MANAJEMEN DAN KEPEMIMPINAN MADRASAH DI INDONESIA
Mohammad Afnan
Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Sumenep [email protected]
Abstrak
Kepemimpinan merupakan hal yang sangat penting dalam dunia Pendidikan, khususnya madrasah. Pemimpin yang baik, yang menguasai manajemen dengan baik pada akhirnya akan menjadikan madrasah yang dipimpinnya menjadi baik dan maju di masa depan. Sekurangnya ada 6 fungsi kepempinan di madrasah, yaitu fungsi leader, fungsi komunikator, motivator, fungsi uswah hasanah, fungsi innovator dan penebar cinta.
Kata Kunci: manajemen, madrasah, kepemimpinan.
Pendahuluan
Dalam dunia pendidikan khususnya lembaga pendidikan Islam, kepemimpinan merupakan bahasan yang sangat menarik untuk dikaji. Karena ia merupakan komponen pokok yang menduduki posisi penting dalam menjalankan sebuah lembaga yang ia naungi.
Pemimpin lembaga pendidikan Islam ini biasanya diangkat oleh sebuah yayasan lembaga pendidikan (swasta) atau oleh pemerintah melalui departemen penyelenggara pendidikan (negeri) seperti Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional dengan persyaratan tertentu.
Dalam mengartikan “kepemimpinan”, para ahli mempunyai perbedaan pendapat disebabkan oleh sisi pandang yang berbeda juga. Seperti Dubin (1968: 385) bahwa: “leadership as ‘the exercise
of authority and the making of decision’.1 Sedangkan menurut Stogdill (1950: 4) bahwa: leadrership as’ the process of influencing the activities of an organized group toward goal setting and goal accomplishment’.2 Sedangkan menurut Koontz (1990) yang dikutip oleh Wilson B. mendefinisikan kepemimpinan sebagai pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang-orang sehingga mereka akan berusaha dalam mencapai tujuan kelompok dengan kemauan dan antusias. 3 Adapun menurut John M. Ivancevich dkk, mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi orang lain untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi yang relevan.4 Dengan demikian penulis meyimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi orang sekitaruntuk mencapai tujuan atau prestasi yang diharapkan.
Karakteristik Madrasah
Dalam mengartikan “kepemimpinan”, para ahli mempunyai perbedaan pendapat disebabkan oleh sisi pandang yang berbeda juga. Seperti Dubin (1968: 385) bahwa: “leadership as ‘the exercise of authority and the making of decision’.5 Sedangkan menurut Stogdill (1950: 4) bahwa: leadrership as’ the process of influencing the activities of an organized group toward goal
1 Margareth Preedy, Managing The Effective School. (London: The Open University, tt), hlm. 142
2 Ibid
3 Wilson Bangun, Intisari Manajemen. Bandung: Refika Aditama, 2008, hlm. 131
4 John M. Ivancevich dkk, Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh (Terjemahan dari judul asli: Organization, Behavior and Management, Seventh Edition). Jakarta: Erlangga, 2006, hlm. 194
5 Margareth Preedy, Managing The Effective School. (London: The Open University, tt), hlm. 142
setting and goal accomplishment’.6 Sedangkan menurut Koontz (1990) yang dikutip oleh Wilson B. mendefinisikan kepemimpinan sebagai pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang-orang sehingga mereka akan berusaha dalam mencapai tujuan kelompok dengan kemauan dan antusias.7 Adapun menurut John M. Ivancevich dkk, mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi orang lain untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi yang relevan. 8 Dengan demikian penulis meyimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi orang sekitaruntuk mencapai tujuan atau prestasi yang diharapkan.
Selanjutnya, definisi madrasah menurut Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1946 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 7 Tahun 1950, madrasah mengandung makna:
a. Tempat pendidikan yang diatur sebagai sekolah dan membuat pendidikan dan ilmu pengetahuan agama Islam menjadi pokok pengajarannya.
b. Pondok pesantren yang memberi pendidikan setingkat dengan madrasah (Poerbakawatja, 1976:221).
