Semula balai kota pertama di Batavia dibangun pada tahun 1620 di tepi timur Kali Besar. Bangunan ini hanya bertahan selama enam tahun sebelum akhirnya dibongkar untuk menghadapi serangan pasukan Sultan Agung pada tahun 1626. Akhirnya pada tahun 1707, atas perintah Gubernur Jenderal Joan van Hoorn, bangunan ini dibongkar dan dibangun kembali dengan menggunakan pondasi yang sama.
Peresmian balai kota ketiga dilakukan oleh Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck pada 10 Juli 1710, dua tahun sebelum bangunan tersebut selesai dibangun.[2] Selama dua abad, Balai Kota Batavia digunakan sebagai kantor administrasi kota Batavia. Merian Si Jagur atau Meriam Ki Jagur merupakan meriam tua peninggalan Portugis yang berada di halaman Museum Fatahillah, Jakarta. Ruang Diponegoro merupakan ruangan yang digunakan oleh Pangeran Harya Dipanegara atau lebih dikenal dengan Pangeran Diponegoro pada masanya.
Sesuai dengan namanya, prasasti ini ditemukan di Sungai Ciaruteun, Desa Ciaruteun, Kabupaten Bogor pada tahun 1863. Ruangan ini berisi informasi keadaan Jakarta saat ini, juga tersedia papan tulis bagi pengunjung untuk menuliskan harapannya terhadap Jakarta di masa depan. 20 tahun. Dibuat pada abad ke 18 dengan detail ukiran yang sangat bagus, diatasnya terdapat enam simbol kota yang membentuknya.
Museum seluas 1,2 ha ini merupakan museum terbuka yang dapat memamerkan karya seni masa lalu sesuai dengan kecanggihan pematung, pematung, kaligrafer, dan sastrawan yang digabungkan.
Patung The Crying Lady
Nisan Olivia Mariamne Raffles
Replika Prasasti Pecah Kulit
Peti Mati Soekarno dan Bung Hatta
Patung Soe Hok Gie
Monumen JJ. Perrie
Sedangkan peti mati Wakil Presiden Pertama RI Bung Hatta digunakan untuk mengangkut jenazah ke lokasi. Nama Kapitan Jas diyakini ada hubungannya dengan Gereja Jassen, sebuah gereja Portugis di luar kota tua. Hingga saat ini banyak masyarakat dari dalam maupun luar negeri yang berziarah ke makam Kapitan Jas dengan harapan terkabul keinginannya.
MUSEUM JOANG ‘ 45
- Mobil Dinas Resmi Presiden Pertama RI
- Mobil Dinas Resmi Wakil Presiden Pertama RI
- Mobil Peristiwa Cikini
- Diorama Rapat Raksasa di Lapangan IKADA
- Lukisan Palang Merah Putri
- Patung Dada H. Agus Salim
Mobil merek Buick berwarna hitam produksi tahun 1939 ini dulunya merupakan kendaraan dinas Presiden pertama RI Ir. Terlihat jelas di bagian depan mobil ini terdapat plat nomor REP-1. Mobil ini diserahkan kepada Dewan Harian Nasional 45 oleh pihak istana dan keluarga Bung Karno (Rumah Tangga Presiden) pada tanggal 19 Mei 1979 untuk menjadi koleksi Museum Jong 45. Mobil merk Imperial berwarna biru tua ini merupakan mobil yang digunakan oleh Soekarno saat diantar. anaknya, Megawati Soekarnoputri, saat menghadiri acara bazar Sekolah Perguruan Tinggi Cikini (PERCIK).
Ledakan granat tersebut menewaskan 9 orang dan melukai 55 orang, termasuk rekan Presiden Sukarno dan beberapa mahasiswa Perguruan Tinggi Cikini. Pada tanggal 19 September 1945 atau sebulan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, sekitar 300.000 orang berkumpul di Lapangan Ikada dengan satu tekad bulat, yakni. Mengabadikan Pertemuan Raksasa di lapangan IKADA, kini Monas bagian selatan Jakarta, tempat para prajurit melakukan pengawasan dan pengawasan ketat.
Lukisan Palang Merah Putri Tasikmalaya merupakan karya Heri Sugleng yang diciptakan pada tahun 1995. Dalam lukisan Realisme ini sang pelukis seolah menggambarkan peristiwa Palang Merah Putri Tasikmalaya yang saat itu dipimpin oleh Ibu Arudji. Pada tahun 1995, karya pelukis Heri Sugleng menjadi koleksi Museum Joang 45 di Jakarta, melalui pembelian oleh Heri Sugleng.
