• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen dan Perencanaan Penambangan Bijih Nikel Laterit di Blok Utara PT Pacific Ore Resources North Kabaena

N/A
N/A
Naufal Jawahir

Academic year: 2025

Membagikan " Manajemen dan Perencanaan Penambangan Bijih Nikel Laterit di Blok Utara PT Pacific Ore Resources North Kabaena"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN DAN PERENCANAAN TERKAIT PENYELIDIKAN

PENAMBANGAN BIJIH NIKEL LATERIT DI BLOK UTARA PT PACIFIC ORE RESOURCES NORTH KABAENA, KABUPATEN BOMBANA, PROVINSI

SULAWESI TENGGARA

1Ahmad Kamil, 2Ansar Amin, 3Bintang Padma Negara, 4Charles Armando, 5Dhimas Syaputra, 6Hafizh Ibnu Diar, 7Julian Nurdin, 8Lahutni Arifin Aziz, 9Muhammad Ardhi

Wijaya

Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya JL. Raya Palembang – Prabumulih No.KM. 32, Indralaya Indah, Kec. Indralaya Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera

Selatan 30862

ABSTRACT

This study aims to design a mining sequence for lateritic nickel in the North Block of PT Pacific Ore Resources, Bombana Regency, Southeast Sulawesi, to support the production target of 40,000 tons per month. The total mineable ore reserves amount to 232,489.47 tons with an overburden volume of 537,689.19 BCM and a stripping ratio of 2.3:1. The mining sequence design is divided into six stages, with proportional overburden and ore volumes in each sequence. Heavy equipment requirements analysis shows that three excavation units and up to 23 hauling units are needed to meet the production target. The largest operational costs come from fuel, equipment maintenance, and labor, with efficiency strategies through haul route optimization and energy-saving technology. This study also includes risk simulations such as fuel price fluctuations and increased stripping ratio, highlighting the importance of risk management in mining operations. In conclusion, this sequence design enables efficient and sustainable mining operations while providing comprehensive guidelines for resource and budget management in mining operations.

Keywords: Mining sequence, lateritic nickel, stripping ratio, heavy equipment requirements, operational costs.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk merancang sequence penambangan nikel laterit di Blok Utara PT Pacific Ore Resources, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara, guna mendukung pencapaian target produksi sebesar 40.000 ton per bulan. Total cadangan bijih yang dapat ditambang adalah 232.489,47 ton dengan volume overburden sebesar 537.689,19 BCM dan stripping ratio sebesar 2,3:1. Rancangan sequence penambangan dibagi menjadi enam tahap, dengan volume overburden dan bijih yang proporsional pada setiap sequence. Analisis kebutuhan alat berat menunjukkan bahwa tiga unit alat gali muat dan hingga 23 unit alat angkut diperlukan untuk mencapai target produksi. Biaya operasional terbesar berasal dari bahan

(2)

bakar, perawatan alat berat, dan tenaga kerja, dengan strategi efisiensi melalui optimasi rute angkut dan penggunaan teknologi hemat energi. Penelitian ini juga mencakup simulasi risiko seperti fluktuasi harga bahan bakar dan peningkatan stripping ratio, yang menunjukkan pentingnya manajemen risiko dalam operasional tambang. Kesimpulannya, rancangan sequence ini memungkinkan operasi tambang berjalan secara efisien dan berkelanjutan, sekaligus memberikan panduan komprehensif untuk pengelolaan sumber daya dan anggaran tambang.

Kata Kunci: Sequence penambangan, nikel laterit, stripping ratio, kebutuhan alat berat, biaya operasional.

