• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKROEKONOMI TERHADAP PENERBITAN SUKUK DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "MAKROEKONOMI TERHADAP PENERBITAN SUKUK DI INDONESIA "

Copied!
30
0
0

Teks penuh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh produk domestik bruto (PDB), jumlah uang beredar (JUB), inflasi dan pengangguran terhadap penerbitan sukuk di Indonesia. Perkembangan penerbitan sukuk di Indonesia telah menunjukkan peningkatan yang signifikan seperti terlihat pada Gambar 1. Keuntungan penerbitan sukuk korporasi adalah sebagai sarana untuk meningkatkan pembiayaan investasi usaha atau proyek yang dilakukan (Rini, 2012).

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Echchabi (2016) yang menemukan bahwa penerbitan sukuk berpengaruh positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Penerbitan sukuk di Indonesia tidak terlepas dari kondisi makroekonomi (ekspektasi) saat ini dan masa depan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), Jumlah Uang Beredar (MSU), inflasi dan pengangguran terhadap penerbitan sukuk di Indonesia.

Hal ini memungkinkan perusahaan untuk mengurangi jumlah utang yang diterbitkan, terutama melalui penerbitan sukuk. Ha1 = Diduga Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh signifikan dan positif terhadap penerbitan sukuk. Ha2 = Diduga variabel Jumlah Uang Beredar (JUB) berpengaruh signifikan dan negatif terhadap penerbitan sukuk. 2014), inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga-harga yang lazim terjadi dalam suatu perekonomian.

Terkait penerbitan sukuk, terdapat beberapa literatur yang membahas mengenai dampak inflasi terhadap penerbitan sukuk.

Gambar  1:  Perkembangan  Nilai  Emisi  Sukuk  di  Indonesia  2013-2017  (Dalam  Triliunan Rupiah)
Gambar 1: Perkembangan Nilai Emisi Sukuk di Indonesia 2013-2017 (Dalam Triliunan Rupiah)

METODE PENELITIAN

Hubungan yang berbanding terbalik antara inflasi dengan penerbitan sukuk ditunjukkan oleh hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ahmad dan Muhammad (2013), Manab dan Agus (2016) serta Khudari (2017) yang menemukan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara inflasi dan penerbitan sukuk. penerbitan sukuk. Secara umum pengangguran diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang yang termasuk dalam kategori angkatan kerja tidak mempunyai pekerjaan dan sedang aktif mencari pekerjaan. Jika permintaan agregat melemah, ketika pengangguran tinggi dan bersifat struktural, maka daya beli akan menurun, yang pada gilirannya akan menurunkan permintaan agregat.

Selain itu, dari sisi melemahnya permintaan agregat, tingginya tingkat pengangguran akan menurunkan penawaran agregat dilihat dari peran tenaga kerja sebagai faktor utama produksi. Rata-rata perubahan harga suatu paket barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga selama periode waktu tertentu. Tenaga kerja mencari pekerjaan, mempersiapkan pekerjaan, bukan mencari pekerjaan karena dianggap mustahil.

Menurut Sugiyon (2016), regresi linier berganda didasarkan pada hubungan fungsional atau kausal antara beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Variabel Penelitian

Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda ditemukan adanya hubungan negatif dan signifikan antara produk domestik bruto (PDB) terhadap nilai penerbitan sukuk pemerintah dan korporasi. Hasil pengujian ini sesuai dengan hipotesis sebelumnya bahwa ketika PDB meningkat maka penerbitan sukuk akan menurun. Hasil penelitian tersebut lebih banyak menganalisis atau mempunyai perspektif penerbitan obligasi dari sisi permintaan investasi, sedangkan penelitian ini menganalisis keputusan penerbitan sukuk dari sisi penawaran.

Dengan demikian, hubungan PDB dengan penerbitan sukuk negara dan korporasi dapat dibuktikan secara teoritis dan empiris dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa ketika PDB meningkat maka penerbitan sukuk di Indonesia akan menurun. Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda diketahui terdapat hubungan negatif dan signifikan antara jumlah uang beredar dalam arti sempit (M1) dengan nilai penerbitan kekayaan pemerintah dan perusahaan. Hasil pengujian ini sesuai dengan hipotesis sebelumnya bahwa semakin besar M1 maka penerbitan sukuk akan semakin menurun.

Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan tingginya permintaan investasi pada instrumen sukuk, maka permintaan uang untuk spekulasi akan meningkat, hal ini akan meningkatkan tingkat suku bunga kebijakan. Berdasarkan hasil pengujian regresi linier berganda ditemukan adanya hubungan negatif dan signifikan antara Indeks Harga Konsumen (CPI) dengan nilai penerbitan sukuk pemerintah dan korporasi. Hasil pengujian ini sesuai dengan hipotesis sebelumnya bahwa ketika CPI naik maka penerbitan sukuk akan menurun.

Hasil tersebut relevan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rini (2012), Ahmad dan Muhamad (2013), Manab dan Agus (2016) serta Khudari (2017) yang menemukan adanya hubungan negatif dan signifikan antara inflasi dan pengeluaran. dari sukuk. Berdasarkan hasil pengujian regresi linier berganda ditemukan adanya hubungan negatif dan signifikan antara Tingkat Pengangguran Terbuka (TPR) dengan nilai penerbitan sukuk pemerintah dan korporasi. Hasil pengujian ini sesuai dengan hipotesis sebelumnya bahwa dengan meningkatnya TPT maka penerbitan sukuk juga akan meningkat.

Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Rini (2012) yang menyatakan bahwa variabel TPT (tingkat pengangguran terbuka) berpengaruh signifikan dan negatif terhadap variabel penerbitan sukuk dalam jangka panjang. Sebab, penerbit akan melihat dan menyesuaikan jumlah sukuk yang diterbitkan dengan kondisi pasar yang berlaku. Keterkaitan TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) dengan penerbitan sukuk di Indonesia dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu masyarakat sebagai investor sukuk, perusahaan dan negara sebagai penerbit sukuk.

Hal ini menurut Hariyanto (2016) yang berpendapat bahwa terjadinya defisit anggaran ada alasannya dan salah satunya adalah tujuan pemerintah untuk pemerataan pendapatan masyarakat. Dengan bertambahnya beban pemerintah dalam jangka panjang dapat mempengaruhi kemampuan pemerintah dalam menerbitkan sukuk, dimana pemerintah akan semakin meningkatkan kebutuhan pembiayaan dari penerbitan sukuk.

Tabel 7: Laju Pertumbuhan Variabel Makroekonomi 2012-2017 di Indonesia  Indikator
Tabel 7: Laju Pertumbuhan Variabel Makroekonomi 2012-2017 di Indonesia Indikator

PENUTUP Kesimpulan

Dengan demikian, ketika variabel tingkat pengangguran terbuka (TPT) meningkat, tidak semua perusahaan mengurangi pinjaman utang, misalnya untuk memperluas jaringan pemasaran dan kapasitas produksi. Perusahaan yang bergerak di bidang produksi barang tidak tahan lama akan tetap memiliki kinerja keuangan yang baik (cenderung tidak terpengaruh resesi ekonomi) sehingga dapat menaikkan harga sukuk di pasar sekunder. Artinya perseroan masih memiliki kemampuan yang baik untuk menerbitkan utang baru di pasar perdana di masa depan.

Kedua, dampak meningkatnya pengangguran dilihat dari sisi keputusan pemerintah menerbitkan sukuk negara (SBSN). Secara teori, menurut Hyman (2010) dan Waluyo dan Uci (2016), dari sudut pandang pemerintah, perubahan kebijakan defisit anggaran dipengaruhi oleh situasi perekonomian yang berfluktuasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketika tingkat pengangguran terbuka meningkat, maka keputusan pemerintah dan perusahaan untuk menerbitkan utang melalui sukuk (obligasi syariah) meningkat.

Sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan supply side yaitu negara dan korporasi sebagai penerbit sukuk. Tingginya tingkat inflasi dan suku bunga akan mengakibatkan harga sukuk turun di pasar sekunder sehingga pasar menjadi tidak likuid. Selain itu, peningkatan imbal hasil instrumen seperti deposito akan menurunkan penawaran dan permintaan sukuk, karena emiten memutuskan untuk mengurangi tambahan utang melalui penerbitan sukuk.

Ketiga, indeks harga konsumen (CPI) dalam jangka panjang berpengaruh negatif terhadap nilai emisi penerbitan sukuk. Meningkatnya inflasi menyebabkan permintaan return yang lebih tinggi untuk mengkompensasi penurunan nilai riil uang, sehingga penerbitan sukuk menjadi mahal. Ketika permintaan investasi di pasar sukuk menurun, maka emiten akan merespons dengan mengurangi jumlah penerbitan dan menjadwalkan ulang penerbitan sukuk.

Lebih lanjut, rendahnya daya beli ini akan menciptakan permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga mengakibatkan adanya korporasi yang akan membayar imbal hasil kepada investor sukuk ketika sudah jatuh tempo. Sebab, pembiayaan aktivitas emiten melalui utang akan meningkatkan risiko imbal hasil di masa depan dan bergantung pada ekspektasi siklus bisnis di masa depan. Sedangkan di sisi supply yaitu pemerintah dan korporasi, dengan kebijakan penerbitan utang melalui sukuk yang tepat dapat menghasilkan alokasi sumber daya yang produktif dan meningkatkan ekspektasi return masa depan yang lebih besar dibandingkan saat ini.

Gambar

Gambar  1:  Perkembangan  Nilai  Emisi  Sukuk  di  Indonesia  2013-2017  (Dalam  Triliunan Rupiah)
Tabel 2: Perbandingan Sukuk dengan Intrumen Investasi Lainya  Jenis Instrumen
Tabel 3: Perbedaan Sukuk dan Obligasi Konvensional
Tabel 5: Perkembangan Sukuk Negara dan Korporasi 2012-2017 di Indonesia
+6

Referensi

Dokumen terkait

Nomor SOP SOPl.l.l.015 Tangggal Revisi 27 Maret 2018 FAKUlTAS MIPA UNIVERSITAS ANDALAS KEMENRISTEKDIKTI Tanggal Pembuatan 29 Maret 2018 Tanggal Efektif Disahkan oleh Wakil Dekan