• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH VALIDASI ”IDENTIFIKASI SENYAWA NYSTATIN SEBAGAI ANTI JAMUR MENGGUNKAN HPLC”

N/A
N/A
eki asrina

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH VALIDASI ”IDENTIFIKASI SENYAWA NYSTATIN SEBAGAI ANTI JAMUR MENGGUNKAN HPLC” "

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH VALIDASI

”IDENTIFIKASI SENYAWA NYSTATIN SEBAGAI ANTI JAMUR MENGGUNKAN HPLC”

OLEH

Nama : Eki Asrina NIM : F202001093 Kelas : A2 Farmasi

PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS MANDALA WALUYA KENDARI

2023

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ”Identifikasi Senyawa Nystatin Sebagai Anti Jamur Menggunkan HPLC”

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Mata kuliah Validasi.Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang pembelajaran selama satu semester bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 4 Desember 2023

Eki Asrina

(3)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI ... ii

BAB ...1

PENDAHULUAN ...1

I.1 Latar Belakang ...1

I.2 Perumusan Masalah ...3

I.3 Tujuan Penelitian ...3

I.4 Manfaat Penelitian...3

BAB II ...4

PEMBAHASAN ...4

II.1 Validasi Metode ...4

II.2 Spesifitas ...6

II.3 Presisi ...6

II.4 Akurasi ...7

II.5 Linieritas ...7

II.6 Limit deteksi dan Limit kuantitas ...8

II.7 Stabilitas ...9

II.8 Robustness (Ketahanan) ...9

II. 9 Nystatin ... 10

II.10 HPLC (high performance liquid chromatography) ... 11

II.11 Instrumentasi HPLC (High Performance Liquid Chromatography) ... 12

II.11.1 Fase gerak pada HPLC (High Performance Liquid Chromatography) ... 13

II.11.2 Fase diam pada HPLC ... 14

II.11.3 Injektor ... 14

II.11.4 Pompa ... 15

II.11.5 Kolom ... 16

II.11.6 Detektor ... 16

BAB III ... 17

PENUTUP... 17

III.1 Kesimpulan ... 17

III.2 Saran ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(4)

1 BAB PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) berkembang sangat pesat, terutama pada bidang kimia dan farmasi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dilandasi atas banyaknya penemuan – penemuan terkini. Penemuan – penemuan tersebut memiliki hasil pada berbagai bidang misalkan pada bidang kimia analitik, kimia organik, kimia anorganik, farmasi, pertanian, kedokteran dan lain sebagainya. Penemuan – penemuan tersebut banyak yang sudah dikembangkan dan banyak pula yang belum dikembangkan. Pada bidang farmasi sudah banyak memproduksi berbagai macam obat – obatan baik yang berasal dari bahan alam maupun tidak merupakan bahan alam (Yovita, 2007).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang regristasi obat, bahwa obat yang beredar harus memiliki mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses produksi sesuai Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik mempersyaratkan bahwa peralatan umum harus dibersihkan setelah digunakan untuk memproduksi produk yang berbeda untuk mencegah kontaminasi silang dan prosedur pembersihan ini hendaklah divalidasi.

Salah satu obat yang sekarang banyak dikembangkan adalah obat antijamur, yaitu obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi yang diakibatkan oleh adanya jamur yang salah satu bahan aktifnya adalah nystatin. Menurut Informasi Spesialit Obat volume 46 Tahun 2011 – 2012 nystatin merupakan obat antijamur yang digunakan untuk mengatasi infeksi pada mulut, tenggorokan, kulit dan vagina. Nystatin dapat berfungsi untuk membasmi ataupun juga membunuh bakteri yang menjadi sebab adanya infeksi.

Validasi metoda analisis untuk nystatin tablet salut gula penting dilakukan untuk menjamin kualitas mutu dari tablet tersebut, untuk memastikan apakah metode yang digunakan sudah sesuai dengan keteruntukannya. Selain itu dilakukannya validasi metode tersebut di gunakan untuk memastikan bahwa metode analisis tersebut bersifat akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analitik yang akan dianalisis.

(5)

2

Nystatin merupakan senyawa metabolit sekunder dimana senyawa tersebut memiliki struktur dasar poliketon dan juga ada beberapa senyawa karbonil yang kemudian diselingi dengan senyawa metilena. Salah satu metode yang dapat diterapkan dalam penentuan kadar nystatin dalam nystatin tablet salut gula adalah metode HPLC atau high performance liquid chromatography, dimana nystatin akan dapat terbaca karena memiliki gugus kromofor sehingga akan dihasilkan puncak pada kromatogram yang diperoleh. Adapun beberapa kelebihan dari metode HPLC yaitu waktu analisis lebih singkat, tingkat kepekaannya tinggi, volume sampel yang dibutuhkan hanya sedikit, kolom yang sudah digunakan dapat digunakan kembali dan dapat juga digunakan untuk menganalisis senyawa anorganik maupun organik.

