• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH TAFSIR TARBAWI: KEWAJIBAN BELAJAR-MENGAJAR TAFSIR QS. AL-A’LAQ/96: 1-5

N/A
N/A
041@Imroatul Aliyah

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH TAFSIR TARBAWI: KEWAJIBAN BELAJAR-MENGAJAR TAFSIR QS. AL-A’LAQ/96: 1-5"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

i

MAKALAH TAFSIR TARBAWI

KEWAJIBAN BELAJAR-MENGAJAR TAFSIR QS. AL-A’LAQ/96: 1-5

DOSEN PENGAMPU : Dr. HAMKA, M. Th. I.

DISUSUN OLEH : KELOMPOK VII

Imroatul Aliyah : 20200121041 Husnul Muawiyah Arif : 20200121042

PENDIDIKAN BAHASA ARAB FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2023/2024

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Tafsir Tarbawi, dengan judul : “Kewajiban Belajar-Mengajar Tafsir QS. AL- A’LAQ/96: 1-5”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Samata, 16 Oktober 2023

Penulis

(3)

iii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 1

C. Tujuan... 2

BAB II PEMBAHASAN ... 3

A. Tafsir Q.S al-‘Alaq ayat 1-5 ... 3

B. Asbabun Nuzul Q.S al-‘Alaq ayat 1-5 ... 11

C. Konsep Kewajiban Belajar-Mengajar dalam Q.S al-‘Alaq ayat 1-5 ... 13

D. Ayat-Ayat Lain Terkait Kewajiban Belajar-Mengajar ... 15

BAB III PENUTUP ... 18

A. Kesimpulan ... 18

B. Saran ... 18

DAFTAR PUSTAKA ... 19

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang mengandung hal-hal yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah, filsafah, peraturan-peraturan yang telah mengatur tingkah laku manusia dan tata cara hidup manusia, baik sebagai makhluk individu ataupun sebagai makhluk sosial, baik hidup di dunia maupun di akhirat.1

Salah satu diantara ajaran al-Qur’an adalah perintah untuk mempelajari segala sesuatu, baik yang berhubungan dengan dunia maupun akhirat. Jika kita perhatikan ayat pertama kali yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yaitu Q.S al-‘Alaq ayat 1-5 adalah perintah untuk belajar. Dalam ayat tersebut, tercakup sekaligus dua konsep yaitu “belajar” (aktivitas manusia yakni Nabi Muhammad SAW) dan “mengajar” (aktivitas Allah SWT melalui wasilah malaikat).2 Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis akan membahas kewajiban belajar-mengajar dalam Q.S al-‘Alaq ayat 1-5 beserta dengan ayat-ayat al-Qur’an lainnya terkait dengan kewajiban belajar mengajar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tafsir Q.S al-‘Alaq ayat 1-5?

2. Bagaimana asbabun nuzul Q.S al-‘Alaq ayat 1-5?

3. Bagaimana konsep kewajiban belajar-mengajar dalam Q.S al-‘Alaq ayat 1-5?

4. Apa ayat-ayat lain terkait kewajiban belajar-mengajar?

1 Fikrilm dan Hakim, Membumikan Al-Qur’an (Kediri: Lirboyo Press, 2014), h. 17.

2 Tohirin, Psikologis Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (berbasis integrasi dan kompetensi) (Jakarta: Penerbit Rajawali, 2011), h. 6.

(5)

C. Tujuan Pembahasan

1. Pembaca dapat mengetahui tafsir Q.S al-‘Alaq ayat 1-5

2. Pembaca dapat mengetahui asbabun nuzul Q.S al-‘Alaq ayat 1-5

3. Pembaca dapat mengetahui konsep kewajiban belajar-mengajar dalam Q.S al-

‘Alaq ayat 1-5

4. Pembaca dapat mengetahui ayat-ayat lain terkait kewajiban belajar-mengajar.

(6)

BAB II PEMBAHASAN A. Tafsir Q.S al-‘Alaq ayat 1-5

Berikut ini ayat dan terjemahan Q.S al-‘Alaq ayat 1-5 :

ِب ۡا َرۡقِا َقَلَخ ۡىِذَّلا َكِ ب َر ِم ۡسا (

١ َع ۡنِم َناَس ۡنِ ۡلۡا َقَلَخ ) قَل

( ٢ ) م َر ۡكَ ۡلۡا َكُّب َر َو ۡا َرۡق ِا (

٣ َمَّلَع ۡىِذَّلا )

َلَق ۡلاِب

ۚ ِم ( ٤ ِ ۡلۡا َمَّلَع ) ۡمَل ۡعَي ۡمَل اَم َناَسۡن

( ٥ )

Artinya : 1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, 2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, 4. yang mengajarkan (manusia) dengan pena, 5 Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.

.3

نآرقلا نم لزنام لوأ ىهو ، ةرشع عست اهتايآو ، ةيكم يه

Surah al-‘Alaq termasuk surah makkiyah, terdiri dari 19 ayat, dan merupakan awal dari turunnya al-Qur’an.

Tafsir ayat pertama :

ِم ۡساِب ۡا َرۡقِا َقَلَخ ۡىِذَّلا َكِ ب َر

Menurut Tafsir Jalalain kata أزقا (Bacalah) maksudnya mulailah membaca bismi rabbikallazi kholaqa, dengan menyebut nama Tuhan yang menciptakan semua makhluk. Kata

أ َرْقِا

adalah fi’il amr atau kalimat perintah yang artinya bacalah diambil dari kata

أرقي

-

أرق.

