• Tidak ada hasil yang ditemukan

250922 MANAJEMEN NUTRISI PADA PENYAKIT KRITIS FIK UI JGM

N/A
N/A
Nabila Azzahra

Academic year: 2024

Membagikan "250922 MANAJEMEN NUTRISI PADA PENYAKIT KRITIS FIK UI JGM"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN NUTRISI PADA

PASIEN DENGAN PENYAKIT KRITIS

NS. JULIANA GRACIA, M.KEP., SP.KEP.M.B.

DISAMPAIKAN PADA M.K. KEPERAWATAN KRITIS TERINTEGRASI 26 SEPTEMBER 2022

1

(2)

OUTLINE

DEFINISI MANAJEMEN NUTRISI

KONSEP MANAJEMEN NUTRISI PADA PENYAKIT KRITIS PENGKAJIAN NUTRISI PADA PENYAKIT KRITIS

JENIS NUTRISI PADA PENYAKIT KRITIS ASUHAN KEPERAWATAN

PERAN NERS DALAM MANAJEMEN NUTRISI PENYAKIT KRITIS

2

OUTLINE

(3)

TUJUAN MANAJEMEN NUTRISI PADA *

PENYAKIT KRITIS

1. Untuk mempertahankan massa tubuh pasien

2. Meminimalkan risiko malnutrisi à lama rawat di ICU dan RS serta risiko kematian

3. Memberikan inisiasi nutrisi yang tepat

4. Meningkatkan motilitas saluran gastrointestinal

5. Memfasilitasi proses penyembuhan

3

(4)

4

(5)

PATOFISIOLOGI MALNUTRISI PADA *

PENYAKIT KRITIS

Narayan, S.K., Gudivada, K.K., Krishna,

B. (2020)

(6)
(7)

*

PENGKAJIAN NUTRISI

• Pengkajian nutrisi dilakukan untuk mengetahui status nutrisi,

mengidentifikasi adanya risiko malnutrisi yang berhubungan dengan

komplikasi, sebagai dasar dalam monitoring keadekuatan support nutrisi

• Riwayat nutrisi meliputi: nafsu makan, riwayat BB

(penurunan/penambahan), perubahan rasa, nausea/vomiting, pola eliminasi bowel, kemampuan menelan, kebiasaan pola makan, alergi makanan, kemampuan untuk membeli dan menyiapkan makanan,

kebersihan mulut, kemampuan bernafas (status pulmonal), kondisi kulit, rambut, lidah

• Pengukuran IMT, BB, antropometri, nutric score

• Pemeriksaan biokimia (albumin, transferin, CRP, prealbumin,kolesterol, GDS, kreatinin)

• Status sosial : status pernikahan, pekerjaan, pendidikan, ekonomi

7

Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)

(8)

MALNUTRITION

UNIVERSAL SCREENING TOOLS (MUST) FOR

ADULTS

Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)

(9)

*

KLASIFIKASI INDEKS MASSA TUBUH

WHO (1998)

(10)

BIOMARKER UNTUK STATUS NUTRISI

Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)

(11)

16/10/2022

11

Shiobal, M.S. & Baltz, J.E. (2013)

(12)

12

Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)

Hiesmayr, M. (2012)

(13)

16/10/2022

ETIOLOGI MALNUTRISI

13

White, J.E., et al. (2012)

(14)

RE-FEEDING SYNDROME

DEFINISI

• Refeeding syndrome adalah sindroma dengan gangguan metabolik akibat pemberian nutrisi pada pasien

malnutrisi berat.

• Manifestasi dari sindroma ini berupa kelainan elektrolit dan perubahan cairan tubuh dengan kelainan

metabolik setelah mendapat refeeding baik secara oral, enteral, maupun

parenteral.

