, Jepang, Amerika, Eropa, Afrika, Perancis, Brazil adalah berlainan karena struktur bahasanya berlainan. Untuk menjelaskan hal itu Whorf membandingkan kebudayaan Hopi dan

(9)

kebudayaan Eropa. Kebudayaan Hopi diorganisasi oleh peristiwa-peristiwa (event), sedangkan kebudayaan Eropa diorganisasi oleh ruang (space) dan waktu (time). Menurut kebudayaan Hopi kalau satu bibit ditanam maka bibit itu akan tumbuh, jarak waktu dan tempat tumbuhnya tidaklah penting, yang penting adalah peristiwa menanamnya dan tumbuhnya bibit itu, sedangkan menurut kebudayaan Eropa jangka wakatu itulah yang penting. Menurut Whorf, inilah bukti bahwa bahasa mereka telah menggariskan realitas hidup dengan cara yang berlainan (Abdul Chaer, 2003: 51).

3. Teori Jean Piaget

Untuk menentukan apakah bahasa terkait dengan pikiran, Piaget berpendapat bahwa ada dua macam modus pikiran, yaitu pikiran terarah (directed) atau pikiran intelegen (Intelegent) dan pikiran tak terarah atau autistik (autistic) (Soenjono Dardjowidjojo, 2003:

283). Piaget yang mengembangkan teori pertumbuhan kognisi menyatakan jika seorang anak bisa menggolong-golongkan sekumpulan benda dengan cara yang berlainan, sebelum menggunakan kata- kata yang serupa dengan benda tersebut, maka perkembangan kognisi dapat diterangkan telah terjadi sebelum dia dapat berbahasa. Menurut teori ini mempelajari segala sesuatu mengenai dunia adalah melalui tindakan-tindakan dan perilakunya dan setelah itu melalui bahasa. Perilaku kanak-kanak itu merupakan manipulasi dunia pada satu waktu dan tempat tertentu dan bahasa merupakan alat untuk memberikan kemampuan kepada kanak-kanak untuk beranjak ke arah yang lebih jauh dari waktu dan tempat tertentu.

Mengenai Hubungan Bahasa dengan kegiatan intelek (berpikir), Piaget menemukan dua hal penting, yaitu:

a. Sumber kegiatan intelek tidak terdapat dalam bahasa tetapi dalam periode sensomotorik, yaitu satu sistem skema yang dikembangkan secara penuh dan membuat lebih dahulu gambaran-gambaran dari aspek-aspek struktur dan bentukbentuk dasar penyimpanan dan oprasi pemakaian kembali.

b. Pembentukan pikiran yang tepat dikemukakan dan terbentuk terjadi bersamaan dengan waktu pemerolehan bahasa. Keduanya memiliki proses yang lebih umum, yaitu konstitusi fungsi lambang pada umumnya. Awal terjadinya fungsi lambang ini ditandai oleh bermacam- macam perilaku yang terjadi serentak perkembangannya.

(10)

Piaget juga menegaskan bahwa kegiatan intelek (berpikir) sebenarnya adalah aksi atau perilaku yang telah dinuranikan dalam kegiatan-kegiatan sensomotorik termasuk juga perilaku bahasa (Abdul Chaer, 2003: 55).

4. Teori L.S Vgotsky

Vgotsky berpendapat bahwa adanya satu tahap perkembangan bahasa adalah sebelum adanya pikiran dan adanya satu tahap perkembangan pikiran adalah sebelum adanya bahasa.

Kemudian kedua garis perkembangan ini saling bertemu, maka terjadilah secara serentak pikiran berbahasa dan bahasa berpikir. Dengan kata lain, pikiran dan bahasa pada tahap permulaan berkembang secara terpisah dan tidak saling mempengaruhi. Begitulah kanak- kanak berpikir dengan menggunakan bahasa dan berbahasa dengan menggunakan pikiran.

