Hal ini didasari oleh fenomena masifnya penyebaran berita bohong di era kecanggihan teknologi dan informasi saat ini. Dalam penelitiannya, penulis bersandar pada teori semiotika Roland Barthes yang memiliki dua tingkatan (linguistik dan mitologis). Akibatnya, kata tersebut memiliki arti jahat yaitu orang yang menyimpang dari jalan yang benar dengan melanggar aturan agama.
Kemudian tahap kedua adalah mencari makna mitos hingga memunculkan makna fasik yaitu pendusta atau orang yang menyebarkan berita bohong. Menanggapi fenomena di atas, artikel ini menawarkan pengetahuan tentang makna fasik dalam QS. Dalam artikel ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu metode yang digunakan untuk menemukan makna yang tersirat dalam QS.
In conducting the research, the author used Roland Barthes' theory of semiotics, which consists of two stages (language stages and mythological stages). As a result, the word fasik has the meaning of a person who deviates from the right path because he violates religious rules. Then the second stage of the search for the meaning of myths that give rise to the meaning of the fasik is a liar or a person who spreads fake news.
Then the second stage of searching for the meaning of myths that give rise to the meaning of the fasik is a kāżib or a person who spreads fake news.
Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof
Kata sandang alif + lam
Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya
Alhamdulillahi rabbil 'alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan artikel dengan judul “Makna Kata Jahat Dalam QS. Dari berbagai kajian diatas, Kajian tentang makna kata fasik belum dilakukan dengan menggunakan analisis semiotik Roland Barthes, oleh karena itu fokus kajian ini adalah untuk mengetahui tahapan semiotik Roland Barthes terhadap kata fasik dalam QS.
Peneliti mencoba menggali makna kata evil dan hubungannya dengan penyebaran berita bohong belakangan ini dengan menggunakan teori semiotika Roland Barthes, yang terdiri dari sistem bahasa (denotasi) dan mitologi (konotasi). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan sumber data sekunder berupa artikel dan tulisan terkait yang membahas tentang semiotika Roland Barthes dan makna kejahatan dalam Al-Qur'an. Jika seseorang yang jahat datang kepadamu membawa berita, maka selidikilah kebenaran agar kamu tidak mencelakakan orang dengan kebodohan (kecerobohan), pada akhirnya kamu akan menyesali perbuatanmu.” (QS. Al-Ḥujurāt [49]: 6 ) .
Pada tahap linguistik, yang perlu dilakukan untuk menemukan makna kata fasik adalah mengetahui makna konotatifnya. Kata Fasik merupakan bentuk isim fā'il قساف dari fi'il māḍi قسف, yang berarti melampaui batas aturan (ِِِّرجَحِنَعُِجوُرُْلْا dari orang ini dapat dipahami oleh siapa yang dapat dipahami oleh Allah). SWT dengan melakukan dosa besar (Ash-Fahani;, 2008, hlm. 636).
Seperti pengertian di atas, Ibnu Faris menjelaskan bahwa kata fasik merupakan gabungan dari huruf fa, sin dan qaf yang maknanya berasal dari ketaatan. Pengertian lain dijelaskan oleh ulama lain, Ibnu Jarīr at-Ṭabarī, menyatakan bahwa orang fasik diartikan sebagai orang yang keluar dari keimanannya kepada Allah SWT dan berpaling dari ketaatan dengan melanggar perintah-Nya (Ṭabarī, 2014, hlm. 441). Kemudian Ibnu Katsir memberi arti fasik adalah orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya serta menyimpang dari jalan yang lurus dan tersesat (Isma'il, 1999, hlm. 210).
Dari sini kita dapat memahami bahwa kejahatan adalah istilah yang digunakan untuk orang yang melakukan kejahatan atau hal-hal buruk dan menyimpang dari ajaran yang benar. Dari tafsir para ulama tentang arti kefasikan, dapat dipahami bahwa kefasikan adalah orang yang meninggalkan kebenaran dan tidak melakukan apa yang diperintahkan-Nya. Pada tingkat kedua, atau yang disebut tingkat mitologis, adalah pencarian makna denotatif dari kata jahat.
Ash-Shiddieqy, dalam tafsirannya, percaya bahawa penekanan pada perkataan "buruk" adalah bertujuan untuk mengelakkan umat Islam daripada tergesa-gesa membuat keputusan yang kemudian disebarkan secara meluas sebelum keadaan sebenar diketahui. Oleh itu, perkataan jahat tidak ditafsirkan sebagai makna sebenar, kerana kebanyakan al-Quran menyebut untuk menunjukkan orang yang kufur (Ash Shiddieqy, 2000, hlm. 3915).
ببسلا صوصبخ لا ظفللا مومعب ةبرعلا
Tahap kedua membahas sistem mitologi dengan melihat asbabu nuzul dan konteks sosio-historisnya untuk menemukan makna bahwa orang fasik diartikan sebagai pendusta atau penyebar berita bohong. Hal ini dapat diketahui karena kata tersebut tidak menunjukkan nama dan tidak ada al ta’rif yang menjadi syarat isim menjadi ma’rifat (pasti) (Hāsimī, 2018, hlm. 61). 13 dari berita menunjukkan larangan untuk menerima berita langsung dari orang fasik dan menerima berita dari orang benar (Ash Shiddieqy, 2000, p. 3915).
Pendapat Al-Qurthubi ialah berita yang datang dari orang yang soleh adalah amanah, sehingga boleh dipercayai. Sedangkan berita yang dibawa oleh orang fasik adalah berita yang tidak jelas kesahihannya, maka tabayyun hendaklah dibuat sebelum menerimanya. Melalui ayat tersebut, Allah SWT berpesan kepada umat Islam agar lebih berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan berita.
Hal ini dimaksudkan agar umat Islam tidak menjadi biang keladi kesalahan yang sangat merugikan umat. Era yang canggih ini menuntut umat Islam untuk waspada dan mengkaji kembali kebenaran suatu berita. SWT memerintahkan umat Islam untuk lebih berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan berita.
Inilah yang menjadikan tanda seorang mukmin atau orang jahat menurut al-Ḥujurāt [49]: 6. Hal ini dilakukan untuk mengetahui otentisitas dan kebenaran suatu berita sebelum diterima dan disebarluaskan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyelidiki sebuah berita, antara lain jujur dalam menyelidiki berita, tidak mengada-ada atau membelokkan, menyelidiki keaslian berita sesuai fakta dan data, serta bertanggung jawab atas berita yang disebarkannya. (Oknita dan Restiviani.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diungkapkan bahwa semua teks Al-Qur'an dapat dipahami tidak hanya melalui apa yang tertulis, tetapi pesan yang tersirat di dalamnya. Jika tidak meneliti ayat tersebut, maka kata fasik berarti orang yang keluar dari Islam. Kemudian tingkat kedua mencari arti dari mitos, yaitu yang dimaksud di sini dengan kejahatan, pendusta, atau penyebar berita bohong.
Kemudian mesej dalam ayat tersebut merupakan bentuk kecintaan Allah SWT kepada umat Islam. Tafsir al-Ṭabarī: Al-musammá Jāmi' al-bayān fī ta'wīl al-Qur'ān (Dār al-Kutub al- 16'Ilmīya, Ed.; al-Ṭab'ah 6).