FAKTOR RISIKO

• IMT < 16–18,5 kg/m2

• Penurunan berat badan yang tidak disengaja > 10–15%

dalam 3–6 bulan terakhir

• Tidak ada atau terlalu sedikit asupan nutrisi selama > 5–10 hari

• Riwayat penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan, termasuk insulin, kemoterapi, antasida , atau diuretik

• Kadar fosfor, kalium, atau magnesium yang rendah

• Diabetes mellitus yang tidak terkontrol (ketoasidosis diabetik)

• Orang dewasa lanjut usia dengan depresi

• Operasi bariatrik

• Disfagia

• Malabsorbsi (sindrom usus pendek [SBS], penyakit radang usus [IBD], cystic fibrosis (CF), mual/muntah/diare yang persisten, pankreatitis kronis)

• Kondisi penyakit kronis (tuberkulosis, HIV, kanker)

• Puasa hipokalori yang berkepanjangan

• Diet yang tidak konvensional/eksentrik

Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)

(15)

*

Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)

MANIFESTASI KLINIS DARI KELEBIHAN DAN

KEKURANGAN FEEDING

(16)

Delsoglio, M., Achamrah, N., Berger, M. M.,

& Pichard, C. (2019)

PERSAMAAN PERHITUNGAN

KEBUTUHAN NUTRISI

(17)

PERHITUNGAN KEBUTUHAN *

NUTRISI PASIEN PENYAKIT KRITIS

Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)

(18)

TAHAPAN PEMBERIAN NUTRISI

18

Pengukuran status nutrisi &

keadaan klinik

Kebutuhan nutrisi energi,

protein, lipid, elektrolit

Komposisi nutrisi

Metode & teknik

pemberian Monitoring efek

& komplikasi

(19)

*

Worthington, P., et al. (2017)

(20)

ENTERAL FEEDING

Pengertian Enteral Feeding

• Memberikan nutrisi enteral dalam kurun waktu 24 jam pasien masuk ruang ICU

Tujuan Enteral Feeding

• Untuk memenuhi kebutuhan kalori dan zat gizi pasien tanpa menimbulkan efek yang memperparah kondisi/keluhan pasien.

20

(21)

*

INDIKASI ENTERAL FEEDING

q Gangguan fungsi lambung dan usus halus

q Asupan zat gizi oral < 40 %

q Asupan enteral >

parenteral

q Dapat membantu

memelihara fungsi saluran cerna

q Sedikit terjadi komplikasi

q Lebih ekonomis

21

Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)

(22)

KONTRA INDIKASI ENTERAL FEEDING

22

Obstruksi saluran cerna yang tidak

menjalani pembedahan

Muntah / diare yang sulit diatasi dengan medikasi

Severe short – bowel syndrome

(< 100 cm) Ileus paralitik

Fistula letak tinggi di area distal

Perdarahan saluran cerna

berat

Malabsorpsi saluran cerna

Doley J. & Phillips, W. (2017)

(23)

*

PIPA NUTRISI ENTERAL

UKURAN KECIL BESAR

Pipa 8 – 12 Fr 14 – 18 Fr

Indikasi Nutrisi Aspirasi isi lambung Kelebihan Nyaman dan

aman

Mudah insersi

Kekurangan Mudah

tersumbat

Nekrosis mukosa dan kerusakan spingter

23

(24)

24

PEMILIHAN RUTE

PEMBERIAN NUTRISI

ENTERAL

Boullata, J.I., et al. (2017)

Ukleja, A., et al. (2018)

(25)

*

NASOGASTRIC TUBE PERCUTANEOUS ENDOSCOPIC

GASTROSTOMY (PEG) TUBE

(26)

MANAJEMEN PASIEN DENGAN NGT

Pastikan kepatenan posisi NGT sebelum

pemberian diet à auskultasi – water

test

Ganti fiksasi NGT minimal setiap 24

jam Catat batas fiksasi

26

(27)

*

KOMPLIKASI NUTRISI ENTERAL

q Aspirasi à cek letak pipa, tinggikan posisi badan

q Pipa mampet à cek ukuran pipa, bilas dengan air dan tambahkan bahan lain seperti cola, enzym dll

q Konstipasi à tingkatkan cairan, ganti formula tinggi serat, dan olahraga ringan

q Dehidrasi gangguan elektrolit à cek level elektrolit, turunkan intake protein

q Diare à cek formula, kecepatan, malnutrisi, intoleransi laktosa dan infeksi bakteri

q Hiperglikemia à cek DM, hipermetabolisme, reaksi obat

q Mual dan muntah à cek kecepatan pemberian diet

q Iritasi di tempat pipa lewat (enterostomi) à gunakan protective skin cream, jamin kebersihan, cek lokasi pemasangan