PENDAHULUAN

Pulau Sulawesi merupakan salah satu wilayah dengan potensi cadangan nikel terbesar di Indonesia, mencapai sekitar 10.045.573 ton. Menurut data yang dirilis oleh Metal Bulletin Resource pada tahun 2018, sekitar 95% sumber utama nikel di Indonesia terkonsentrasi di tiga provinsi utama, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Kondisi ini menempatkan Sulawesi Tenggara sebagai salah satu kawasan strategis untuk pengembangan industri pertambangan nikel laterit, termasuk di wilayah Kabupaten Bombana. PT Pacific Ore Resources, salah satu perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan ini, memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi untuk komoditas bijih nikel di area seluas 2.672 hektar yang mencakup Blok Utara dan Blok Selatan. Saat ini, Blok Utara menjadi fokus utama untuk tahap eksplorasi lanjutan dengan rencana pembukaan pit baru menggunakan metode tambang terbuka.

Penambangan terbuka membutuhkan perencanaan tambang yang matang agar seluruh tahapan, mulai dari eksplorasi hingga penutupan tambang, dapat berjalan secara efisien dan berkelanjutan. Salah satu komponen penting dalam perencanaan tambang adalah desain pit dan sequence penambangan. Sequence penambangan merupakan urutan tahapan penggalian yang dirancang untuk membagi volume pit menjadi unit-unit yang lebih kecil agar lebih mudah ditangani. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan efisiensi operasi, mengoptimalkan penggunaan sumber daya, serta memastikan pencapaian target produksi yang telah ditetapkan.

Untuk PT Pacific Ore Resources, target produksi sebesar 40.000 ton per bulan menjadi acuan dalam menyusun rancangan sequence penambangan di Blok Utara.

(3)

Selain itu, perencanaan tambang yang baik tidak hanya berfungsi sebagai pedoman operasional tetapi juga untuk meminimalkan risiko teknis, ekonomi, dan lingkungan. Dalam konteks Blok Utara, desain pit harus mempertimbangkan kondisi geologi setempat, termasuk karakteristik endapan nikel laterit yang terbagi dalam zona limonit dan saprolit. Dengan metode selective mining, penggalian diarahkan untuk mengoptimalkan pengambilan bijih nikel dengan kualitas terbaik sambil meminimalkan gangguan terhadap lingkungan. Stripping ratio atau perbandingan antara tanah penutup dan bijih yang dihasilkan menjadi salah satu parameter penting yang harus diperhatikan untuk memastikan keberlanjutan operasi tambang.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh terkait desain pit dan sequence penambangan di Blok Utara PT Pacific Ore Resources. Secara khusus, penelitian ini mencakup perhitungan volume overburden dan cadangan nikel laterit yang dapat ditambang, perancangan urutan penggalian yang sesuai dengan target produksi, serta analisis kebutuhan alat berat pada setiap sequence. Dengan demikian, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengelolaan tambang yang lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan, sekaligus memberikan kontribusi terhadap pengembangan pengetahuan di bidang perencanaan tambang nikel laterit di Indonesia.

METODOLOGI

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan sistematis yang terdiri atas beberapa tahapan utama, dimulai dari pengumpulan data, pengolahan data, hingga analisis yang diperlukan untuk menghasilkan rancangan sequence penambangan yang sesuai dengan target produksi. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.

Data primer dikumpulkan langsung dari lokasi penelitian di Blok Utara PT Pacific Ore Resources, termasuk pengamatan lapangan terhadap waktu edar alat gali muat dan alat angkut, serta kondisi geometri tambang. Sementara itu, data sekunder mencakup informasi yang telah tersedia di perusahaan, seperti spesifikasi alat berat, model blok geologi, data topografi, data geoteknik, serta target produksi bulanan yang telah ditetapkan perusahaan sebesar 40.000 ton.

Pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat lunak khusus yang mendukung pemodelan tambang dan analisis geoteknik. Data geologi, topografi, dan parameter teknis lainnya diintegrasikan untuk membuat desain pit limit, yang menjadi dasar perancangan sequence penambangan. Sequence dirancang dalam enam tahapan, dengan mempertimbangkan urutan penambangan yang efisien dan aman. Proses ini juga memperhitungkan volume

(4)

overburden yang harus dikupas dan cadangan bijih nikel laterit yang dapat ditambang pada setiap tahapan. Stripping ratio dihitung untuk memastikan bahwa desain tambang tidak hanya memenuhi aspek teknis tetapi juga ekonomis.

