• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANTEN - Spada UNS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "MANTEN - Spada UNS"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

UPACARA

“PERKAWINAN”

(2)

perkawinan

 Perkawinan sebagai bagian unsur kebudaya yang berisfat universal ditemukan di seluruh kebudayaan manapun.

 Secara umum, perkawinan merupakan

bentuk kontrak sosial antara laki-laki dan

perempuan untuk hidup bersama.

(3)

PERKAWINAN DALAM BUDAYA JAWA

budaya Jawa memandang perkawinan sebagai ritus yang sakral. Budaya Jawa memanifestasikan perkawinan kedalam arca lingga-Yoni. Lingga sebagai wujud maskulinitas sedangkan Yoni wujud feminimitas.

Lingga-Yoni dan perkawinan memiliki ketinggian makna

yang luhur, yaitu melambangkan hakikat peleburan,

penyatuan yang melahirkan suatu penciptaan dari yang

belum ada menjadi ada. Tidak hanya manusia, secara

mekanisme, alam semesta dan nilai-nilai kehidupan

juga menggunakan konsep perkawinan.

(4)

Makna dan prosesi pernikahan Jawa

setiap prosesi dalam perkawinan dirancang dengan dengan seksama dan mengandung makna simbolis mengenai kebijaksanaan dan kearifan lokal.

1. Petungan

a.

Bebet: Pertimbangan status sosial, pekerjaan, tingkat ekonomi, kedudukan dan lain lain.

b.

Bibit: Pertimbangan asal usul atau keturunan, dalam memilih jodoh harus diperhatikan orang tuanya, kakek nenek nya dan leluhurnya.

c.

Bobot: pertimbangan budi pekerti. Bagaimana kelakuan, sifat, bagaimana kepribadian, etika, moral, sopan santun.

d.

Petung (salakirabi) : Perhitungan weton berdasrkan hari

sepasaran, wuku, mangsa, naga dina kelahiran kedua

calon, bahkan arah rumah .

(5)

2. MELAMAR

b. Congkog: perwakilan diutus untuk menanyakan dan mencari informasi tentang kondisi dan situasi calon besan yang putrinya akan dilamar.

c. Salar : dilakukan manakala perwakilan dari keluarga mempelai pria masih belum juga mendapatkan jawaban. Salar pada dasarnya adalah upaya untuk mendapatkan kepastian, apakah mungkin kedua calon mempelai bisa dipersatukan dalam rumah tangga.:

d. Nontoni. Setelah lampu hijau diberikan oleh calon besan, orang tua, keluarga besar beserta calon mempelai pria berkunjung ke rumah calon mempelai wanita untuk saling “dipertontonkan’’.

e. Nglamar. Utusan dari orang tua calon mempelai pria datang melamar pada hari yang sudah disepakati.

(6)

3. Asok Tukon

• Asok artinya membayar dan tukon artinya pembelian. Dalam prosesi pihak laki-laki memberikan sejumlah uang dan pemberian barang tertentu seperti rasukan sapangadeg, perhiasan, makanan dll.

Prosesi ini sebagai wujud penghormatan

kepada pihak perempuan dengan memberi

pemberian tersebut.

(7)

4. PANINGSET

Tujuan paningset adalah agar calon suami istri tidak berpaling pada pilihan lain. Lambang kuatnya ikatan dan komitmen untuk mewujudkan dua kesatuan ditandai dengan tukar cincin atau benda benda tertentu seperti :

Setagen : agar kuat menerima permasalahan hidup nantinya

Semekan/ kemben: lambang kesusilaan perempuan

Sindhur: melambangkan bahwa manusia bermula dari Bapak dan Ibu

Sesupe ali-ali: sebagai tanda komitmen cinta.