Menurutnya pikiran berbahasa (verbal thought) berkembang melalui beberapa tahap. Mula- mula kanak-kanak harus mengucapkan kata-kata untuk dipahami kemudian bergerak ke arah kemampuan mengerti atau berpikir tanpa mengucapkan kata-kata itu, lalu ia bisa memisahkan kata-kata yang berarti dan yang tidak berarti. Selanjutnya Vgotsky menjelaskan hubungan antara pikiran dan bahasa bukanlah suatu benda, melainkan merupakan suatu proses, satu gerak yang terus menerus dari pikiran ke kata (bahasa) dan dari kata ke pikiran.

Menurutnya juga dalam mengkaji gerak pikiran ini kita harus mengkaji dua bagian ucapan yaitu ucapan dalam mempunyai arti yang merupakan aspek semantik ucapan, dan ucapan luar yang merupakan aspek fonetik (bunyi ucapan). Penyatuan dua bagian atau aspek ini, sangat rumit dan kompleks. Dalam perkembangan bahasa kedua bahagian ini masing-masing bergerak bebas. Oleh karena itu, kita harus membedakan antara aspek fonetik dan aspek semantik. Keduanya bergerak dalam arah yang bertentangan dan perkembangan keduanya sudah terjadi pada waktu dan dengan cara yang sama. Namun, bukan berarti keduanya tidak saling bergantung. Satu pikiran kanakkanak pada mulanya merupakan satu keseluruhan yang tidak samar dan harus mencari ekspresinya dalam bentuk satu kata. Setelah pikiran kana- kanak itu mulai terarah dan meningkat, maka dia mulai kurang cenderung untuk menyampaikan pikiran itu yang mulai membentuk satu kalimat lengkap. Sebaliknya, ucapan bergerak dari satu keseluruhan kalimat lengkap, hal ini menolong pikiran kanak-kanak untuk bergerak dari satu keseluruhan kepada bagian-bagian yang bermakna.

(11)

Pikiran dan kata menurut Vgotsky tidak dipotong dari satu pola. Struktur ucapan tidak hanya mencerminkan tetapi juga mengubahnya setelah pikiran beerubah menjadi ucapan. Karena itulah kata-kata tidak dapat dipakai oleh pikiran seperti memakai baju yang sudah siap.

Pikiran tidak hanya mencari ekspresinya dalam ucapan tetapi juga mendapatkan realitas dan bentuknya dalam ucapan itu.

5. Teori Noam Chomsky

Mengenai hubungan berbahasa dan berpikir Noam Chomsky mengajukan kembali teori klasik yang disebut hipotesis nurani. Sebenarnya, teori ini tidak secara langsung membicarakan gabungan bahasa dengan berpikir, tetapi kita dapat menarik kesimpulan mengenai hal ini, karena Chomsky sendiri menegaskan bahwa pengkajian bahasa membukakan perspektif yang baik dalam pengkajian proses mental manusia. Hipotesis nurani mengatakan bahwa struktur bahasa-bahasa dalam adalah nurani. Artinya, rumus-rumus itu dibawa sejak lahir. Pada waktu seorang kanak-kanak mulai mempelajari bahasa ibu dia telah dilengkapi sejak lahir dengan satu peralatan konsep, yaitu dengan struktur bahasa dalam yang bersifat universal. Peralatan konsep ini tidak ada hubungannya dengan belajar atau pembelajaran.

Menurut Chomsky bahasa-bahasa yang ada di dunia ini adalah sama karena didasari oleh satu sistem yang universal, hanyalah pada tingkat dalamnya saja yang disebut struktur dalam (deep structure). Pada tingkat luar (surface structure) bahasa-bahasa itu berbeda-beda. Pada tingkat dalam, bahasa-bahasa itu terdapat rumus-rumus tata bahasa yang mengatur proses- proses untuk memungkinkan aspek-aspek kreatif bahasa bekerja. Chomsky mengistilahkan dengan dengan inti prooses generative bahasa (aspek kreatif) terdapat pada tingkat dalam ini.