Selanjutnya Prof. Quraish Shihab dalam kitab Tafsir al-Misbah mengemukakan bahwa kata

أ َر قا

terambil dari kata

أ َر ق

yang pada mulanya berarti menghimpun. Apabila anda merangkai huruf atau kata kemudian anda mengucapkan rangkaian tersebut maka anda telah menghimpunnya yakni membacanya. Dengan demikian, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan.4

3 ١٩٧ .ص ،١٩٤٦ ،ةرهاقلا ،نوثلاثلا ءزجلا ، يغارملا ريسفت ،يغارملا ىفطصم دمحأ

4 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Vol. 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 454.

(7)

Lebih jauh lagi Prof. Quraish Shihab menuturkan bahwa pada ayat pertama ini tidak menyebutkan objek bacaan, dan Jibril as. tidak juga membaca satu teks tertulis, dan karena itu dalam satu riwayat dinyatakan bahwa Nabi saw. Bertanya:

)؟أرقأ ام

) Apa yang harus saya baca.? Namun demikian, beraneka ragam pendapat ahli tafsir yang mengemukakan tentang objek bacaan yang dimaksud. Ada yang berpendapat bahwa itu wahyu-wahyu al-Quran sehingga perintah itu dalam arti bacalah wahyu-wahyu al-Quran ketika dia turun nanti. Ada juga yang berpendapat objeknya adalah ismi Rabbika sambil menilai huruf ba yang menyertai kata ismi adalah sisipan sehingga ia berarti bacalah nama Tuhanmu atau berzikirlah. Tapi jika demikian, mengapa nabi saw. Menjawab “saya tidak dapat membaca”. Seandainya yang dimaksud adalah perintah berzikir tentu beliau tidak menjawab demikian karena jauh sebelum datang wahyu beliau telah senantiasa melakukannya.

Pendapat lain dikemukakan oleh Allamah Kamal Faqih Imani dalam kitab Tafsir Nurul Quran bahwa ayat pertama Surah al-Alaq menyapa Rasulullah dengan mengatakan, “Bacalah (nyatakanlah) dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.”

Sebagian mufasir berpendapat bahwa objek yang dituju untuk dibaca tidak disebutkan dalam kalimat ini, tetapi pada dasarnya berarti: “bacalah al-Qur’an dengan menyebut nama Tuhanmu”. Itulah sebabnya mengapa mereka menganggap ayat ini sebagai hujah, bawa “bismillah..” adalah frase yang harus digabungkan dalam surah-surah al-Qur’an.5

Kata (

قلخ

) dari segi pengertian kebahasaan memiliki sekian banyak arti., antara lain: menciptakan dari tiada, menciptakan tanpa satu contoh terlebih dahulu, mengukur, memperhalus, mengatur, membuat dan sebagainya. Kata ini biasanya memberikan tekanan tentang kehebatan dan kebesaran Allah dalam ciptaannya.

Objek kholaqo pada ayat ini tidak disebutkan sehingga objeknya pun sebagaimana iqra’ bersifat umum, dan dengan demikian Allah adalah pencipta semua makhluk.6

5 Rahadian, Terjamah Tafsir Nurul Quran: Sebuah Tafsir Sederhan Menuju Cahaya al-Quran, jilid XX, (Cet. I; Jakarta: Al-Huda, 2006), h. 181.

6 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Vol. 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 458.

(8)

Tafsir ayat ini menurut Ahmad Mustafa al-Maraghi dalam kitabnya Tafsir al-Maraghi:

( قلخ ىذلا كبر كبر مساب أرقا )

نكت مل نأ دعب هتدارإو كقلخ يذلا الله ةردقب انراق رص ىأ

نوكي نأب ىهللإا رملأا هءاج دقو ، ابتاك لۡو ائراق نكي مل ملسو هيلع الله ىلص هناف ، كلذك اباتك هيلع لزنيسو ، ابتاك نكي مل نإو ائراق ناك نإو هؤرقي

هبتكي لۡ

و كلذ ىراصق -

ىذلا نإ

7

هملعت كل قبسي مل نإ و ، ةءارقلا كيف دجوي نأ رداق ، اهدجوأو تانئاكلا قلخ

(Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan) artinya jadilah engkau orang yang bisa membaca berkat kekuasaan dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu. Sebelum itu Rasullah tidak pandai membaca dan menulis.

Kemudian datang perintah Ilahi agar beliau membaca, sekalipun tidak bisa menulis.

Dan Allah menurunkan sebuah kitab kepadanya untuk dibaca, sekalipun ia tidak bisa menulisnya. Kesimpulannya, Sesungguhnya Zat Yang Menciptakan makhluk mampu membuatmu bisa membaca, sekalipun sebelum itu engkau tidak pernah belajar membaca.

Ayat kedua :

قَلَع ۡنِم َناَسۡنِ ۡلۡا َقَلَخ

Kata

قلع

merupakan bentuk jama’ dari kata ‘alaqoh, artinya segumpal darah yang kental, juga dalam arti cacing yang terdapat di dalam air bila diminum oleh binatang maka ia tersangkut dikerongkongannya. Bisa juga kata ‘alaq dipahami tentang sifat manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tetapi selalu bergantung kepada selainnya.8 Tafsir Nurul Quran menjelaskan bahwa istilah

قلع

semula berarti “menempel pada sesuatu”. Karena itu, darah yang menggumpal atau seekor lintah yang menempeli tubuh untuk menyedot darah, disebut ‘Alaq. Kata (

ناسنلۡا

) menurut tafsir al-Misbah terambil dari akar kata

سنا

uns/senang, jinak. dan harmonis. Atau dari kata (

يسن

) nis-y yang berarti lupa.