Selanjutnya, Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Tahun 1975 Bab I Pasal 1, menyebutkan:
6 Ibid
7 Wilson Bangun, Intisari Manajemen. Bandung: Refika Aditama, 2008, hlm. 131
8 John M. Ivancevich dkk, Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh (Terjemahan dari judul asli: Organization, Behavior and Management, Seventh Edition). Jakarta: Erlangga, 2006, hlm. 194
“Yang dimaksud dengan madrasah dalam Keputusan Bersama ini ialah: Lembaga Pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30%, di samping mata pelajaran umum”.9
Peranan Pemimpin dalam Lembaga Madrasah
Keberhasilan suatu lembaga pendidikan sering diartikan sebagai maksimalnya kinerja yang dilakukan oleh seorang pemimpinnya begitu juga sebaliknya. Hal ini memberi catatan bahwa unsur karakter dan jiwa kepemimpinan yang dimiliki oleh seorang pemimpin benar-benar harus dioptimalkan. Telah dikemukakan di atas, dalam memaknai kepemimpinan, para ahli memiliki berbagai pendapat dengan penekanan yang berbeda-beda, seperti menurut Covey yang menyatakan bahwa kegagalan pemimpin terletak pada karakter. Lain halnya dengan Hersey &
Blachard, menurutnya bahwa kepemimpinan adalah hasil dari tuntutan-tuntutan situasional. 10 Meskipun para ahli dalam mengartikan kepemimpinan dengan penekanan yang berbeda-beda, namun pada dasarnya kepemimpinan merupakan suatu proses yang membutuhkan berbagai komponen yang maksimal agar mendapatkan hasil pencapaian yang maksimal.
Dalam lembaga pendidikan Islam, peran seorang pemimpin juga sangat sentral, maju mundurnya suatu lembaga pendidikan Islam tergantung sejauh mana pemimpin mampu berimajinasi
9 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 101
10 Muahaimin, dkk, Manajemen Pendidikan; Aplikasinya dalam Pentusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 29
untuk memajukan organisasinya khususnya di lingkungan madrasah. Dewasa ini, para pemimpin madrasah kurang berdaya dalam memajukan lembaga pendidikannya untuk bersaing secara kompetitif terhadap lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
Menurut Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, hal ini dikarenakan beberapa kendala baik internal maupun eksternal. Yang bersifat internal misalnya: (1) kurangnya keberanian untuk mengambil prakarsa dalam mengambil inovasi yang bersifat strategis, (2) kurangnya pemahan atas peran-peran yang seharusnya dimainkan, (3) kurangnya keberanian menanggung resiko dan seterusnya.
Sedangkan yang bersifat ekksternal, misalnya (1) kekurangan informasi yang sehharusnya dikuasai, (2) terlalu banyak peraturan sehingga ruang geraknya terasa terbatas, (3) suasana birokratis yang mengurangi bahkan membatasi ruang gerak dalam upaya pengembangan, dan (4) hubungan primordial yang berlebihan dan seterusnya.11
Dalam menyikapi berbagai kendala dan tantangan tersebut, pemimpin madrasah harus bisa mengintegrasikan jiwa rohaniahnya dengan jiwa jasmaniahnya. Artinya, pemimpin madrasah tidak hanya cakap dalam menjalin hubungan (networking) dengan elemen-elemen luar seperti sesama pengurus, masyarakat, pemerintah dan lain-lain, akan tetapi ia juga harus mampu mengarahkan aspek kepribadiannya dalam menyikapi dan memutuskan suatu problem. Nurhattati Fuad mengatakan bahwa para pemimpin di madrasah perlu mengembangkan karakteristik
11 Imam Suprayogo, Pendidikan Berparadigma Al-Quran;
Pergulatan Membangun Tradisi dan Aksi Pendidikan Islam. (Malang; UIN Malang Press, 2004), hlm. 211-212
kepemimpinan dirinya secara lebih optimal, karena ia tidak saja sebagai panutan guru atau pegawai yang menjadi bawahannya, tetapi sebagai pendidik yang menjadi panutan bagi siswa dan masyarakat sekitar.12 Sebagai lembaga pendidikan Islam, madrasah mempunyai kekhususan dibanding lembaga pendidikan yang lain, yakni mewarnai kehidupan madrasah dengan jiwa-jiwa Islam.