27

(28)

q Pemberian nutrisi secara intravena

q Digunakan jika saluran cerna tidak berfungsi atau pemberian makan normal tidak memadai

q Dibandingkan dengan pemberian nutrisi enteral, nutrisi parenteral menyebabkan lebih banyak

komplikasi, tidak mempertahankan struktur dan fungsi saluran cerna serta lebih mahal

q Diresepkan oleh dokter dan disiapkan oleh apoteker

q Diberikan melalui akses perifer atau sentral

28

(29)

*

NUTRISI PARENTERAL

VENA PERIFER

• 2 minggu atau kurang

VENA SENTRAL

• > 2 minggu

• Subklavia atau jugularis

29

Indikasi

ü Penyakit Crohn atau kolitis ulserativa ü Sumbatan usus

ü Gangguan GI pediatrik tertentu (anomali kongenital, diare berkepanjangan)

ü Sindrom usus pendek

(30)

1. Partial Parenteral Nutrition

• Memasok hanya sebagian dari kebutuhan nutrisi harian, melengkapi asupan oral

• Larutan dekstrosa atau asam amino 2. Total Parenteral Nutrition

• Memasok semua kebutuhan nutrisi harian

• Larutan TPN sangat terkonsentrasi à gunakan vena sentral

30

(31)

*

KOMPOSISI NUTRISI PARENTERAL

Air 30-40 ml/kgBB/hari

Energi 30-60 kkal/kgBB/hari (tergantung pengeluaran energi)

Asam amino 1-2 g/kgBB/hari

Asam lemak esensial

Vitamin Mineral

31

q Larutan TPN standard berukuran ± 2 Liter

q Sebagian besar kalori disuplai oleh CHO (Dekstrosa 25%)

q Memiliki emulsi lipid untuk memasok asam lemak esensial dan trigliserida q 20-30% kalori total dipasok dari lipid

q Elektrolit dapat ditambahkan

q Dimodifikasi berdasarkan hasil

(32)

q Gagal ginjal atau gagal hati à kurangi kadar protein dan persentase asam amino esensial

q Gagal jantung atau ginjal à retriksi asupan volume (cairan) q Emulsi lipid à memberikan kalori non-CHO à gagal napas (pada nutrisi parenteral dengan komposisi CHO (Dekstrosa), hasil metabolisme CHO lebih minim CO 2 dibandingkan metabolisme non-CHO)

32

(33)

*

MANAJEMEN PASIEN DENGAN NUTRISI PARENTERAL

q Teknik steril yang ketat dalam pemeliharaan kateter vena sentral

q Jalur TPN tidak boleh digunakan untuk medikasi lain

q Set infus harus diganti setiap 24 jam

q Pembalutan harus tetap steril dan diganti setiap 48 jam menggunakan teknik steril

q Pantau berat badan, elektrolit, fungsi liver dan BUN

q Glukosa serum dipantau setiap 6 jam sampai stabil

q Monitoring ketat balans cairan

q Penilaian nutrisi lengkap (IMT) setiap 2 minggu

33

(34)

q Sepsis

q Phlebitis / trombosis

q Ketidakstabilan kadar gula darah q Komplikasi hati

q Kelainan elektrolit q Kelebihan volume

q Demineralisasi tulang

q Komplikasi kandung empedu

34

(35)

*

ALBUMIN

35

q Albumin merupakan protein

yang paling banyak

ditemukan di dalam plasma darah dan menyusun > 50%

plasma

q Albumin disintesis di liver :

pre albumin à diubah di

Aparatus Golgi menjadi pro

albumin à albumin à

disekresikan melalui sel – sel

hepatosit

(36)

FAKTOR EKSOGEN YANG

MEMPENGA RUHI KADAR ALBUMIN

Hormon insulin

Hormon pertumbuhan / Growth hormone

Mediator inflamasi à IL-1, IL-6 dan TN⍶

36

(37)

*

FUNGSI ALBUMIN

Mempertahankan tekanan onkotik

Berikatan dengan 40% kalsium, tiroksin, kortisol,

dan testosteron yang bersirkulasi di

dalam darah

Penanda status gizi dan beratnya penyakit

pada pasien dengan kondisi kronis atau

sakit kritis

Memiliki afinitas yang rendah sehingga menjadikan albumin mediator yang baik untuk :

•Hormon eksogen dan endogen

•Bilirubin yang belum terkonjugasi

•Obat – obatan

•Asam lema k

37

(38)

