M.Rully Alfian Hakim (201031007) Ni Ketut Cintya Dewi (201031009)
PROGRAM SARJANA PROGRAM STUDI FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
2023
BAB I
KAJIAN PUSTAKA
1.1 Definisi Gullian Bare Syndrome
Gullian Bare Syndrome (GBS) merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flaksid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. Guillain Barre sering juga disebut sebagai acute idiopathic demyelinating polyradiculoneuritis (AIDP) yang artinya proses demielinasi pada Guillain Barre bersifat akut. Kelainan ini dimediasi oleh imun dan sering terjadi sesudah infeksi virus (sitomegalovirus, Virus Epstein Barr) atau campylobacter jejuni. GBS memiliki beberapa sebutan lain yaitu Acute Inflammatory Demyelinating Polyneuropathy, Landry Guillain Barre Syndrome, Acute Inflammatory Polyneuropathy, Acute Autoimmune Neuropathy, Inflammatory Polyradiculoneuropathy.
Perjalanan penyakit GBS dapat dibagi menjadi 3 fase, yakni :
1. Fase Progresif, Pada umumnya, fase progresif berlangsung selama dua sampai tiga minggu sejak timbulnya gejala awal sampai gejala menetap yang dikenal sebagai “titik nadir”. Pada fase ini timbul nyeri, kelemahan bersifat progresif dan gangguan sensorik. Derajat keparahan gejala bervariasi dan tergantung seberapa berat serangan yang muncul pada penderita. Penatalaksanaan secepatnya akan mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan fisik yang permanen.
2. Fase Plateau, Fase progresif akan diikuti oleh fase plateau yang stabil dimana tidak didapati baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti namun derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase berikutnya, yaitu fase penyembuhan. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat akibat peradangan saraf serta kekakuan otot dan sendi. Keadaan umum penderita sangat lemah dan membutuhkan istirahat, perawatan khusus, serta fisioterapi.
Terapi ditujukan terutama dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan fungsi yang masih ada. Pengawasan terhadap tekanan darah, irama jantung, pernafasan, nutrisi, keseimbangan cairan, serta status generalis perlu dilakukan dengan rutin. Imunoterapi dapat dimulai di fase ini. Lama fase
ini tidak dapat diprediksikan; beberapa pasien langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan.
3. Fase Penyembuhan, Fase yang terakhir adalah fase penyembuhan dimana terjadi perbaikan dan penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibodi yang menghancurkan mielin, dan gejala berangsur- angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik, untuk membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot yang normal dan optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps. Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien lainnya tetap menunjukkan gejala ringan sampai waktu yang lama setelah penyembuhan.
Derajat penyembuhan tergantung dari derajat kerusakan saraf yang terjadi pada fase infeksi.
1.2 Etiologi
Penyebab Guillain Barre Sindrom sampai saat ini belum diketahui (idiopatik) dan termasuk dalam kelompok penyakit autoimun. Akibat suatu infeksi atau keadaan tertentu yang mendahului GBS akan timbul autoantibodi atau imunitas seluler terhadap jaringan saraf perifer. Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita dan bukan merupakan penyakit yang menular juga tidak diturunkan secara herediter. Tetapi sekitar setengah dari seluruh kasus terjadi setelah penyakit infeksi virus atau bakteri seperti dibawah ini:
Infeksi virus: Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus, Human Immunodefficiency Virus (HIV).
Infeksi bakteri: Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie.
Pasca pembedahan dan Vaksinasi.
50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu diawali dengan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan.
Guillain-Barré syndrome ini memiliki beberapa subtipe yaitu:
1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP) dengan patologi klinis demielinisasi perifer multifaktoral yang dapat dipengaruhi baik oleh mekanisme humoral ataupun imun seluler. Gejalanya bersifat progresif dengan kelemahan tubuh yang simetris dan terdapat hiporefleksia atau arefleksia.
2. Acute motor axonal neuropathy (AMAN) disebabkan oleh adanya antibodi yang terbentuk dalam tubuh yang melawan gangliosida GM1, GD1a, GalNAc-GD1a, dan GD1b pada akson saraf motorik perifer tanpa disertai adanya proses demielinisasi. Berhubungan dengan infeksi Campylobacter jejuni yang biasanya terjadi pada musim panas pada pasien muda.
3. Acute motor-sensory axonal neuropathy (AMSAN) memiliki mekanisme yang sama dengan AMAN tetapi terdapat proses degenerasi aksonal sensoris, sehingga pada kasus ini sering ditemukan gangguan pada sensoris.
4. Miller Fisher syndrome (MFS) terjadi proses demielinisasi, dimana antibodi imunoglobulin G merusak gangliosida GQ1b, GD3, dan GT1a. Miller Fisher syndrome merupakan kasus yang jarang terjadi, yang memiliki gejala yang khas berupa oftalmoplegi bilateral, ataksia dan arefleksia. Selain itu juga terdapat kelemahan pada wajah, bulbar, badan, dan ekstremitas yang terjadi pada 50%
kasus.
5. Acute autonomic neuropathy, mekanisme terjadinya belum jelas dimana kasus ini sangat jarang terjadi. Gejalanya berupa gejala otonom khususnya
1.3 Tanda & Gejala 1) Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal.
2) Keterlibatan saraf kranial
Keluhan umum mungkin termasuk sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopia, Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil.