HPLC merupakan teknik pemisahan yang paling banyak digunakan karena memiliki kelebihan dalam hal sensitivitas, selektivitas, sesuai untuk pemisahan senyawa yang tidak mudah menguap ataupun senyawa yang termolabil yang tidak dapat dianalisi dengan menggunakan kromatografi gas, dan penggunaan untuk analit yang luas meliputi: asam amino, protein, asam nukleat, hidrokarbon, karbohidrat, terpenoid, obat – obatan, pestisida, antibiotik, steroid, senyawa metal-organik, dan senyawa anorganik (Skoog dkk, 2007). Kegunaan tambahan dari HPLC adalah dapat digunakan untuk menentukan keseragaman dosis farmasi, monitoring profil disolusi, menentukan kadar antioksidan dan pengawet, serta validasi pembersihan (Ahuja dan Dong, 2005).

Pada penelitian sebelumnya menggunakan sampel nystatin vagitab dengan kadar 100.000 IU dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography).

Pada penelitian tersebut menggunakan detector UV-Vis dengan panjang gelombang yang sama yaitu 305 nm. Pada penelitian tersebut digunakan kolom C18 dengan ukuran 5μ dan fase geraknya campuran antara methanol dengan larutan buffer yang terbuat dari ammonium asetat dengan pH 3,85. Pada proses preparasinya, larutan yang sudah disonikasi dan ditambahkan pelarut hingga tanda batas disaring terlebih dahulu menggunakan kertas whatman sehingga kadar yang diperoleh pada hasil penelitiannya dibawah syarat keberterimaan, hal tersebut dikarenakan pelarut (DMSO) yang digunakan bersifat volatile dan analit yang ada dalam larutan ikut menguap bersama dengan pelarutnya.

(6)

3 I.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana hasil validasi penetapan kadar nystatin dalam tablet nystatin salut gula 500.000 IU dengan metode HPLC (High performance Liquid Chromatography) ditinjau dari parameter System suitability, selektivitas, linieritas, akurasi, presisi, robustness, limit deteksi dan stabilitas dari larutan uji?

2. Berapa nilai ketidakpastian pengukuran penetapan kadar nystatin dalam tablet nystatin salut gula 500.000 IU dengan metode HPLC (High performance Liquid Chromatography)?

I.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menentukan hasil validasi penetapan kadar nystatin dalam tablet nystatin salut gula 500.000 IU dengan metode HPLC (High performance Liquid Chromatography)

2. Untuk menentukan nilai ketidakpastian pada penetapan kadar nystatin dalam tablet nystatin salut gula 500.000 IU dengan metode HPLC (High performance Liquid Chromatography)

I.4 Manfaat Penelitian

Pada metode validasi kali ini diharapkan dapat memberikan informasi penetapan kadar Nystatin dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang kemudian dapat diaplikasikan ke dalam sediaan tablet Nystatin salut gula dengan kadar 500.000 IU dan memberikan informasi tentang kesesuaian kadar nystatin dalam sediaan tersebut.

(7)

4 BAB II PEMBAHASAN

II.1 Validasi Metode

Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Validasi metode analisis bertujuan untuk mengkonfirmasi bahwa metode analisis tersebut dapat sesuai untuk peruntukannya (Gandjar, 2007). Validasi metode anlisis juga merupakan proses yang dilakukan melalui percobaan laboratorium dimana karakteristik dari suatu prosedur memenuhi persyaratan untuk aplikasi analisis (USP XXXVII, 2014). Validasi metode merupakan proses utnuk memastikan bahwa prosedur yang memnuhi standar reliabilitas, akurasi, preisis sesuai tujuan yang diharapkan (Ahuja dan Dong, 2005).

Validasi metode dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Gandjar dan Rohman, 2014). Menurut Harmita pada Tahun 2004, validasi metode analisis adalah suatu tindakan parameter tertentu, bersasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan dalam penggunaannya.

Menurut USP 30-NF25 (2007), metode analisis diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu:

a. Kategori I

Metode analisis yang digunakan untuk penetapan kadar komponen utama dalam bahan baku obat dan sediaan obat jadi atau bahan aktif lainnya seperti pengawet.

b. Kategori II

Metode analisis yang digunakan untuk penetapan cemaran dalam bahan baku obat atau hasil degradasinya dalam sediaan obat jadi.

c. Kategori III

Metode analisis yang digunakan untuk penetapan kinerja dan kualitas sediaan obat jadi, seperti uji disolusi dan uji pelepasan obat.

