• Tidak ada hasil yang ditemukan

makalah spi dinasti umayyah

N/A
N/A
Nisa Khalish

Academic year: 2023

Membagikan "makalah spi dinasti umayyah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

“SPI PERIODE DINASTI UMAYYAH”

Dosen Pengampu : Yusrah Dewi Siregar, M.A.

Disusun Oleh :

1. A’idah Zhafirah Noor Polem (0601232043) 2. Nisa Khalish (0601232024)

3. Rizki Rahmawati (0601232019)

IP-1 / Semester 1

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN

2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadhirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Taufiq serta Hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan sepenuh hati. Kami menulis makalah ini bertujuan untuk mempelajari dan mengetahui ilmu tentang Sejarah Peradaban Islam yang diberikan oleh dosen mengenai Dinasti Bani Umayyah.

Selain memenuhi tugas, tujuan penulis selanjutnya adalah untuk mengetahui Proses Pendirian Bani Umayyah, Kemajuan, Kemunduran serta Kehancuran Peradaban Islam Pada masa Dinasti Bani Umayyah.

Dalam penyelesain makalah ini, penulis banyak mengalami kesuliatan, terutama disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat kerjasama yang solid dan kesungguhan dalam menyelesaikan makalah ini, akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.

Kami menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya tidak seberapa yang masih perlu belajar dalam penulisan makalah, bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif demi terciptanya makalah yang lebih baik lagi.

Medan, November 2023

Penulis Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

limpahan rahmad-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul : Periodesasi Sejarah Perkembangan Peradapan Islam.

Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu Ibu Sri Wahyuni, M.Pd., yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini, dan juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini dari awal hingga akhir.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada kita semua. Penulis sangat berharap semoga pembaca dapat memberikan kritik dan sarannya terhadap makalah ini agar penulis dapat memperbaikinya pada makalah- makalah berikutnya.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat

limpahan rahmad-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul : Periodesasi Sejarah Perkembangan Peradapan Islam.

Tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu Ibu Sri Wahyuni, M.Pd., yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini, dan juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini dari awal hingga akhir.

Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada kita semua. Penulis sangat berharap semoga pembaca dapat memberikan kritik dan

(3)

sarannya terhadap makalah ini agar penulis dapat memperbaikinya pada makalah- makalah berikutnya

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... i

DAFTAR ISI ....... ii

BAB I ...... 1

PENDAHULUAN ....... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 1

C. Tujuan Penulisan ... 1

BAB II ....... 2

PEMBAHASAN ....... 2

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah ... 2

B. Para Khalifah Dinasti Umayyah ... 3

C. Masa Kemajuan dan Kemunduran Dinasti Umayyah ... 6

1. Masa Kemajuan Dinasti Umayyah ... 6

2. Masa Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Umayyah ... 8

(4)

BAB III ..... 12 PENUTUP ..... 12

A.

Kesimpulan dan Saran ... 12 DAFTAR PUSTAKA ...... 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bani Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafa al-Rasyidin yang memerintah dari 661H sampai 750M di Jazirah Arab dan sekitarnya; serta dari 756M sampai 1031 M di Kordoba, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin ‘Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadang kala disebut juga dengan Muawiyah I.

Awal kedaulatan bagi kedaulatan bani umayyah adalah sepeninggal khalifah Ali bin Abi Thalib, yang mana gubernur Syam tampil sambil sebagai pemimpin Islam yang kuat.

Muawiyyah bin Abu Sufyan bin Harb yang dulunya gubernur Syam, menggatikan posisi Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin Islam dengan cara yang bisa dibilang curang.

Muawiyyah dipandang sebagai pembangun Dinasti yang oleh sebagian besar sejarawan awalnya dipandang negatif. Keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di Siffin dicapai melalui cara yang curang. Lebih dari itu, Muawiyyah juga dituduh sebagai penghianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan Islam, karena dialah yang mula-mula mengubah pimpinan Negara dari seorang yang dipilih oleh rakyat menjadi kekuasaan raja yang diwariskan turun-temurun (monarchi heridites).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah Dinasti Bani Umayyah?

2. Siapa Saja Para khalifah Dinasti Umayah?

3. Apa Saja Kemajuan dan Kemunduran pada Masa Dinasti Umayyah?

4. Apa Saja Penyebab Kehancuran Dinasi Umayyah?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahi Bagaimana Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah

(5)

2. Untuk mengetahui Para khalifah Dinasti Umayah

3. Untuk mengetahui Kemajuan dan Kemunduran pada Masa Dinasti Umayyah 4. Untuk mengetahui Penyebab Kehancuran Dinasi Umayyah

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah

Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada umayyah bin Abd Syams bin Abd Manaf.