3) Perubahan Sensorik
Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan
4) Nyeri
Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit Gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.
5) Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus dapat ditemukan.
6) Pernapasan
Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut; Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel. Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit mereka
1.4 Diagnosis Banding
1. Miastenia gravis akut: Tidak muncul sebagai paralisis asendens, meskipun terdapat ptosis dan kelemahan okulomotor. Otot mandibula penderita GBS tetap kuat, sedangkan pada miastenia, otot mandibula akan melemah setelah beraktivitas serta tidak didapati defisit sensorik ataupun arefleksia.
2. Thrombosis arteri basilaris: Dapat dibedakan dari GBS dimana pada GBS, pupil masih reaktif, adanya arefleksia dan abnormalitas gelombang F; sedangkan pada infark batang otak terdapat hiperefleks serta refleks patologis Babinski.
3. Paralisis periodik: Ditandai oleh paralisis umum mendadak tanpa keterlibatan otot pernafasan dan hipo atau hiperkalemia. Pada GBS, terdapat paralisis umum yang mendadak dan boleh menyebabkan paralisis otot respirasi.
4. Botulisme: Didapati pada penderita dengan riwayat paparan makanan kaleng yang terinfeksi, dimana gejala dimulai dengan diplopia, disertai dengan pupil yang non-
reaktif pada fase awal, serta adanya bradikardia; yang jarang terjadi pada pasien GBS.
5. Tick paralysis: Terjadi paralisis flasid tanpa keterlibatan otot pernafasan;
umumnya terjadi pada anak-anak dengan didapatinya kutu yang menempel pada kulit.
6. Porfiria intermiten akut: Terdapat paralisis respiratorik akut dan mendadak,namun pada pemeriksaan urin didapati porfobilinogen dan peningkatan serum asam aminolevulinik delta. Pada GBS, terdapat keterlibatan paralisis otot respirasi, namun hasil pemeriksaan urin dalam batas normal.
7. Neuropati akibat logam berat: Umumnya terjadi pada pekerja industri dengan riwayat kontak dengan logam berat. Onset gejala lebih lambat daripada GBS.
8. Cedera medula spinalis: Ditandai oleh paralisis sensorimotor di bawah tingkat lesi dan paralisis sfingter. Gejala hampir sama yakni pada fase syok spinal,dimana refleks tendon akan menghilang.
9. Poliomielitis: Didapati demam pada fase awal, mialgia berat, gejala meningeal, yang diikuti oleh paralisis flasid asimetrik.
10. Mielopati servikalis: Pada GBS, terdapat keterlibatan otot wajah dan pernafasan jika muncul paralisis, defisit sensorik pada tangan atau kaki jarang muncul pada awal penyakit, serta refleks tendon akan hilang dalam 24 jam pada anggota gerak yang sangat lemah dalam melawan gaya gravitasi.
Kelemahan pada anggota gerak bawah dan menjalar sampai ke anggota gerak atas
Pada tanggal 8 Mei 2021 Ny. SW merasakan pegal pada anggota gerak bawah, kemudian setelah 24 jam Ny. SW merasa lemas pada anggota gerak bawahnya dan menjalar sampai ke atas, lalu Ny. SW dibawa ke Rumah Sakit Surya Husada dan menjalani rawat inap selama 2 malam dan didiagnosis mengalami Gullian Bare Syndrome dengan klasifikasi Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP), karena dirasa tak ada perubahan dan Ny.Sw mulai merasakan nyeri di daerah anggota gerak bawahnya saat hendak menggerakan kakinya, lalu Ny.SW berobat ke RS Sanglah dan menjalani rawat inap selama 2 minggu serta mendapatkan pengobatan ganti plasma (plasma feresis). 3 hari kemudian dokter merujuk pasien untuk melakukan fisioterapi.
BAB II STATUS KLINIS
ASSESSMENT
I. Identitas Pasien
a. Nama : Ny. SW
b. Umur : 40 Tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Jl Dewi Saraswati,Seminyak, Kec Kuta, Kabupaten Badung, Bali
e. Pekerjaan : Karyawan Swasta
f. Hobi : Membaca Buku
g. Agama : Hindu II. Pemeriksaan Subjektif
a. Keluhan Utama (KU)
b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) (-) Penyakit Penyerta (-)
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki Riwayat penyakit yang sama dengan yang dialami oleh pasien.
Pasien adalah seorang ibu dengan 2 anak yang bekerja sebagai Karyawan Swasta
c. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) & Penyakit Penyerta
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
d. Riwayat Sosial Ekonomi
III. Pemeriksaan Objektif a. Vital Sign
Absolut Tambahan*
TD : 120/70 mmHg Saturasi Oksien : 97%
HR : 78x /menit Kesadaran : Compos Mentis RR : 20x /menit Tinggi badan : 162 cm
Suhu : 36,50C Berat badan : 58 kg
b. Pemeriksaan Per-Kompetensi Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Statis - Pasien memakai infus pada tangan kiri - Raut wajah pasien tidak pucat
Inspeksi Dinamis -Pasien nampak kesulitan dan menahan nyeri saat menggerakan anggota gerak bawahnya.