Pada tahun 1982, karya ini menjadi koleksi Museum Joang 45 melalui pembelian dan dipamerkan di Museum Joang 45. Haji Agus Salim adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia yang terkenal di sebuah organisasi bernama Sarekat Islam. Pada masa Perang Kemerdekaan, meski mengidap penyakit paru-paru, Panglima pertama Tentara Nasional Indonesia (TNI) itu tetap bersama pasukannya.
Ada dua lagi foto Tan Malaka yang diambil sendirian, serta foto Soekarno dan Tan Malaka berjalan bergandengan tangan dalam pertemuan raksasa di Lapangan Ikada. Selain itu, terdapat poster yang terpampang di dinding museum berisi foto Panglima Jenderal Sudirman di atas tandu saat memimpin perang gerilya melawan Belanda karena penyakit paru-paru yang dideritanya. Di sebelah kanan bangunan induk, di teras belakang, saya melihat deretan patung agak besar sejumlah tokoh pergerakan nasional.

BAB IV
MUSEUM MH THAMRIN
- Patung MH Thamrin
- Replika Kereta Jenazah MH Thamrin
- Diorama Gementee Raad atau Rapat Dewan Kotapraja
- Radio Jadul
- Diorama Penggledahan Kediaman MH Thamrin
Thamrin merupakan bangunan yang dibangun pada abad ke-19, MH. Thamrin membeli gedung tersebut dari seorang Belanda yaitu Meneer De Has yang kemudian dihibahkan untuk kepentingan gerakan kepada organisasi bernama PPPKI atau Persatuan Persatuan Politik Nasional Indonesia. , maka gedung ini diberi nama Gedung Pemufakatan Indonesia. Selain sebagai tempat pertemuan dan diskusi mengenai kemerdekaan NKRI, gedung ini juga berperan penting sebagai saksi lahirnya lagu kebangsaan Indonesia, sebagaimana konsep gedung MH.Thamrin diciptakan oleh WR.Supratman. Kemudian pada siang hari hingga tahun 1984 dijadikan sebagai tempat belajar siswa laki-laki dan perempuan SMA.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Museum dan Sejarah selanjutnya menjadikan bangunan ini sebagai bagian dari Museum Joang 45 yang berperan dalam mendokumentasikan perjuangan MH. Dan hingga wafatnya pada 11 Januari 1941, MH Thamrin sendiri telah banyak berjasa bagi bangsa dan negara. Oleh karena itu, MH Thamrin ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional atas jasa-jasanya yang namanya juga diabadikan sebagai nama jalan yang kini lebih dikenal di Jakarta.
Museum Gedung MH. Thamrin mempunyai banyak koleksi foto mulai dari perangnya hingga beberapa foto suasana kota Jakata di masa lalu. Ada pula koleksi radio yang dulu pernah dipakai MH.Thamrin, lalu piring hias, blangkon, meja, kursi. Thamrin Pada awal abad ke-20, pemerintah kolonial mengembangkan infrastruktur kota Batavia dengan membangun beberapa bangunan seperti tempat tinggal, perkantoran dan juga layanan masyarakat.
Termasuk juga bangunan yang dibeli oleh M. Thamrin untuk selanjutnya dihibahkan untuk gerakan menuju kemerdekaan agar bangsa Indonesia bisa lepas dari belenggu kekuasaan kolonial Belanda. Begitu memasuki gerbang museum, pengunjung akan disambut oleh patung emas besar MH Thamrin. Patung ini memperlihatkan sosok tokoh nasional Mohammad Husni Thamrin berjalan dengan buku di tangannya sambil menunjuk lurus ke depan, dan di bawah patung terdapat pernyataan MH.
Di museum ini, tepatnya di ruang kematian MH Thamrin, kita bisa melihat mobil jenazah MH yang masih terawat dengan baik. MH Thamrin meninggal dunia karena sakit pada 11 Januari 1941, dan mobil jenazah inilah yang membawanya kepadanya. Di museum ini juga terdapat 2 buah radio konvensional dengan desain klasik yang sering digunakan MH Thamrin untuk mencari informasi.
Ada pula satu set meja dan kursi yang biasa digunakan MH Thamrin. Di sini juga ada piring yang digunakan MH Thamrin saat menghadiri rapat kongres PPPKI II di Surakarta tahun 1939, piring keramik sumbangan Deetje Djuabida, putri MH Thamrin.