Tafsir
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 195: Maksud Menginfakkan Harta di Jalan Allah
Ahad, 9 April 2023 | 05 00 WIB
Alwi Jamalulel Ubab Kolomnis
Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat al-Baqarah ayat 195
َﻦْﯿِﻨِﺴْﺤُﻤْﻟا ﱡﺐ ِﺤُﯾ َ ﱣ ﱠنِا ۛا ْﻮُﻨِﺴْﺣَا َو ِۛﺔَﻜُﻠْﮭﱠﺘﻟا ﻰَﻟِا ْﻢُﻜْﯾِﺪْﯾَﺎِﺑ ا ْﻮُﻘْﻠُﺗ َﻻ َو ِ ﱣ ِﻞْﯿِﺒَﺳ ْﻲِﻓ ا ْﻮُﻘِﻔْﻧَا َو
Wa anfiq f sab lill hi wa l tulq bi'aid kum ilat-tahlukati wa aḫsin , innall ha yuḫibbul- muḫsin n.
Ilustrasi: uang - ekonomi - rupiah (freepik).
2606:4700:3032::AC43:D15B
Artinya: “Berinfaklah di jalan Allah, janganlah jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuatbaiklah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
Baca Juga
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 191-193: Ujian Diusir dari Tanah Air
Ragam Surat Tafsir Al-Baqarah Ayat 195
Secara ringkas Imam As-Suyuthi dalam Tafsirul Jalalain menjelaskan bahwa maksud ayat di atas ialah perintah untuk untuk berinfak di jalan Allah, dalam artian taat kepada-Nya baik dalam urusan jihad maupun lainnya.
Selain itu, ayat di atas juga berisi peringatan untuk berbuat ‘ihsan’ kepada umat Islam dalam berinfak dan tidak menjerumuskan diri pada kehancuran dengan menahan diri berinfak untuk jihad atau bahkan meninggalkannya yang dapat membuat musuh lebih kuat. As- Suyuthi, Tafsirul Jalalain pada Hasyiyatus Shawi, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah:2013 M , juz I, halaman 119 .
Imam Ahmad As-Shawi dalam Hasyiyah-nya memberi catatan bahwa maksud dari infak di atas tidak hanya menggunakan harta saja. Melainkan juga berinfak menggunakan tenaga dan pikiran untuk melakukan ketaatan-ketaatan kepada Allah.
ء ا و ا ه و د ء و ا او ا ا ىا ِ ِ ْ ِ ْ ِ اْ ُ ِ ْ َاَو د ء او
Artinya: “Berinfaklah di jalan Allah, maksudnya kerahkanlah jiwa dan harta kalian untuk melaksanakan ketaatan dan mencari ridha-Nya baik dalam jihad maupun lainnya seperti silaturahmi, merawat orang-orang lemah dan fakir dari hamba-hamba Allah”. As-Shawi, Hasyiyatus Shawi ‘ala Tafsiril Jalalain, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2013 M , juz I, halaman 119 .
Baca Juga
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 194: Kebolehan Perang Mempertahankan Diri pada Bulan Haram
Ayat 195 di atas masih berkaitan dengan ayat sebelumnya yang berisi perintah untuk mempertahankan diri dan berperang dengan orang-orang musyrik saat dalam perjalanan untuk melaksanakan umrah qadha pada bulan Haram (yang dimuliakan). Karenanya,
penekanan pada penafsiran ayat di atas cenderung untuk melakukan infak untuk digunakan berjihad.
Berangkat dari hal ini, Syekh Nawawi Al-Bantani dalam tafsirnya juga lebih spesifik dalam menafsiri ‘berinfaklah di jalan Allah’. Syekh Nawawi menjelaskan maksud ayat ialah perintah kepada umat Islam saat itu yang hendak melaksanakan umrah qadha dan berpotensi
berperang dengan orang-orang muysrik di bulan Haram untuk memberikan infaknya di jalan Allah untuk melaksanakan umrah qadha. Nawawi, Marah Labid, juz I, halaman 45 .
Meski ayat di atas turun masih berkaitan dengan ayat sebelumnya, namun pada hakikatnya merupakan perintah untuk berinfak secara totalitas di jalan , baik dalam urusan jihad
maupun dalam urusan amal-amal ketaatan lainnya.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan kandungan ayat di atas secara umum dengan penjelasan berikut:
ل لا ا ڡ و ,ٮ ا ه وو ٮ ا ه و ٔ ٯ ٕ ا ا و هد و ٕا ر دو ك د ك ر ٕ او , و ى و ء ا
ٮ ا ٮ ا و ٕ
Artinya: “Kandungan ayat di atas ialah perintah untuk berinfak di jalan Allah, dalam segala amal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah dan segala ketaatan. Terlebih memberikan hartanya untuk memerangi musuh-musuh dan menguatkan umat Islam untuk mengalahkan musuhnya. Ayat di atas) juga berisi penjelasan bahwa meninggalkan berinfak merupakan kehancuran jika dibiasakan dan kemudian setelahnya diikutkan penjelasan terkait perintah berbuat baik yang merupakam predikat ketaatan yang paling tinggi”. Ibnu Katsir,
Tafsirul Qur’anil Azhim, Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wat Tauzi’ 1999 M/ 1420 H juz I, halaman 530 .