7 ١٩٩ -١٩٨ .ص ،١٩٤٦ ،ةرهاقلا ،نوثلاثلا ءزجلا ، يغارملا ريسفت ،يغارملا ىفطصم دمحأ

8 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1992), h. 459.

(9)

Ada juga yang berpendapat dari kata (

سون

) nus, yakni gerak atau dinamika. Kata Insan menggambarkan manusia dengan berbagai keragaman sifatnya. Kata ini berbeda dengan kata (

ر شب

) yang juga diterjemahkan dengan manusia, tetapi maknanya lebih banyak mengacu kepada manusia dari segi fisik serta naluri yang tidak berbeda antara seorang manusia dengan manusia lain. Manusia adalah makhluk pertama yang disebut Allah dalam al-Qur’an melalui wahyu pertama.

Bukan saja karena ia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya atau karena segala sesuatu dalam raya ini diciptakan dan ditundukkan Allah demi kepentingannya, tetapi karena kitab suci al-Quran ditujukan kepada manusia guna menjadi pelita kehidupannya.9

Tafsir ayat ini menurut Ahmad Mustafa al-Maraghi dalam kitabnya Tafsir al-Maraghi:

لاقف قلخلا ةيفيك نيب مث

:

( قلع نم ناسنلإا قلخ )

قلعلا : ، دماجلا مدلا قلخ يذلا نإ يأ

فرشأ وهو ناسنلإا

ىضرلأا ملاعلا اذه يف امم ئش لك ىلع طلستلا ىلع ةردقلا هاتآو ، قلعلا نم اهلك تاقولخملا الله ىلص يبنلاك لماكلا ناسنلإا نم لعجي نأ رداق ، هتمدخل هرخسيو ، هملعب هدوسي هلعجو ، ةصلاخلاو . ةءارقلا ملعت هل قبسي مل نإ و ًائراق ملسو هيلع -

ناك نم نإ ىلع ارداق

نأ قلخي

ادمحم لعجي نأ رداق ، اهعيمج ةيضرلأا تاقولخملا دوسي اقطان ايح اناسنإ دماجلا مدلا نم

10

ةباتكلاو ةءارقلا ملعتي مل نإو انراق ملسو هيلع الله ىلص

Kemudian Allah menjelaskan proses kejadian makhluk melalui firman-Nya:

(Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah( artinya sesungguhnya Żat Yang Menciptakan manusia, sehingga menjadi makhluk-Nya yang paling mulia. la menciptakannya dari segumpal darah ('Alaq). Kemudian membekalinya dengan kemampuan menguasai alam bumi, dan dengan ilmu pengetahuannya bisa mengolah bumi serta menguasai apa yang ada padanya untuk kepentingan umat

9 Ibid.,

10١٩٩ ص ،١٩٤٦ ،ةرهاقلا ،نوثلاثلا ءزجلا ، يغارملا ريسفت ،يغارملا ىفطصم دمحأ

(10)

manusia. Oleh sebab itu, Żat Yang Menciptakan manusia, mampu menjadikan manusia yang paling sempurna, yaitu Nabi saw. bisa membaca, sekalipun beliau belum pernah belajar membaca. Kesimpulan: Sesungguhnya Zat Yang Menciptakan manusia dari segumpal darah, kemudian membekalinya dengan kemampuan berpikir, sehingga bisa menguasai seluruh makhluk bumi, mampu pula menjadikan Nabi Muhammad saw. bisa membaca, sekalipun beliau tidak pernah belajar membaca dan menulis.

Ayat ketiga:

م َر ۡكَ ۡلۡا َكُّب َر َو ۡا َرۡق ِا

Tafsir Jalalain menjelaskan bahwa lafadz (

أزقا

) pada ayat ini mengukuhkan makna lafadz pertama yang sama. dan lafadz

م َر ۡكَ ۡلۡا َكُّب َر َو

dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah (Mulia) artinya tiada seorang pun yang dapat menandingi kemurahan-Nya. Dalam Tafsir Nurul Quran kata

أزقا

pada ayat ketiga ini artinya bacalah (umumkanlah), dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah., sebenarnya ayat ini merupakan satu jawaban atas pernyataan Nabi saw. yang merespon malaikat Jibril dengan mengatakan “Aku tidak bisa membaca”; lalu turunlah ayat ini dengan maksud: “Engkau dapat membaca ialah karena kemurahan dan kasih sayang yang besar dari Tuhanmu”.11

Menurut Tafsir al-Misbah bahwa Perintah membaca yang kedua ini dimaksudkan agar beliau lebih banyak membaca, menelaah, memerhatikan alam raya, serta membaca kitab yang tertulis dan tidak tertulis dengan rangka mempersiapkan diri terjun ke masyarakat. Kata

م َر ۡكَ ۡلۡا

bisa diterjemahkan dengan yang Maha Paling Pemurah. Kata ini terambil dari kata

م رْكَي – َم رَك

yang antara lain berarti: memberikan, dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai tinggi, terhormat, mulia, setia, dan sifat kebangsawanan.12

11 Rahadian, Terjamah Tafsir Nurul Quran: Sebuah Tafsir Sederhan Menuju Cahaya al-Quran, jilid XX, (Cet. I; Jakarta: Al-Huda, 2006), h. 183.