Mulanya dipasang di jari tangan kiri “Ngrasuk Kalpika

rukmi”. Kemudian setelah ijab qobul dipasang di jari

tangan kanan “Liru kalpika tresna”

(8)

5. KUMBAKARNAN

• Pertemuan membentuk panitia dengan

mengundang sanak saudara, keluarga, tetangga

dan kenalan. Termasuk membicarakan rincian

pembagian kerja untuk panitia dan para

pelaksananya. Prosesi ini terinspirasi dari tokoh

pewayangan, yaitu Kumbakarana satria dari

Alengka yang suka menolong, berbuat baik dan

dermawan.

(9)

6. Pingitan

• kedua mempelai tidak boleh bertemu secara langsung. Pada mulanya pingitan dilakukan selama 1-2 bulan, namun pada masa modern ini waktunya dipangkas menjadi 5 atau 7 hari. Selama proses ini pengantin wanita tidak boleh keluar rumah, dan hanya boleh beraktifitas di dalam rumah. Proses ini bermakna mengajarkan kepada kedua mempelai untuk sabar, dan menahan nafsu.

Selain itu proses ini juga bisa sebagai waktu

berkontemplasi dan mempersiapkan mental

sebelum pernikahan

(10)

7. JONGGOLAN

• Calon pengantin melapor ke KUA. Tata cara ini

sering disebut tandhakan atau tandhan, yang

mempunyai arti memberitahu dan melaporkan

kepada pihak kantor pencatatan sipil bahwa akan

ada hajatan pernikahan yang dilanjutkan dengan

pembekalan pernikahan.

(11)

8. TARUB

• Tanda resmi bahwa akan ada hajatan mantu. Tarub berarti hiasan dari janur kuning atau daun kelapa muda yang disuwir-suwir dan dipasang di sisi tratag dan ditempelkan pada pintu gerbang tempat resepsi acara. Selain itu juga dilengkapi tuwuhan bleketepe yang sangat beragam.

• Prosesi ini dimaksudkan untuk napak tilas

pernikahan Jaka Tarub dan Dewi Nawangwulan

pada jaman dahulu rumah Nyi Tarub sangat kecil

dan terpencil dekat hutan, maka dibuatlah janur

yang dianam untuk memperhias rumahnya.

(12)

•tarub dilingkungan keraton Yogyakarta diartikan sebagai suatu atap sementara di halaman rumah yang dihias dengan janur melengkung pada tiangnya dan bagian tepi tarub untuk perayaan pengantin, atap tambahan itu disebut gaba-gaba sebagai atap tambahan untuk berteduh para tamu dan undangan pada upacara perhelatan mantu, tarub terbuat dari anyaman blarak ( daun kelapa ) untuk keperluan sementara atap tambahan.

•Tarub dapat dibuat singkatan ( jarwa dhosok ) nata lan murub atau ditata dimen murub ( dihias agar tampak indah ), nata lan murub mengandung maksud bahwa api asmara maupun api kehidupan senantiasa harus diatur ( ditata ) agar hidup kita berirama, indah dan membahagiakan ( khususnya bagi pengantin berdua ).

•Tarub dalam bahasa arab adalah Ta’aruf yang berarti pengumuman ( tengara ), pemasangan tarub secara tidak langsung memberikan pengumuman kepada para tetangga dan handai taulan bahwa pada saat itu orang tua akan menikahkan putri tercintanya

(13)

• Janur mempunyai makna : sejane ning Nur, arah menggapai cahaya Ilahi, Kuning sabda jadi yang dihasilkan dari hati atau jiwa yang bening dan filosofinya suatu cita-cita yang mulia untuk

menggapai cahaya Illahi dengan hati yang bening dan untuk mendapatkan keberkahan.

•Pisang Ada yang memaknai sebagai rasa cinta sejati karena pohon pisang hanya berbuah sekali selama hidupnya, artinya manusia

dalam membangun keluarga cukup sekali saja sebagai pasangan yang setia sehidup-semati. Pendapat lainnya mengatakan bahwa dengan adanya pisang raja diharapkan kedua mempelai kelak bisa menajadi Raja dan Ratu Pemilihan pisang raja yang matang secara alami (suluhan) biasa diartikan kedua mempelai adalah pribadi yang benar-benar sudah dewasa, bukan produk karbitan.