Selanjutnya, analisis produktivitas alat berat dilakukan untuk menentukan kebutuhan alat gali muat dan alat angkut pada setiap sequence. Perhitungan produktivitas mencakup berbagai parameter, seperti kapasitas bucket, waktu edar (cycle time), efisiensi kerja alat, serta faktor pengembang material (swell factor). Data ini kemudian digunakan untuk menghitung jumlah alat berat yang dibutuhkan agar target produksi tercapai. Penentuan keserasian kerja antara alat gali muat dan alat angkut dilakukan dengan metode match factor (MF), yang memastikan bahwa kedua jenis alat bekerja secara optimal tanpa adanya waktu tunggu yang signifikan.

Analisis lebih lanjut dilakukan untuk mengevaluasi efisiensi desain sequence terhadap kondisi lapangan dan target produksi. Hal ini mencakup simulasi pengoperasian alat berat di jalur angkut dan desain pit untuk memastikan kelayakan teknis serta operasional. Hasil pengolahan data dan analisis disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan model tiga dimensi yang menggambarkan rancangan sequence penambangan secara visual. Proses ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai tahapan operasional tambang, sehingga rekomendasi yang dihasilkan dapat langsung diterapkan oleh perusahaan.

Melalui pendekatan metodologi ini, penelitian tidak hanya berfokus pada aspek teknis perancangan tambang, tetapi juga mempertimbangkan efisiensi operasional dan keselarasan dengan target produksi perusahaan. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi yang aplikatif untuk pengelolaan tambang yang lebih efektif dan berkelanjutan di Blok Utara PT Pacific Ore Resources.

PEMBAHASAN

Dalam perancangan sequence penambangan nikel laterit di Blok Utara PT Pacific Ore Resources, pembahasan ini menyoroti hubungan antara kebutuhan teknis, anggaran biaya, serta input, proses, dan output yang dihasilkan dari setiap tahapan perencanaan. Fokus pembahasan mencakup evaluasi biaya operasional, efisiensi penggunaan sumber daya, serta dampak terhadap target produksi. Dengan pendekatan yang sistematis, setiap elemen dalam

(5)

perencanaan tambang dianalisis untuk memastikan kesesuaian dengan parameter teknis dan keuangan perusahaan.

Input utama dalam perancangan ini adalah data geologi, topografi, dan karakteristik material yang ada di lokasi tambang. Data geologi meliputi model blok endapan bijih nikel laterit, yang menjadi dasar untuk menentukan volume cadangan bijih yang dapat ditambang, serta tanah penutup (overburden) yang harus dikupas. Berdasarkan analisis, total cadangan bijih nikel di Blok Utara adalah sebesar 232.489,47 ton, dengan total volume overburden mencapai 537.689,19 BCM. Selain itu, data topografi memberikan informasi tentang kontur permukaan tanah, yang digunakan untuk merancang geometri pit dan jalan angkut. Parameter lain seperti stripping ratio sebesar 2,3:1 menunjukkan perbandingan antara jumlah overburden dan bijih yang dapat diambil. Input tambahan mencakup spesifikasi alat berat, waktu edar (cycle time), serta target produksi bulanan sebesar 40.000 ton yang menjadi acuan utama dalam perencanaan.

Proses perancangan dimulai dari penentuan ultimate pit limit, yaitu batas maksimal penambangan yang tetap ekonomis. Dengan mempertimbangkan stripping ratio dan nilai ekonomis cadangan, ultimate pit limit dirancang untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia. Berdasarkan ultimate pit limit ini, volume pit dibagi menjadi enam tahap sequence penambangan untuk memudahkan operasional. Setiap sequence dirancang agar memiliki volume material yang relatif seimbang dengan target produksi, sehingga distribusi pekerjaan dapat dilakukan secara efisien. Proses ini melibatkan pemodelan tiga dimensi menggunakan perangkat lunak tambang, yang memungkinkan visualisasi rancangan pit dan sequence secara akurat.

