• Tidak ada hasil yang ditemukan

medek, Journal manager, 5300 14982 1 RV FIX

N/A
N/A
Jack Sauda

Academic year: 2025

Membagikan "medek, Journal manager, 5300 14982 1 RV FIX"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

37

PENGARUH FAKTOR PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDIDIKAN, DAN PENGANGGURAN TERHADAP

KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI INDONESIA

Aufa Nadya1, Syafri2*

1Bank DBS

Jl. Gajah Mada, No. 3-5, Petojo Utara, Jakarta 10130, Indonesia

2Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Trisakti

Jl. Kyai Tapa No.1, Grogol, Jakarta 11440, Indonesia

*Corressponding Author Email: [email protected] ABSTRACT

Purpose : This study is analyze the impact of economic growth, education and unemployment on the inequality of income distribution and see which provinces contribute the most to income inequality in Indonesia

Design/Methodology/

Approach

: This study used Panel regression analysis with the Eviews 8 analysis tool. The data used in this research are Gini ratio, GDRP growth rate, mean of school duration, and open unemployment rate from 33 Provinces within 2007 to 2016 (330 observations).

Findings : The results show that economic growth has no impact on income inequality, at the same time education has a positive impact and unemployment has a negative impact on income inequality in Indonesia. The results show that Banten is a province with the highest level of income inequality.

Keywords : Inequality, Economics Growth, Education, Unemployment

JEL Classification : I20, J64, O40, R11

PENDAHULUAN

Sebagai negara berkembang, pembangunan ekonomi Indonesia telah menunjukkan kinerja yang cukup luar biasa selama kurang lebih dua dasawarsa setelah terjadinya Krisis Asia. Sebagai hasil dari kebijakan ekonomi yang berhati-hati dan reformasi kebijakan yang efektif sehingga bangsa Indonesia dapat menikmati kemajuan selama beberapa tahun terakhir. Kinerja tersebut sebagian besar dihasilkan melalui reformasi kebijakan, khususnya dalam hal kerangka kerja ekonomi makro yang kokoh. Sebagian besar dari pertumbuhan tersebut di dorong dari dalam negeri, dimana konsumsi rumah tangga secara khusus meberikan landasan yang mantap dan kuat. Kondisi pasar tenaga kerja yang mulai membaik serta program pengentasan kemiskinan yang semakin efektif telah membantu meningkatkan pendapatan dan kepercayaan rumah tangga (OECD Indonesia, 2015).

Media Ekonomi Vol. 27 No. 1 April 2019 : 37-52 ISSN : 2442-9686 (online) DOI: http://dx.doi.org/10.25105/me.v27i1.5300 ISSN : 0853-3970 (print)

Submission date: 17 Agustus 2019 Accepted date: 19 Agustus 2019

(2)

38

Keberhasilan program pengentasan kemiskinan tersebut dapat dilihat melalui penurunan presentase penduduk miskin di Indonesia pada sepuluh tahun terakhir. Keberhasilan penurunan tingkat kemiskinan juga memberikan dampak perluasan pada kelas penduduk menengah. Namun pada kenyataannya, keberhasilan peningkatan pertumbuhan ekonomi serta pengentasan kemiskinan tidak sejalan dengan penurunan ketimpangan distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi yang dikatakan telah berhasil tersebut ternyata hanya dinikmati oleh 20% dari penduduk terkaya dan sisanya 80% penduduk atau kurang lebih 205 juta orang rawan merasa tertinggal (World Bank, 2015). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), ketimpangan pendapatan adalah suatu kondisi dimana tingkat pendapatan antar individu tidak merata. Gini rasio digunakan menjadi salah satu indikator dalam menggambarkan tingkat ketimpangan di Indonesia. Koefisien gini diukur berdasarkan konsumsi keluarga akan barang, jasa dan non-jasa.

Tabel 1

Tingkat Kemiskinan di Indonesia

Ketimpangan di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membuktikan bahwa penurunan tingkat kemiskinan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi memang tidak sejalan dengan penurunan ketimpangan distribusi pendapatan.

Menurut (Tambunan, 2014), Ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara masyarakat berpendapatan tinggi dengan masyarakat berpendapatan rendah adalah masalah besar yang selalu di hadapi oleh negara yang sedang berkembang. Menurut (Oxfam, 2017) Indonesia sebagai salah satu negara dengan ketimpangan paling parah di dunia, dimana harta empat orang terkaya di Indonesia sama dengan harta yang dimiliki oleh 100 juta orang miskin di negara tersebut. Dengan demikian, Ketimpangan distribusi pendapatan menjadi masalah besar yang tidak boleh diabaikan. Ketimpangan memang tidak dapat dihilangkan tetapi bisa dikurangi hingga pada tingkat yang dapat diterima oleh suatu sistem tertentu agar keselarasan dalam sistem tersebut terpelihara dalam proses pertumbuhannya (Supriyantoro, 2005).