Ia adalah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa jahiliyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abd Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.

Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyyah Bin Abu Sufyan Bin Harb. Muawiyyah disamping sebagai pendiri daulah Bani Abbasiyah juga sekaligus menjadi khalifah pertama.

Ia memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari Kuffah ke Damaskus.

Muawiyyah dipandang sebagai pembangun Dinasti yang oleh sebagian besar sejarawan awalnya dipandang negatif. Keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di Siffin dicapai melalui cara yang curang. Lebih dari itu, Muawiyyah juga dituduh sebagai penghianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan Islam, karena dialah yang mula-mula mengubah pimpinan Negara dari seorang yang dipilih oleh rakyat menjadi kekuasaan raja yang diwariskan turun-temurun (monarchi heridites).

Diatas segala-galanya dilihat dari sikap dan prestasi politiknya yang menakjubkan, sesungguhnya Muawiyyah adalah seorang pribadi yang sempurna dan pimpinan besar yang berbakat. Didalam dirinya terkumpul sifat-sifat seorang penguasa, politikus, dan administrator.

Muawiyyah tumbuh sebagai pemimpin karier. Pengalaman politik telah memperkaya dirinya dengan kebijakan-kebijakan dalam memerintah, mulai dari salah seorang pemimpin pasukan di bawah komando panglima Abu Ubaidah Bin Jarrah yang berhasil merebut

(6)

wilayah-wilayah Palestina, Suriah, dan Mesir dari tangan imperium Romawi yang telah menguasai tiga daerah itu sejak tahun 63 SM, kemudian Muawiyyah menjabat kepala wilayah di Syam yang membawahi Suryah dan Palestina yang berkedudukan di Damaskus selama kira-kira 20 tahun semenjak di angkat oleh khalifah Umar. Khalifah Utsman telah menobatkannya sebagai “Amir al- Bahr” (prience of the sea) yang memimpin aramada besar dalam menyerbu ke kota Konstantinopel walaupun belum berhasil.

Muawiyyah berhasil mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya dikarenakan kemenangan diplomasi di siffin dan terbunuhnya khalifah Ali. Melainkan sejak semula gubernur Suriah itu memiliki “basis rasional” yang solid bagi landasan pembangunan politiknya dimasa depan.

Pertama, adalah berupa dukungan yang kuat dari rakyat suriah dan dari Bani Umayyah sendiri. Penduduk suriah yang lama diperintah oleh muawiyyah mempunyai pasukan yang kokoh, terlatih, dan disiplin di garis depan dalam peperangan melawan romawi. Mereka bersama-sama dengan kelompok bangsawan kaya Mekkah dari keturunan umayah berada sepenuhnya dibelakang Muawiyah dan memasokkannya dengan sumber-sumber kekuatan yang tidak ada habisnya, baik moral, tenaga manusia, maupun kekayaan. Negara suriah sendiri terkenal makmur dan menyimpan sumber alam yang melimpah. Ditambah lagi bumi Mesir yang berhasil dirampas, maka sumber-sumber kemakmuran dan suplay bertambah bagi Muawiyyah.

Kedua, sebagai seorang administrator, Muawiyyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Tiga orang patutlah mendapat perhatian khusus, yaitu ‘Amr bin Ash, Mugirah bin Syu’bah, dan ziyad bin Abihi. Ketiga pembantu Muawiyyah merupakan empat politikus yang sangat mengagumkan di kalangan muslim Arab, akses mereka sangat kuat dalam membina perpolitikan Muawiyyah.

Amr bin Ash sebelum masuk Islam dikagumi oleh bangsa Arab, karena kecakapannya sebagai mediator antara Quraisy dan suku-suku Arab lainnya jika terdapat perselisihan.