(8)

5 d. Kategori IV

Uji identifikasi

Tabel 1. Data yang diperlukan untuk uji validasi (USP XXXVII, 2014).

e. Uji identifikasi

Tabel 1. Data yang diperlukan untuk uji validasi (USP XXXVII, 2014).

Karakteristik Analisis

Kategori I Kategori II Kategori III

Kategori Kuantitatif Limit tes IV

Akurasi Ya Ya * * Tidak

Pesisi Ys Ya Tidak Ya Tidak

Spesifitas Ya Ya Ya * Ya

LOD Tidak Tidak Ya * Tidak

LOQ Tidak Ya Tidak * Tidak

Linieritas Ya Ya Tidak * Tidak

Range Ya Ya * * Tidak

*mungkin diperlukan, tergantung pada spesifikasi tes yang dilakukan.

Prosedur analisis yang harus divalidasi meliputi beberapa jenis pengujian, yaitu adanya pengotor, uji limit untuk mengendalikan keberadaan pengotor, serta uji kuantitatif komponen aktif atau komponen lain dalam produk obat – obatan. Selain itu, terdapat 8 parameter validasi metode analisis yaitu spesifitas, presisi atau ketelitian, akurasi atau ketepatan, linieritas, kisaran, limit deteksi, limit kuantitas dan ketangguhan. Pemilihan parameter yang akan diuji tergantung dari jenis dan metode pengujian yang akan divalidasi (Chan, 2004).

Parameter ini berkaitan dengan sejauh mana zat lain mengganggu identifikasi atau analisis kuantifikasi analit. Ukuran dari kemampuan metode untuk mengidentifikasi atau mengukur analit. Kehadiran zat lain baik endogen maupun eksogen, dalam sampel matriks dibawah kondisi yang dinyatakan metode ini.

Kekhusussan ditentukan dengan menambahakan bahan – bahan yang mungkin dihadapi didalam sampel. Misalnya, tes spesifitas metode imunologi untuk specimen biologi dapat berpotensi zat bereaksi mengganggu zat yang dapat menghambat atau menutupi warna reaksi; metode kromatografi untuk penentuan konsentrasi obat penyalahgunaan dalam sampel klinis harus bebas dari gangguan dariyang diharapkan

(9)

6

bersamaan diberikan obat terapi. Spesifitas adalah tergantung konsentrasi dan harus ditentukan pada akhir rendah dari kisaran kalibrasi. Untuk memenuhi tujuan metode dan memeastikan bahwa efek dari kotoran, zat bereaksi silang, yang mungkin ada dalam matriks diketahui (Riyanto, 2014).

II.2 Spesifitas

Spesifitas merupakan kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dengan adanya komponen – komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradasi, dan komponen matriks (USP XXXVII, 2014).

Dalam teknik kromatografi, selektivitas dapat dibuktikan dengan pemisahan yang baik antara analit dengan kompinen yang lain. Bukti dari persyaratan ini didapatkan resolusi analit dari komponen lain lebih besar dari 1,5 – 2,0. Untuk mengetahui adanya koelusi dari substansi yang lain, kemurnian peak analit juga dapat ditentukan. Pada HPLC, kemurnian peak dapat dievaluasi dengan spectra tiga dimensi menggunakan PDA, atau bisa juga menggunakan MS. Prektra peak analit diukur pada upslope, apex slope, dan downslope, atau prektrum secara keseluruhan dari peak kropmatogram dapat dibandingkan. Hal ini dapat dilakukan pada sistem HPLC yang dilengkapi dengan detector PDA. Jika nilai kemurnian antara 0,000 – 0,8900, itu menunjukan tidak murni, jika nilai kemurnian antara 0,9000 – 0,95000 berarti peak terkontaminasi. Untuk penentuan indentitas peak, dapat dilakukan dengan membandingkan data spectra keseluruhan dari standard an analit, dan nilai r atau MF (Match Factor) dihitung menggunakan software HPLC dengan PDA (Yuwono dan Indrayanto, 2005).

II.3 Presisi

Presisi adalah ukuran kedekatan hasil analisis diperoleh dari serangkaian pengukuran ulangan dari ukuran yang sama. Hal ini mencerminkan keselahan acak yang terjadi dalam sebuah metode. Dua set diterima secara umum kondisi di mana presisi diukur adalah kondisi berulang dan reproduksi. Presisi biasanya diukur sebagai koefisien variasi atau deviasi standar relative dari hasil analisis yang diperoleh dari independen disiapkan standar control kualitas (Riyanto, 2014).