HIPOALBUMINEMIA

Kondisi hipoalbuminemia apabila kadar serum albumin < 3,5 mg/dL

38

(39)

*

ETIOLOGI HIPOALBUMINEMIA

Penurunan Sintesis

• Sirosis hepatis

• Sindrom malabsorpsi

• Intake yang tidak adekuat

• Penyakit kritis

Peningkatan Katabolisme

• Infeksi

• Sepsis

• Keganasan

Kelainan Distribusi

• Hemodilusi

• Penurunan fungsi

pembersihan limfatik

• Peningkatan transkapiler à gagal jantung, vaskulitis, diabetes

Peningkatan Laju Pembersihan

• Renal à sindrom nefrotik

• Luka bakar derajat berat

• Saluran cerna à enterophaty

39

(40)

40

(41)

*

41

(42)

42

(43)

*

INDIKASI TRANSFUSI ALBUMIN

43

INDIKASI KETERANGAN

Parasentesis Albumin diberikan sebanyak 5 gram atau sebanyak cairan punksi yang keluar Plasmaphoresis terapeutik Albumin diberikan untuk pertukaran > 20 mL/kg dalam satu siklus atau > 20

mL/kgBB/minggu dalam lebih dari satu siklus

Peritonitis bakterial Transfusi albumin diberikan bersama dengan pemberian antibiotik

Pembedahan jantung Transfusi albumin menjadi pilihan terakhir setelah pemberian koloid dan koloid non protein

Pembedahan mayor Transfusi albumin tidak dianjurkan diberikan segera pasca operasi, kecuali pada pasien dengan serum albumin < 2 mg/dL setelah dilakukan normalisasi vaskular

Sirosis hepatis dengan

asites Biasanya tidak efektif, kecuali pada pasien dengan serum albumin < 2 mg/dL Luka bakar Pada kondisi luka bakar > 30%, transfusi albumin diberikan pada 24 jam

pertama

(44)

CONTINUOUS & DISCONTINUOUS FEEDING

44

(45)

*

45

Springer Nature: Diet and Nutrition in Critical Care, Intermittent and Bolus Methods of Feeding in Critical Care, Ichimaru S &

Amagai T, Springer Science+Business Media New York 2015

METODE PEMBERIAN ENTERAL FEEDING

(46)

CONTINUOUS FEEDING

46

Continuous feeding diberikan selama 24 jam dengan

kecepatan awal 20 – 50 mL/jam kemudian dapat ditingkatkan sekitar 10 – 25 mL/jam dalam jangka waktu 4 – 24 jam hingga total target volume diet tercapai.

Metode ini cocok diberikan untuk pasien dengan penyakit

kritis, terintubasi atau dengan gagal napas, atau pasien yang terpasang NGT post pilorik atau

pada pasien yang intoleransi terhadap pemberian diet via

intermittent atau bolus.

Ichimaru, S. (2018)

(47)

*

CYCLIC FEEDING

47

Cyclic feeding diberikan kurang dari 24 jam, mis. setiap 16 jam/hari atau tergantung toleransi pasien.

Metode ini cocok diberikan untuk pasien selama masa

pemulihan à istirahat di malam hari untuk merangsang nafsu makan di siang hari, dan meningkatkan mobilitas pasien.

Ichimaru, S. (2018)

(48)

INTERMITTENT FEEDING

48

Intermittent feeding diberikan selama 20 –

60 menit, bisa

menggunakan feeding pump atau

mengandalkan gaya gravitasi.

Volume yang diberikan sekitar 240 – 720 mL setiap 4 – 6 jam atau

sesuai kebutuhan nutrisi pasien.

Metode pemberian diet ini lebih bersifat

fisiologis à memfasilitasi mobilitas pasien dan

dapat ditingkatkan volumenya agar waktu

pemberian diet dikurangi sesuai kebiasaan makan pasien sebelum sakit.

Ichimaru, S. (2018)

(49)

*

FEEDING USING GRAVITY FEEDING USING SYRINGE PUMP FEEDING USING FEEDING PUMP

(50)

BOLUS FEEDING

50

Bolus feeding

diberikan selama 4 – 10 menit, bisa

menggunakan syringe pump atau

mengandalkan gaya gravitasi.

