MANAJEMEN NUTRISI PADA
PASIEN DENGAN PENYAKIT KRITIS
NS. JULIANA GRACIA, M.KEP., SP.KEP.M.B.
DISAMPAIKAN PADA M.K. KEPERAWATAN KRITIS TERINTEGRASI 26 SEPTEMBER 2022
1
OUTLINE
DEFINISI MANAJEMEN NUTRISI
KONSEP MANAJEMEN NUTRISI PADA PENYAKIT KRITIS PENGKAJIAN NUTRISI PADA PENYAKIT KRITIS
JENIS NUTRISI PADA PENYAKIT KRITIS ASUHAN KEPERAWATAN
PERAN NERS DALAM MANAJEMEN NUTRISI PENYAKIT KRITIS
2
OUTLINE
TUJUAN MANAJEMEN NUTRISI PADA *
PENYAKIT KRITIS
1. Untuk mempertahankan massa tubuh pasien
2. Meminimalkan risiko malnutrisi à lama rawat di ICU dan RS serta risiko kematian
3. Memberikan inisiasi nutrisi yang tepat
4. Meningkatkan motilitas saluran gastrointestinal
5. Memfasilitasi proses penyembuhan
3
4
PATOFISIOLOGI MALNUTRISI PADA *
PENYAKIT KRITIS
Narayan, S.K., Gudivada, K.K., Krishna,
B. (2020)
*
PENGKAJIAN NUTRISI
• Pengkajian nutrisi dilakukan untuk mengetahui status nutrisi,
mengidentifikasi adanya risiko malnutrisi yang berhubungan dengan
komplikasi, sebagai dasar dalam monitoring keadekuatan support nutrisi
• Riwayat nutrisi meliputi: nafsu makan, riwayat BB
(penurunan/penambahan), perubahan rasa, nausea/vomiting, pola eliminasi bowel, kemampuan menelan, kebiasaan pola makan, alergi makanan, kemampuan untuk membeli dan menyiapkan makanan,
kebersihan mulut, kemampuan bernafas (status pulmonal), kondisi kulit, rambut, lidah
• Pengukuran IMT, BB, antropometri, nutric score
• Pemeriksaan biokimia (albumin, transferin, CRP, prealbumin,kolesterol, GDS, kreatinin)
• Status sosial : status pernikahan, pekerjaan, pendidikan, ekonomi
7
Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)
MALNUTRITION
UNIVERSAL SCREENING TOOLS (MUST) FOR
ADULTS
Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)
*
KLASIFIKASI INDEKS MASSA TUBUH
WHO (1998)
BIOMARKER UNTUK STATUS NUTRISI
Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)
16/10/2022
11
Shiobal, M.S. & Baltz, J.E. (2013)
12
Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)
Hiesmayr, M. (2012)
16/10/2022
ETIOLOGI MALNUTRISI
13
White, J.E., et al. (2012)
RE-FEEDING SYNDROME
DEFINISI
• Refeeding syndrome adalah sindroma dengan gangguan metabolik akibat pemberian nutrisi pada pasien
malnutrisi berat.
• Manifestasi dari sindroma ini berupa kelainan elektrolit dan perubahan cairan tubuh dengan kelainan
metabolik setelah mendapat refeeding baik secara oral, enteral, maupun
parenteral.