- Pasien menggunakan kursi roda untuk berpindah tempat.
- Pola nafas pasien tidak teratur
Palpasi -Terdapat hipotonus pada anggota gerak atas dan bawah - Terdapat nyeri tekan pada tungkai bawah pasien
Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
Pemeriksaan Hasil
Aktif
Sendi Gerakan ROM Nyeri
Shoulder Joint
Dextra Fleksi Full ROM -
Ekstensi Full ROM -
Abduksi Full ROM -
Adduksi Full ROM -
Shoulder Joint
Sinistra Fleksi Full ROM -
Ekstensi Full ROM -
Abduksi Full ROM -
Adduksi Full ROM -
Elbow Joint Dextra
Fleksi Full ROM -
Ekstensi Full ROM -
Pronasi Full ROM -
Supinasi Full ROM -
Elbow Joint
Fleksi Full ROM -
Ekstensi Full ROM -
Sinistra Pronasi Full ROM -
Supinasi Full ROM -
Wrist Dextra
Palmar fleksi
Full ROM -
Dorso fleksi
Full ROM -
Radial deviasi
Full ROM -
Ulna deviasi
Full ROM -
Wrist Sinistra
Plantar fleksi
Full ROM -
Dorso fleksi
Full ROM -
Radial deviasi
Full ROM -
Ulna deviasi
Full ROM -
Hip Dextra Fleksi Full ROM +
Ekstensi Full ROM +
Hip Sinistra Fleksi Full ROM +
Ekstensi Full ROM +
Knee Dextra Fleksi Full ROM +
Ekstensi Full ROM +
Knee Sinistra Fleksi Full ROM +
Ekstensi Full ROM +
Ankle dxtra
Plantar fleksi
Full ROM +
Dorso fleksi
Full ROM +
Inversi Full ROM +
Eversi Full ROM +
Ankle Sinistra
Plantar fleksi
Full ROM +
Dorso fleksi
Full ROM +
Inversi Full ROM +
Eversi Full ROM +
Interpretasi :
Pasien mampu melakukan gerakan secara penuh (full ROM) tanpa adanya nyeri pada ekstremitas atas dan mampu melakukan gerakan secara penuh disertai nyeri pada ekstremitas bawah.
Pasif
Sendi Gerakan ROM Nyeri
Shoulder Joint Dextra
Fleksi Full ROM -
Ekstensi Full ROM -
Abduksi Full ROM -
Adduksi Full ROM -
Shoulder Joint
Sinistra Fleksi Full ROM -
Ekstensi Full ROM -
Abduksi Full ROM -
Adduksi Full ROM -
Elbow Joint Dextra
Fleksi Full ROM -
Ekstensi Full ROM -
Pronasi Full ROM -
Supinasi Full ROM -
Elbow Joint Sinistra
Fleksi Full ROM -
Ekstensi Full ROM -
Pronasi Full ROM -
Supinasi Full ROM -
Wrist Dextra
Palmar fleksi
Full ROM -
Dorso fleksi
Full ROM -
Radial deviasi
Full ROM -
Ulna deviasi
Full ROM -
Wrist Sinistra
Plantar fleksi
Full ROM -
Dorso fleksi
Full ROM -
Radial deviasi
Full ROM -
Ulna deviasi
Full ROM -
Hip Dextra Fleksi Full ROM -
Ekstensi Full ROM -
Hip Sinistra Fleksi Full ROM -
Ekstensi Full ROM -
Knee Dextra Fleksi Full ROM -
Ekstensi Full ROM -
Knee Sinistra Fleksi Full ROM -
Ekstensi Full ROM -
Ankle dxtra
Plantar fleksi
Full ROM -
Dorso fleksi
Full ROM -
Inversi Full ROM -
Eversi Full ROM - Ankle Sinistra
Plantar fleksi
Full ROM -
Dorso fleksi
Full ROM -
Inversi Full ROM -
Eversi Full ROM -
Interpretasi :
Mampu melakukan gerakan ke seluruh bidang gerak tanpa adanya nyeri
Isometrik
Sendi Gerakan Tahanan Nyeri Shoulder Joint
Dextra Fleksi Tahanan Minimal -
Ekstensi Tahanan Minimal - Abduksi Tahanan Minimal - Adduksi Tahanan Minimal - Shoulder Joint
Sinistra
Fleksi Tahanan Minimal - Ekstensi Tahanan Minimal - Abduksi Tahanan Minimal - Adduksi Tahanan Minimal - Elbow Joint
Dextra
Fleksi Tahanan Minimal - Ekstensi Tahanan Minimal - Pronasi Tahanan Minimal - Supinasi Tahanan Minimal - Elbow Joint
Sinistra
Fleksi Tahanan Minimal - Ekstensi Tahanan Minimal - Pronasi Tahanan Minimal - Supinasi Tahanan Minimal -
Wrist Dextra
Palmar fleksi
Tahanan Minimal - Dorso
fleksi
Tahanan Minimal - Radial
deviasi
Tahanan Minimal - Ulna
deviasi
Tahanan Minimal -
Wrist Sinistra
Plantar fleksi
Tahanan Minimal - Dorso
fleksi
Tahanan Minimal - Radial
deviasi
Tahanan Minimal - Ulna
deviasi
Tahanan Minimal -
Hip Dextra Fleksi Tahanan Minimal + Ekstensi Tahanan Minimal + Hip Sinistra Fleksi Tahanan Minimal + Ekstensi Tahanan Minimal + Knee Dextra Fleksi Tahanan Minimal + Ekstensi Tahanan Minimal + Knee Sinistra Fleksi Tahanan Minimal + Ekstensi Tahanan Minimal + Ankle dxtra
Plantar fleksi
Tahanan Minimal + Dorso
fleksi
Tahanan Minimal + Inversi Tahanan Minimal + Eversi Tahanan Minimal + Ankle Sinistra
Plantar fleksi
Tahanan Minimal + Dorso
fleksi
Tahanan Minimal + Inversi Tahanan Minimal + Eversi Tahanan Minimal + Interpretasi :
Pasien mampu melawan tahanan secara minimal dan merasakan nyeri hanya pada ekstremitas bawah
Pemeriksaan Khusus
1.Tes sensibilitas ; Tes sensasi nyeri superfisial
Prosedur
Mata penderita ditutup, Rangsangan diberikan terhadap kulit dilakukan dengan ujung runcing dan ujung tumpul jarum secara bergantian. Penderita diminta menyatakan sensasinya sesuai yang dirasakan. Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral tetapi sama.