01

Volume yang diberikan sekitar 240 mL dengan waktu pemberia 3 – 4 kali sehari.

02

Pemberian diet dengan metode ini dapat

mengakibatkan diare dan/atau aspirasi à direkomendasikan pada pasien dengan hemodinamik stabil.

03

Ichimaru, S. (2018)

(51)

*

BOLUS FEEDING

(52)

PEMBERIAN ENTERAL FEEDING

METODE KEUNTUNGAN KERUGIAN

Continuous feeding

• Meningkatkan toleransi

• Mengurangi risiko aspirasi

• Meningkatkan waktu untuk penyerapan nutrisi

• Membutuhkan feeding pump

• Membatasi ambulasi

• Mahal dari segi biaya Cyclic feeding • Memfasilitasi transisi dari diet enteral ke

oral

• Memungkinkan ambulasi pasien di siang hari

• Melatih pasien untuk kembali ke pola makan biasa dan selingan (snack)

• Membutuhkan feeding pump

• Membutuhkan kecepatan tinggi

• Berisiko intoleransi

52

Ichimaru, S. (2018)

(53)

PERBANDINGAN METODE PEMBERIAN *

ENTERAL FEEDING (lanj…)

METODE KEUNTUNGAN KERUGIAN

Intermittent

feeding • Tidak membutuhkan feeding pump

• Meningkatkan kualitas hidup

• Memungkinkan mobilisasi

• Lebih mudah ditoleransi daripada metode bolus

• Peningkatan risiko aspirasi

• Distensi lambung

• Waktu pengosongan lambung menjadi tertunda

Bolus feeding • Lebih fisiologis

• Tidak membutuhkan feeding pump

• Ekonomis

• Cocok untuk pasien yang sudah masuk fase pemulihan dan rehabilitasi

• Memfasilitasi agar semua diet dapat diserap

• Peningkatan risiko aspirasi

• Pada jenis diet hipertonik, tinggi lemak, atau berserat tinggi dapat menunda waktu

pengosongan lambung à diare

53

(54)

ASUHAN

KEPERAWATAN

54

Diagnosis Keperawatan : Risiko terjadi aspirasi

NOC :

Respirasi status: ventilation Aspiration control

Swallowing status

(55)

*

ASUHAN

KEPERAWATAN

55

DIAGNOSIS

KEPERAWATAN NOC NIC

Risiko aspirasi § Respirasi status:

ventilation

§ Aspiration control

§ Swallowing status

Aspiration precaution :

§ Monitor tingkat

kesadaran,reflek batuk &

kemampuan menelan

§ Pelihara jalan nafas

§ Lakukan suction jika diperlukan

§ Cek nasogastrik sebelum makan

§ Hindari makan kalau residu masih banyak

§ Haluskan obat sebelum pemberian

§ Naikkan kepala 30° - 40°

setelah makan

(56)

MANAJEMEN KEPERAWATAN UNTUK

KOMPLIKASI

PEMBERIAN TOTAL PARENTERAL

NUTRITION

56

• Kelebihan atau kekurangan : elektrolit, vitamin, mineral, glukosa, asam lemak esensial

• Penggunaan PN pada pasien dengan kondisi kritis meningkatkan risiko terjadinya hiperglikemi

Metabolic Complication

• Penurunan imunitas

• Catheter Related Blood Stream Infection

• Sepsis

Infection Complication

• Oklusi lumen

• Dislokasi IV kateter

• Trombosis vena

Mechanical Complication

(57)

*

MANAJEMEN KOMPLIKASI METABOLIK

57

Monitoring nilai laboratorium terkait metabolik seperti elektrolit seperti fosfat, magnesium dan kalsium

Monitoring e-GFR (fungsi renal)

Monitoring fungsi liver (transaminase, bilirubin, gamma glutamil transferase)

Monitoring glukosa darah

(58)

MANAJEMEN KOMPLIKASI INFEKSI

Berkaitan dengan CRBSI (Catether Related Blood Stream Infection):

• Bundle PPI (hand hygiene, desinfeksi kulit dengan Chlorhexidine 2%)

• Teknik insersi (lokasi, stabilisasi)

• Perawatan (dressing di area insersi/semi permeable

transparan dressing, catether flushing and locking, teknik penggantian set infus)