Penentuan presisi dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu keterulangan (repeatability), presisi antara (intermediate precision), dan ketertiruan (reproducibility). Keterulangan merupakan ketepatan yang ditentukan pada

(10)

7

laboratorium yang sama oleh satu analis serta menggunakan peralatan dan dilakukan pada hari yang sama. Presisi antara merupakan ketepatan pada kondisi percobaan pada laboratorium yang sama oleh analis, peralatan, reagen, dan kolom yang berbeda.

Ketertiruan mempresentasikan presisi hasil yang dapat dilakukan pada tempat percobaan yang lain dengan tujuan untuk memverifikasi bahwa metode akan menghasilkan hasil yang sama pada fasilitas tempat yang berbeda (Yuwono dan Indrayanto, 2005).

II.4 Akurasi

Akurasi adalah ukuran yang menujukan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil analis sangat rgantung dengan sebaran galat sistematik didalam keseluruhan tahapan analisis (Gandjar, 2007).

Akurasi merupakan ketepatan metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnaya, atau nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Untuk pengujian senyawa obat, akurasi diperbolehkan dengan membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar (Gandjar dan Rohman, 2014). Terdapat tiga cara yang dapat digunakan untuk menentukan akurasi suatu metode analisis yaitu:

1. membandingkan hasil analisis denga CRM (certified refrence material) dari organisasi internasional.

2. Uji perolehan kembali atau perolehan kembali dengan memasukkan analit ke dalam matriks blanko (spoked placebo).

3. Penambahan baku pada matriks sampel yang mengandung analit (standard addition method)

(Gandjar dan Rohman, 2014).

II.5 Linieritas

Linieritas menunjukkan kemampuan suatu metode analisis untuk memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan konsentrasi analit yang terdapat pada sampel pada kisaran konsentrasi tertentu. Sedangkan rendang metode pernyataan batas terendah dan

(11)

8

tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linieritas yang dapat diterima. Rentang dapat dilakukan dengan cara membuat kurva kalibrasi dari beberapa set larutan standart yang telah diketahui konsentrasinya (Ermer dan Miller, 2005). Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda – beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2014).

Linieritas dapat dilihat melalui kurva kalibrasi yang menunjukkan hubungan antara respon dengan konsentrasi analit pada beberapa seri larutan baku. Dari kurva kalibrasi ini kemudian akan ditemukan regresi linearnya yang berupa persamaan y=bx+a, dimana x adalah konsentrasi, y adalah respon, a adalah intersep y yang sebenarnya dan b adalah slope yang sebenarnya. Tujuan dari dibuatnya regresi ini adalah untuk menentukan estimasi terbaik untuk slope dan intersep y sehingga akan mengurangi residual error, yaitu perbedaan nilai hasil percobaan dengan nilai yang diprediksi melalui persamaan regresi linear (Harvey, 2000).

Sebagai parameter adanya hubungan linear digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linear. Hubungan linear yang ideal dicapai jika nilai b adalah 0 dan r adalah +1 atau -1 terganting arah garis (Harmita, 2004).

II.6 Limit deteksi dan Limit kuantitas

Limit deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah yang masih dapat dideteksi meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Sedangkan batas

(12)

9

kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi pada kondisi analisis yang digunakan (Yuwono dan Indrayanto, 2005).

Limit deteksi merupakan jumlah atau konsentrasi terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi, namun tidak perlu diukur sesuai dengan nilai sebenarnya. Limit kuantitas adalah jumlah analit terkecil dalam sampel yang dapt ditentukan secara kuantitatif pada tingkat ketelitian dan ketepatan yang baik. Limit kuantitas merupakan parameter pengujian kuantitatif untuk konsentrasi analit yang rendah dalam matriks yang kompleks dan digunakan untuk menentukan adanya pengotor atau degradasi produk. Limit deteksi dan limit kuantitasi dihitung dari rerata kemiringan garis dan simpangan baku intersep kurva standar yang diperoleh (ICH, 2005).

Terdapat beberapa metode dalam menentukan LOD dan LOQ untuk metode HPLC.

Metode yang sering digunakan adalah menentukan kadar sampel yang menghasilkan rasio signal-to-noise 2:1 atau 3:1 untuk LOD dan 10:1 untuk LOQ. Cara yang lain adalah menentukan LOD dan LOQ dengan standar deviasi dari respon dengan rumus LOD = 3.3(SD/S) dan LOQ = 10(SD/S) dimana SD adalah standar deviasi dari bank, standar deviasi residual dari kurva kalibrasi, dan standar deviasi dari y-intersep dari kurva kalibrasi dan S adalah slope dari kurva kalibrasi (Ahuja dan Dong, 2005).