Setelah menjadi muslim hanya beberapa bulan menjelang penaklukan mekkah, nabi segera memanfaatkan kepandaiannya itu sebagai pemimpin militer dan diplomat. Tokoh besar ini terutama dikenang sebagai penakluk Mesir di zaman Umar dan menjabat gubernur pertama diwilayah itu. Setelah wafatnya Khalifah Utsman ‘Amr mendukung Muawiyyah dan ditunjuk olehnya sebagai penengah dalam peristiwa tahkim. Sayang hanya dua tahun ia mendampingi Muawiyyah. Orang kedua adalah Mugirah bin Syu’bah seorang politikus independen. Karena keterampilan politiknya yang besar, Muawiyyah mengangkatnya menjadi gubernur di kuffah yang meliputi wilayah Persia bagian utara, suatu jabatan yang pernah dipegangnya kira-kira satu atau dua tahun semasa pemerintahan Umar. Keberhasilan Mugirah yang utama adalah kesuksesan menciptakan situasi yang aman dan mampu meredam gejolak penduduk Kufah yang sebagian besar pendukung Ali, sedangkan orang ketiga bernama Ziyad bin Abihi, seorang pemimpin kharismatik yang netral, ditetapkan oleh Muawiyyah memangku jabatan gubernur di Basrah dengan tugas khusus di Persia selatan. Sikap politiknya yang tegas, adil, dan bijakasana menjamin kekuasaan Muawiyyah kokoh diwilayah provinsi paling timur itu yang dikenal sangat gaduh dan sukar diatur.

(7)

Ketiga, Muawiyyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat “hilm”, sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekkah zaman dahulu. Seorang manusia hilm seperti Muawiyyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi.

Gambaran dari sifat mulia tersebut dalam diri Muawiyyah setidak-tidaknya tampak dalam keputusannya yang berani memaklumkan jabatan khalifah secara turun-temurun.

Situasi ketika Muawiyyah naik ke kursi kekhalifahan mengandung banyak kesulitan.

Anarkisme tidak dapat lagi dikendalikan oleh ikatan agama dan moral, sehingga hilanglah persatuan umat.

B. Para Khalifah Dinasti Umayyah

Masa kekuasaan Dinasti Umayyah hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Khalifah yang pertama adalah Muawiyah bin Abi Sufyan, sedangkan khalifah yang terakhir adalah Marwan bin Muhammad. Di antara mereka ada pemimpin- pemimpin besar yang berjasa diberbagai bidang sesuai dengan kehendak zamannya, sebaliknya ada pula khalifah yang tidak patut dan lemah.

Adapun urutan khalifah Umayyah adalah seabagai berikut:

1. Muawiyyah I bin Abi Sufyan (41-60H/661-679M)

2. Yazid I bin Muawiyah (60-64H/679-683M)

3. Muawiyah II bin Yazid (64H/683M)

4. Marwan I bin Hakam (64-65H/683-684M)

5. Abdul Malik bin Marwan (65-86H/684-705M)

6. Al-Walid I bin Abdul Malik (86-96H/705-714M)

7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99H/714-717M)

8. Umar bin Abdul Aziz (99-101H/717-719M)

9. Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M)

10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-742M)

11. Al-Walid II bin Yazid II (125-126H/742-743M)

12. Yazid bin Walid bin Malik (126H/743M)

13. Ibrahim bin Al-Walid II (126-127H/743-744M)

14. Marwan II bin Muhammad (127-132H/744-750M)

Para sejarawan umumnya sependapat bahwa para khalifah terbesar dari daulah Bani Umayyah adalah Muawiyyah, Abdul Malik, dan Umar bin Abdul Aziz.

Muawiyah bin Abi Sufyan adalah bapak pendiri Dinasti Umayyah. Dialah tokoh pembangun yang besar. Namanya disejajarkan dalam deretan Khulafaur rasyidin. Bahkan kesalahannya yang menghianati prinsip pemilihan kepala Negara oleh rakyat, dapat dilupakan orang karena jasa-jasa dan kebijaksanaan politiknya yang mengagumkan.

Muawiyah mendapat kursi kekhalifahan setelah Hasan bin Ali bin Abi Thalib bedamai dengannya pada tahun 41 H. umat Islam sebagiannya membaiat Hasan setelah ayahnya itu wafat. Namun Hasan menyadari kelemahannya sehingga ia berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat kepada Muawiyyah sehingga tahun itu dinamakan ‘amul Jama’ah, tahun

(8)

persatuan. Muawiyah menerima khalifahan di Kuffah dengan syarat-syarat yang diajukan oleh Hasan, yakni:

a. Agar Muawiyyah tidak menaruh dendam terhadap seorang pun penduduk Irak;

b. Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka;

c. Agar pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukkan kepadanya dan diberikan tiap tahun;

d. Agar Muawiyyah membayar kepada saudaranya, Husain 2 juta dirham;

e. Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pemberian kepada Bani Abdi Syams.

Muawiyyah dibaiat oleh umat Islam di Kufah, sedangkan Hasan dan Husain dikembalikan ke Madinah. Hasan wafat dikota Nabi itu pada tahun 50 H. diantara jasa-jasa Muawiyyah adalah mengadakan dinas pos kilat dengan menggunakan kuda-kuda yang selalu siap di tiap pos ia juga berjasa mendirikan Kantor Cap (percetakan mata uang), dan lain-lain.