Setelah rancangan sequence selesai, langkah berikutnya adalah menghitung kebutuhan alat berat untuk setiap tahap penambangan. Dalam penelitian ini, perhitungan produktivitas alat dilakukan untuk alat gali muat (hydraulic excavator) dan alat angkut (dump truck). Parameter seperti kapasitas bucket, waktu edar, dan efisiensi kerja alat digunakan untuk menentukan jumlah alat yang optimal. Pada sequence pertama, misalnya, kebutuhan alat terdiri dari tiga unit alat gali muat dan 21 unit alat angkut. Jumlah ini dihitung berdasarkan volume overburden sebesar 112.404,21 BCM dan bijih nikel laterit sebesar 40.221,58 ton yang harus diangkut.

Analisis keserasian kerja antara alat gali muat dan alat angkut dilakukan dengan menggunakan metode match factor (MF), yang memastikan bahwa kedua jenis alat bekerja secara optimal tanpa waktu tunggu yang signifikan.

(6)

Anggaran biaya menjadi elemen kunci dalam perencanaan ini, karena setiap tahap penambangan membutuhkan alokasi dana yang signifikan. Biaya operasional dalam penambangan nikel laterit mencakup biaya bahan bakar, perawatan alat berat, gaji operator, serta biaya tak terduga seperti perbaikan alat dan gangguan cuaca. Berdasarkan perhitungan, biaya bahan bakar merupakan komponen terbesar, mengingat alat berat seperti excavator dan dump truck memiliki konsumsi bahan bakar yang tinggi. Misalnya, untuk excavator dengan kapasitas 3 m³, konsumsi bahan bakar rata-rata adalah 20–25 liter per jam, sementara untuk dump truck dengan kapasitas 30 ton, konsumsi bahan bakar mencapai 15–20 liter per jam. Jika waktu kerja efektif alat berat adalah 20 jam per hari, maka biaya bahan bakar untuk satu unit excavator dan dump truck dalam satu bulan dapat mencapai ratusan juta rupiah.

Selain biaya bahan bakar, biaya perawatan alat berat juga menjadi komponen penting.

Perawatan rutin diperlukan untuk menjaga alat berat tetap dalam kondisi optimal, sehingga produktivitas dapat terjaga. Biaya perawatan mencakup penggantian suku cadang, pelumas, serta inspeksi berkala. Berdasarkan pengalaman operasional tambang, biaya perawatan alat gali muat rata-rata adalah sekitar 10% dari total biaya operasional bulanan, sementara untuk alat angkut, biayanya mencapai 7–8%. Biaya gaji operator dan staf pendukung lainnya juga perlu diperhitungkan, dengan jumlah operator yang disesuaikan dengan jumlah alat berat yang digunakan.

Proses selanjutnya adalah evaluasi hasil rancangan untuk memastikan bahwa output yang dihasilkan sesuai dengan target produksi dan anggaran biaya yang telah direncanakan.

Pada sequence pertama hingga kelima, target produksi bulanan sebesar 40.000 ton dapat dicapai dengan jumlah alat berat yang dirancang. Namun, pada sequence keenam, volume bijih yang tersedia lebih rendah dari target produksi bulanan, yaitu hanya sebesar 30.043,81 ton. Hal ini disebabkan oleh menurunnya cadangan bijih di Blok Utara, yang mengindikasikan perlunya eksplorasi tambahan untuk menemukan cadangan baru atau pengalihan operasi ke blok lain yang masih memiliki cadangan bijih yang cukup.

Dari perspektif output, rancangan sequence ini menghasilkan enam tahapan penambangan yang dirancang untuk mengoptimalkan efisiensi operasional. Setiap tahapan memiliki volume overburden dan bijih yang jelas, kebutuhan alat berat yang spesifik, serta estimasi biaya operasional yang terperinci. Misalnya, pada sequence keempat, volume overburden mencapai puncaknya, yaitu sebesar 130.332,06 BCM, dengan jumlah alat angkut yang dibutuhkan mencapai 23 unit. Sementara itu, pada sequence terakhir, volume overburden

(7)

menurun drastis menjadi 33.297,46 BCM, sehingga kebutuhan alat angkut berkurang menjadi hanya 13 unit.