II.7 Stabilitas

Untuk memperoleh hasil – hasil analisis yang reprodusibel dan reliable, maka sampel, reagen, dan bahan baku yang digunakan harus stabil pada waktu tertentu dengan waktu sesuai dengan kebutuhan (Gandjar dan Rohman, 2014). Stabilitas merupakan tahap prevalidasi yang penting untuk menunjukkan stabilitas yang cukup selama jangka waktu analisis (Yuwono dan Indrayanto, 2005). Variasi area puncak analit harus berkisar ±1-2%

bila dibandingkan dengan area puncak awal (Indrayanto, 2011).

II.8 Robustness (Ketahanan)

Robustness dari suatu metode analisis dapat diartikan sebagai pengukuran kapabilitas dari suatu metode untuk tetap tidak terpengaruhi oleh adanya variasi parameter metode yang

(13)

10

kecil (Yuwono dan Indrayanto, 2005). Menurut USP XXXVII tahun 2014, robustness dalam prosedur analisis merupakan pengukuran kemampuan metode untuk tidak terpengaruh oleh variasi kecil tetapi disengaja dalam parameter procedural yang tercantum dalam dokumentasi prosedur dan memberikan indikasi kesesuaian selama penggunaan normal. Ketahanan dievaluasi dengan melakukan evaluasi parameter – parameter metode seperti presentase pelarut organik (±2 hingga 5%), pH (hingga ±0,5 unit pH), suhu (±1 hingga 5oC) dan sebagainya. Kromatogram yang representative harus disiapkan untuk menunjukkan pengaruh – pengaruh variable yang diukur dibandingkan dengan kondisi normal (Gandjar dan Rohman, 2014). Menurut ICH pada Tahun 2005 dalam melakukan evaluasi robustness dapat ditunjukkan dengan serangkaian parameter uji kesesuaian system.

Menurut USP XXXVII tahun 2014 uji kesesuaian sistem dilakukan untuk menunjukkan bahwa system kromatografi memadai untuk dilakukan analisis. Parameter dari uji kesesuaian system diantaranya RSD area puncak dari lima kali replikasi <2%, faktor ikutan puncak (tailing factor) <2.0, jumlah plat teoritis > 2000 (Moffat dkk, 2011; Cazes, 2004).

II. 9 Nystatin

Nystatin merupakan salah satu salah satu golongan obat antijamur. Mekanisme kerja nystatin berkaitan dengan sterol, terutama ergosterol pada dinding sel jamur, sehingga mengganggu permebilitas dinding sel jamur yang berfungsi sebagai selektif barier (ISO, 2012). Berikut ini merupakan struktur kimia dari

nystatin:

Gambar 1. Struktur Nystatin

Sumber gambar: United States Pharmacopeia 2008

Nystatin diindikasikan untuk pengobatan infeksi candida (cutaneous dan

(14)

11

mucocutaneous candidal), infeksi oleh candidal diaper, dermatitis oleh oropharyngeal, dan candidiasis (MIMS, 2014). Menurut informasi spesialit obat pada Tahun 2012 nystatin dapat digunakan secara oral maupun topical dan memiliki beberapa efek samping pada setiap penggunaannya. Misalkan pada penggunaan oral akan memberika efek samping seperti mual dan muntah, jika pada penggunaan secara topikal dengan dosis yang berlebih akan mengakibatkan iritasi pada kulit maupun mukosa kulit.

II.10 HPLC (high performance liquid chromatography)

Kromatografi adalah suatu teknik analisis berdasarkan proses pemisahan suatu zat atau molekul karena perbedaan sifat. Menurut fase geraknya, kromatografi dibedakan menjadi kromatografi cair dan gas. Salah satu kromatografi cair yang banyak digunakan didalam analisis bidang farmasi yaitu kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau lebih dikenal dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Kromatografi Cair Kinerja Tinggi merupakan teknik analisis kromatografi cair yang digunakan baik dalam analisis kualitatif yaitu dalam bentuk pemisahan senyawa maupun dalam analisis kuantatif yaitu penentuan jumlah senyawa didalam suatu larutan. Adapun prinsip dari HPLC yaitu suatu sampel berupa larutan diinjeksikan kedalam kolom yang berisi fase diam dan fase gerak, kemudian diberikan tekanan tinggi sehingga fase gerak dapat mengelusi sampel keluar dari kolom dan terdeteksi oleh detector yang kemudian dihasil kromatogram (Charde dkk, 2014).