(14)

Berbagai daun penghias dimaknai sebagai elemen pendukung sandang, pangan dan papan biasanya disimbolkan dengan berbagai dedaunan yang dirangkai disekitar pohon pisang raja.

Daun Randu dan Pari Sewuli. Daun randu mempunyai arti makna sandang dan pari sewuli mempunyai arti makna pangan .Godhong Opo-Opo (macam-macam daun penangkal halangandan rintangan). - Daun Beringin mempunyai makna melindungi . Daun Kluwih mempunyai makna dalam bahasa Jawa linuwih . Daun Alang-Alang, Daun Kara , Daun Maja.

Ketiga macam daun ini memberi makna agar rumah tangga jauh dari macam-macam rintangan dan halangan. - Daun Kemuning Dan Daun Girang. Kedua macam daun ini memberi makna kebahagiaan

(15)

• Cengkir kuning/gading (kelapa gading muda). Cengkir dari kata kencengging pikir (teguh pemikirannya/kemauan

yang keras), Gading atau warna kuning dari kata kalbu

kang wening (hati yang bening/bersih). Dari cengkir gading inilah ada sebuah pesan bahwa kedua mempelai

diharapkan dapat memiliki kemauan yang keras dari hati yang suci untuk dapat mencapai tujuan bersama.

• •Tebu wulung (tebu warna hitam) berarti anteb ing kalbu (yakin dalam hati), dan Wulung yang berarti ulung,

unggulan, sejati dan murni. Maknanya, dari mempelai

diharapkan dalam membangun rumah tangga memiliki

keyakinan yang teguh dalam hati, sehingga mampu

menciptakan keluarga yang bahagia, sejahtera.

(16)

7. MIDODARENI DAN KEMBAR MAYANG

Sering disebut Sekar Kalpataru Dewandaru, sebagai lambang kebahagiaan dan keselamatan. Menurut adat Keraton Surakarta midodreni melambangkan turunnya para bidadari yang turun kebumi untuk meberikan berkah dari Gusti Allah kepada yang mempunyai hajat. Prosesi ini adalah wujud akulturasi antara budaya Islam dan budaya Jawa. Jika acara telah selesai, kembar

mayang akan dibuang di perempatan jalan, sungai atau laut agar

kedua pengantin selalu ingat asal muasalnya.

Kepungan: Acara kepungan dilakukan lewat tengah malam

setelah acara midodaren. Biasanya menggunakan uba rampe

tumpeng atau berbagai makanan, setelaha makanan tersebut

diberi doa doa kemdian dimakan secara dikepung (bersama

sama).

(17)

9. LANGKAHAN

• Menurut ajaran H.S.P.B.IV “ Manusia janganlang menentukan datangnya jodoh. Jodoh itu kehendak Hyang Widhi. Kapanpun dan Siapapun yang

mendapat, maka relakanlah, melalui tatacara dan upacara langkahan.

• Ubarampe : tumpeng, ayam ingkung bakar,

pakaian sak pengadek atau sesuai permintaan.

(18)

10. SIRAMAN

Upacara Siraman mengandung makna memandikan calon mempelai yang disertai dengan niat membersihkan diri agar menjadi bersih dan suci lahir dan batin. Dalam proses ini yang menyiram bisa 7 atau 9. 7 (pitu) yang melambangkan 7 hari dalam seminggu dalam adat Kraton Surakarta bermakna agar mendapat berkah “Dewaning Dina”.

Sedangkan apabila 9 bermakna manusia agar tidak lupa menjaga kesucian 9 lubang yang ada pada dirinya. Serta dapat doartikan bahwa Jawa tidak berpisah dari Islam. Karena Wali 9 (sanga) tidak memisahkan Jawa dan Islam.

Selain itu air yang digunakan harus dari 7 sumber yang berbeda, karena 7 (pitu) bagai masyarakat jawa merupakan simbol pitulungan

(19)

Pecah Kendi: Prosesi ini berwujud memcahkan kendi yang tadi digunakan siraman. Ibu pengantin perempuan

atau Pameas atau orang yang terakhir akan memecahkan kendi dan mengatakan: "Wis Pecah Pamore" yang memiliki makna sekarang sang pengantin siap untuk menikah.