Inti proses generative inilah yang merupakan alat semantik untuk menciptakan kalimat- kalimat baru yang tidak terbatas jumlahnya.

Hipotesis ini juga berpendapat bahwa struktur-struktur dalam bahasa adalah sama. Struktur dalam setiap bahasa bersifat otonom dan karena itu tidak ada hubungannya dengan sistem kognisi (pemikiran dan kecerdasan).

6. Teori Eric Lenneberrg

(12)

Berkenaan dengan masalah hubungan bahasa dan pemikiran. Eric Lenneberg mengajukan teori yang disebut Teori Kemampuan Bahasa Khusus. Teori ini secara kebetulan ada kesamaannya dengan teori Chomsky dan juga dengan pandangan Piaget. Menurut Eric Lenneberg banyak bukti yang menunjukkan bahwa manusia menerima warisan biologi asli berupa kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang khuss untuk manusia, dan tidak ada hubungannya degan kecerdasan dan pemikiran. Kanak-kanak, menurut Lenneberg telah mempunyai biologi untuk berbahasa pada waktu mereka masih berada pada tingkat kemampuan berpikir yang rendah, dan kemampuan bercakap dan memahami kalimat mempunyai korelasi yang rendah dengan IQ manusia. Penelitian yang dilakukan Lenneberg telah menunjukkan bahwa bahasa-bahasa berkembang dengan cara yang sama pada kanak- kanak yang cacat mental dan kanak-kanak yang normal.

7. Teori Brunner

Berkenaan dengan masalah hubungan bahasa dan berpikir, Brunner memperkenalkan teori yang disebutnya teori instrumentalisme. Menurut teori ini, bahasa adalah alat pada manusia untuk mengembangkan dan menyempurnakan pemikiran itu. Dengan kata lain, bahasa dapat membantu pemikiran manusia supaya dapat berpikir lebih sistematis. Brunner berpendapat bahwa berbahasa dan berpikir berkembang dari sumber yang sama. Oleh karena itu, keduanya mempunyai bentuk yang sangat serupa dan saling membantu.

Dalam bidang pendidikan, implikasi teori Brunner ini sangat besar. Menurut teori ini bahasa sebagai alat untuk berpikir harus berhubungan langsung dengan perilaku atau aksi serta dengan struktur pada tingkat permulaan. Lalu pada peringkat selanjutnya bahasa ini harus berkembang kearah suatu bentuk yang melibatkan keekplisitan yang besar dan ketidak ketergantungan pada konteks, sehingga pikiran-pikiran atau kalimat-kalimat dapat ditafsirkan atau dipahami tanpa pengetahuan situasi sewaktu kalimat itu diucapkan, atau tanpa mengetahui situasi yang mendasari maksud dan tujuan si penutur. Dengan bahasa sebagai alat kita dapat melakukan aksi kearah yang lebih jauh lagi sebelum aksi itu terjauh. Dengan cara yang sama pikiran juga berguna untuk membantu terjadinya aksi karena pikiran juga dapat membantu peta-peta kognitif mengarah kepada sesuatu yang akan ditempuh untuk mencari tujuan. Jadi, pada mulanya berbahasa dan berpikir muncul secara bersamaan untuk mengatur aksi manusia. Selanjutnya keduanya saling membantu. Dalam hal ini pikiran memakai

(13)

elemen hubungan-hubungan yang dapat digabungkan untuk membimbing aksi yang sebenarnya, sedangkan bahasa menyediakan representasi produser-produser untuk melaksanakan aksi-aksi itu.

Di samping adanya dua kecakapan yang melibatkan bahasa, yaitu kecakapan linguistik dan kecakapan komunikasi, teori Bruner ini juga memperkenalkan adanya kecakapan analisis yang dimiliki oleh setiapa manusia yang berbahasa. Kecakapan analisis inilah yang memungkinkan tercapainya peringkat abstrak yang berbeda-beda. Misalnya, yang memungkinkan seorang anak beranjak lebih jauh dari apa yang ada di hadapannya.