Muawiyyah pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit dan digantikan oleh anaknya, Yazid yang telah ditetapkannya sebagai putra mahkota sebelumnya. Yazid tidak sekuat ayahnya dalam memerintah, banyak tantangan yang di hadapinya, antara lain ialah membereskan pemberontakan kaum syi’ah yang telah membaiat Husain sepeninggal Muawiyyah. Terjadi perang di Karbala yang mengakibatkan terbunuhnya Husain, cucu nabi itu. Yazid menghadapi para pemberontak di Mekkah dan Madinah dengan keras. Dinding ka’bah runtuh dikarenakan terkena lemparan manjaniq, alat pelempar batu kearah lawan.

Peristiwa tersebut merupakan aib besar pada masanya.

Penduduk Madinah memberontak terhadap Yazid dan memecatnya kemudian untuk mengangkat Abdullah bin Hanzalah dari kaum Anshar. Mereka juga memenjarakan kaum Umayyah di Madinah dan mengusirnya dari kota suci kedua bagi umat Islam itu, sehingga terjadilah bentrok fisik antara pasukan yang dikirim oleh Yazid yang dipimpin oleh Muslim bin Uqbah Al-Murri, dan penduduk Madinah. Peperangan antara kedua pasukan itu terjadi di Al-Harrah yang dimenangkan oleh pasukan Yazid, pada tahun 63 H.

Khalifah Abdul Malik adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah yang disebut-sebut sebagai pendiri kedua bagi keadaulatan Umayyah. Ia dikenal sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang fiqh. Ia telah berhasil mengembalikan sepenuhnya integritas wilayah dan wibawa kekuasaan keluarga Umayyah dari segala pengacau Negara yang merajalela pada masa-masa sebelumnya.

Khalifah Abdul Malik memerintah paling lama, yakni 21 tahun ditopang oleh para pembantunya yang termasuk orang kuat dan menjadi kepercayaannya, seperti Al-Hajjaj bin Yusuf yang gagah berani di medan perang, dan Abdul Aziz, saudaranya yang dipercaya memegang jabatan sebagai gubernur Mesir. Khalifah Abdul Malik wafat tahun 86 H dan diganti oleh putranya yang bernama Al-Walid.

Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memerintah sepuluh tahun lamanya (86-96 H).

pada masa pemerintahannya, kekayaan dan kemakmuran melimpah ruah. Kekuasaan Islam melangkah ke Spanyol dibawah pimpinan pasukan Thariq bin Ziyad ketika Afrika utara dipegang oleh gubernur Musa bin Nushair. Karena kekayaan melimpah maka ia sempurnakan pembangunan gedung-gedung, pabrik-pabrik, dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur

(9)

untuk para khalifah yang berlalu lalang di jalur tersebut. Ia membangun masjid Al- Amawi yang terkenal hingga masa kini di Damaskus. Disamping itu, ia menggunakan kekayaan negerinya untuk menyantuni para yatim-piatu, fakir miskin dan penderita cacat seperti orang lumpuh, buta, dan sakit kusta. Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik wafat tahun 96 H, dan di gantikan oleh adiknya, Sulaiman sebagaimana wasiat ayahnya.

Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik tidak sebijak kakaknya, ia kurang bijaksana, suka harta sebagaimana yang diperlihatkan ketika ia menginginkan harta rampasan perang dari Spanyol yang dibawa oleh Musa bin Nushair. Ia menginginkan harta itu jatuh ketangannya, bukan ketangan kakanya, Al-Walid yang saat itu masih hidup meskipun dalam keadaan sakit. Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dibenci oleh rakyatnya karena tabiatnya yang kurang bijaksana itu. Para pejabatnya terpecah belah, demikian pula masyarakatnya. Orang- orang yang berjasa di masa para pendahulunya disiksanya, seperti keluarga Hajjaj bin Yusuf dan Muhammad bin Qasim yang menundukkan India. Ia menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya sebelum meninggal pada tahun 99 H.