Tahun Tingkat Kemiskinan

2007 16,58

2008 15,42

2009 14,15

2010 13,33

2011 12,49

2012 11,66

2013 11,47

2014 10,96

2015 11,13

2016 10,7

Sumber: BPS

(3)

Pengaruh Faktor Pertumbuhan Ekonomi, Pendidikan, dan Pengangguran terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia__________________________________________________

39 Tabel 2

Gini Rasio di Indonesia

Jika ketimpangan di Indonesia dilihat berdasarkan provinsi, terdapat lima provinsi dengan tingkat ketimpangan diatas 0,40 pada tahun 2017, yaitu DKI Jakarta sebesar 0.413, Jawa Barat sebesar 0,403, Yogyakarta sebesar 0,432, Sulaweasi Selatan 0,407 dan Gorontalo sebesar 0,430 (BPS, 2017). Provinsi dengan tingkat ketimpangan tertinggi perlu diperhatikan lebih khusus dan penyebab dari ketimpangan di provinsi tersebut harus diatasi dengan seksama, karena dengan penurunan tingkat ketimpangan pendapatan si kaya dan si miskin di provinsi-provinsi tersebut maka diharapkan dapat menurunkan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan secara nasional (Ilham, 2016)

Menurut (Iryanti, 2014) deputi kemiskinan ketenagakerjaan dan UMKM, penyebab kesenjangan atau ketimpangan pendapatan di Indonesia terdiri dari empat masalah yang saling berkaitan yaitu, [1] Kebijakan sektoral, salah satunya adalah kebijakan pemerintah non-propoor. [2] Kebijakan tenaga kerja, yaitu kakunya pasar tenaga kerja formal terutama kebijakan tentang UMR (Upah minimum regional). [3] Konektivitas, yaitu kurangnya akses terhadap sarana-prasarana pendukung ekonomi untuk masyarakat menengah kebawah dan secara umum di Indonesia bagian timur. [4] Pertumbuhan penduduk kelompok ekonomi menengah kebawah yang relatif tinggi. Menurut (M Kuncoro, 2003) ketimpangan bukan hanya semata-mata soal kekayaan, melainkan juga kesempatan terhadap akses pendidikan dan kesehatan. Maka dari itu pendidikan juga menjadi penyebab dari kesenjangan dikarenakan pembiayaan subsidi untuk pendidikan di Indonesia yang diambil dari 20% anggaran APBN dirasa belum tepat sasaran, hal ini terjadi karena sistem pendidikan hingga saat ini masih mengalami masalah yang serius dalam hal kualitas dan akses sehingga tingkat pendidikan di Indonesia belum sepunuhnya dalam kondisi yang baik.

Distribusi pendapatan merupakan suatu konsep tentang penyebaran pendapatan diantara seseorang dengan orang lainnya atau diantara rumah tangga dalam masyarakat. Distribusi pendapatan biasanya di ukur oleh dua konsep pokok, yaitu konsep ketimpangan absolut dan ketimpangan relatif. Ketimpangan absolut adalah konsep pengukuran ketimpangan yang didasarkan pada sebuah nilai mutlak. Sedangkan ketimpangan relatif merupakan konsep pengukuran ketimpangan distribusi pendapatan yang membandingkan besarnya pendapatan yang diterima seseorang atau suatu kelompok dengan total pendapatan yang

Tahun Gini Rasio

2007 0,376

2008 0,368

2009 0,367

2010 0,378

2011 0,388

2012 0,413

2013 0,406

2014 0,414

2015 0,402

2016 0,394

Sumber: BPS

(4)

40

diterima oleh masyarakat di daerah tersebut secara keseluruhan (Ahluwalia, 1976) dalam (Sukirno, 2006).

Ketimpangan merupakan konsep yang lebih luas dibandingkan dengan kemiskinan, karena pada dasarnya konsep pengukuran ketimpangan adalah konsep yang mengukur sebuah populasi yang besar, bukan hanya sebatas mengukur populasi masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan (Khandker, Koolwal, & Samad, 2010). Ketimpangan bukan hanya diukur melalui rata-rata distritribusi melainkan melalui aspek lain. Menurut (Khandker, Koolwal, & Samad, 2010), cara pengukuran ketimpangan yang paling sederhana adalah dengan membagi populasi menjadi seperlima (kuintil) dari yang paling miskin hingga yang paling kaya, dan melaporkan tingkat atau proporsi pendapatan (atau pengeluaran) yang bertambah ke setiap level.

Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu diperhatikan karena pada hakikatnya distribusi pendapatan merupakan pengukuran dari kemiskinan relatif. Terdapat dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan relatif dan kemiskinan absolut. Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan atau dengan kata lain pendapatannya tidak mencukupi biaya hidupnya.

Sedangkan kemiskinan relatif adalah perhitungan kemiskinan berdasarkan proporsi pendapatan di suatu daerah atau wilayah (Sukirno,2013).

Menurut (Mudrajad Kuncoro, 1997) terdapat dua jenis ketimpangan didalam studi empiris yang menjadi pusat perhatian. Pertama, ketimpangan antar golongan masyarakat yang di ukur oleh Gini Rasio dan berapa kue nasional yang di nikmati oleh 40 persen golongan berpendapatan rendah. Ketimpanganyang terus meningkat di ukur melalui ketimpangan distribusi pendapatan dimana gini rasio meningkat. Ironisnya penurunan kue nasional 40 persen orang termiskin justru diikuti oleh peningkatan kue nasional yang dinikmati 20 persen kelompok terkaya. Ternyata ada sebuah indikasi yang kuat terjadinya trickle-up effect, efek “muncrat” keatas, dalam proses pembangunan kita.

Menurut (Todaro, 1989), semakin timpang pola distribusi pendapatan, semakin tinggi pula laju pertumbuhan ekonomi dikarenakan meningkatnya aggregat saving rate yang diikuti oleh meningkatnya investasi dan pertumbuhan ekonomi di akibatkan oleh orang- orang kaya memiliki rasio tabungan yang lebih tinggi dari pada orang-orang miskin. Jika diasumsikan tujuan masyarakat satu-satunya hanyalah laju pertumbuhan PDRB, maka strategi terbaik adalah membuat pola distribusi pendapatan setimpang mungkin.

Sebaliknya apabila keinginan masyarakat adalah pemerataan distribusi pendapatan maka laju pertumbuhan ekonomi dipastikan akan melambat.

Menurut (Karl Mark, 1787) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada tahap awal pembangunan akan meningkatkan tenaga kerja. Kenaikan tingkat kenaikan upah dari tenaga kerja akan berpengaruh terhadap kenaikan resiko kapital terhadap tenaga kerja sehingga akan menurunkan permintaan tenaga kerja. Akibatnya akan menimbulkan masalah pengangguran dan meninngkatkan ketimpangan pendapatan. Bisa disimpulkan bahwa pentumbuhan ekonomi cenderung hanya akan mengurangi masalah kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan di tahap awal pembangunan saja, dan selanjutnya

(5)

Pengaruh Faktor Pertumbuhan Ekonomi, Pendidikan, dan Pengangguran terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia__________________________________________________

41 akan terjadi sebaliknya. Munculnya kontroversi mengenai ada atau tidaknya suatu trade off antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi menurut (M Kuncoro, 2003), tergantung dari jenis data yang digunakan, apakah cross section atau time series atau menggunakan data mikro. Masing-masing akan menghasilkan perhitungan yang berbeda karena menggunakan pendapatan yang berbeda.

Teori Harrod-Domar menjadi sebuah tambahan teori pertumbuhan ekonomi dimana teori Harrod-Domar adalah teori yang di kembangkan oleh Sir Roy F. Harrod dan Evsey Domar. Teori ini merupakan sebuah perkembangan dari teori keynes. Dasar pemikiran teori ini adalah analisis yang dilakukan oleh Keynes di anggap kurang lengkap karena tidak membahas tentang masalah-masalah ekonomi pada jangka panjang. Harrod-Domar mencoba untuk menganalisis syarat-sayarat yang di perlukan agar perekonomian dapat tetap tumbuh dan berkembang dalam jangka panjang (steady growth)

Pendidikan merupakan salah satu penyebab terjadinya ketimpangan. Pendidikan menjadi faktor penting dalam menentukan tingkat upah seseorang dan memberikan kontribusi yang besar terhadap distribusi pendapatan masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum bahwa bekerja merupakan sumber utama dalam memperoleh suatu pendapatan bagi sebagian besar individu dalam masyarakat, dimana status pekerjaan merupakan sumber utama penentu tingkat upah. Pendidikan menjadi faktor penting dalam memperoleh status pekerjaan, dimana semakin tinggi seseorang memperoleh pendidikan, maka semakin tinggi pula status pekerjaan yang akan dimiliki.