Pangkas & Tanem rikma: Upacara memotang sedikit rambut pengantin perempuan kemudian ditanam

dibelakang atau samping kanan rumah. Bermakna bahwa mempelai perempuan tetap menjadi bagian keluarganya walaupun telah hidup berumah tangga sendiri bersama suaminya.

Ngerik: Setelah siraman pengantin perempuan masuk kedalam kamar kemudian pamaes menata dan memberi wangian di rambutnya. Upacara ngerik ini pada dasarnya adalah semacam waktu untuk merias pengantin

perempuan setelah terkena air setelah siraman.

(20)

11. SADEYAN DHAWET

Prosesi sadeyan dawet, penjualnya adalah ibu calon mempelai wanita yang dipayungi oleh ayah calon mempelai wanita. Pembelinya yaitu para tamu yang hadir, yang menggunakan pecahan genting sebagai uang.

Payung: Agar selalu mendapat pengayoman Tuhan

Jual Beli: Bermakna bahwa suami istri saat ada permasalahan harus berembug, dipertimbangkan solusi yang mendamaikan.

Dhawet: Dhawet rasanya enak dan manis, dengna begitu semoga rasa enak dan manis tersebut juga terasa sampai pengantin berkeluarga

Uang Kreweng: Menggunakan kreweng dari genting baru. Kreweng

melambangkan manusia yang tercipta dari unsur tanah, api, air dan angin, yang dilantarkan melalui Bapak dan Ibu.

Setelah sadeyan dawet sang Ibu akan membawa hasil berupa jajan pasar dan kreweng dan diberikan kepada sang anak sebagai simbol sangu terakhir yang diberikannya kepada sang anak.

(21)

12. AKAD NIKAH/ IJAB

Sebagai prosesi pertama pada puncak resepsi ini adalah pelaksanaan ijab qobul yang melibatkan pihak penghulu dari KUA. Setelah acara ini berjalan dengan lancar dan sah, maka kedua pengantin telah resmi menjadi sepasang suami istri.

13. TEMPUKING DAMEL/ PANGGIH

Setelah upacara ijab qobul selesai, selanjutnya dilanjutkan dengan upacara panggih yang meliputi:

a. Liron kembar mayang: saling menukar kembang mayang

dengan arti dan tujuan bersatunya cipta, rasa dan karsa demi kebahagiaan dan keselamatan.

b. Gantal atau lempar sirih:

dengan harapan semoga semua

godaan hilang terkena lemparan tersebut.

(22)

d.

Ngombe parem: yang menjadi simbol air hidup, air suci, air mani dan dilanjutkan dengan di-kepyok bunga warna-warni dengan harapan keluarga mereka bisa berkembang segala-segalanya dan bahagia lahir batin.

e.

Ngidak tigan: Dalam upacara ini, pengantin pria diharuskan menginjak telur hingga pecah tanpa menggunakan alas kaki.

Kemudian setelah telurnya pecah, sang mempelai wanita harus

membasuh dan membersihkan kaki sang suami dari sisa-sisa

pecahan telur. Telur melambangkan keprawanan wanita yang

masih terjaga dan belum ternodai. Sedangkan pria yang

menginjak melambangkan bahwa laki laki harus bekerja keras

memenuhi kebutuhan keluarganya nanti. Perempuan yang

membasuh melambangkan bahwa perempuan hendaknya

pengertian dan sayang terhadap laki laki yang menafkahinya.

(23)

f.

Gendongan/Sinduran: yakni menyampirkan kain (sindur) ke pundak mempelai dan menuntun mempelai pengantin ke kursi pelaminan dengan harapan keduanya pantang menyerah dan siap menghadapi segala tantangan hidup. ritual ini mengandung makna kedua orang tua seharusnya menunjukkan jalan kehidupan bagi kedua putranya kelak sedangkan ibunya mendukung dari belakang.