FAKTOR RISIKO
• IMT < 16–18,5 kg/m2
• Penurunan berat badan yang tidak disengaja > 10–15%
dalam 3–6 bulan terakhir
• Tidak ada atau terlalu sedikit asupan nutrisi selama > 5–10 hari
• Riwayat penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan, termasuk insulin, kemoterapi, antasida , atau diuretik
• Kadar fosfor, kalium, atau magnesium yang rendah
• Diabetes mellitus yang tidak terkontrol (ketoasidosis diabetik)
• Orang dewasa lanjut usia dengan depresi
• Operasi bariatrik
• Disfagia
• Malabsorbsi (sindrom usus pendek [SBS], penyakit radang usus [IBD], cystic fibrosis (CF), mual/muntah/diare yang persisten, pankreatitis kronis)
• Kondisi penyakit kronis (tuberkulosis, HIV, kanker)
• Puasa hipokalori yang berkepanjangan
• Diet yang tidak konvensional/eksentrik
Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)
*
Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)
MANIFESTASI KLINIS DARI KELEBIHAN DAN
KEKURANGAN FEEDING
Delsoglio, M., Achamrah, N., Berger, M. M.,
& Pichard, C. (2019)
PERSAMAAN PERHITUNGAN
KEBUTUHAN NUTRISI
PERHITUNGAN KEBUTUHAN *
NUTRISI PASIEN PENYAKIT KRITIS
Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)
TAHAPAN PEMBERIAN NUTRISI
18
Pengukuran status nutrisi &
keadaan klinik
Kebutuhan nutrisi energi,
protein, lipid, elektrolit
Komposisi nutrisi
Metode & teknik
pemberian Monitoring efek
& komplikasi
*
Worthington, P., et al. (2017)
ENTERAL FEEDING
Pengertian Enteral Feeding
• Memberikan nutrisi enteral dalam kurun waktu 24 jam pasien masuk ruang ICU
Tujuan Enteral Feeding
• Untuk memenuhi kebutuhan kalori dan zat gizi pasien tanpa menimbulkan efek yang memperparah kondisi/keluhan pasien.
20
*
INDIKASI ENTERAL FEEDING
q Gangguan fungsi lambung dan usus halus
q Asupan zat gizi oral < 40 %
q Asupan enteral >
parenteral
q Dapat membantu
memelihara fungsi saluran cerna
q Sedikit terjadi komplikasi
q Lebih ekonomis
21
Shiobal, M.S., Baltz, J.E. & Wright, J. (2021)
KONTRA INDIKASI ENTERAL FEEDING
22
Obstruksi saluran cerna yang tidak
menjalani pembedahan
Muntah / diare yang sulit diatasi dengan medikasi
Severe short – bowel syndrome
(< 100 cm) Ileus paralitik
Fistula letak tinggi di area distal
Perdarahan saluran cerna
berat
Malabsorpsi saluran cerna
Doley J. & Phillips, W. (2017)
*
PIPA NUTRISI ENTERAL
UKURAN KECIL BESAR
Pipa 8 – 12 Fr 14 – 18 Fr
Indikasi Nutrisi Aspirasi isi lambung Kelebihan Nyaman dan
aman
Mudah insersi
Kekurangan Mudah
tersumbat
Nekrosis mukosa dan kerusakan spingter
23
24
PEMILIHAN RUTE
PEMBERIAN NUTRISI
ENTERAL
Boullata, J.I., et al. (2017)
Ukleja, A., et al. (2018)
*
NASOGASTRIC TUBE PERCUTANEOUS ENDOSCOPIC
GASTROSTOMY (PEG) TUBE
MANAJEMEN PASIEN DENGAN NGT
Pastikan kepatenan posisi NGT sebelum
pemberian diet à auskultasi – water
test
Ganti fiksasi NGT minimal setiap 24
jam Catat batas fiksasi
26
*
KOMPLIKASI NUTRISI ENTERAL
q Aspirasi à cek letak pipa, tinggikan posisi badan
q Pipa mampet à cek ukuran pipa, bilas dengan air dan tambahkan bahan lain seperti cola, enzym dll
q Konstipasi à tingkatkan cairan, ganti formula tinggi serat, dan olahraga ringan
q Dehidrasi gangguan elektrolit à cek level elektrolit, turunkan intake protein
q Diare à cek formula, kecepatan, malnutrisi, intoleransi laktosa dan infeksi bakteri
q Hiperglikemia à cek DM, hipermetabolisme, reaksi obat
q Mual dan muntah à cek kecepatan pemberian diet