Sementara itu, terkait ayat ‘wa l tulq bi'aid kum ilat-tahlukati’ ada beberapa versi riwayat yang menjelaskan makna dan sebab turun ayat tersebut. Di antaranya versi riwayat Abu Hayyan dalam tafsirnya, yaitu mengutip riwayat dari Ikrimah menjelaskan bahwa ayat turun untuk kalangan Anshar yang menahan diri untuk menginfakkan hartanya di jalan Allah.
Sedangkan dari riwayat Nu’man bin Basyir menjelaskan bahwa ayat ini turun untuk seorang laki-laki yang melakukan dosa, kemudian merasa dosanya tidak akan diampuni. Abu
Hayyan, Al-Bahrul Muhith, Beirut, Darul Fikr, 1432 H/2010 M , juz II, halaman 251 .
Dalam beberapa riwayat yang disebutkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya di antaranya
menjelaskan bahwa ayat turun untuk segolongan kaum yang hendak melakukan jihad di jalan Allah, di mana satu di antaranya memiliki bekal lebih baik dari yang lain. Ia kemudian memberikan bekalnya kepada temannya yang membutuhkan. Sehingga tidak ada yang tersisa darinya sedikitpun, karena ia ingin menyenangkan temannya. Kemudian turunlah ayat ini.
Ada juga versi riwayat yang mengatakan ayat di atas turun untuk segolongan laki-laki yang di utus oleh Rasulullah tanpa membawa bekal. Kemudian mereka diperintahkan untuk meminta bekal kepada orang-orang yang memiliki lebihan harta dan tidak menjerumuskan diri pada kematian. Ibnu Katsir, 1/530 .
Sehingga ada 9 penafsiran lafal ‘at-tahlukat’ atau maksud dari kehancuran pada ayat di atas:
Kehancuran yang dimaksud ialah dikarenakan meninggalkan untuk berjihad, memilih untuk memperbanyak istirahat dan menyimpan harta.
Meninggalkan untuk berinfak di jalan Allah karena takut miskin Menyerang musuh tanpa membawa kemenangan
Bersedekah dengan sesuatu yang buruk Berlebihan dalam menginfakkan harta
Tenggelam dalam melakukan maksiat sehingga berputus asa dari diterimanya taubat Putus asa dari taubat
Bepergian untuk jihad tanpa membawa bekal
Melebur pahala dengan mengungkit-ungkit, riya atau sum’ah. Abu Hayyan,II/ 251 .
Kesimpulannya, secara umum ayat di atas memberikan anjuran kepada umat Islam untuk menyisihkan sebagian hartanya di jalan Allah, yakni untuk hal-hal yang bermanfaat, bernilai ibadah, ketaatan dan mencari ridha-Nya. Dengan menghindari sikap berlebihan dalam menginfakkan harta, sehingga mendapatkan predikat ‘ihsan’ yang dicintai oleh
Allah. Wallahu a’lam
Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.
Editor: Ahmad Muntaha AM Kolomnis: Alwi Jamalulel Ubab
Tags
Tafsir Surat Al-Baqarah Al-Quran Ilmu Tafsir Tafsir
Terpopuler
1
Lafal Niat Puasa Tarwiyah dan Arafah, Lengkap Arab, Latin, dan Keutamaannya2
Khutbah Idul Adha 1445 H Haji dan Kurban, Barometer Keimanan dan Ketakwaan3
Khutbah Jumat: Anjuran dan Keutamaan Puasa Tarwiyah dan Arafah4
Qadha Ramadhan Digabung dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bagaimana Hukumnya?5
Khutbah Jumat: Tiga Siasat Nabi Ibrahim Memperjuangkan Agama Tauhid6
Khutbah Jumat: Memetik Hikmah Wukuf di ArafahTerkini
Lihat SemuaSyariah
Menyembelih Hewan Kurban Sebelum Hari Raya Idul Adha dalam Kajian Lintas Mazhab Sab, 15 Juni 2024 | 06 00 WIB
Nasional
Kemenag Bantah Ada Komersialisasi Kursi Roda oleh Petugas Haji Jum, 14 Juni 2024 | 20 35 WIB
Nasional
Qadha Ramadhan Digabung dengan Puasa Tarwiyah dan Arafah, Bagaimana Hukumnya?
Jum, 14 Juni 2024 | 20 00 WIB
Nasional
Skenario Timnas Indonesia Lolos Piala Dunia 2026 Jum, 14 Juni 2024 | 19 30 WIB
Khutbah
Khutbah Idul Adha: 4 Hikmah Disyariatkannya Kurban dalam Islam Jum, 14 Juni 2024 | 19 00 WIB