Output lain yang dihasilkan dari rancangan ini adalah rekomendasi untuk pengelolaan tambang yang lebih efisien. Misalnya, untuk mengurangi biaya operasional, perusahaan dapat mempertimbangkan penggunaan alat berat dengan konsumsi bahan bakar yang lebih rendah atau teknologi otomatisasi untuk meningkatkan produktivitas. Selain itu, perbaikan jalan angkut juga dapat membantu mengurangi waktu edar alat angkut, sehingga efisiensi operasional meningkat.

Dalam setiap kegiatan operasional tambang, perencanaan anggaran biaya menjadi salah satu faktor kunci yang menentukan keberlanjutan dan keberhasilan proyek. Untuk Blok Utara PT Pacific Ore Resources, biaya yang paling signifikan berasal dari bahan bakar alat berat, perawatan, serta biaya tenaga kerja. Dengan rata-rata konsumsi bahan bakar alat gali muat (excavator) sebesar 20–25 liter per jam dan alat angkut (dump truck) sebesar 15–20 liter per jam, perusahaan harus mengalokasikan dana yang signifikan untuk bahan bakar. Misalnya, untuk satu unit excavator yang bekerja 20 jam per hari selama 25 hari kerja dalam sebulan, total konsumsi bahan bakar mencapai 10.000–12.500 liter. Dengan harga bahan bakar industri yang berkisar antara Rp15.000–Rp17.000 per liter, biaya bahan bakar untuk satu excavator dapat mencapai Rp150 juta hingga Rp212 juta per bulan. Jika perusahaan menggunakan tiga unit excavator, total biaya bahan bakar bisa mencapai Rp450 juta hingga Rp636 juta hanya untuk alat gali muat.

Biaya bahan bakar alat angkut bahkan lebih tinggi karena jumlah alat angkut yang digunakan lebih banyak. Pada sequence pertama, dengan 21 unit dump truck yang beroperasi selama 20 jam per hari, konsumsi bahan bakar bulanan bisa mencapai 315.000–420.000 liter, yang setara dengan biaya Rp4,7 miliar hingga Rp7,1 miliar. Biaya ini akan meningkat pada sequence keempat, di mana jumlah alat angkut mencapai 23 unit. Oleh karena itu, efisiensi penggunaan bahan bakar menjadi perhatian utama dalam operasional tambang. Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah pengoptimalan rute jalan angkut untuk mengurangi waktu tempuh dan konsumsi bahan bakar. Selain itu, perusahaan dapat mempertimbangkan penggunaan alat angkut dengan teknologi hybrid atau bahan bakar alternatif untuk mengurangi biaya jangka panjang.

(8)

Selain bahan bakar, biaya perawatan alat berat juga memainkan peran penting dalam anggaran tambang. Perawatan rutin meliputi penggantian suku cadang, pelumas, serta inspeksi berkala untuk memastikan alat berat tetap dalam kondisi optimal. Berdasarkan standar industri, biaya perawatan untuk excavator berkisar antara Rp15 juta hingga Rp30 juta per bulan per unit, tergantung pada intensitas penggunaan dan kondisi alat. Sementara itu, biaya perawatan dump truck bisa mencapai Rp10 juta hingga Rp25 juta per bulan per unit. Jika diakumulasikan, total biaya perawatan untuk semua alat berat pada setiap sequence dapat mencapai ratusan juta rupiah. Untuk mengelola biaya ini secara efisien, perusahaan dapat menerapkan sistem manajemen perawatan berbasis prediktif, yang menggunakan data real-time untuk memantau kondisi alat dan mencegah kerusakan sebelum terjadi.