q Iritasi di tempat pipa lewat (enterostomi) à gunakan protective skin cream, jamin kebersihan, cek lokasi pemasangan
27
q Pemberian nutrisi secara intravena
q Digunakan jika saluran cerna tidak berfungsi atau pemberian makan normal tidak memadai
q Dibandingkan dengan pemberian nutrisi enteral, nutrisi parenteral menyebabkan lebih banyak
komplikasi, tidak mempertahankan struktur dan fungsi saluran cerna serta lebih mahal
q Diresepkan oleh dokter dan disiapkan oleh apoteker
q Diberikan melalui akses perifer atau sentral
28
*
NUTRISI PARENTERAL
VENA PERIFER
• 2 minggu atau kurang
VENA SENTRAL
• > 2 minggu
• Subklavia atau jugularis
29
Indikasi
ü Penyakit Crohn atau kolitis ulserativa ü Sumbatan usus
ü Gangguan GI pediatrik tertentu (anomali kongenital, diare berkepanjangan)
ü Sindrom usus pendek
1. Partial Parenteral Nutrition
• Memasok hanya sebagian dari kebutuhan nutrisi harian, melengkapi asupan oral
• Larutan dekstrosa atau asam amino 2. Total Parenteral Nutrition
• Memasok semua kebutuhan nutrisi harian
• Larutan TPN sangat terkonsentrasi à gunakan vena sentral
30
*
KOMPOSISI NUTRISI PARENTERAL
Air 30-40 ml/kgBB/hari
Energi 30-60 kkal/kgBB/hari (tergantung pengeluaran energi)
Asam amino 1-2 g/kgBB/hari
Asam lemak esensial
Vitamin Mineral
31
q Larutan TPN standard berukuran ± 2 Liter
q Sebagian besar kalori disuplai oleh CHO (Dekstrosa 25%)
q Memiliki emulsi lipid untuk memasok asam lemak esensial dan trigliserida q 20-30% kalori total dipasok dari lipid
q Elektrolit dapat ditambahkan
q Dimodifikasi berdasarkan hasil
q Gagal ginjal atau gagal hati à kurangi kadar protein dan persentase asam amino esensial
q Gagal jantung atau ginjal à retriksi asupan volume (cairan) q Emulsi lipid à memberikan kalori non-CHO à gagal napas (pada nutrisi parenteral dengan komposisi CHO (Dekstrosa), hasil metabolisme CHO lebih minim CO 2 dibandingkan metabolisme non-CHO)
32
*
MANAJEMEN PASIEN DENGAN NUTRISI PARENTERAL
q Teknik steril yang ketat dalam pemeliharaan kateter vena sentral
q Jalur TPN tidak boleh digunakan untuk medikasi lain
q Set infus harus diganti setiap 24 jam
q Pembalutan harus tetap steril dan diganti setiap 48 jam menggunakan teknik steril
q Pantau berat badan, elektrolit, fungsi liver dan BUN
q Glukosa serum dipantau setiap 6 jam sampai stabil
q Monitoring ketat balans cairan
q Penilaian nutrisi lengkap (IMT) setiap 2 minggu
33
q Sepsis
q Phlebitis / trombosis
q Ketidakstabilan kadar gula darah q Komplikasi hati
q Kelainan elektrolit q Kelebihan volume
q Demineralisasi tulang
q Komplikasi kandung empedu
34
*
ALBUMIN
35
q Albumin merupakan protein
yang paling banyak
ditemukan di dalam plasma darah dan menyusun > 50%
plasma
q Albumin disintesis di liver :
pre albumin à diubah di
Aparatus Golgi menjadi pro
albumin à albumin à
disekresikan melalui sel – sel
hepatosit
FAKTOR EKSOGEN YANG
MEMPENGA RUHI KADAR ALBUMIN
Hormon insulin
Hormon pertumbuhan / Growth hormone
Mediator inflamasi à IL-1, IL-6 dan TN⍶
36
*
FUNGSI ALBUMIN
Mempertahankan tekanan onkotik
Berikatan dengan 40% kalsium, tiroksin, kortisol,
dan testosteron yang bersirkulasi di
dalam darah
Penanda status gizi dan beratnya penyakit
pada pasien dengan kondisi kronis atau
sakit kritis
Memiliki afinitas yang rendah sehingga menjadikan albumin mediator yang baik untuk :
•Hormon eksogen dan endogen
•Bilirubin yang belum terkonjugasi