Hasil : pasien dapat merasakan dan menyatakan
2. Tes Refleks
a) Refleks tendon achilles
Pemeriksaan ini disebut juga sebagai achillespees reflex (APR).
Posisikan pasien agar berbaring dengan tungkai ditekuk pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan, atau posisikan agar pasien berlutut
di atas tempat periksa dengan ujung pergelangan kaki bebas di tepi tempat pemeriksaan, atau posisikan agar pasien duduk.
Pemeriksa dapat memberikan stimulus dengan mengetuk tendon achilles, yang akan mengakibatkan kontraksi m. triceps surae dan memberikan gerak plantar-fleksi pada kaki. Pusat refleks ini ada pada S1–2, dengan lengkung refleks melalui n. tibialis
Hasil : Tidak ditemukannya refleks tendon achilles pada pasien
b) Refleks patella
Pemeriksaan ini disebut juga sebagai kniepees reflex (KPR).
Posisikan pasien agar duduk dengan kedua kaki digantung atau duduk dengan kedua kaki menapak pada lantai atau berbaring terlentang dengan tungkai difleksikan pada sendi lutut
Pemeriksa dapat melakukan stimulasi dengan mengetuk tendon m.
quadriceps femoris (tendon patella). Hal ini akan memberikan respons berupa kontraksi m. quadriceps femoris dan menyebabkan ekstensi tungkai bawah. Pusat refleks ini terletak pada L2, L3, dan L4, dengan lengkung refleks melalui n. femoralis.
Hasil : Tidak adanya refleks pada saat dilakukannya tes refleks patella ini pada pasien
c) Refleks tendo biceps
Posisikan lengan pasien agar semi-fleksi sambil menempatkan ibu jari pemeriksa di atas tendon otot biseps. Lalu, ketukkan palu refleks pada ibu jari pemeriksa, yang akan memberikan respons berupa fleksi lengan bawah pada siku. Pusat refleks ini terletak pada C5–C6, yang dipersarafi oleh n. musculocutaneus.
Pengukuran
Pengukuran Alat Ukur Hasil
Nyeri Pada
VAS (Visual
Ekstremitas Atas : Diam: 0/10
Ekstremitas Bawah dan Atas
Analog Scale)
Tekan: 2/10 Gerak: 2/10 Keterangan :
0 (tidak ada nyeri) 1 – 3 (nyeri ringan) 4-7 (nyeri sedang) 8 –10 (nyeri berat) Interpretasi:
Pasien tidak mengalami nyeri saat diam, mengalami nyeri tekan dalam skala ringan , dan nyeri gerak dalam skala ringan .
Ekstremitas Bawah : Diam: 2/10
Tekan: 4/10 Gerak: 6/10 Keterangan :
0 (tidak ada nyeri) 1 – 3 (nyeri ringan) 4-7 (nyeri sedang) 8 –10 (nyeri berat) Interpretasi:
Pasien mengalami nyeri diam dalam skala ringan, nyeri tekan dalam skala sedang dan nyeri gerak dalam skala sedang
Kekuatan Otot
MMT
Sendi Otot Nilai
(Kiri)
Nilai (Kanan)
Shoulder Fleksi 4 4
Ekstensi 4 4
Abduksi 4 4
Adduksi 4 4
Elbow
Fleksi 4 4
Ekstensi 4 4
Pronasi 4 4
Supinasi 4 4
Wrist
Palmar fleksi 4 4
Dorso fleksi 4 4
Radial deviasi 4 4
Ulna deviasi 4 4
Hip Fleksi 4 4
Ekstensi 4 4
Adduks 4 4
Abduksi 4 4
Knee Fleksi 4 4
Ekstensi 4 4
Ankle
Plantar fleksi 4 4
Dorso fleksi 4 4
Inversi 4 4
Eversi 4 4
Interpretasi :
Seluruh gerakan mendapat skor 4 yang dimana mampu bergerak dengan lingkup gerak sendi secara penuh dan melawan gravitasi dan bisa melawan tahanan minimal.