Mengingat biaya pendidikan yang terus meningkat setiap tahunnya, membuat sebagian individu dalam masyarakat terutama masyarakat miskin memperoleh pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat kaya, begitu pula dengan kualitas yang dapat diperoleh akan berbeda pula. Hal ini memperkuat bahwa pendidikan memang menjadi faktor penentu dari tingkat upah, yang pada akhirnya akan menimbulkan ketimpangan pendapatan.

Menurut (Schultz & Schultz, 1982), perubahan pada modal manusia merupakan faktor dasar dalam mengurangi ketimpangan pendapatan. Ahluwalia (1976) menyatakan proses pendidikan dalam mempengaruhi distribusi pendapatan, melalui peningkatan pengetahuan dan keahlian dalam bekerja. Hal tersebut akan menghasilkan pergeseran dari pekerja bergaji rendah dengan pekerja tidak terampil menjadi pekerja bergaji tinggi yang terampil. Pergeseran ini akan menghasilkan tingkat pendapatan yang lebih tinggi.

Faktor demografis suatu wilayah meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur dari kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan yang memiliki masyarakat suatu daerah. Faktor demografis merupakan faktor penting dalam mempengaruhi tingkat produktivitas kerja masyarakat di suatu daerah. Kondisi demografis yang baik cenderung akan meningkatkan produktivitas kerja, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Tingkat pengangguran yang tinggi akan mempengaruhi tingkat produktivitas suatu daerah, sehingga akan menyebabkan suatu wilayah tidak optimal dan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut tertinggal dengan wilayah lain. Jika dilihat melalui kondisi demografis dari sisi pengangguran di

(6)

42

suatu daerah, tingkat pengangguran yang tinggi akan menyebabkan ketimpangan yang tinggi pula (Syafrizal, 2017).

Pengangguran menurut Sukirno (1994) adalah suatu keadaan dimana seseorang yang termasuk dalam angkatan kerja ingin bekerja tetapi belum memiliki atau memperoleh pekerjaan. Penganguran terjadi akibat kurangnya pengeluaran agregat. pengusaha memperoleh keuntungan dari penjualan barang dan jasa yang mereka produksi, semakin banyak barang atau jasa yang diminta maka semakin banyak jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Pengangguran merupakan masalah makroekonommi yang berpengaruh pada kelangsuangan hidup seseorang secara lansung, bagi sebagian orang kehilangan pekerjaan merupakan penurunan standar kehidupan. Maka tak heran pelaku politik melakukan penawaran membuat kebijakan dalam membantu terciptanya lapangan pekerjaan (Mankiw, 2000).

Pada saat berbicara mengenai Teori ketimpangan daerah sama dengan berbicara tentang teori pertumbuhan ekonomi karena keduanya mempunyai keterkaitan. Melanjutkan pembahasan diatas tentang dua buah teori ketimpangan yaitu Harrod-Domar dan Neo- Klasik memberikan perhatian khusus dimana peranan kapital sangatlah penting. Investasi modal yang ditanamkan di suatu daerah akan menarik modal tersebut masuk ke dalam daerahnya, dengan begitu pembangunan di daerah tersebut meningkat sejalan dengan meningkatnya penghasilan daerah tersebut. Hal tersebut pula yang membuat daerah satu dengan yang lainnya menjadi timpang. Daerah-daerah yang relatif maju akan bertumbuh semakin cepat sedangkan untuk daerah yang relatif tertinggal akan tumbuh dengan lambat. Hal ini dapat menimbulkan ketimpangan antar daerah, sehingga perlu dirancang mekanisme khusus dalam mengarahkan alokasi investasi menuju suatu kemajuan ekonomi yang lebih berimbang diseluruh wilayah (Mauliddiyah, 2014).

Menurut (Williamson, 1965) ketimpangan pembangunan antar daerah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumberdaya alam dan perbedaan kondisi geografi yang terdapat pada masing – masing daerah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda.

Karena itu, tidaklah mengherankan apabila pada setiap daerah biasanya terdapat daerah maju (Development Region) dan daerah terbelakang (Underdevelopment Region).