•Obat – obatan
•Asam lema k
37
HIPOALBUMINEMIA
Kondisi hipoalbuminemia apabila kadar serum albumin < 3,5 mg/dL
38
*
ETIOLOGI HIPOALBUMINEMIA
Penurunan Sintesis
• Sirosis hepatis
• Sindrom malabsorpsi
• Intake yang tidak adekuat
• Penyakit kritis
Peningkatan Katabolisme
• Infeksi
• Sepsis
• Keganasan
Kelainan Distribusi
• Hemodilusi
• Penurunan fungsi
pembersihan limfatik
• Peningkatan transkapiler à gagal jantung, vaskulitis, diabetes
Peningkatan Laju Pembersihan
• Renal à sindrom nefrotik
• Luka bakar derajat berat
• Saluran cerna à enterophaty
39
40
*
41
42
*
INDIKASI TRANSFUSI ALBUMIN
43
INDIKASI KETERANGAN
Parasentesis Albumin diberikan sebanyak 5 gram atau sebanyak cairan punksi yang keluar Plasmaphoresis terapeutik Albumin diberikan untuk pertukaran > 20 mL/kg dalam satu siklus atau > 20
mL/kgBB/minggu dalam lebih dari satu siklus
Peritonitis bakterial Transfusi albumin diberikan bersama dengan pemberian antibiotik
Pembedahan jantung Transfusi albumin menjadi pilihan terakhir setelah pemberian koloid dan koloid non protein
Pembedahan mayor Transfusi albumin tidak dianjurkan diberikan segera pasca operasi, kecuali pada pasien dengan serum albumin < 2 mg/dL setelah dilakukan normalisasi vaskular
Sirosis hepatis dengan
asites Biasanya tidak efektif, kecuali pada pasien dengan serum albumin < 2 mg/dL Luka bakar Pada kondisi luka bakar > 30%, transfusi albumin diberikan pada 24 jam
pertama
CONTINUOUS & DISCONTINUOUS FEEDING
44
*
45
Springer Nature: Diet and Nutrition in Critical Care, Intermittent and Bolus Methods of Feeding in Critical Care, Ichimaru S &
Amagai T, Springer Science+Business Media New York 2015
METODE PEMBERIAN ENTERAL FEEDING
CONTINUOUS FEEDING
46
Continuous feeding diberikan selama 24 jam dengan
kecepatan awal 20 – 50 mL/jam kemudian dapat ditingkatkan sekitar 10 – 25 mL/jam dalam jangka waktu 4 – 24 jam hingga total target volume diet tercapai.
Metode ini cocok diberikan untuk pasien dengan penyakit
kritis, terintubasi atau dengan gagal napas, atau pasien yang terpasang NGT post pilorik atau
pada pasien yang intoleransi terhadap pemberian diet via
intermittent atau bolus.
Ichimaru, S. (2018)
*
CYCLIC FEEDING
47
Cyclic feeding diberikan kurang dari 24 jam, mis. setiap 16 jam/hari atau tergantung toleransi pasien.
Metode ini cocok diberikan untuk pasien selama masa
pemulihan à istirahat di malam hari untuk merangsang nafsu makan di siang hari, dan meningkatkan mobilitas pasien.
Ichimaru, S. (2018)
INTERMITTENT FEEDING
48
Intermittent feeding diberikan selama 20 –
60 menit, bisa
menggunakan feeding pump atau
mengandalkan gaya gravitasi.
Volume yang diberikan sekitar 240 – 720 mL setiap 4 – 6 jam atau
sesuai kebutuhan nutrisi pasien.
Metode pemberian diet ini lebih bersifat
fisiologis à memfasilitasi mobilitas pasien dan
dapat ditingkatkan volumenya agar waktu
pemberian diet dikurangi sesuai kebiasaan makan pasien sebelum sakit.
Ichimaru, S. (2018)
*
FEEDING USING GRAVITY FEEDING USING SYRINGE PUMP FEEDING USING FEEDING PUMP
BOLUS FEEDING
50
Bolus feeding
diberikan selama 4 – 10 menit, bisa
menggunakan syringe pump atau
mengandalkan gaya gravitasi.
01
Volume yang diberikan sekitar 240 mL dengan waktu pemberia 3 – 4 kali sehari.
02
Pemberian diet dengan metode ini dapat
mengakibatkan diare dan/atau aspirasi à direkomendasikan pada pasien dengan hemodinamik stabil.