ROM Goniomete
r
Aktif ROM Shoulder
Gerakan Dekstra Sinistra
Fleksi-Ekstensi S : 50˚- 0˚- 170˚ S: 50 ˚-0˚-170˚
Abduksi-Adduksi F: 170˚-0˚-75˚ F: 170˚-0˚-75˚
Elbow
Gerakan Dekstra Sinistra
Fleksi-Ekstensi S : 0 ˚-0 ˚-150 ˚ S : 0 ˚-0 ˚-150 ˚ Pronasi-Supinasi F : 90 ˚-0 ˚-80 ˚ F : 90 ˚-0 ˚-80 ˚ Wrist
Gerakan Dekstra Sinistra
Palmar fleksi- Dorso fleksi
S : 50˚-0 ˚-60 ˚ S : 50˚-0 ˚-60 ˚
Hip
Gerakan Dekstra Sinistra
Fleksi-Ekstensi S : 15 ˚-0 ˚-115 ˚ S : 15 ˚-0 ˚-115 ˚ Abduksi-Adduksi F : 40 ˚-0 ˚-15 ˚ F : 40 ˚-0 ˚-15 ˚ Knee
Gerakan Dekstra Sinistra
Fleksi-Ekstensi S : 0 ˚- 0 ˚-120 ˚ S : 0 ˚- 0 ˚-120 ˚ Ankle
Gerakan Dekstra Sinistra
Plantar fleksi- Dorso fleksi
S : 20 ˚-0 ˚-30 ˚ S : 20 ˚-0 ˚-30 ˚
Interpretasi :
Adanya penurunan ROM pada ekstremitas bawah sisi dekstra dan sisi sinistra.
Activity Daily Living
Indeks
Bartel Aktivitas Indikator skor Skor
Makan 0: tidak dapat melakukan sendiri 5 5: memerlukan bantuan dalam
beberapa hal 10: mandiri
Mandi 0: tidak dapat melakukan sendiri 0 5: mandiri
Kebersihan diri 0: memerlukan bantuan 0
5: mandiri
Berpakaian 0: tidak dapat melakukan sendiri 5 5: memerlukan bantuan minimal
10: dapat dilakukan sendiri Defekasi 0: tidak dapat mengontrol (perlu
diberikan enema)
10 5: kadang terjadi kecelakaan
10: Mampu mengontrol BAB Miksi 0: tidak mampu mengontrol urine
dan menggunakan kateter
10 5: kadang terjadi kecelakaan
10: Mampu mengontrol BAK
Penggunaan toilet 0: tidak dapat melakukan sendiri 0 5: memerlukan bantuan
10: mandiri
Transfer/ambulasi 0: tidak dapat melakukan, tidak ada keseimbangan
0 5: dibantu 1 atau 2 orang dan bisa duduk
10: perlu bantuan minimal (lisan atau fisik)
15: mandiri
Mobilisasi 0: tidak dapat berjalan 5 5: memerlukan kursi roda
10: berjalan dengan bantuan 1 orang
15: mandiri Naik dan turun
tangga
0: tidak dapat melakukan sendiri 0 5: perlu bantuan
10:mandiri
Total
45
Interpretasi:
0-20 dependen total 21-40 dependen berat
41-60 dependen sedang 61-90 dependen ringan 91-100 independen/mandiri Interpretasi :
Pemeriksaan ADL dengan Indeks Barthel mendapatkan hasil pasien dependen sedang
c. Algoritma Pemeriksaan
Gullian Bare Syndrome
GBS merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flaksid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. Guillaine Barre Syndrom (GBS) adalah penyakit autoimun yang menimbulkan peradangan dan kerusakan mielin. GBS diperantarai oleh sistem kekebalan tubuh yang menyerang sistem saraf perifer
Anamnesis
Kelemahan pada anggota gerak bawah dan menjalar sampai ke anggota gerak atas
Pada tanggal 8 Mei 2021 Ny. SW merasakan pegal pada anggota gerak bawah, kemudian setelah 24 jam Ny. SW merasa lemas pada anggota gerak bawahnya dan menjalar sampai ke atas, lalu Ny. SW dibawa ke Rumah Sakit Surya Husada dan menjalani rawat inap selama 2 malam dan didiagnosis mengalami Gullian Bare Syndrome dengan klasifikasi Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP), karena dirasa tak ada perubahan dan Ny.Sw mulai merasakan nyeri di daerah anggota gerak bawahnya saat hendak menggerakan kakinya, lalu Ny.SW berobat ke RS Sanglah dan menjalani rawat inap selama 2 minggu serta mendapatkan pengobatan ganti plasma (plasma feresis). 3 hari kemudian dokter merujuk pasien untuk melakukan fisioterapi.