Dengan harapan bahwa adanya lembaga madrasah tersebut dapat memberikan kontribusi positif dalam membangun masyarakat yang Islami atau madani, yaitu masyarakat yang didasarkan pada nilai-nilai peradaban luhur yang bersumber dari cita-cita Islam sebagaimana yang terdapat dalam Al Quran dan As Sunnah.13 Dalam hal ini, peran seorang pemimpin berada di garis depan untuk mengatur langkah-langkah yang akan diterapkan kepada tahap berikutnya.
Fungsi Integral Pemimpin Madrasah
Dalam menjalankan perannya di lembaga madrasah, seorang pemimpin memiliki fungsi yang sangat integral, yaitu:
a. Sebagai Leader. Leader berasal dari kata Lead dan er.
Lead artinya peranan penting atau petunjuk14, sedangkan er adalah yang melakukan. Jadi leader ialah orang yang
12 Edukasi; Jurnal Penelitian Pendidikan Agama & Keagamaan, Pendidikan Pesantren & Budaya Damai. (Jakarta: Puslitbang DEPAG RI, 2006), hlm. 92
13 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan; Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di Indonesia. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 128
14 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia.
(Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 351
mempunyai peranan penting dalam menunjuki. Dalam pandangan Islam, sosok pemimpin yang baik adalah اورم ركنملا نع ىهناو فورعملاب (menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar). Allah SWT berfirman:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang- orang yang fasik.” (Q.S Ali Imran: 110)
Peran pemimpin yang seperti ini jika dikaitkan dengan lembaga madrasah ialah pemimpin yang memberi bimbingan atau petunjuk yang bersifat membangun kepada para bawahannya guna memajukan lembaga yang dipimpin. Dengan harapan pencapaian tujuan atau prestasi yang divisikan.
b. Sebagai Komunikator. Maksudnya dalam memimpin suatu lembaga organisasi, pemimpin adalah orang petama yang menggerakkan lembaga tersebut menjadi lebih komunikatif dan interaktif sehingga muncullah rasa saling percaya, transparan, keakraban, dan tidak ada “pembatas”
yang tampak antara atasan dan bawahan. Hal ini biasanya sering diterapkan dalam proses musyawarah antar
pengurus, guru dan karyawan yang ada. Tentu komunikasi
yang dijalankan tidak menjadikan bawahan sebagai
“suruhan” semata. Artinya seorang pemimpin tidak mendahulukan egonya tanpa mempertimbangkan perasaan bawahan, terutama jika terjadi kesalahan oleh pegawainya. Perlu disikapi dengan sikap lemah lembut, sabar, santun dan berwibawa. Sebagai contoh dalam perang Uhud, umat Islam mengalami kekalahan. Akan tetapi Rosulullah tidak menyikapi hal tersebut dengan kasar apalagi marah bahkan beliau memaafkannya.
Andaikata beliau bersikap keras dan marah, tentu para sahabat akan menjauhinya. Namun yang beliau lakukan adalah mengadakan musyawarah.
c. Sebagai Motivator. Dalam hal ini, pemimpin harus dapat menjadi pendorong semangat bekerja bagi bawahannya.
Jika bawahan melakukan suatu kesalahan maka seorang pemimpin harus bijak dalam mengambil keputusan.
Sederhananya, di samping punishment yang diberikan maka harus dibarengi dengan motivasi sebagai penumbuh dan pendorong untuk kembali melanjutkan kinerjanya.
Contohnya diberikan motivasi kepada mereka tentang semua manusia berhak untuk berprestasi. Allah tidak membatasi siapa yang berhak untuk berprestasi, akan tetapi Allah SWT memberi penghargaan kepada orang- orang yang ahli dalam bidang-bidang tertentu. Sebab Allah SWT telah membedakan orang yang menggunakan akalnya dan tidak.
d.