03
Ichimaru, S. (2018)
*
BOLUS FEEDING
PEMBERIAN ENTERAL FEEDING
METODE KEUNTUNGAN KERUGIAN
Continuous feeding
• Meningkatkan toleransi
• Mengurangi risiko aspirasi
• Meningkatkan waktu untuk penyerapan nutrisi
• Membutuhkan feeding pump
• Membatasi ambulasi
• Mahal dari segi biaya Cyclic feeding • Memfasilitasi transisi dari diet enteral ke
oral
• Memungkinkan ambulasi pasien di siang hari
• Melatih pasien untuk kembali ke pola makan biasa dan selingan (snack)
• Membutuhkan feeding pump
• Membutuhkan kecepatan tinggi
• Berisiko intoleransi
52
Ichimaru, S. (2018)
PERBANDINGAN METODE PEMBERIAN *
ENTERAL FEEDING (lanj…)
METODE KEUNTUNGAN KERUGIAN
Intermittent
feeding • Tidak membutuhkan feeding pump
• Meningkatkan kualitas hidup
• Memungkinkan mobilisasi
• Lebih mudah ditoleransi daripada metode bolus
• Peningkatan risiko aspirasi
• Distensi lambung
• Waktu pengosongan lambung menjadi tertunda
Bolus feeding • Lebih fisiologis
• Tidak membutuhkan feeding pump
• Ekonomis
• Cocok untuk pasien yang sudah masuk fase pemulihan dan rehabilitasi
• Memfasilitasi agar semua diet dapat diserap
• Peningkatan risiko aspirasi
• Pada jenis diet hipertonik, tinggi lemak, atau berserat tinggi dapat menunda waktu
pengosongan lambung à diare
53
ASUHAN
KEPERAWATAN
54
Diagnosis Keperawatan : Risiko terjadi aspirasi
NOC :
Respirasi status: ventilation Aspiration control
Swallowing status
*
ASUHAN
KEPERAWATAN
55
DIAGNOSIS
KEPERAWATAN NOC NIC
Risiko aspirasi § Respirasi status:
ventilation
§ Aspiration control
§ Swallowing status
Aspiration precaution :
§ Monitor tingkat
kesadaran,reflek batuk &
kemampuan menelan
§ Pelihara jalan nafas
§ Lakukan suction jika diperlukan
§ Cek nasogastrik sebelum makan
§ Hindari makan kalau residu masih banyak
§ Haluskan obat sebelum pemberian
§ Naikkan kepala 30° - 40°
setelah makan
MANAJEMEN KEPERAWATAN UNTUK
KOMPLIKASI
PEMBERIAN TOTAL PARENTERAL
NUTRITION
56
• Kelebihan atau kekurangan : elektrolit, vitamin, mineral, glukosa, asam lemak esensial
• Penggunaan PN pada pasien dengan kondisi kritis meningkatkan risiko terjadinya hiperglikemi
Metabolic Complication
• Penurunan imunitas
• Catheter Related Blood Stream Infection
• Sepsis
Infection Complication
• Oklusi lumen
• Dislokasi IV kateter
• Trombosis vena
Mechanical Complication
*
MANAJEMEN KOMPLIKASI METABOLIK
57
Monitoring nilai laboratorium terkait metabolik seperti elektrolit seperti fosfat, magnesium dan kalsium
Monitoring e-GFR (fungsi renal)
Monitoring fungsi liver (transaminase, bilirubin, gamma glutamil transferase)
Monitoring glukosa darah
MANAJEMEN KOMPLIKASI INFEKSI
Berkaitan dengan CRBSI (Catether Related Blood Stream Infection):
• Bundle PPI (hand hygiene, desinfeksi kulit dengan Chlorhexidine 2%)
• Teknik insersi (lokasi, stabilisasi)
• Perawatan (dressing di area insersi/semi permeable
transparan dressing, catether flushing and locking, teknik penggantian set infus)
• Observasi peningkatan suhu tubuh secara rutin
• Pemeriksaan kultur darah
• Ganti lokasi insersi
58
MANAJEMEN KOMPLIKASI *
MEKANIKAL
59
Insersi menggunakan ultrasound guidance
Penggunaan VAD yang sesuai dengan
pasien
Posisi tip VAD yaitu antara vena cava superior dan atrium
kanan
Bila terjadi oklusi, bilas dengan cairan
NaCl yang mengandung
heparin
Hindari pengambilan sample darah pada
area insersi
Segera cabut atau lepas bila rusak
Tidak dianjurkan pengambilan chloting secara
manual
EVIDENCE BASED
PRACTICE
60
A à sangat
direkomendasikan B à
direkomendasikan C à disarankan
Singer, P., et al. (2019
*
INDIKASI INISIASI
NUTRISI DI ICU
q Semua pasien harus dilakukan pengkajian nutrisi saat masuk ICU (A)
q Lakukan observasi tanda-tanda malnutrisi (mis.