Gambar 2. Suatu Kromatogram

Kelebihan dari teknik kromatografi cair kinerja tinggi diantara mempunyai resolusi yang tinggi, kolom yang terbuat dari bahan gelas atau stainless stil dan berdiameter kecil yang bisa memberikan hasil pemisahan yang sempurna, proses analisis berlangsung cepat, tekanan yang diberikan oleh fase gerak relative tinggi, laju alir dapat diatur sesuai

(15)

12 kebutuhan (Gupta dkk, 2012).

Metode kromatografi cair kinerja tinggi, merupakan teknik kromatografi cair kinerja tinggi yang berasal dari kromatografi kolom klasik, dimana teknik kromatografi ini bertambah maju setelah kromatografi cair kinerja tinggi dikemas dengan bead yang sangat kecil (~10µm) dan beroprasi pada tekanan tinggi (Weiss, 1995).

Teknik kromatografi cair kinerja tinggi merupakan suatu metode kromatografi cair – cair yang dapat digunakan baik untuk analisis pemimasahan maupun analisis secara kuantitatif. Analisis kuantitaif dengan teknik kromatografi cair kinerja tinggi didasarkan pada pengukuran luas area standar. Pada prakteknya, metode perbandingan area standard an area sampel kurang menghasilkan data yang akurat bila hanya melibatkan suatu konsentrasi standar. Oleh karena itu, dilakukan dengan menggunakan teknik kurva kalibrasi (Wiji dkk, 2010).

II.11 Instrumentasi HPLC (High Performance Liquid Chromatography)

Instrumentasi HPLC (High Performance Liquid Chromatography) pada dasarnya terdiri atas: wadah fase gerak, pompa, alat untuk memasukkan sampel (tempat injeksi), kolom, detector, wadah penampung buangan fase gerak, dan suatu komputer atau integrator atau perekam (Rohman, 2009).

Gambar 3. Diagram sistem HPLC. (a) wadah fase gerak; (b) pompa; (c) autosampler atau injector; (d) kolom; (e) detector; (f) sistem pendataan (Snyder, Kirkland dan Dolan, 2010).

(16)

13

II.11.1 Fase gerak pada HPLC (High Performance Liquid Chromatography)

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur dan secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi tersebut ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen – komponen sampel. Untuk fase normal (fase diam lebih polar dibandingkan fase gerak), kempuan elusi meningkat dengan meningkatnya pelaru. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar dibandingkan fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut. Elusi pada HPLC ada dua cara yakni cara isokratik dan cara gradient. Cara isokratik, komponen fase gerak tetap selama elusi sementara untuk cara gradient komponen fase gerak berubah – ubah selama elusi. Deret elutropik yang disusun berdasarkan tingkat kepolaran pelarut merupakan panduan yang berguna dalam memilih fase gerak yang akan digunakan pada penetapan metode dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Nilai pemenggalan UV (UV cut-off) merupakan panjang gelombang pada kuvet 1 cm, pelarut akan memberikan absorbansi lebih dari 1,0 satuan absorbansi. Pengetahuan tentang pemenggalan UV ini sangat penting untuk analisis yang menggunakan detector UV-Visible dan fluorometri. Oleh karena itu sangat dianjurkan untuk menggunakan panjang gelombang deteksi yang tidak bertepatan atau disekitar angka pemenggalan UV pelarut yang digunakan sebagai fase gerak (Gandjar dan Rohman, 2014).

Fase gerak yang digunakan dalam HPLC (High Performance Liquid Chromatography) biasanya fase terbalik adalah campuran hidro organic. Senyawa organic yang umumnya digunakan adalah methanol dan asetonitril atau campuran keduanya.

Senyawa – senyawa lainnya yang dapat digunakan dalam fase gerak untuk penyesuaian selektivitas adalah tetrahidrofuran, IPA dan DMSO (Kazakevich dan LoBrutto, 2007).

Konsentrasi dari larutan organik dalam fase gerak merupakan faktor dominan yang mempengaruhi retensi analit dalam sistem HPLC (High Performance Liquid Chromatography). Pertimbangan dalam memilih solven fase gerak meliputi kompatibilitas antar solven, kelarutan sampel dalam eluen, polaritas, transmisi cahaya, viskositas, stabilitas dan pH. Solven yang digunakan sebagai fase gerak harus dapat bercampur serta tidak menimbulkan presipitasi saat dicampur. Sampel harus dapat terlarut dalam fase gerak karena apabila tidak, maka dapat terjadi presipitasi

didalam kolom. Transmisi cahaya penting diperhatikan apabila digunakan deteksi UV yang

(17)

14

akan menentukan UV cutoff masing – masing solven. Solven yang memiliki nilai UV cutoff lebih tinggi dibandingkan panjang gelombang sampel yang dianalisis tidak dapat digunakan. Tabel menunjukkan nilai UV cutoff untuk beberapa solven yang sering digunakan. Solven yang terlalu kental menyebabkan bentuk puncak kromatogram yang melebar (Kazakevich dan Lobrutto, 2007).