12 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Vol. 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 462.

(11)

Tafsir ayat ini menurut Ahmad Mustafa al-Maraghi dalam kitabnya Tafsir al-Maraghi:

ةءارقلا نم هب ترمأ ام لعفا يأ ) أرقا ( .

؛ ةداعلا هب ترجام ىلع دوعتلاو راركتلاب لۡإ سفنلا اهبسكت لۡ ةءارقلا نلأ رملأا رركو كلذبو ، ءورقملا راركت ماقم موقي ىهللإا رملأا راركتو ةءارقلا ريصت

الله ىلص يبنلل ةكلم

: ىلاعت هلوق ريدت ، ملسو هيلع ىَسْنَت َلاَف َك ت ِرْق نَس «

» هيلع الله ىلص هنيب ىذلا رذعلا حازأ مث

لاقف أرقا هل لاق نيح ليربجل ملسو أرقأ لۡ يمأ ىنإ يأ ، "ئراقب انأ ام

. : لاقف بتكأ لۡو

مركلأا كبرو(

) ري نم لكل مركأ كبرو ىأ يسيف ، ءاطعلإا هنم . ىجت

ر كيلع ضيفي نأ هيلع

13

.همرك راحب نم ةءارقلا ةمعن

(Bacalah) artinya kerjakanlah apa yang Aku perintahkan, yaitu membaca.

Perintah ini diulang-ulang, sebab membaca tidak akan bisa meresap ke dalam jiwa, melainkan setelah berulang-ulang dan dibiasakan. Berulang-ulangnya perintah Ilahi berpengertian sama dengan berulang-ulangnya membaca. Dengan demikian, maka membaca itu merupakan bakat Nabi saw. Perhatikan firman Allah berikut ini:

ىنَت َلاَف َك ئ ِرْق نَس

"Kami akan membacakan (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa". (Al-A'la, 87:6).

Kemudian Allah menyingkirkan halangan yang dikemukakan oleh Nabi Muhammad saw. kepada Malaikat Jibril, yaitu tatkala malaikat berkata kepadanya,

"Bacalah!" Kemudian Nabi Muhammad menjawab, "Saya tidak bisa membaca".

Artinya, saya ini buta huruf, tidak bisa membaca dan menulis. Untuk itu Allah berfirman:

(

مركلأا َكُّب َر َو

)

13 ١٩٩ ص ،١٩٤٦ ،ةرهاقلا ،نوثلاثلا ءزجلا ، يغارملا ريسفت ،يغارملا ىفطصم دمحأ

(12)

Tuhanmu Maha Pemurah kepada orang yang memohon pemberianNya. Bagi-Nya amat mudah menganugerahkan kepandaian membaca kepadamu berkat kemurahan-Nya.

Dalam ayat ketiga ini, Allah menjanjikan bahwa pada saat seseorang membaca dengan ikhlas karena Allah, Allah akan menganugrahkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman-pemahaman, wawasan-wawasan baru walaupun yang dibacanya itu-itu juga. Apa yang dijanjikan ini terbukti sangat jelas. Kegiatan

“membaca” ayat al-Quran menimbulkan penafsiran-penafsiran baru atau pengembangan dari pendapat-pendapat yang telah ada. Demikian juga kegiatan membaca alam raya ini telah menimbulkan penemuan-penemuan baru yang membuka rahasia-rahasia alam, walaupun objek bacaannya itu-itu juga. Ayat al- Quran yang dibaca oleh generasi terdahulu dan alam raya yang mereka huni, adalah sama tidak berbeda, namun pemahaman mereka serta penemuan rahasianya terus berkembang.14

Ayat ke-empat:

َلَق ۡلاِب َمَّلَع ۡىِذَّلا ِم

Tafsir Jalalain memberikan pengertian bahwa kata

ملقلاب

(dengan qalam) artinya dengan pena. dan orang pertama yang menulis dengan qalam atau pena adalah Nabi Idris. Menurut Tafsir al-Misbah kata

ملقلا

terambil dari kata kerja

م لق

yang berarti memotong ujung sesuatu. Kata qalam disini dapat berarti hasil dari penggunaan ayat tersebut, yakni tulisan. Ini karena bahasa sering kali menggunakan kata yang berarti “alat” atau penyebab untuk menunjuk akibat atau hasil dari penyebab atau penggunaan alat tersebut.15

Pengajaran dengan perantaraan qalam (pena) adalah pengajaran menulis.

yang oleh Qataadah dianggap sebagai nikmat Allah, karena jika tidak ada pena (alat tulis) maka agama ini tidak akan eksis serta kehidupan ini tidak akan baik. Abdullah bin Umar meriwayatkan; “aku berkata kepada Rasulullah saw : apakah aku akan

14 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Vol. 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 462.

15 Ibid., h. 464.

(13)

menulis apapun yang aku dengarkan darimu berupa hadits ? Rasulullah saw bersabda ; ya. Maka tulislah, karena Allah mengajarkan dengan (perantaraan) pena.16 Ayat ke-empat ini bisa di pandang dengan dua cara. Pertama, Allah mengajarkan tulisan dan kitab kepada manusia dan Dia lah yang mampu melakukan isyarat ini, menetapkan sumber semua sains, pengetahuan dan peradaban seorang hamba. Kedua, melalui cara dan sarana pengajaran itu manusia di ajari seluruh bidang sains dan pengetahuan.17

Ayat kelima:

ِ ۡلۡا َمَّلَع ۡمَل ۡعَي ۡمَل اَم َناَسۡن ۡمَل ۡعَي ۡمَل اَم

(apa yang tidak diketahuinya). Allah mengajarkan manusia tentang petunjuk, tulisan , aktivitas, dan lainya. Di samping pengajaran melalui pena tadi.