Biaya tenaga kerja juga menjadi komponen penting dalam anggaran tambang. Setiap unit alat berat membutuhkan setidaknya satu operator per shift kerja. Dengan dua shift per hari, jumlah operator yang dibutuhkan pada sequence pertama adalah tiga operator untuk excavator dan 42 operator untuk dump truck. Gaji rata-rata operator tambang berkisar antara Rp5 juta hingga Rp7 juta per bulan, tergantung pada tingkat keahlian dan lokasi kerja. Jika ditambahkan dengan tunjangan dan insentif, total biaya tenaga kerja pada sequence pertama bisa mencapai Rp270 juta hingga Rp350 juta per bulan. Untuk mengurangi beban biaya tenaga kerja, perusahaan dapat mempertimbangkan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas operator atau mengadopsi teknologi otomatisasi seperti haul truck autonomous system (sistem truk otonom).

Selain biaya langsung, ada pula biaya tidak langsung yang perlu diperhatikan, seperti biaya pengelolaan lingkungan, keselamatan kerja, dan administrasi. Sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dan lingkungan, perusahaan harus mengalokasikan anggaran untuk rehabilitasi lahan, pengelolaan limbah, dan pemantauan kualitas lingkungan. Berdasarkan pengalaman industri, biaya pengelolaan lingkungan biasanya berkisar antara 5% hingga 10%

dari total biaya operasional. Dalam kasus PT Pacific Ore Resources, jika total biaya operasional bulanan mencapai Rp10 miliar, maka anggaran untuk pengelolaan lingkungan bisa mencapai Rp500 juta hingga Rp1 miliar per bulan.

Analisis Risiko dan Mitigasi

Salah satu risiko utama dalam operasi tambang adalah fluktuasi harga bahan bakar. Jika harga bahan bakar naik hingga 20%, seperti yang sering terjadi dalam situasi global yang tidak

(9)

stabil, biaya bahan bakar bulanan untuk seluruh alat berat bisa meningkat dari Rp7 miliar menjadi Rp8,4 miliar pada sequence keempat. Untuk mengantisipasi risiko ini, perusahaan perlu menjalin kontrak jangka panjang dengan penyedia bahan bakar untuk mendapatkan harga tetap. Selain itu, penggunaan teknologi pengelolaan bahan bakar seperti sistem monitoring konsumsi dapat membantu mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan efisiensi.

Risiko lain adalah gangguan operasional akibat cuaca buruk, seperti hujan lebat yang dapat memperburuk kondisi jalan angkut. Dalam situasi seperti ini, waktu edar alat angkut dapat meningkat hingga 30%, yang akan berdampak langsung pada produktivitas dan biaya operasional. Untuk mitigasi, perusahaan perlu menginvestasikan dana untuk memperbaiki infrastruktur jalan angkut dan memasang sistem drainase yang efektif di area tambang.

Penerapan teknologi pelacakan cuaca juga dapat membantu perusahaan merencanakan jadwal kerja yang lebih fleksibel.

Selain itu, risiko teknis seperti kerusakan alat berat juga harus diperhitungkan.

Berdasarkan data industri, kerusakan alat berat dapat menyebabkan downtime hingga 10% dari total waktu kerja, yang berpotensi menurunkan produksi hingga 4.000 ton per bulan. Untuk mengurangi risiko ini, perusahaan perlu meningkatkan frekuensi inspeksi alat dan memastikan ketersediaan suku cadang di lokasi tambang. Pelatihan operator juga penting untuk meminimalkan kesalahan manusia yang dapat menyebabkan kerusakan alat.

Simulasi Dampak Variabel Operasional

Untuk memahami dampak perubahan variabel operasional terhadap efisiensi tambang, simulasi dilakukan dengan menggunakan skenario yang berbeda. Pada skenario pertama, jika efisiensi alat berat meningkat sebesar 10% melalui optimasi rute dan pelatihan operator, maka produktivitas dump truck dapat meningkat dari 120 ton per jam menjadi 132 ton per jam. Hal ini akan mengurangi jumlah alat angkut yang diperlukan pada sequence pertama dari 21 unit menjadi 19 unit, yang pada akhirnya dapat menghemat biaya operasional hingga Rp2 miliar per bulan.