Adapun khalifah yang ketiga yang besar adalah Umar bin Abdul Aziz. Meskipun masa pemerintahannya yang sangat singkat, namun Umar merupakan ‘lembaran putih’ Bani Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh berbagai kebijaksanaan daulah Bani Umayyah yang banyak disesali. Ia yang merupakan personifikasi sorang khalifah yang taqwa dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin Bani Umayyah.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz berubah tingkah lakunya, ia menjadi seorang zahid, sederhana, bekerja keras, dan berjuang tanpa henti sampai akhir hayatnya yang hanya memerintah kurang lebih dua tahun. Khalifah yang adil itu berusaha memperbaiki segala tatanan yang ada pada masa pemerintahannya, seperti menaikkan gaji para gubernurnya, memeratakan kemakmuran dengan memberi santunan kepada fakir dan miskin, dan memperbarui dinas pos, ia juga menyamakan kedudukan orang-orang non-Arab sebagai warga Negara kelas dua, dengan orang-orang Arab. Ia mengurangi beban pajak dan menghentikan pembayaran jizyah bagi orang Islam baru. Khalifah Umar meninggal pada tahun 101 H dan diganti oleh Yazid II bin Abdul Malik (101-105 H). pada masa pemerintahannya timbul lagi perselisihan antara kaum Mudariyah dan Yamaniyah.

Pemerintahannya yang singkat itu mempercepat proses kemunduran Umayyah. Kemudian di gantikan oleh khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Khalifahan Umayyah mulai mundur sepeninggal khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Masih ada empat khalifah lagi setelah Hisyam yang memerintah hanya dalam waktu tujuh tahun, yakni Al-Walid II bin Yazid II, Yazid III bin Al-Walid, Ibrahim bin Al-Walid dan Marwan bin Muhammad adalah penguasa Umayyah terakhir yang terbunuh di Mesir oleh pasukan Bani Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M.

C. Masa Kemajuan dan Kemunduran Dinasti Umayyah

Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, dimana perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak zaman kedua khulafaur rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat

(10)

penjuru mata angin beramai-ramai masuk kedalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan, India dan negeri-negeri sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan, dan Kirgiztan, yang termasuk Soviet Rusia.

1. Masa Kemajuan Diansti Umayyah

Dinasti Umayah meneruskan tradisi kemajuan dalam berbagai bidang yang telah dilakukan masa kekuasaan sebelumnya, yaitu masa kekuasaan khulafaur Rasyidin. Dalam bidang peradaban Dinasti Umayah telah menemukan jalan yang lebih luas kearah pengembangan dan perluasan berbagai bidang ilmu pengetahuan, dengan bahasa Arab sebagai media utamanya.

Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan) beberapa kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut.

1) Pengembangan Bahasa Arab

Para penguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan Islam sebagai daulah (negara), kemudian di kuatkannya dan dikembangkanlah bahasa Arab dalam wilayah kerajaan Islam.

Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha Negara dan pemerintahan sehingga pembukuan dan surat-menyurat harus menggunakan bahasa Arab, yang sebelumnya menggunakan bahasa Romawi atau bahasa Persia di daerah-daerah bekas jajahan mereka dan di Persia sendiri.

2) Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu

Dinasti Umayyah juga mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pusat kegiatan ilmu dan kebudayaan itu dinamakan Marbad, kota satelit dari Damaskus. Di kota Marbad inilah berkumpul para pujangga, filsuf, ulama, penyair, dan cendekiawan lainnya, sehingga kota ini diberi gelar ukadz-nya Islam.

3) Ilmu Qiraat

Ilmu qiraat adalah ilmu seni baca Al-qur’an. Ilmu qiraat merupakan ilmu syariat tertua, yang telah di bina sejak zaman khulafaur rasyidin. Kemudian masa Dinasti Umayyah dikembangkan sehingga menjadi cabang ilmu syariat yang sangat penting. Pada masa ini lahir para ahli qiraat ternama seperti Abdullah bin Qusair (w. 120 H) dan Ashim bin Abi Nujud (w. 127 H).

4) Ilmu Tafsir

Untuk memahami al-quran sebagai kitab suci diperlukan interpretasi pemahaman secara komprehensif. Minat untuk menafsirkan al-quran dikalangan umat Islam bertambah. Pada masa perintisan ilmu tafsir, ulama yang membukukan ilmu tafsir yaitu Mujahid (w. 104 H).

(11)

5) Ilmu Fiqh

Setelah Islam menjadi daulah, maka para penguasa sangat membutuhkan adanya peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman dalam menyelesaikan berbagai masalah.

6) Ilmu Nahwu

Pada masa Dinasti Umayyah karena wilayahnya berkembang secara luas, khususnya kewilayah di luar Arab, maka ilmu nahwu sangat diperlukan.

7) Ilmu Jughrafi dan Tarikh

Ilmu Jughrafi dan tarikh pada masa Dianasti Umayyah telah berkembang menjadi ilmu tersendiri. Demikian pula ilmu tarikh (ilmu sejarah) baik sejarah umum maupun sejarah Islam pada khususnya.