Vital Sign
TD : 120/70mmHg
HR : 78x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,50C
Saturasi Oksien : 97%
Kesadaran : compos mentis
TB: 162 cm
BB: 58 kg
Pemeriksaan fisik
Inspeksi dinamis dan statis
Inspeksi statis:
• Raut wajah pasien tidak pucat
• Terpasang infus pada tangan kiri pasien Inspeksi dinamis:
• Pasien tampak kesulitan dan menahan nyeri saat megerakan anggota gerak bawahnya
• Pasien menggunakan kursi roda untuk berpindah tempat
• Pola nafas pasien tak teratur Palpasi
Terdapat hipotanus pada anggota gerak atas dan bawah
Terdapat nyeri tekan pada tungkai bawah pasien
Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan Fungsi Gerak
Dasar
Aktif : Adanya keterbatasan ROM pada ekstremitas atas yaitu Shoulder Joint, Elbow Joint dan Wrist kedua sisi (dextra dan sinistra) tanpa disertai nyeri dan pada ekstremitas bawah yaitu Hip, Knee, dan Ankle pada kedua sisi mengalami keterbatasan ROM dan terdapat nyeri.
Pasif : Saat dilakukan pemeriksaan secara pasif pada ekstremitas atas yaitu shoulder,elbow dan wrist pada kedua sisi dan ekstremitas bawah (Hip,Knee, Ankle) kedua sisinya pasien mampu melakukan Full ROM tanpa adanya nyeri.
Isometrik : Pasien mampu melawan tahanan minimal tanpa adanya nyeri pada ekstremitas atas (shoulder,elbow,wrist) kedua sisi di segala gerakan, dan pada ekstremitas bawah (hip, knee, ankle) kedua sisi pasien mampu melawan tahanan minimal dengan adanya nyeri.
Pengukuran
Nyeri dengan VAS Kekuatan otot dengan MMT ROM dengan Goniometer
ADL dengan Indeks Barthel Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan CSS
Diagnosa
Pasien mengalami keterbatasan aktivitas fungsional,dikarenakan adanya nyeri, penurunan kekuatan otot pada anggota gerak atas dan bawah, serta adanya keterbatasan ROM yang disebabkan oleh Gullian Bare Syndrome.
Body structure :
- Structure of upper extremity (s730) - Structure of lower extremity (s750) Body function :
- Power of all muscles of the body (b7306) - Walking (d450)
- Running (d4552) - Moving around (d455)
- Changing and maintaining body position (d410) -
- Hobbies (d9204)
- Community,social and civic life (d998)
Pasien memahami instruksi yang diberikan oleh fisioterapis, selain itu pasien memiliki motivasi yang tinggi untuk bisa melakukan aktivitas sehari-harinya.
IV. Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan
Keterangan
Cairan Serebrospinal (CSS)
Adanya kenaikan kadar protein sebesar 1,5 g/dl dan tidak diikuti kenaikan jumlah sel.
DIAGNOSIS ICF Coding
I. Impairment (Body Structure & Body Function Impairment)
II.
Activity Limitation
III. Participation of Restriction IV.
Contextual Factor
a. Personal Factor b.
Environmental Factor
1. Meningkatkan airways dan menjaga airways 2. Meningkatkan kekuatan otot
3. Meningkatkan lingkup gerak sendi Bonam
Fasilitator :
1. Support and relationship of immediate family (e310)
Adanya dukungan dari keluarga yang selalu menghubungi, menyemangati, dan menanyakan kabar untuk melakukan terapi 2. Health profesionals (e355)
Mendapatkan penanganan medis yang baik dari dokter maupun fisioterapis.
Barrier :
1. Services, system and policies for the production of consumer goods (e510)
Pekerjaan pasien sebagai karyawan swasta terkadang membuat pasien lupa untuk melakukan latihan-latihan yang sudah diberikan oleh fisioterapis sebagai home program.
Pasien mengalami keterbatasan aktivitas fungsional,dikarenakan adanya nyeri, penurunan kekuatan otot pada anggota gerak atas dan bawah, serta adanya keterbatasan ROM yang disebabkan oleh Gullian Bare Syndrome.
Diagnosis Fisioterapi
PROGNOSIS I.
Quo ad vitam II. Quo ad sanam
III.
Quo
ad cosmeticam
IV. Quo ad Functionam
PLANNING
I. Jangka Pendek Bonam Bonam
Bonam
1. Meneruskan program jangka pendek 2. Meningkatkan aktivitas fisik
3. Pasien mampu kembali bekerja dan melakukan aktivitas sehari-hari II. Jangka Panjang
III. Clinical Reasoning
Kelelahan akibat bekerja
Sistem kekebalan tubuh menyerang sistem saraf perifer
Adanya kelemahan pada ekstremitas atas dan bawah px
Gullien Bare Syndrome Plasmaferesis
Penurunan Aktivitas Fungsional
Gangguan pernafasan Kelemahaan otot
ekstremitas atas & bawah
Nyeri pada ekstemitas bawah
Breathing Exercise
Strengthening Exercise Penurunan ROM
Peningkatan Jalan Nafas Peningkatan Kekuatan
Otot
TENS dan ROM Exercise
Nyeri berkurang
&Terjadi Peningkatan ROM
INTERVENSI I. Tabel Intervensi
Intervensi Metode Pelaksanaan Dosis Evidence Based
TENS 1. Pasien
diinstrusikan untuk tidur terlentang di bed
2. Pastikan area yang akan di beri modalitas TENS tidak tertutup oleh pakaian pasien 3. Selanjutnya
tempelkan kedua pad pada area femur 4. Dan atur
intensitasnya sesuai toleransi pasien.