Pada skenario kedua, jika harga bahan bakar turun sebesar 10%, biaya bahan bakar untuk alat gali muat dan alat angkut pada sequence keempat akan turun dari Rp8 miliar menjadi Rp7,2 miliar. Penghematan ini dapat dialokasikan untuk investasi dalam teknologi otomatisasi, yang dapat meningkatkan efisiensi jangka panjang.

(10)

Sementara itu, pada skenario ketiga, jika terjadi peningkatan stripping ratio menjadi 2,5:1 akibat overburden yang lebih tebal dari perkiraan, volume material yang harus dikupas akan meningkat hingga 10%. Dalam kondisi ini, perusahaan perlu menambah alat gali muat dan alat angkut untuk memenuhi target produksi, yang akan meningkatkan biaya operasional hingga Rp1,5 miliar per bulan. Untuk mengatasi tantangan ini, perusahaan dapat menerapkan metode selective mining untuk memprioritaskan penggalian bijih dengan kualitas terbaik.

Output dan Manfaat

Output utama dari rancangan sequence ini adalah enam tahapan penambangan yang dirancang untuk memastikan efisiensi operasional dan pencapaian target produksi. Dengan total cadangan bijih sebesar 232.489,47 ton, desain sequence ini memungkinkan perusahaan untuk memenuhi target produksi bulanan sebesar 40.000 ton hingga sequence kelima. Selain itu, rancangan ini memberikan panduan rinci untuk kebutuhan alat berat, anggaran biaya, dan strategi pengelolaan risiko, yang dapat membantu perusahaan dalam mengambil keputusan operasional yang lebih baik.

Manfaat lain dari rancangan ini adalah peningkatan efisiensi dan keberlanjutan operasi tambang. Dengan pendekatan yang terintegrasi, perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya, mengurangi biaya operasional, dan meminimalkan dampak lingkungan. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi perusahaan lain dalam industri tambang nikel laterit untuk merancang operasi yang lebih efektif.

KESIMPULAN

Penelitian ini berhasil merancang sequence penambangan yang terintegrasi dan efisien untuk operasi tambang nikel laterit di Blok Utara PT Pacific Ore Resources. Rancangan sequence yang terdiri dari enam tahap telah disusun dengan mempertimbangkan parameter teknis, ekonomi, dan operasional, termasuk volume cadangan bijih, volume overburden, stripping ratio, kebutuhan alat berat, serta target produksi bulanan sebesar 40.000 ton.

Berdasarkan hasil analisis, total cadangan bijih nikel laterit yang dapat ditambang di Blok Utara adalah sebesar 232.489,47 ton, dengan stripping ratio sebesar 2,3:1. Perencanaan ini memungkinkan operasi tambang berjalan secara sistematis, dimulai dari tahap pembukaan pit hingga penyelesaian tahap akhir, dengan memastikan bahwa setiap sequence dirancang untuk memenuhi target produksi perusahaan secara optimal.

(11)

Dari sudut pandang teknis, desain sequence memberikan solusi yang sesuai untuk mengatasi tantangan operasional di lapangan, seperti pengelolaan volume overburden yang signifikan dan pengaturan alat berat. Sequence pertama hingga kelima dirancang untuk menghasilkan tonase bijih yang konsisten dengan target produksi bulanan, sementara sequence keenam, meskipun memiliki volume bijih yang lebih rendah, tetap memberikan kontribusi penting dalam menyelesaikan penggalian di Blok Utara. Penentuan kebutuhan alat berat berdasarkan analisis produktivitas menunjukkan bahwa tiga unit alat gali muat dan hingga 23 unit alat angkut diperlukan pada peak sequence, dengan keserasian kerja alat yang optimal berdasarkan perhitungan match factor (MF). Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan tambang yang dilakukan telah mempertimbangkan efisiensi dan kelayakan operasional.