Ritual ini juga memberi makna bahwa kedua orang

tua pengantin telah selesai melakukan tugasnya

sebagai orang tua. Dan sekarang telah rela

melepas anaknya untuk menjalani kehidupan

barunya.

(24)

Setelah upacara panggih, kedua pengantin diantar duduk di sasana rinengga. Setelah itu, acara pun dilanjutkan:

a. Timbangan : kedua mempelai duduk di pangkuan ayah mempelai wanita sebagai

lambang sang ayah mengukur keseimbangan

masing-masing mempelai.

(25)

b.

Kacar-kucur: dilaksanakan dengan cara mempelai pria mengucurkan penghasilan kepada mempelai wanita berupa uang receh beserta kelengkapannya. Lambang bahwa kaum pria bertanggung jawab memberi nafkah kepada keluarga.

c.

Ngunjuk Rujak Degan, Diawali dengan oleh Ayah pengantin puteri.

Ibu pengantin puteri bertanya, “Rasane kepiye, Pak?” sang ayah pun langsung menjawab, “Wah seger sumyah, mugo-mugo sumrambah menyang wong sak omah”. Setelah itu Ibu pengantin putripun ikut minum rujak degan itu, disusul kemudian pengantin pria dan puteri.

yamg mempunyai makna sikap puas Ayah maupun Ibu pengantin puteri atas pesta perkawinan itu

d.

Dulangan: kedua pengantin saling menyuapi. Mengandung kiasan

laku perpaduan kasih pasangan pria dan wanita (simbol seksual). Ada

juga yang memaknai lain, yakni tutur adilinuwih (seribu nasihat yang

adiluhung) disimbolkan dengan sembilan tumpeng.

(26)

14. BUBAK KAWAH

Upacara ini khusus untuk keluarga yang baru pertama kali hajatan mantu putri sulung. Ditandai dengan membagi harta benda seperti uang receh, umbi-umbian, beras kuning dan lainnya. Prosesi ini pada dasarnya adalah ajaran, pitutur/nasiaht untuk pengantin, agar menurunkan keturunan baik dan utama.

15. TUMPAK/ TUMPLAK PUNJEN

Numplak artinya menumpahkan, punjen artinya berbeda

beban di atas bahu. Makna dari Tumplek Punjen yakni

telah lepas semua darma orang tua kepada anak. Tata

cara ini dilakukan bagi orang yang tidak akan

bermenantu lagi atau semua anaknya telah menikah.

(27)

16. Bedholan

Istilah tersebut digunakan sebagai prosesi dimana pengantin turun dari singgasana pelaminan untuk kemudian menghantarkan para tamu pulang dari hajatan. Prosesi ini perwujudan dari rasa terima

kasih dan rasa menghargai dari keluarga mempelai

kepada para tamu undangan yang telah datang dan

memberikan doa restu kepada keluarga mempelai.

(28)

17. Pungkasaning Damel

a.

Sepasaran Pengantin. Dilakukan 5 hari setelah acara perkawinan.

b.

Tilik besan/ Mertuwi: Zaman dahulu tempat tinggal kedua besan mungkin berjauhan, oleh karena itu dilakukan acara tilik besan 5 hari setelah upacara perkawinan untuk keluarga pihak perempuan dan pengantin untuk sowan kepada keluarga pihak laki laki.

c.

Pembubaran panitia perkawinan.Sungsuman dengan sarana jenang sumsum yang memiliki arti sebagai wujud memulihkan kekuatan agar mendapat keselamatan.

d.

Boyong penganten: Setelah ketiga prosesi diatas, kemudian diadakan acara tilik besan atau boyong pengantin, prosesi sebagai bentuk penyerahan penganten perempuan kepada pihak pengantin pria.

e.

Selapanan pengantin, dilakukan 35 hari setelah acara perkawinan.

Referensi

Dokumen terkait

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2021 HUBUNGAN EFIKASI DIRI DENGAN PERILAKU KESELAMATAN KEBAKARAN PADA REMAJA DI