Tabel 2. UV cutoff solvent yang digunakan sebagai fase gerak (Kazakevich dan Lobrutto, 2007).

Pelarut UV cutoff

Asetonitril 190

Isopropil alcohol 205

Methanol 205

Ethanol 205

Uninhibit THF 215

Etil asetat 256

DMSO 268

II.11.2 Fase diam pada HPLC

Kebanyak dari fase diam pada metode HPLC merupakan silika yang dimodofikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodofikasi, atau polimer – polimer stiren dan divinil benzene. Permukaan silika memiliki sifat polar dan sedikit asam karena adanya residu gugus silanol (Si-OH). Salah satu jenis silika yang dimodifikasi adalah oktadesil silika (ODS atau C18) yang merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu memisahkan senyawa – senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang sampai tinggi (Gandjar dan Rohman, 2014).

II.11.3 Injektor

Sampel – sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup Teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal. Pada saat pengisian sampel, sampel digelontor melewati keluk sampel dan kelebihannya akan dikeluarkan ke pembuangan. Pada saat penyuntikan, katup

(18)

15

diputar sehingga fase gerak melewati keluk sampel dan menggelontor sampel kedalam kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk sampel ini dapat mencapai nilai RSD 0,1%.

Penyuntik ini muadah digunakan untuk otomatisasi dan sering digunakan untuk autosampler pada HPLC (High Performance Liquid Chromathography) (Gandjar dan Rohman, 2014).

II.11.4 Pompa

Pompa yang digunakan dalam HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dalam pompa yang memenuhi syarat wadah pelarut, yakni: pompa harus inert terhadap fase gerak. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 3 mL setiap menitnya (Rohman, 2009).

Pompa HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dapat diklasifikasikan berdasarkan rentang kecepatan alir, mekanisme kerjanya atau berdasarkan metode pencampurannya. Pompa yang biasa digunakan dalam analisis umumnya memiliki rentang kecepatan alir 0,001 sampai 10 mL tiap menitnya. Kebanyakan pompa menggunakan mekanisme resiprok. Sedangkan berdasarkan

metode pencampurannya biasa menggunakan kondisi pencampuran tekanan rendah atau tekanan tinggu (Ahuja dan Dong, 2005).

Gambar 4. Skema pompa piston resiprok tunggal

Kebanyakan pompa HPLC (High Performance Liquid Chromatography) menggunakan desain piston resiprok seperti gambar diatas. Pada gambar dapat dilihat terdapat cam bermotor yang dapat menjalankan piston secara depan ke belakang untuk mengalirkan

(19)

16 solven melalui suatu vulva inlet dan outlet.

Gambar 5. Skema pompa dual piston dengan pompa parallel

Sedangkan pada gambar diatas merupakan pompa yang menggunakan piston ganda dimana terdapat satu motor yang menjalankan dua piston pada pompa yang berbeda. Hasil yang diperoleh pada pompa model ini lebih stabil (Ahuja dan Dong, 2005)

II.11.5 Kolom

Kolom merupakan bagian dari HPLC (High Performance Liquid Chromatography) yang terdapat fase diam didalamnya. Fase diam pada HPLC (High Performance Liquid Chromatography) berupa lapisa film cair yang terikat pada basis partikel silika. Tujuan terikatnya lapisan film ini adalah untuk mencegah kemungkinan terjadinya kebocoran cairan fase diam dari kolom. Lapisan film cair ini terikat pada partikel silika melalui ikatan kovalen (Harvey, 2000).

II.11.6 Detektor

Salah satu detector yang sering digunakan adalah detector UV-Visibel. Detector tersebut didasarkan pada penyerapan radiasi ultraviolet (UV) dan sinar tampak (Visibel) pada kisaran panjang gelombang 190 nm sampai 800 nm oleh spesies solute yang mempunyai struktur – struktur atau gugus – gugus kromoforik. Sel detector umumnya berupa tabung dengan diameter I mm dan panjang celah optiknya 10 mm, serta diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghilangkan pengaruh indeks bias yang dapat merubah absorbansi yang terukur (Kar, 2005).