Kecakapan analisis jugalah yang memungkinkan seseorang untuk mengalihkan perhatian dari yang satu kepada yang lainnya (Abdul Chaer, 2003: 59-60).

2.3 Bahasa sebagai Alat Komunikasi

Devitt& Hanley (2006:1);Noermanzah (2017:2) menjelaskan bahwa bahasa merupakan pesan yang disampaikan dalam bentuk ekspresi sebagai alat komunikasi pada situasi tertentu dalam berbagai aktivitas. Dalam hal ini ekspresi berkaitan unsur segmental dan suprasegmental baik itu lisan atau kinesik sehingga sebuah kalimat akan bisa berfungsi sebagai alat komunikasi dengan pesan yang berbeda apabila disampaikan dengan ekspresi yang berbeda. Kemampuan berbahasa ini diimplementasikan dengan kemampuan dalam beretorika, baik beretorika dalam menulis maupun berbicara.

Retorika dalam hal ini sebagai kemampuan dalam mengolah bahasa secara efektif dan efisien berupa ethos (karakter atau niat baik), pathos(membawa emosional pendengar atau pembaca), dan logos(bukti logis) sehingga mempengaruhi pembaca atau pendengar dengan pesan yang disampaikan melalui media tulis atau lisan (Noermanzah dkk., 2017:222- 223; Noermanzah dkk., 2018;119).

Ronal Wardhaugh mengungkapkan bahasa sebagai ̳a system of arbitraryvocal symbol used for human communication. Dari pengertian tersebut mengandung makna bahwa bahasa merupakan suatu sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang digunakan untuk komunikasi manusia (dalam Pateda, 2011:6). Hal yang senada juga dikemukan Bloch dan Trager bahwa bahasa sebagai ̳Language is a system of arbitray vocal symbol by means of which a social group cooperates’yang artinya bahasa sebagai sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi.

(14)

Bahasa menurut Pateda (2011:7) merupakan deretan bunyi yang bersistem sebagai alat (instrumentalis) yang menggantikan individual dalam menyatakan sesuatu kepada lawan tutur dan akhirnya melahirkan kooperatif di antara penutur dan lawan tutur. Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa bahasa dalam wujud bunyi yang bersistem tersebut memiliki peran pengganti bagi penutur untuk menyatakan gagasannya yang kemudian direspons oleh lawan tutur sehingga terjalin komunikasi yang baik.

Kemudian, bahasa juga dijelaskan secara rinci oleh Chaer (2012:33) berupa sistem, berbentuk lambang, berbentuk bunyi, bersifat arbitrer, bermakna, konfensional, unik, universal, produktif, bervariasi, dinamis, manusiawi, digunakan sebagi alat interaksi sosial, dan berfungsi sebagai identitas penuturnya. Chaer lebih menjelaskan bahasa sebagai alat komunikasi yang memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dengan bahasa yang dimiliki oleh makhluk ciptaan Tuhan yang lain atau bisa dikatakan bahasa merupakan hak milik manusiasebagai insan yang mampu berkomunikasi dan karnanya manusia bisa berkembang dan bertahan hidup.

Bunyi yang dimaksud dalam bahasa menurut G.A. Miller (1974:8, dalam Pateda, 2011:7) berisi beberapa hal, berikut.

a.Pholological information, informasi yang bersifat fonologis, bunyi yang tata makna.

b.Syntctic information, informasi yang dikemukakan dalam wujud kalimat.

c.Lexical information, informasi yang terdapat dalam setiap laksem.

d.Conceptual knowledge, konsep-konsep.

e.Have some system of beliefs in order toevaluate what he hears.