kakeksia, edema, atrofi otot, BMI <20 kg/m2) (A)
q Pemberian nutrisi enteral sebaiknya diberikan dalam waktu 48 jam saat pasien masuk ICU (A)
q Jika kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi secara memadai dengan nutrisi enteral, bahkan setelah 7 hari pasien masuk ICU à eskalasi untuk penggunaan nutrisi parenteral (A)
q Dukungan nutrisi harus dipertimbangkan sebagai manfaat terapeutik dan bukan bersifat tambahan (A)
q Elektrolit harus dipantau secara ketat pada pasien dengan pemberian terapi nutrisi (B)
q Penilaian interaksi obat-nutrisi harus dilakukan setiap hari (B)
q Pemberian nutrisi enteral harus dipertimbangkan jika 50% -60% target nutrisi via oral tidak terpenuhi secara memadai dalam 72 jam (C)
61
Singer, P., et al. (2019
HEMODINAMIK TIDAK STABIL
q Pemantauan klinis fungsi saluran cerna harus dimulai lebih awal ketika hemodinamik pasien masih / mulai stabil (C)
q Setelah pasien dilakukan resusitasi cairan dan dilakukan titrasi hingga tersisa 1 jenis obat penopang, nutrisi enteral dapat
dimulai dengan kecepatan rendah (A)
q Nutrisi enteral harus diberikan dalam 24-48 jam setelah pasien stabil dengan vasopressor (A)
q Pada syok persisten, pemberian nutrisi enteral dini harus dihindari (A)
62
Singer, P., et al. (2019
SKRINING DAN PENGKAJIAN NUTRISI *
DI ICU
q Pemantauan awal dari setiap intervensi nutrisi yang
diberikan harus dilakukan setiap hari dan perencanaan kebutuhan nutrisi harus dimodifikasi sesuai klinis pasien (A)
q Penilaian gizi sebaiknya dilakukan oleh ahli gizi dengan kualifikasi pelatihan yang didedikasikan untuk ICU (A)
q Sebaiknya rasio ahli gizi dan pasien ICU dipertahankan pada perbandingan 1:25 (C)
q Jika memungkinkan, USG atau CT-Scan dapat dilakukan untuk menilai massa otot tanpa lemak (B)
q Penilaian nutrisi membutuhkan koordinasi yang baik antar Tim ICU, baik Intensivist, Ners dan Ahli Gizi (C)
63
Singer, P., et al. (2019
NOSOKOMIAL DI ICU
q Diet cair dalam bentuk susu formula lebih dianjurkan daripada diet blenderized untuk
meminimalkan kontaminasi pada bahan diet (B)
q Diet cair dalam bentuk susu formula disajikan dalam kemasan tertutup (B)
q Butuh metode penyiapan, pengemasan dan
pengantaran yang higienis untuk diet cair maupun blenderized untuk menjaga higienitas (B)
64
Singer, P., et al. (2019
*
REFERENSI
• Boullata, J. I., Carrera, A. L., Harvey, L., Escuro, A. A., Hudson, L., Mays, A., McGinnis, C., Wessel, J. J., Bajpai, S., Beebe, M. L., Kinn, T. J., Klang, M. G., Lord, L., Martin, K., Pompeii-Wolfe, C., Sullivan, J., Wood, A., Malone, A., Guenter, P., & ASPEN Safe Practices for Enteral Nutrition Therapy Task Force, American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (2017). ASPEN Safe Practices for Enteral Nutrition Therapy [Formula: see text].JPEN. Journal of parenteral and enteral nutrition,41(1), 15–103. https://doi.org/10.1177/0148607116673053
• Chinda P, Poomthong P, Toadithep P, Thanakiattiwibun C, Chaiwat O (2020) The implementation of a nutrition protocol in a surgical intensive care unit; a randomized controlled trial at a tertiary care hospital.