Dari perspektif ekonomi, anggaran biaya yang dirancang dalam penelitian ini mencakup biaya bahan bakar, perawatan alat berat, gaji tenaga kerja, dan biaya tidak langsung seperti pengelolaan lingkungan. Analisis menunjukkan bahwa biaya bahan bakar menjadi komponen terbesar dalam anggaran operasional tambang, diikuti oleh biaya perawatan dan tenaga kerja. Untuk mengelola biaya ini secara efisien, penelitian ini merekomendasikan strategi seperti optimasi rute jalan angkut, penggunaan teknologi hemat energi, serta penerapan sistem manajemen perawatan berbasis prediktif. Selain itu, pengelolaan risiko seperti fluktuasi harga bahan bakar, gangguan cuaca, dan kerusakan alat berat juga telah dipertimbangkan dalam perencanaan, dengan rekomendasi mitigasi yang jelas untuk setiap skenario.

Penelitian ini juga memberikan pandangan yang lebih luas tentang bagaimana perubahan variabel operasional dapat memengaruhi efisiensi tambang. Simulasi yang dilakukan menunjukkan bahwa peningkatan efisiensi alat berat sebesar 10% dapat menghasilkan penghematan signifikan dalam biaya operasional, sementara kenaikan stripping ratio atau harga bahan bakar dapat meningkatkan biaya secara substansial. Dengan memahami dinamika ini, perusahaan dapat mengambil langkah proaktif untuk mengelola risiko dan memaksimalkan efisiensi tambang.

Secara keseluruhan, rancangan sequence penambangan yang disusun dalam penelitian ini tidak hanya memenuhi target produksi tetapi juga memberikan panduan komprehensif untuk pengelolaan tambang yang lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan. Desain ini memungkinkan perusahaan untuk mengoptimalkan sumber daya yang tersedia sambil meminimalkan dampak lingkungan dan risiko operasional. Dengan pendekatan ini, PT Pacific Ore Resources dapat meningkatkan daya saingnya di industri pertambangan nikel laterit, sekaligus mendukung

(12)

pengembangan tambang yang lebih ramah lingkungan. Hasil penelitian ini juga memiliki nilai tambah sebagai referensi bagi perusahaan tambang lain yang ingin menerapkan strategi serupa dalam perencanaan dan operasi mereka. Di masa depan, penelitian ini dapat diperluas dengan memasukkan analisis lebih lanjut tentang dampak teknologi baru atau pengembangan sumber daya manusia dalam meningkatkan produktivitas tambang.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Chatterjee, S., Samanta, B., & Pal, S. K. (2016). Open-pit mining sequence optimization using mathematical programming. International Journal of Mining Science and Technology, 26(3), 493–501.

Díaz, A. F., Castro, J. P., & Vargas, E. A. (2021). Optimal design and scheduling of open-pit mining operations. Journal of Mining Science, 57(6), 1132–1147.

Elias, M. (2002). Nickel laterite deposits: Geological overview, resources and exploitation. Ore Geology Reviews, 20(3), 205–220.

Golightly, J. P. (1981). Nickeliferous laterites: A general description. Economic Geology, 76(4), 1006–1011.

Hustrulid, W., Kuchta, M., & Martin, R. K. (1992). Open pit mine planning and design. CRC Press.

Madeppungeng, A. (2019). Penentuan produktivitas alat berat pada kegiatan penambangan nikel laterit. Jurnal Teknik Pertambangan, 25(1), 45–58.

Martadinata, F., & Sepriadi, A. (2019). Evaluasi perancangan tambang pada penambangan terbuka. Jurnal Teknik Mineral dan Lingkungan, 6(2), 78–84.

Sudrajat, R., Anaperta, J., & Pratama, Y. (2019). Cycle time and match factor analysis in mining operations. Journal of Mining Engineering, 8(3), 13–21.

Referensi

Dokumen terkait