• Observasi peningkatan suhu tubuh secara rutin

• Pemeriksaan kultur darah

• Ganti lokasi insersi

58

(59)

MANAJEMEN KOMPLIKASI *

MEKANIKAL

59

Insersi menggunakan ultrasound guidance

Penggunaan VAD yang sesuai dengan

pasien

Posisi tip VAD yaitu antara vena cava superior dan atrium

kanan

Bila terjadi oklusi, bilas dengan cairan

NaCl yang mengandung

heparin

Hindari pengambilan sample darah pada

area insersi

Segera cabut atau lepas bila rusak

Tidak dianjurkan pengambilan chloting secara

manual

(60)

EVIDENCE BASED

PRACTICE

60

A à sangat

direkomendasikan B à

direkomendasikan C à disarankan

Singer, P., et al. (2019

(61)

*

INDIKASI INISIASI

NUTRISI DI ICU

q Semua pasien harus dilakukan pengkajian nutrisi saat masuk ICU (A)

q Lakukan observasi tanda-tanda malnutrisi (mis.

kakeksia, edema, atrofi otot, BMI <20 kg/m2) (A)

q Pemberian nutrisi enteral sebaiknya diberikan dalam waktu 48 jam saat pasien masuk ICU (A)

q Jika kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi secara memadai dengan nutrisi enteral, bahkan setelah 7 hari pasien masuk ICU à eskalasi untuk penggunaan nutrisi parenteral (A)

q Dukungan nutrisi harus dipertimbangkan sebagai manfaat terapeutik dan bukan bersifat tambahan (A)

q Elektrolit harus dipantau secara ketat pada pasien dengan pemberian terapi nutrisi (B)

q Penilaian interaksi obat-nutrisi harus dilakukan setiap hari (B)

q Pemberian nutrisi enteral harus dipertimbangkan jika 50% -60% target nutrisi via oral tidak terpenuhi secara memadai dalam 72 jam (C)

61

Singer, P., et al. (2019

(62)

HEMODINAMIK TIDAK STABIL

q Pemantauan klinis fungsi saluran cerna harus dimulai lebih awal ketika hemodinamik pasien masih / mulai stabil (C)

q Setelah pasien dilakukan resusitasi cairan dan dilakukan titrasi hingga tersisa 1 jenis obat penopang, nutrisi enteral dapat

dimulai dengan kecepatan rendah (A)

q Nutrisi enteral harus diberikan dalam 24-48 jam setelah pasien stabil dengan vasopressor (A)

q Pada syok persisten, pemberian nutrisi enteral dini harus dihindari (A)

62

Singer, P., et al. (2019

(63)

SKRINING DAN PENGKAJIAN NUTRISI *

DI ICU

q Pemantauan awal dari setiap intervensi nutrisi yang

diberikan harus dilakukan setiap hari dan perencanaan kebutuhan nutrisi harus dimodifikasi sesuai klinis pasien (A)

q Penilaian gizi sebaiknya dilakukan oleh ahli gizi dengan kualifikasi pelatihan yang didedikasikan untuk ICU (A)

q Sebaiknya rasio ahli gizi dan pasien ICU dipertahankan pada perbandingan 1:25 (C)

q Jika memungkinkan, USG atau CT-Scan dapat dilakukan untuk menilai massa otot tanpa lemak (B)

q Penilaian nutrisi membutuhkan koordinasi yang baik antar Tim ICU, baik Intensivist, Ners dan Ahli Gizi (C)

63

Singer, P., et al. (2019

(64)

NOSOKOMIAL DI ICU

q Diet cair dalam bentuk susu formula lebih dianjurkan daripada diet blenderized untuk

meminimalkan kontaminasi pada bahan diet (B)

q Diet cair dalam bentuk susu formula disajikan dalam kemasan tertutup (B)

q Butuh metode penyiapan, pengemasan dan

pengantaran yang higienis untuk diet cair maupun blenderized untuk menjaga higienitas (B)

64

Singer, P., et al. (2019

(65)

*

REFERENSI

Boullata, J. I., Carrera, A. L., Harvey, L., Escuro, A. A., Hudson, L., Mays, A., McGinnis, C., Wessel, J. J., Bajpai, S., Beebe, M. L., Kinn, T. J., Klang, M. G., Lord, L., Martin, K., Pompeii-Wolfe, C., Sullivan, J., Wood, A., Malone, A., Guenter, P., & ASPEN Safe Practices for Enteral Nutrition Therapy Task Force, American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (2017). ASPEN Safe Practices for Enteral Nutrition Therapy [Formula: see text].JPEN. Journal of parenteral and enteral nutrition,41(1), 15–103. https://doi.org/10.1177/0148607116673053

Chinda P, Poomthong P, Toadithep P, Thanakiattiwibun C, Chaiwat O (2020) The implementation of a nutrition protocol in a surgical intensive care unit; a randomized controlled trial at a tertiary care hospital.