8) Usaha penerjemahan

Untuk kepentingan dakwah Islamiyah, pada masa Dinasti Umayyah di mulai pula penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa-bahasa lain kedalam bahasa Arab.

Dengan demikian, jelaslah bahwa gerakan penerjemahan telah dimulai pada zaman ini, hanya baru berkembang secara pesat pada zaman Dinasti Bani Abbasiyah.

9) Ilmu Hadis

Ketika kaum muslimin telah berusaha memahami al-quran ternyata ada satu hal yang juga sangat mereka butuhkan, yaitu ucapan-ucapan nabi yang di sebut hadis. Oleh karena itu, timbullah usaha untuk mengumpulkan hadis, menyelidiki asal-usulnya sehingga akhirnya menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan ilmu hadis.

Umar Ibn Abd Al-Aziz adalah khalifah yang memelopori penulisan (tadwin) hadis.

Beliau memerintahkan kepada Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hajm (120 H) gubernur Madinah, untuk menuliskan hadis yang ada dalam hafalan-hafalan penghafal hadis.

Umar Ibn Abn Al-Aziz menulis surat sebagai berikut:

“Periksalah hadis Nabi Muhammad SAW., dan tuliskanlah karena aku khawatir bahwa ilmu (hadis) akan lenyap dengan meninggalnya ulama dan tolaklah hadis selain dari Nabi SAW., hendaklah hadis disebarkan dan diajarkan dalam majelis-majelis sehingga orang- orang yang tidak mengetahui menjadi mengetahuinya; sesungguhnya hadis itu tidak akan rusak sehingga disembunykan (oleh ahlinya).”

Atas perintah khalifah, pengumpulan hadis dilakukan oleh ulama. Diantaranya adalah Abu Bakar Muhammad Ibn Muslim Ibn Ubaidillah Ibn Shihab Az- zuhri (guru Imam Malik).

Akan tetapi, buku hadis yang dikumpulkan oleh Imam Az-Zuhri tidak diketahui dan tidak

(12)

sampai kepada kita. Dalam sejarah tercatat bahwa ulama yang pertama membuktikan hadis adalah Imam Az-Zuhri.

2. Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Bani Umayyah

Dinasti yeng didirikan oleh Muawiyyah bin Abu Sofyan ini, dari beberapa khalifah yang memegang kekuasaan, hanya beberapa orang saja yang dianggap berhasil dalam menjalankan roda pemerintahannya antara lain : Muawiyyah bin Abu Sofyan, Abdul Malik bin Marwan, al-Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abdul Aziz dan Hisyam bin Abdul Maiik, selain mereKa itu merupakan khalifah yang lemah. Dinasti ini mencapai puncaknya pada masa al Walid I bin Abdul Malik dan kemudian akhirnya menurun dan kekuasaan mereka direbut oleh Bani Abbasiyah pada tahun 750 M.

Diantara faktor penyebab keruntuhan Dinasti Umayyah ini, menurut Hasan Ibrahim Hasan adalah :

1) Pengkatan Dua Putera Mahkota

Perubahan sistero kekuasaan, dari sistem demokrasi kepada monarchi yang dirintis Muawiyyah bin Abu Sofyan, berakibat pada tumbuhnya bibit permusuhan dan persaingan diantara sesama anogota keluarga dinasti dan ditambah dengan langkah pengangkatan dua putera mahkota yang diberi mandat, agar putera mahkota yang kedua sebagai pelanjut sesudah yang pertama, hal itu dilakukan khalifah Marwan bin al Hakim dengan mengangkat Abdul Malik bin Marwan dan Abdul Aziz, berikutnya adalah Abdul Malik mengikuti jejak mendiang ayahnya dengan mengangkat puteranya, yatu al Walid dan Sulaiman. Langkah ini tidak hanya menjadi permusuhan dan persaingan diantara sesama anggota keluarga tetapi juga merembet masuk di lingkungan para panglima dan pejabat.

2) Munculnya Fanatisme Suku

Setelah Yazid bin Muawiyyah meninggal, fanatisme suku menyebar di tengah-tengah kabilah Arab namun belum sampai membahayakan kekuatan Bani Umayyah dari rongrongan kakuatan lain yang menginginkan kehancurannya sebagai pemegang supremasi politik umat Islam.