Allah juga mengajarkan dengan media lainnya berupa segala urusan yang konkrit maupun yang abstrak yang belum pernah terlintas dalam fikiran manusia. Ada yang berpandangan bahwa Allah mengajarkan kepada nabi Adam nama seluruh benda yang ada di alam semesta.18

Tafsir Nurul Quran meberikan pemahaman bahwa ayat ini pun merupakan jawaban atas pernyataan Nabi saw yang berkata, “saya tidak bisa membaca.” ayat ini menjawab bahwa Tuhan yang sama yang telah yang telah mengajari manusia dengan pena dan mengajarinya dari hal-hal yang tidak ia ketahui sebelumnya, dan yang mampu mengajari seorang hamba (seperti dirinya) yang tidak mengetahui bagaimana cara membaca.19

Ayat keempat dan kelima diatas menjelaskan dua cara yang ditempuh Allah dalam mengajar manusia. Pertama melalui pena (tulisan) yang harus dibaca oleh

16 Syeikh Muhammad Nawawi, At-Tafsiir al-Muniir Juz 2, h. 156.

17 Rahadian, Terjamah Tafsir Nurul Quran: Sebuah Tafsir Sederhan Menuju Cahaya al-Quran, jilid XX, (Cet. I; Jakarta: Al-Huda, 2006), h. 184.

18 Abi Thohir Bin Ya’qub al-Fairuzabadi, Tanwwiir Al-Miqbaas: Tafsiir Ibnu Abbas, h. 156.

19 Rahadian, Terjamah Tafsir Nurul Quran: Sebuah Tafsir Sederhan Menuju Cahaya al-Quran, jilid XX, (Cet. I; Jakarta: Al-Huda, 2006), h. 184.

(14)

manusia dan kedua melalui pengajaran secara langsung tanpa alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan istilah ilmu ladunniy.20

B. Asbabun Nuzul Q.S al-‘Alaq ayat 1-5

Dalam Shahih Bukhari diceritakan cukup panjang dari Sayyidatina Aisyah ra. bahwasanya beliau mengatakan: “permulaan wahyu yang datang kepada Rasulullah saw adalah mimpi yang benar dalam tidur. Dan tidaklah beliau bermimpi kecuali datangnya seperti cahaya fajar. Kemudian, timbulah pada diri beliau keinginan untuk meninggalkan keramaian. Untuk itu beliau pergi ke Gua Hira untuk berkhalwat (menarik diri dari keramaian dan menyendiri untuk mendekatkan diri kepada Allah). dan bertahannuts yaitu ibadah di malam hari dalam beberapa waktu lamanya kemudian beliau kembali ke keluarganya guna mempersiapkan bekal untuk bertahannuts kembali.

Sampai akhirnya, ketika Nabi sedang bertahannuts di Gua Hira’, Malaikat datang seraya berkata “Bacalah!” Beliau menjawab “ Aku tidak bisa membaca “.

Nabi menjelaskan; maka malaikat itu memegangku dan memelukku sangat erat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: Bacalah! Beliau menjawab; “aku tidak bisa membaca”. Maka malaikat itu memegang dan memelukku sangat kuat lalu melepaskanku, begitulah keadaan berulang sampai tiga kali dan Jibril berkata lagi;

“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah.

yang mengajarkan (manusia) dengan perantara qalam, Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.

Nabi saw, lalu kembali ke keluarganya dengan membawa kalimat wahyu tadi dalam keadaan gelisah. Beliau menemui Khadijah Binti Khuwailid seraya berkata :“selimuti aku, selimuti aku”. Beliaupun diselimuti hingga hilang ketakutannya. Lalu Beliau menceritakan peristiwa yang terjadi kepada Khadijah;

“aku mengkhawatirkan diriku”. Maka Khadijah berkata : “Demi Allah, Allah tidak

20 Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Vol. 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 464.

(15)

akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang yang menyambung silaturrahim”.

Khadijah kemudian mengajak beliau untuk bertemu dengan Waraqah Bin Naufal Bin As’ad Bin Abdul Uzza, putra paman Khadijah yang beragama nasrani di zaman Jahiliyah, dia juga menulis buku dalam bahasa Ibrani, juga menulis kitab Injil dalan bahasa Ibrani. Saat itu Waraqah sudah tua dan matanya buta. Khadijah berkata ; “wahai anak pamanku! dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh putra saudaramu ini”. Waraqah berkata : “wahai putra saudaraku! apa yang sudah engkau alami?”. Maka Rasulullah saw menuturkan peristiwa yang dialaminya.

Waraqah berkata : “quddus, quddus! Ini adalah namus seperti yang Allah turunkan kepada Musa. Duhai seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat kamu nanti diusir oleh kaummu”. Rasulullah saw bertanya : “apakah aku akan diusir mereka ?” Waraqah menjawab ; “ya, karena tidak ada satu orangpun yang datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti (dimusuhi).

Seandainya aku ada saat kejadian itu, pasti aku akan menolongmu dengan semampuku”.