F : 35 hz I : Sesuai toleransi px T : 5-10 menit T : Pulse
Mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot Taradaj, J., Halski, T.,
Kucharzewski, M., Walewicz, K., Smykla, A., Ozon, M., Slupska, L., Dymarek, R., Ptaszkowski, K., Rajfur, J., & Pasternok, M. (2013).
The effect of neuromuscular electrical stimulation on quadriceps strength and knee function. BioMed research international, 2013, 802534.
https://doi.org/10.1155/2013/8025 34
Breathing exercise Breathing Control 1. Px
diinstrusikan mengambil posisi duduk senyaman mungkin 2. lalu terapis
menginstrusik an kepada px untuk
melakukan inspirasi (menarik nafas) dan ekspirasi (membuang nafas) seperti biasa (1:1) sampai pasien merasa lebih
F : 3x sehari I : sesuai toleransi pasien T : 5 menit T : Relaksas i
Menjaga airways dan
meningkatkan airways
Morrow B, Brink J, Grace S, Pritchard L, Lupton-Smith A. The effect of breathing exercises on respiratory muscle activity in people. S Afr J Physiother. 2016
Jun 29;72(1):315. doi:
10.4102/sajp.v72i1.315. PMID:
30135892; PMCID: PMC6093095
relaks atau pola nafas pasien mulai normal
ROM Exercise
Aktif Pasien menggerakan
ekstremitas atas dab bawah pasien ke seluruh bidang gerak
pasien sesuai
toleransi pasien
F : 3x/
hari I : 8-10x repitisi 2-3 set T : 8-10 detik T : Aktif
Menjaga & memelihara lingkup gerak sendi
(Dedham, MA) “Shoulder Range of Motion Exercises”
Strengthening :
Isometrik melawan tahanan
Active resisted exercise
1.Posisi pasien : duduk di tepi bed/
berdiri.
2.Pelaksanaan : Pasien diminta menggerakkan seluruh
ekstremitasnya perlahan ke segala arah sampai batas toleransi pasien.
Terapis memberikan tahanan maksimal dengan arah yang berlawanan
F : 2x/
hari I : 8-10x repitisi 2-3 set T : Tahanan selama 5 detik T : Isometri c exercise
Membantu meningkatkan kekuatan otot.
“Orthopaedic Surgery & Sport Medicine
Strengthening Exercises”
II. Edukasi
Edukasi Evidence Based
1. Pasien diharapkan untuk terus melakukan latihan breathing exercise
2. Pasien dianjurkan untuk banyak bergerak, tetapi tidak membebani pasien yang akhirnya membuat px kelelahan
3. Pasien untuk sementara waktu tidak boleh melakukan aktivitas yang berlebihan agar tidak memperburuk kondisi pasien
4. Mengedukasi keluarga dan pasin untuk menjaga asupan nutrisi yang bergizi baik dan seimbang pada pasien guna mendukung kesehatan pasien
Sonja E Leonhard,dkk (2019) ” Diagnosis and management of Guillain–Barré syndrome in ten steps”
III. Home Program
Home Program Evidence Based
• Breathing exercise
Breathing control : Px diinstrusikan mengambil posisi duduk senyaman mungkin lalu terapis menginstrusikan kepada px untuk melakukan inspirasi (menarik nafas) dan ekspirasi (membuang nafas) seperti biasa (1:1) sampai pasien merasa lebih relaks atau pola nafas pasien mulai normal
• ROM exercise,
Aktif ROM : Pasien dapat mengulangi kembali latihan ROM yang telah di lakuakan sebelumnya bersama Fisioterapis di rumah.
• Strengthening exercise
Active resisted exercise : Terapis menginstrusikan px untuk melakukan gerakan sesuai dengan bidang geraknya dan setelah itu memberi tahanan secara maksimal
Menjaga airways dan meningkatkan airways
Morrow B, Brink J, Grace S, Pritchard L, Lupton-Smith A. The effect of breathing exercises on respiratory muscle activity in people. S Afr J Physiother. 2016 Jun 29;72(1):315. doi: 10.4102/sajp.v72i1.315.
PMID: 30135892; PMCID: PMC6093095
Menjaga & memelihara lingkup gerak sendi (Dedham, MA)
“Shoulder Range of Motion Exercises”
Membantu meningkatkan kekuatan otot.
“Orthopaedic Surgery &
Sport Medicine
Strengthening Exercises
”
EVALUASI
Pengukuran Alat Ukur Hasil
Nyeri Ekstremitas
Atas &
Bawah
VAS (Visual Analog Scale)
Ekstremitas Atas : Diam: 0/10
Tekan: 0/10 Gerak: 2/10 Keterangan :
0 (tidak ada nyeri)
1 – 3 (nyeri ringan) 4-7 (nyeri sedang) 8 –10 (nyeri berat) Interpretasi:
Pada hasil evaluasi didapatkan perubahan nilai nyeri yang diukur dengan VAS yaitu, Pasien tidak mengalami nyeri saat diam dan nyeri tekan , hanya mengalami nyeri gerak dalam skala ringan .