Kondisi tersebut masih dapat dikendalikan terlebih dengan tampilnya Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah, ia seorang yang saleh dan adil. Dalam masa pemerintahannya diisi dengan memperbaiki kerusakan yang dilakukan oleh para khalifah Bani Umayyah sebelumnya, sehingga legalitas kepemimpinannya diakui dan diterima oleh semua pihak yang tidak mengakui pemerintahan Bani Umayyah. la terbebas dari fanatisme suku, karena ia tidak mengangkat seorang menjadi gubernur melainkan berdasarkan kecakapan dan keadilan yang dimiliki oleh yang bersangkutan.

Namun ketika Umar bin Abdul Aziz wafat, dan kekhalifahan dipegang Yazid bin Abdul Malik, saat itu fitnah dan perselisihan diantara bangsa Arab utara (Arab Mudhar) /suku Qais dengan Arab selatan (Arab Yaman) /bani Kalb memanas, yang kemudian terjadi perang Murj Rahith, yang mengkibatkan terbunuhnya al Mulahhab bin Abu Shufrah dari Arab

(13)

Yaman, ia seorang yang telah mengabdi seluruh hidup dan potensinya pada Bani Umayyah, yaitu pembelaannya dalam perang al Azariqah menghadapi kaum khawarij, berjuang memerangi penduduk Khurasan dan al Khazar serta orang-orang Turki. Sepeninggal al Mulahhab, tampillah puteranya yang menjadi perhatian dan tumpuhan pihak Arab Yamani untuk merongrong kedaulatan Dinasti Umayyah. Namun demikian Bani Umayyah sekali waktu berpihak kepada Arab Qais dan dilain waktu kepada Arab Yaman.

Fanatisme suku dapat dilihat ketika Yazid bin Abdul Malik mengangkat saudaranya yaitu Maslamah sebagai gubernur wilayah setelah mereka berjasa menumbangkan pemberontakan putera al Mulahhab, dan juga mengangkat Umar bin Kubairah yang berasal dari suku Qais.

Ketika Yazid wafat dan saudaranya yaitu Hisyam naik tahta maka khalifah baru menilai bahwa posisi orang-orang Qais dalam pemerintahan sudah terlalu kuat, dan hal ini, menurut Hisyam adalah membahayakan kelangsungan pemerintahan Bani Umayyah, kemudian ia mengambil tindakan dengan cara mengenyahkan orang-orang Qais dari kekuasaan dan balik berpihak kepada unsur Yamani, ini dimaksudkan agar kadua unsur tersebut berimbang. Untuk itu ia mengangkat Khalid bin Abdullah al Qasari sebagai gubernur Irak, dan juga mengangkat saudara Khaiid yaitu Asad sebagai gubernur Khurasan. Dengan demikian kekuatan unsur Yamani kembali berperan dan kekuatan unsur Qaisi melemah, kemudian orang-orang dan unsur Yamani berkesempatan menumpahkan balas dendam mereka kepada orang-orang dari unsur Qaisi.

Demikianlah fanatisme suku yang telah mencabik-cabik Dinasti Umayyah. sehingga negara menjadi ajang bagi tumbuhnya beragam fitnah dan kerusuhan dan kemudian keruntuhan dinasti ini teriadi.

3) Terlena Dalam Kemewahan

Pola hidup sebagian khalifah Dinasti Umayyah yang sangat mewah dan senang berfoya-foya sebagai warisan pola hidup para penguasa Bizantium adalah faktor lain yang telah menanam andil besar bagi keruntuhan dinasti ini. Yazid bin Muawiyyah adalah seorang khalifah dari Dinasti Umayyah sangat terkenal sebagai pengagum berat wanita, memelihara para penyanyi wanita, memelihara burung buas, singa padang pasir dan seorang pecandu minuman karas.

Perilaku Yazid bin Abdul Malik juga tidak lebih baik dari Yazid bin Muawiyyah, ia adalah pemuja wanita dan penggemar pesta pora. Begitu pula dengan puteranya yaitu al Walid, ia seorang khalifah yang sangat senang dengan kehidupan serba mewah dan terlena dengan romantika asmara.

4) Fanatik Arab

Dinasti Umayyah adalah muni daulat Arab, sehingga ia sangat fanatik kepada bangsa Arab dan kearabannya. Mereka memandang orang non Arab (mawali) dengan pandangan sebelah mata, sehingga menimbulkan fitnah diantara sesama kum Muslimin, disamping itu pula telah membangkitkan nasionalisme di dalam Isiam. Bibit daripada geraka tersebut

(14)

adalah anggapan bahwa bangsa Arab adalah bangsa yang paling utama dan mulia dan bahasa Arab adalah bahasa yang paling tinggi dibanding dengan yang lain.