PLoS ONE 15(4): e0231777.https://doi.org/10.1371/journal.pone.0231777
• Delsoglio, M., Achamrah, N., Berger, M. M., & Pichard, C. (2019). Indirect Calorimetry in Clinical Practice.Journal of clinical medicine,8(9), 1387. https://doi.org/10.3390/jcm8091387
• Doley J. & Phillips, W. (2017). Overview of Enteral Nutrition. In: Mueller CM, ed. The ASPEN Adult Nutrition support Core Curriculum. 3rd Ed. Silver Spring, MD: American Society for Parenteral and Enteral Nutrition
• Hill, A., Elke, G., & Weimann, A. (2021). Nutrition in the Intensive Care Unit—A Narrative Review.Nutrients,13(8), 2851.https://doi.org/10.3390/nu13082851
• Hiesmayr M. (2012). Nutrition risk assessment in the ICU.Current opinion in clinical nutrition and metabolic care,15(2), 174–180. https://doi.org/10.1097/MCO.0b013e328350767e
• Ichimaru S. (2018). Methods of Enteral Nutrition Administration in Critically Ill Patients: Continuous, Cyclic, Intermittent, and Bolus Feeding.Nutrition in clinical practice : official publication of the American Society for Parenteral and Enteral Nutrition,33(6), 790–795.https://doi.org/10.1002/ncp.10105
• Narayan, S. K., Gudivada, K. K., & Krishna, B. (2020). Assessment of Nutritional Status in the Critically Ill.Indian journal of critical care medicine : peer-reviewed, official publication of Indian Society of Critical Care Medicine,24(Suppl 4), S152–S156.https://doi.org/10.5005/jp-journals-10071-23617
• Singer, P., Blaser, A. R., Berger, M. M., Alhazzani, W., Calder, P. C., Casaer, M. P., Hiesmayr, M., Mayer, K., Montejo, J. C., Pichard, C., Preiser, J. C., van Zanten, A., Oczkowski, S., Szczeklik, W., & Bischoff, S. C.
(2019). ESPEN guideline on clinical nutrition in the intensive care unit.Clinical nutrition (Edinburgh, Scotland),38(1), 48–79. https://doi.org/10.1016/j.clnu.2018.08.037
• Ukleja, A., Gilbert, K., Mogensen, K. M., Walker, R., Ward, C. T., Ybarra, J., Holcombe, B., & Task Force on Standards for Nutrition Support: Adult Hospitalized Patients, the American Society for Parenteral and Enteral Nutrition (2018). Standards for Nutrition Support: Adult Hospitalized Patients.Nutrition in clinical practice : official publication of the American Society for Parenteral and Enteral Nutrition,33(6), 906–920.
https://doi.org/10.1002/ncp.10204
• White, J. V., Guenter, P., Jensen, G., Malone, A., Schofield, M., Academy Malnutrition Work Group, A.S.P.E.N. Malnutrition Task Force, & A.S.P.E.N. Board of Directors (2012). Consensus statement: Academy of Nutrition and Dietetics and American Society for Parenteral and Enteral Nutrition: characteristics recommended for the identification and documentation of adult malnutrition (undernutrition).JPEN. Journal of parenteral and enteral nutrition,36(3), 275–283. https://doi.org/10.1177/0148607112440285
• Worthington, P., Balint, J., Bechtold, M., Bingham, A., Chan, L. N., Durfee, S., Jevenn, A. K., Malone, A., Mascarenhas, M., Robinson, D. T., & Holcombe, B. (2017). When Is Parenteral Nutrition Appropriate?.JPEN.
Journal of parenteral and enteral nutrition,41(3), 324–377. https://doi.org/10.1177/0148607117695251
65