Ekstremitas Bawah : Diam: 0/10
Tekan: 2/10 Gerak: 3/10 Keterangan :
0 (tidak ada nyeri) 1 – 3 (nyeri ringan) 4-7 (nyeri sedang) 8 –10 (nyeri berat) Interpretasi:
Pada hasil evaluasi didapatkan perubahan nilai nyeri yang diukur dengan VAS yaitu, Pasien tidak mengalami nyeri saat diam , mengalami nyeri tekan dalam skala ringan ,dan nyeri gerak dalam skala ringan
Pengukuran Sesak Napas
Borg Scale
Interpretasi :
skala borg merupakan skala ordinal dengan nilai-nilai 0 sampai dengan 10. Digunakan untuk mengukur sesak nafas. Pada pasien ini mendapatkan nilai 1dengan keterangan sesak cukup ringan.
ROM Goniometer Aktif ROM
Shoulder
Gerakan Dekstra Sinistra Fleksi-Ekstensi S : 50˚- 0˚- 170˚ S: 50 ˚-0˚-170˚
Abduksi-Adduksi F: 170˚-0˚-75˚ F: 170˚-0˚-75˚
Elbow
Gerakan Dekstra Sinistra
Fleksi-Ekstensi S : 0 ˚-0 ˚-140 ˚ S : 0 ˚-0 ˚-140 ˚ Pronasi-Supinasi F : 90 ˚-0 ˚-80 ˚ F : 90 ˚-0 ˚-80 ˚ Wrist
Gerakan Dekstra Sinistra
Palmar fleksi- Dorso fleksi
S : 50˚-0 ˚-60 ˚ S : 50˚-0 ˚-60 ˚
Hip
Gerakan Dekstra Sinistra
Fleksi-Ekstensi S : 15 ˚-0 ˚-125 ˚ S : 15 ˚-0 ˚-125 ˚ Abduksi-Adduksi F : 45 ˚-0 ˚-15 ˚ F : 45 ˚-0 ˚-15 ˚ Knee
Gerakan Dekstra Sinistra
Fleksi-Ekstensi S : 0 ˚- 0 ˚-130 ˚ S : 0 ˚- 0 ˚-130 ˚ Ankle
Gerakan Dekstra Sinistra
Plantar fleksi- Dorso fleksi
S : 20 ˚-0 ˚-35 ˚ S : 20 ˚-0 ˚-3 ˚
Interpretasi :
Adanya peningkatan ROM di ekstremitas bawah sisi dekstra dan sisi sinistra.
Kekuatan Otot
Manual Muscle Testing (MMT)
Shoulder
Gerakan Dekstra Sinistra
Fleksi-Ekstensi 5 5
Abduksi-Adduksi 5 5
Elbow
Gerakan Dekstra Sinistra
Fleksi-Ekstensi 5 5
Pronasi-Supinasi 5 5
Wrist
Gerakan Dekstra Sinistra
Palmar fleksi- Dorso fleksi
5 5
Hip
Gerakan Dekstra Sinistra
Fleksi-Ekstensi 5 5
Abduksi-Adduksi 5 5
Knee
Gerakan Dekstra Sinistra
Fleksi-Ekstensi 5 5
Ankle
Gerakan Dekstra Sinistra
Plantar fleksi- Dorso fleksi
5 5
Interpretasi :
Adanya peningkatan kekuatan otot pada seluruh dengan skor 5 yang dimana mampu bergerak dengan lingkup gerak sendi secara penuh dan melawan gravitasi dan bisa melawan tahanan maksimal.
Aktivitas daily living
Indeks Barthel Aktivitas Indikator skor Skor
Makan 0: tidak dapat melakukan sendiri 5 5: memerlukan bantuan dalam
beberapa hal 10: mandiri
Mandi 0: tidak dapat melakukan sendiri 0 5: mandiri
Kebersihan diri 0: memerlukan bantuan 0
5: mandiri
Berpakaian 0: tidak dapat melakukan sendiri 10 5: memerlukan bantuan minimal
10: dapat dilakukan sendiri Defekasi 0: tidak dapat mengontrol (perlu
diberikan enema)
10 5: kadang terjadi kecelakaan
10: Mampu mengontrol BAB Miksi 0: tidak mampu mengontrol urine
dan menggunakan kateter
10 5: kadang terjadi kecelakaan
10: Mampu mengontrol BAK
Penggunaan toilet 0: tidak dapat melakukan sendiri 5 5: memerlukan bantuan
10: mandiri
Transfer/ambulasi 0: tidak dapat melakukan, tidak ada keseimbangan
5 5: dibantu 1 atau 2 orang dan bisa duduk
10: perlu bantuan minimal (lisan atau fisik)
15: mandiri
Mobilisasi 0: tidak dapat berjalan 5 5: memerlukan kursi roda
10: berjalan dengan bantuan 1 orang
15: mandiri Naik dan turun
tangga
0: tidak dapat melakukan sendiri 5 5: perlu bantuan
10:mandiri
Total
55
Interpretasi:
0-20 dependen total 21-40 dependen berat
41-60 dependen sedang 61-90 dependen ringan 91-100 independen/mandiri Interpretasi :
Hasil evaluasi menggunakan pemeriksaan ADL dengan Indeks Barthel mendapatkan hasil 55 dengan interpretasi pasien dependen sedang dan mengalami peningkatan
DOUMENTASI
v