PLoS ONE 15(4): e0231777.https://doi.org/10.1371/journal.pone.0231777

Delsoglio, M., Achamrah, N., Berger, M. M., & Pichard, C. (2019). Indirect Calorimetry in Clinical Practice.Journal of clinical medicine,8(9), 1387. https://doi.org/10.3390/jcm8091387

Doley J. & Phillips, W. (2017). Overview of Enteral Nutrition. In: Mueller CM, ed. The ASPEN Adult Nutrition support Core Curriculum. 3rd Ed. Silver Spring, MD: American Society for Parenteral and Enteral Nutrition

Hill, A., Elke, G., & Weimann, A. (2021). Nutrition in the Intensive Care Unit—A Narrative Review.Nutrients,13(8), 2851.https://doi.org/10.3390/nu13082851

Hiesmayr M. (2012). Nutrition risk assessment in the ICU.Current opinion in clinical nutrition and metabolic care,15(2), 174–180. https://doi.org/10.1097/MCO.0b013e328350767e

Ichimaru S. (2018). Methods of Enteral Nutrition Administration in Critically Ill Patients: Continuous, Cyclic, Intermittent, and Bolus Feeding.Nutrition in clinical practice : official publication of the American Society for Parenteral and Enteral Nutrition,33(6), 790–795.https://doi.org/10.1002/ncp.10105

Narayan, S. K., Gudivada, K. K., & Krishna, B. (2020). Assessment of Nutritional Status in the Critically Ill.Indian journal of critical care medicine : peer-reviewed, official publication of Indian Society of Critical Care Medicine,24(Suppl 4), S152–S156.https://doi.org/10.5005/jp-journals-10071-23617

Singer, P., Blaser, A. R., Berger, M. M., Alhazzani, W., Calder, P. C., Casaer, M. P., Hiesmayr, M., Mayer, K., Montejo, J. C., Pichard, C., Preiser, J. C., van Zanten, A., Oczkowski, S., Szczeklik, W., & Bischoff, S. C.

(2019). ESPEN guideline on clinical nutrition in the intensive care unit.Clinical nutrition (Edinburgh, Scotland),38(1), 48–79. https://doi.org/10.1016/j.clnu.2018.08.037

Ukleja, A., Gilbert, K., Mogensen, K. M., Walker, R., Ward, C. T., Ybarra, J., Holcombe, B., & Task Force on Standards for Nutrition Support: Adult Hospitalized Patients, the American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (2018). Standards for Nutrition Support: Adult Hospitalized Patients.Nutrition in clinical practice : official publication of the American Society for Parenteral and Enteral Nutrition,33(6), 906–920.

https://doi.org/10.1002/ncp.10204

White, J. V., Guenter, P., Jensen, G., Malone, A., Schofield, M., Academy Malnutrition Work Group, A.S.P.E.N. Malnutrition Task Force, & A.S.P.E.N. Board of Directors (2012). Consensus statement: Academy of Nutrition and Dietetics and American Society for Parenteral and Enteral Nutrition: characteristics recommended for the identification and documentation of adult malnutrition (undernutrition).JPEN. Journal of parenteral and enteral nutrition,36(3), 275–283. https://doi.org/10.1177/0148607112440285

Worthington, P., Balint, J., Bechtold, M., Bingham, A., Chan, L. N., Durfee, S., Jevenn, A. K., Malone, A., Mascarenhas, M., Robinson, D. T., & Holcombe, B. (2017). When Is Parenteral Nutrition Appropriate?.JPEN.

Journal of parenteral and enteral nutrition,41(3), 324–377. https://doi.org/10.1177/0148607117695251

65

Referensi

Dokumen terkait