Kemudian, menurut Hill (1958:3-9) menjelaskan terdapat lima sifat bahasa yang berwujud bunyi, sebagai berikut:a.Bahasa merupakan seperangkat bunyi yang bersistem dan dikeluarkan oleh alat bicara manusia.b.Hubungan antara bunyi bahasadan objek (reference) bersifat arbitrary (manasuka). Artinya, hubungan antara bunyi dan wujudnya yang berwujud benda, atau konsep bersifat manasuka. Buktinya bunyi cai dalam bahasa Sunda, air dalam bahasa Indonesia, dan water dalam bahasa Inggris.c.Bahasaitu bersistem.

Setiap bahasa di dunia ini mempunyai sistem sendiri. Sistem bahasa Indonesia berbeda dengan sistem bahasa Inggris dan bahasa lain di dunia ini.d.Bahasa adalah seperangkat

(15)

lambang. Memang bunyi yang dihasilkan oleh alat bicara manusia itu berwujud lambang.

Misalnya, bunyi kuda lambangnya adalah /k,u,d,a/ kalau kita suarakan dan berwujud kuda kalau kita tuliskan dalam bahasa Indonesia (sebab dalam bahasa Inggris akan ditulis (h,o,r,s,e) . Lambang-lambang itu kita mengerti maknanya apabila lambang tersebut berada dalam kawasan bahasa yang kita pahami.e.Bahasa bersifat sempurna, maksudnya bahasa yang kita gunakan dapat ditambahkan unsur lain bisa berwujud gerakan tangan, perubahan roman muka, atau penambahan unsur suprasegmental pada setiap satuanujaran.Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahasa sebagai alat komunikasi bermakna bahwa bahasa merupakan deretan bunyi yang bersistem, berbentuk lambang, bersifat arbitrer, bermakna, konfensional, unik, universal, produktif, bervariasi, dinamis, manusiawi, dan alat interaksi sosial yang menggantikan individual dalam menyatakan sesuatu atau berekspresi kepada lawan tutur dalam suatu kelompok sosial sebagai alat untuk berkomunikasi dan identitas penuturnya.

BAB III

(16)

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Daftar Pustaka

(17)

Abdul Chaer. (2003). Psykolinguistic, Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

---. (2007). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Abdul Chaier dan Leoni Agustina. (2000). Sosiolinguistik, Perkenalan Awal. Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

Soenjono Dardjowidjojo. (2003). Psikolinguistik Pengantar pemahaman Bahasa Manusia.

Jakarta: Unika Atma Jaya.

Sumarsono. (2007). Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sabda

Ruhlen, On the Origin of Langguage Studies in Lingguistic Taxonomy, dikutip dari Abd Ghafur, Okara, jurnal bahasa dan sastra. (pamekasan: pusat bahasa STAIN ), Vol.ii, Nopember

Arifuddin. Neoro Psikolinguistik. Jakarta. PT. RajaGrapindao Persada. 2010. Hal. 244 Asep Ahmad Hidayat. Filsafat Bahasa. Mengungkap Hakekat Bahasa, Makna dan Tanda. PT.

Remaja ROsdakarya. Bandung. 2006. hal. 21.

Noermanzah, Noermanzah. "Bahasa sebagai alat komunikasi, citra pikiran, dan kepribadian." Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra. 2019.

Hidayat, Nandang Sarip. "Hubungan berbahasa, berpikir, dan berbudaya." Sosial Budaya 11.2 (2014): 190-205

Tamaji, S. T. (2019). Bahasa, Pikiran, Budaya dan Pendekatan Komunikatif Bahasa Arab. Dar el-Ilmi: jurnal studi keagamaan, pendidikan dan humaniora, 6(1), 59-78.

Hasbullah, M. (2020). Hubungan Bahasa, Semiotika dan Pikiran dalam Berkomunikasi. Al- Irfan: Journal of Arabic Literature and Islamic Studies, 3(1), 106-124.

Referensi

Dokumen terkait