Tindakan diskriminatif tersebut telah membangkitkan kebencian kaum mawali kepada Bani Umayyah, akhirnya sebagai kaum tertindas mereka selalu mencari waktu yang tepat untuk melampiaskan kebenciannya. Mereka menggabungkan diri dengan al Mukhtar dan kaum khawarij untuk bersekutu dan ditambah dengan propagandis kaum abassi untuk memberontak dan menggulingkan Dinasti Umayyah.

Sekutu tersebut melakukan gerakan oposisi terhadap Dinasti Umayyah dengan pimpinan Muhammad bin Ali dan kemudian dilanjutkan kedua puteranya yaitu ibrahim dan Abu Abbas yang didukung oleh masyas-akat pendukung Ali di Khurasan. Di bawah pimpinan panglimanya yang tangkas, yaitu Abu Muslim al Khurasani, gerakan ini dapat menguasai wilayah demi wilayah kekuasaan Dinasti Umayyah dan bahkan dalam partempuran di Zab Hulu sebelah Mosul, Marwan II. khalifah terakhir Dinasti Umayyah dapat dikalahkan, Marwan II di bunuh di Mesir pada bulan Agustus 750 M dan berakhirlah kekuasaan Dinasti Umayyah di Damaskus.

Menurut Yatim Badri, secara garis besar faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran yang berujung pada kehancuran Dinasti Bani Umayyah adalah

a. Perebutan kekuasaan antara anggota keluarga istana, pengaturan yang tidak jelas mengenai pergantian khalifah. Sistim pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah merupakan sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas.

b. Latar belakang terbentuknya Daulah Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa kaum Syi`ah (pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti dimasa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.

c. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan Mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puasa karena status Mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.

d. Lemahnya pemerintahan Daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah dilingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan, disamping itu, golongan agama yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.

(15)

e. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas Ibn Abd Al- Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi`ah dan kaum Mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.

BAB II PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf, Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan ibn Ali yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada Muawiyah setelah melakukan perundingan dan perjanjian. Bersatunya umat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah) tahun 41 H (661 M).

2. Sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah diadopsi dari kerangka pemerintahan Bizantium, dimana ia menghapus sistem tradisional yang cenderung pada kesukuan.

Pemilihan khalifah dilakukan dengan sistem turun temurun atau kerajaan, hal ini dimulai oleh Umayyah ketika menunjuk anaknya Yazid untuk meneruskan pemerintahan yang dipimpinnya pada tahun 679 M.

3. Pada masa kekuasannya yang hampir satu abad, dinasti ini mencapai banyak kemajuan. Dintaranya adalah: kekuasaan territorial yang mencapai wilayah Afrika Utara, India, dan benua Eropa, pemisahan kekuasaan, pembagian wilayah kedalam 10 provinsi, kemajuan bidang administrasi pemerintahan dengan pembentukan dewan- dewan, organisasi keuangan dan percetakan uang, kemajuan militer yang terdiri dari angkatan darat dan angkatan laut, organisasi kehakiman, bidang sosial dan budaya,

(16)

bidang seni dan sastra, bidang seni rupa, bidang arsitektur, dan dalam bidang pendidikan.

4. Kemunduran dan kehancuran Dinasti Bani Umayyah disebabkan oleh banyak faktor, dinataranya adalah: perebutan kekuasaan antara keluarga kerajaan, konflik berkepanjagan dengan golongan oposisi Syi’ah dan Khawarij, pertentangan etnis suku Arab Utara dan suku Arab Selatan, ketidak cakapan para khalifah dalam memimpin pemerintahan dan kecenderungan mereka yang hidup mewah, penggulingan oleh Bani Abbas yang didukung penuh oleh Bani Hasyim, kaum Syi’ah, dan golongan Mawali.

B. Saran

Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pemakalah dan seluruh pembaca. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan dan kesempurnaan di masa mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, (Bandung: Salamadani, 2012), cet ke-5

Ahmad al-Usairi, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta: Akbar Media Sarana, 2003)

A. Hasymy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1975) A. Latif Osman, Ringkasan Sejarah (Jakarta: Widjaya, 1951)

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994) Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008)

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta, UI Press, 1978), jilid 1

Referensi

Dokumen terkait

DDoS detection technique using statistical analysis to generate quick response time, in: Broadband, Wireless Computing, Communication and Applications (BWCCA), 2010 International

1 JIIA Forum Presentation Summary August 10, 2010 Venue: Japan Institute of International Affairs MATSUYAMA Ryoichi Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary to the Republic of