Masih dalam hadits yang sama, bahwa Ibnu Syihab berkata: telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Jabir bin Abdullah Al-Anshari bertutur tentang kekosongan wahyu, sebagaimana yang Rasulullah saw ceritakan: ketika sedang berjalan aku mendengar suara dari langit, aku memandang ke arahnya dan ternyata malaikat yang pernah datang kepadaku di Gua Hira duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Akupun ketakutan dan pulang, dan berkata : “selimuti aku, selimuti aku!”. Maka Allah swt menurunkan wahyu: “Wahai orang yang berselimut! Sampai dengan firman Allah “Dan berhala-berhala tinggalkanlah!”. Sejak saat itu wahyu terus turun berkesinambungan.”21

Saat menerima wahyu pertama ini Rasulullah saw baru berusia 40 tahun dimana dalam usia ini beliau mulai suka mengasingkan diri di gua Hira yang

21 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, hadits nomor 3 bab permulaan wahyu.

(16)

terletak hampir 2 mil dari kota Makkah. Gua ini adalah gua yang sejuk, di sinilah beliau merenungkan kondisi lingkungan sosial budaya yang tengah berlangsung di tanah kelahirannya. Beliau melihat bahwa manusia secara keseluruhan berada dalam kesesatan yang nyata sehingga sangat merindukan cahaya petunjuk Allah untuk membebaskan mereka dari kegelapan jahiliyah. Kerinduan itu dijawab oleh Allah swt dengan menurunkan wahyuNya yang pertama sekaligus mengangkatnya menjadi nabi.22

C. Konsep Kewajiban Belajar-Mengajar dalam Q.S al-‘Alaq ayat 1-5

Perintah belajar dan mengajar dalam Islam adalah dua hal yang sangat penting dan dianggap sebagai suatu ibadah. Imam Al-Ghazali memberikan pandangannya terkait belajar yaitu sebagai suatu aktivitas fisik untuk memahami makna sesuatu sebagai usaha membentuk akhlak yang baik guna mendekatkan diri kapada Allah Swt. agar selamat dunia dan akhirat. Imam Al-Ghazali memberikan pernyataan bahwa wajib hukumnya bagi setiap muslim untuk mencari ilmu dan pengetahuan agama yang benar.

Menurut Harahap (2022) Belajar ialah sebuah aktivitas atau proses untuk memperoleh pengetahuan, mengembangkan bakat dan keterampilan, mengubah tingkah laku dan menguatkan kepribadian yang baik sebagai hasil dari kegiatan yang telah dilakukan. Di dalam proses tersebut terjadi perubahan dari yang tidak tahu menjadi tahu.

Dalam konteks belajar tidak dapat dipisahkan dengan istilah mengajar.

Menurut Darmono mengajar diartikan sebagai sebuah aktivitas yang dilaksanakan oleh pendidik dengan sedemikian rupa, hingga terjadi perubahan pada perilaku peserta didik ke arah yang lebih baik. Dalam hal ini terjadi transfer of knowledge antara pendidik kepada peserta didik. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa belajar dan mengajar tidak dapat dipisahkan karena memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain.

22 Sirajun Nasihin, “SISTEM PENDIDIKAN QUR’ANI (Studi Surah Al-‘Alaq ayat 1 sampai dengan 5)”, Jurnal Pendidikan dan Dakwah 2 no. 1, (2020): h. 153.

(17)

Kewajiban belajar dan mengajar dalam Islam dipandang sebagai perintah Allah Swt. dan sunnah Nabi Muhammad saw. Ini berfungsi sebagai landasan untuk mengembangkan pengetahuan agama, meningkatkan kesadaran spiritual, memperkuat iman dan membentuk masyarakat yang penuh dengan pemahaman dan amal yang baik. Praktik belajar dan mengajar secara terus-menerus diharapkan dapat membantu umat Muslim memperoleh keberkahan di dunia dan akhirat, serta berkontribusi pada kemajuan umat manusia secara keseluruhan.

Konsep perintah belajar dan mengajar dalam surah Al-‘Alaq ayat 1-5. Dapat kita lihat pada ayat pertama surah Al-‘Alaq terdapat perintah untuk membaca.

Dalam hal ini, malaikat Jibril memerintahkan Nabi Muhammad saw. untuk membaca tanpa menunjukkan objek apa yang mesti dibaca karena pada saat itu malaikat Jibril tidak membawa tulisan apapun. Hal ini menunjukkan bahwa konsep perintah membaca dalam ayat ini bersifat “global”, artinya mencakup pada siapa saja. Berdasarkan penjabaran sebelumnya, dapat kita simpulkan konsep kewajiban belajar-mengajar dalam surah Al-‘Alaq ayat 1-5 sebagai berikut:

1. Perintah untuk membaca, Firman Allah “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu” menunjukkan pentingnya membaca sebagai sarana untuk belajar dan mencari pengetahuan. Perintah ini diberikan kepada Nabi Muhammad sebagai ajakan bagi seluruh umat manusia untuk terus belajar, mengembangkan diri, dan mencari pengetahuan.

2. Makna jamak dalam penggunaan kata

ناسنلإا

“manusia" pada ayat ke-2. Dalam konteks ini, perintah belajar dan mengajar mencakup seluruh umat manusia, menunjukkan bahwa pengetahuan dan pembelajaran ditujukan untuk semua orang

3. Pengajaran melalui Qalam (pena): Firman Allah yang menyebutkan bahwa Tuhan mengajar manusia melalui qalam menunjukkan bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui wahyu Ilahi dan juga melalui upaya manusia dalam menulis dan mengajarkan pengetahuan kepada orang lain. Pena digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pengetahuan dan menjadikannya tulisan yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya.