Sebagai Uswah Hasanah. Pemimpin Islam khususnya di lembaga pendidikan yang Islami, hendaknya menjadi sosok yang diidolakan oleh para guru, pegawai, siswa dan semua warga sekolah. Sebagaimana yang telahdicontohkan oleh Rosulullah SAW dalam perilaku beliau yang sangat disegani, dihormati dan diteladani oleh para sahabat. Sehingga Allah SWT pun memuji akhlak beliau yang mulia itu.
Dengan akhlak beliau yang mulia itulah, Islam dapat tersebar ke seluruh alam semesta hingga sekarang ini dan menjadikan beliau sebagai teladan umat hingga akhir zaman.
e.
Sebagai Inovator. Inovasi atau pembaharuan harus selalu ada dalam benak seorang pemimpin organisasi terutama pendidikan. Sebab, jiwa kepemimpinan pemimpin salah satunya adalah jiwa visioner.
Artinya jiwa yang mempunyai arah masa depan yang jelas dan berkomitmen tinggi untuk mewujudkannya dengan memberdayakan potensi yang ada.
Rancangan yang disusun harus disesuaikan dengan kemampuan yang ada. Sebab, kesemuanya itu aka nada pertanggungjawabannya baik dihadapan manusia maupun Allah SWT.
f. Sebagai Penebar Cinta. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang menjadikan semua yang dipimpin merasa terlindungi, aman dan nyaman. Dengan demikian, keyakinan orang yang dipimpin akan muncul secara
spontan terhadap pelindung atau pemimpinnya. Sekilas menurut sejarah, Rosulullah SAW mempunyai rasa belas kasih yang selalu menjadi penyemangat kaum muslimin akan sifat beliau. Beliau juga sangat menyayangi dan mengasihi umatnya bahkan menjelang wafatnya pun Rosulullah SAW masih memikirkan keadaan umatnya setelah tidak adanya beliau. Hal ini menunjukkan sebuah penghargaan yang diberikan beliau khusus kepada umatnya.
Penutup
Kepemimpinan ideal di lembaga madrasah adalah pemimpin yang menjadikan Al Quran dan As Sunnah sebagai pedoman dalam setiap gerakan yang dilakukannya. Sebagaimana Rosulullah SAW telah mencontohkan hal tersebut dalam peranan beliau sebagai pemimpin agama maupun pemerintahan. Beliau hanya membawa empat panji kesuksesan dalam memimpin yakni kebenaran, kejujuran, keterbukaan, dan kebijaksanaan. Keempat pilar ini tidak hanya dikagumi oleh kaum muslimin saja, akan tetapi kaum nonmuslim pun mengakui beliau sebagai figur yang tidak tertandingi hingga sekarang ini.
Daftar Pustaka
Margareth Preedy. Tt. Managing The Effective School. London: The Open University
Wilson Bangun. 2008. Intisari Manajemen. Bandung: Refika Aditama.
John M. Ivancevich dkk. 2006. Perilaku dan Manajemen Organisasi Edisi Ketujuh (Terjemahan dari judul asli: Organization, Behavior and Management, Seventh Edition). Jakarta:
Erlangga.
Haidar Putra Daulay. 2007. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Muahaimin, dkk. 2010. Manajemen Pendidikan; Aplikasinya dalam Pentusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Imam Suprayogo. 2004. Pendidikan Berparadigma Al-Quran;
Pergulatan Membangun Tradisi dan Aksi Pendidikan Islam.
Malang: UIN Malang Press
Edukasi; Jurnal Penelitian Pendidikan Agama & Keagamaan, Pendidikan Pesantren & Budaya Damai. Jakarta: Puslitbang DEPAG RI, 2006
Abuddin Nata. 2007. Manajemen Pendidikan; Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
John M. Echols dan Hassan Shadily. 2003. Kamus Inggris Indonesia.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.