(20)

17 BAB III PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Validasi penentuan kafar nystatin dalam nystatin tablet salu gula dengan kadar 500.000 IU menggunakan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dengan menggunakan kolon C18 sebagai fase diamnya, fase gerak Acetonitril : larutan buffer (33,4 : 66,6), dengan laju alir 1,0 mL/menit, menggunakan detektor UV-Vis pada panjang gelombang 305 nm sesuai dengan parameter validasi yang meliputi selektifitas, sistem suitability, akurasi, presisi, presisi antara, linieritas dengan hasil yang sesuai dengan syarat keberterimaan serta diperoleh nilai estimasi ketidakpastian pengukurannya sebesar 75,08 iu/mg.

III.2 Saran

Sebaiknya perlu dilakukan optimasi penelitian penetapan kadar Nystatin dalam Nystatin tablet salut gula dengan perubahan fasa geraknya dan system kromatografinya serta preparasi sampelnya.

(21)

18

DAFTAR PUSTAKA

Ahuja, S., dan Dong, M, W, Eds, 2005, Handbook of Pharmaceutical Analysis by HPLC, Edidi Pertama, Elsevier, Inc: United Kingdom.

Akl, M, A., Ahmed, M, A,. Ramadan, A., 2013, The Utility of HPLC-UV Cleaning Validation for the Determination of Tirofoban Residues, J Chromat Separation Techniq, Vol. 4, PP. 178.

Akpan, A., Morgan, R., 2002, Oral Candidiasis, Postgrad Met J, PP. 400 – 465.

Ardianingsih, Retno, 2009, Penggunaan High Performance Liquid Chromatography dalam Proses Analisa Deteksi Ion, Pusterapan: Lapan.

Bae, Eun, S., Cho, S, Y., Won, Y, D., Lee, S., H. Park, H, J., 2001, A Comparative Study of the Different Analytical Methods for Analysis of S-allyl System in Black Garlic by HPLC, The Journal of LWT Food Science and Technology.

Brzozowski, A, M., Davers, M, J., 1997, Biochemistry, Edisi Ke-36, PP. 10837 – 10845.

Cazes, J., Eds, 2004, Encyclopedia of Chromatography, Marcel Dekker, Inc: New York.

Chan, C. C, Lam, Herman. Lee, Y. C. dan Zhang, Xue-Ming, 2004, Analitical Methode Validation and Instrument Performance Verification, John Wiley and Sons:

Canada.

Charde MS, AS Welankiwar, Jitendra K., Methode Developmen by Liquid Chromatography with Validation, International Jurnal of Pharmaceutical Chemistry, 2014;4(2), PP. 57 – 61.

Cione APP, Jose M, Silva PM, 2010, Development and Validation of an HPLC Method for Stability Evaluation of Nystatin, Brazillian Journal of Pharmaceutical Science.

Dinubile, M, J., Bille, D., Sable, C, A., Kartsonis, N, A., 2005, Invasive Candidiasis in Cancer Patients, Observation From a Randomize Clinical Trial, J. Infect, 50(5).

Ermer, J. H., Miller, McB., 2005, Method Validation in Pharmaceutical Analysisi, A Guide To Best Practice, Willey – Vch, Verlog GmbH and Co. KGaA: Weinheim.

Frobosher dan Fuerst’s, 1983, Microbiology in Health and Diseas, Edisi Ke-15, Sounders International Edition: Igaku Shoin.

Gandjar, G. I., dan Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Belajar, Yogyakarta.

Gandjar, G. I., dan Rohman, A., 2014, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Belajar, Yogyakarta.

Gritter, R. J., J. M. Bobbitt, A. E. Schwarting, 1985, Introduction to Chromatography,halden Day Inc Oaklan: USA.

Gupta, V., Ajay DKJ., NS Gill, Kapil, G., Development and Validation of HPLC Method:

A Review, Int. Res. J. Pharm., 2012; 2(4), PP.17 – 25.

Harvey, D., 2000, Modern Analytical Chemistry, The McGrow-Hill, Inc: USA.

Indrayanto, G., 2011, Valdation of Chromatographic Method of Analysis, Profile of

(22)

19

Drug Substances, Excipients, and Related Methodologi, Vol. 37, PP. 440 – 465.

Informasi Spesialit Obat Volume 46 Tahun 2011 – 2012

International Conference on Harmonization, 2005, Validation of Analytical Procedures:

Text an Methodology,http//www.ich.org [diakses pada 15 November 2017]

Ishii, D., 1988, Introduction to Microscale High Performance Liquid Chromatography, VCH Publishers Inc, New York.

Kar, A., 2005, Pharmaceutical Drug Analysis, New Age Publication: India. Kazakevich, Y., dan Lobrutto, R., 2007, HPLC for Pharmaceutical Scientist, John

Wiley dan Sons, Inc: New Jersey. PP. 25 – 192.

Referensi

Dokumen terkait