(18)

4. Pembelajaran yang luas: Allah mengajarkan kepada manusia mengenai sesuatu yang tidak ia ketahui sebelumnya. Firman-Nya “Allah mengajarkan kepada manusia apa yang sebelumnya tidak diketahuinya” menekankan bahwa proses belajar dan mengajar adalah suatu keberlanjutan. Allah terus memberikan pengetahuan baru kepada manusia untuk mengembangkan pemahaman mereka.23

D. Ayat-Ayat Lain Terkait Kewajiban Belajar-Mengajar 1. Q.S al-Ghasyiyah ayat 17-20

ْتَقِل خ َفيك لبلإا ىلِإ َنو ر ظنَي َلاَف

أ

(

١٧ تفر فيك ءامسلا ىلإ َو ) (

١٨ ِجْلا ىَلِإ َو ) ِلاَب

َفيَك

ْتَب ِص ن ( ١٩ َفْيَك ِض ْرَ ْلأا ىَلِإ َو ) ْتَح ِط س

( ٢٠ )

Artinya: 17. Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana ia diciptakan?, 18. Dan langit bagaimana ditinggikan?,19. Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan?, 20. Dan bumi bagaimana dihamparkan".

Di dalam ayat ini terdapat pertanyaan dari Allah yang mengungkapkan bahwa apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana unta diciptakan-Nya, yang berada didepan mata mereka untuk dipergunakan pada setiap waktu. Bagaimana pula langit yang berada ditempat nan-tinggi dengan tidak bertiang, bagaimana gunung-gunung berdiri dengan kokoh, tidak bergoyang sehingga mudah didaki setiap waktu dan dijadikan petunjuk bagi orang yang sedang perjalanan. Terdapat diatasnya danau-danau dan mata air yang dapat dipergunakan untuk keperluan manusia dan mengairi tumbuh-tumbuhan dan memberi minum binatang ternak.

Bagaimana pula bumi dihamparkan memberi kepada penghuninya untuk memanfaatkan apa yang ada diatasnya. Oleh karena itu, hendaklah manusia memperhatikan bagaimana Allah menciptakan makhluk-makhluk-Nya. Semua itu agar manusia menjadi makhluk yang terdidik mencari tahu asal-usul terbentuknya muka bumi ini. Setelah mengetahui, berdasarkan pengetahuan yang didapat

23 Ayilzi Putri, “Perintah Belajar dan Mengajar dalam Q. S. Al-‘Alaq Ayat 1-5 Menurut Tafsir Ath-Thabari”, Jurnal Kajian Pendidikan Islam dan Keagamaan 7 no. 3, (2023): h. 164-167.

(19)

diharapkan manusia mampu mengelola anugerah yang diberikan Allah dan senantiasa bersyukur kepada-Nya.24

2. Q.S at-Taubah ayat 122

َناَك اَم َو َنوُنِمْؤُمْلٱ

نِم َرَفَن َلَ ْوَلَف ۚ ًةَّفٓاَك ۟اوُرِفنَيِل ُهَّقَفَتَيِ ل ٌةَفِئٓاَط ْمُهْنِ م ٍةَق ْرِف ِ لُك

ىِف ۟او ِنيِ دلٱ

َذْحَي ْمُهَّلَعَل ْمِهْيَلِإ ۟ا ٓوُعَجَر اَذِإ ْمُهَم ْوَق ۟اوُرِذنُيِل َو َنوُر

( ١٢٢ )

Artinya: “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (kemedan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya”.

Dalam ayat ini, Allah menerangkan bahwa tidak semua orang mukmin harus berangkat ke medan perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin saja. Ibnu Katsir menjelaskan, mereka yang tidak berangkat berperang itu dimaksudkan agar belajar dari Rasulullah SAW. Ketika pasukan telah kembali, maka mereka yang belajar mengatakan: “Sesungguhnya Allah telah menurunkan ayat-ayat Al Qur’an kepada Rasulullah dan telah kami pelajari.”

Mereka kemudian mengajari pasukan itu. “Liyataqqahuu fiddiin” maknanya, agar mereka mempelajari apa yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya.

Menurut Al Maraghi ayat tersebut memberi isyarat tentang kewajiban mem perdalam ilmu agama serta mengajarkannya kepada manusia Dalam buku “Al Qur‟an dan Tafsirnya” yang dikeluarkan oleh Departemen Agama RI, dijelaskan tidak setiap orang Islam mendapat kesempatan untuk menuntut dan mendalami ilmu pengetahuan serta mendalami ilmu agama, karena sibuk dengan tugas di medan perang, di ladang, di pabrik, di toko dan sebagainya. Oleh sebab itu, harus ada sebagian dari umat Islam yang menggunakan waktu dan tenaganya untuk menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama, agar kemudian setelah mereka selesai dan kembali ke masyarakat, mereka dapat menyebarkan ilmu tersebut, serta

24 Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2017)

(20)

menjalankan dakwah Islamiyah dengan cara dan metode yang baik sehingga mencapai hasil yang lebih baik pula.

3. Q.S al-Ankabut ayat 19-20

ىِفا ْو ُرْيِس ْلُق )١٩( رْيِسَي ِاالله َىلَع َكِل َذ َّن ِا ُهُدْيِعُي َّمُث َقْلَخْلا ُاالله ُئِدْبُي َفْيَك ا ْو َرَي ْمَل َوَا ٍء ْيَش ِ ل ُك ىَلَع َاالله َّنِا َة َر ِخ َ ْلْا َة َأْشَنلا ُئِشْنُي ُاالله َّمُث َقْلَخْلَا أ َدَب َفْيَكا ْو ُرُظْن اَف ِض ْر َ ْلْا )٢٠( رْي ِدَق

Artinya: 19. Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah memulai penciptaan (makhluk), kemudian dia mengulanginya (kembali). Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah. 20. Katakanlah: “Berjalanlah di bumi, maka perhatikanlah bagaimana (Allah) memulai penciptaan (makhluk), kemudian Allah menjadikan kejadian yang akhir. Sungguh , Allah maha kuasa atas segala sesuatu.

Ayat ini menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah menjelaskan bahwa mereka telah mengetahui bahwa Allah-lah yang mengawali penciptaan, kemudian Dia akan mengembalikan penciptaan itu. Maka bagaimana mungkin mereka mengingkari kebangkitan di hari akhir untuk dihitung dan diberi balasan?

Sesungguhnya pengembalian penciptaan sangatlah mudah bagi Allah. Katakanlah, wahai Rasul, kepada orang-orang yang mendustaakan itu, “Berjalanlah kalian di muka bumi, dan perhatikanlah bermacam-macam makhluk ciptaan Allah yang ada di dalamnya. Dan lihatlah bekas orang-orang sebelum kalian yang ada di sana, setelah mereka mati dan rumah-rumah mereka kosong dari mereka. Ketahuilah bahwa Allah akan mengembalikan itu semua dengan kekuasaan-Nya di akhirat nanti dengan kebangkitan, yaitu penciptaan kembali. Begitu pula keadaan kalian.

Sesungguhnya Allah sangat sempurna kekuasaan-Nya atas segala sesuatu.

Ayat ini mengandung kewajiban untuk melakukan perjalanan dan observasi lapangan guna mendapatkan bukti-bukti yang mendukung pembelajaran.25

25 Ibid.,

(21)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

a. QS. al-‘Alaq ayat 1-5, mengandung kewajiban untuk belajar dengan membaca, mengulangi bacaan, mengamati, mengkaji ilmu dengan mengingat Allah dan menyadari kekuasaan serta kasih sayangNya serta tak lupa pula untuk mengajarkannya sebab kewajiban belajar mengajar mencakup seluruh manusia.

b. Ketika bertahannuts di Gua Hira pada usia 40 tahun, Rasulullah Saw didatangi malaikat Jibril yang menyuruhnya untuk membaca. Jibril berkata, 'iqra' (bacalah). Perintah itu diulang sebanyak 3 kali. Kemudian Rasulullah Saw menjawab, 'saya tidak bisa membaca' sebanyak tiga kali pula. Lalu Malaikat Jibril membacakan Q.S al-Alaq ayat 1-5

c. Konsep kewajiban belajar mengajar dalam QS. al-‘Alaq ayat 1-5 yaitu, perintah untuk membaca, makna jamak dalam penggunaan kata

ناسنلإا

“manusia" pada ayat ke-2 menunjukkan bahwa pengetahuan dan pembelajaran ditujukan untuk semua orang, pengajaran melalui Qalam (pena), serta pembelajaran yang luas dan terus berkembang.

d. Ayat-ayat lain terkait dengan kewajiban belajar mengajar yaitu QS. al- Ghasyiyah ayat 17-20, QS. at-Taubah ayat 122, dan QS. al-Ankabut ayat 19- 20.

B. Saran

Penulis sangat berharap makalah ini dapat memudahkan pembaca untuk memahami materi yang penulis sampaikan mengenai “Kawajiban Belajar- Mengajar Tafsir QS. al-‘Alaq ayat 1-5”, serta dapat digunakan sebagai sarana untuk menambah pengetahuan dan wawasan dibidang ilmu tafsir tarbawi.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

،ةرهاقلا ،نوثلاثلا ءزجلا ، يغارملا ريسفت ، ىفطصم دمحأ.١٩٤٦, يغارملا al-Fairuzabadi, Abi Thohir Bin Ya’qub. Tanwwiir Al-Miqbaas: Tafsiir Ibnu Abbas.

h. 156.

Ayilzi Putri, “Perintah Belajar dan Mengajar dalam Q. S. Al-‘Alaq Ayat 1-5 Menurut Tafsir Ath-Thabari”, Jurnal Kajian Pendidikan Islam dan Keagamaan 7 no. 3, (2023): h. 164-167.

Fikrilm dan Hakim. Membumikan Al-Qur’an. Kediri: Lirboyo Press, 2014.

Nabawi, Syeikh Muhammad. At-Tafsiir al-Muniir Juz 2, h. 156.

Nasihin, Sirajun. “SISTEM PENDIDIKAN QUR’ANI (Studi Surah Al-‘Alaq ayat 1 sampai dengan 5)”, Jurnal Pendidikan dan Dakwah 2 no. 1, (2020): h. 153.

Nata, Abuddin. Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2017.

Tohirin. Psikologis Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (berbasis integrasi dan kompetensi. Jakarta: Penerbit Rajawali, 2011.

Shihab, Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan, 1992.

Shihab, Quraish. Tafsir Al-Misbah Vol. 15. Jakarta: Lentera Hati, 2002..

Rahadian. Terjamah Tafsir Nurul Quran: Sebuah Tafsir Sederhan Menuju Cahaya al-Quran. Cet. I; Jakarta: Al-Huda, 2006.

Referensi

Dokumen terkait

The results of FGD activity concluded that there were only 5 five elements that needed to be followed up as a research instrument to determine the priority elements considered by