Terjadinya ketimpangan antar daerah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar daerah. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan antar daerah ini juga mempunyai implikasi pula terhadap formulasi kebijakan pembangunan daerah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Menurut (Myrdal, Duckworth, & Londres, 1957) membangun sebuah teori tentang keterbelakangan dan pembangunan dalam ruang lingkup ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional. Untuk menjelaskan teorinya, Mydral memakai ide “Spread effect” dan “backwash effect”. Spread effect atau dalam bahasa Indonesia berarti dampak sebar adalah suatu pengaruh yang menguntungkan (favorable effect), yang mencakup aliran kegiatan-kegiatan investasi di pusat pertumbuhan ke daerah sekitar.

Backwash effect atau dampak balik didefinisikan sebagai pengaruh yang merugikan yang

(7)

Pengaruh Faktor Pertumbuhan Ekonomi, Pendidikan, dan Pengangguran terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia__________________________________________________

43 mencakup aliran manusia dari wilayah sekitar termasuk aliran modal ke wilayah inti, sehingga mengakibatkan berkurangnya model bagi pembangunan wilayah pinggiran yang sebenarnya di perlukan untuk mengimbangi perkembangan wilayah inti. Terjadinya ketimpangan regional di negara terbelakang menurut Mydral (1997) disebabkan oleh besarnya pengaruh dari “dampak balik” dibandingkan dengan “dampak sebar”.

Perpindahansuatu modal cenderung meningkatkan ketimpangan regional, meningkatnya permintaan ke wilayah maju akan memarik investasi masuk ke wilayah tersebut sehingga meningkatkan pendapatan wilayah itu sendiri. Hal itu membuat wilayah-wilayah sental yang maju akan berkembang lebih cepat di bandingkan dengan wilayah-wilayah yang tertinggal karena kurangnya modal masuk.

Penelitian ini dapat di hipotesakan diduga Laju Pertumbuhan PDRB berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Diduga pendidikan berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Diduga pengangguran berpengaruh negatif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi data panel memiliki tiga macam model yaitu: model Common Effect, Fixed Effect dan Random Effect. Untuk menjawab pertanyaan didalam penelitian ini menggunakan variabel-variabel antara lain (1). Gini Rasio merupakan koefisien gini atau indeks gini merupakan indikator yang menunjukan tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Nilai koefisien gini berkisar 0 hingga 1. Koefisien gini bernilai 0 menunjukan tingkat ketimpangan yang sempurna, atau setiap orang memiliki pendapatan yang sama. (2). Laju PDRB, menurut (Sukirno, 2006) berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Sehingga untuk mengetahuinya harus diadakan perbandingan pendapatan nasional dari tahun ke tahun, yang di kenal dengan laju pertumbuhan ekonomi. (3). Rata-rata Lama Sekolah, menurut BPS rata-rata lama sekolah (RLS) adalah suatu ukuran yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Rata-rata lama sekolah digunakan untuk mengetahui kualitas pendidikan masyarakat dalam suatu wilayah. Pendidikan saat ini tidak lagi di proksi dengan angka melek huruf di karena angka melek huruf sudah tidak relevan dalam mengukur sebuah pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas pendidikan. Maka dari itu penelitian ini memilih rata-rata lama sekolah sebagai proksi dari pendidikan. (4).Tingkat Pengangguran Terbuka, dalam sensus penduduk 2001 mendefinisikan pengangguran sebagai orang yang tidak bekerja sama sekali atau bekerja kurang dari dua hari selama seminggu sebelum pencacahan dan berusaha memperoleh pekerjaan (BPS, 2001).

(8)

44

Tabel 3

Ringkasan Metode Pengumpulan Data

No Variabel Proksi Sumber

1 Ketimpangan distribusi pendapatan Gini Rasio Provinsi Susenas & BPS

2 Pertumbuhan Ekonomi Laju Pertumbuhan PDRB BPS

3 Pendidikan Rata-rata Lama Sekolah BPS

4 Pengangguran Tingkat Pengangguran Terbuka BPS

Data panel merupakan kombinasi data cross section dengan time series. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel (total jumlah observasi = N x T). Sedangkan jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregat individu, karena data yang diobservasi lebih banyak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mengujimodel terbaik antara common effect dengan fixed effect (yang diwakilkan oleh model fixed effect) dapat digunakan pengujian Chow Test.

Tabel 4 Hasil Uji Chow

Metode Prob. Chi-Square Keputusan Keterangan

Chow Test 0,000 Ho ditolak Fixed Effect

Sumber: Data diolah

Berdasarkan hasil estimasi, nilai probabilitas yang dihasilkan adalah sebesar 0,000 < 0,05 maka Ho ditolakdan Ha diterima, yang berarti bahwa model yang lebih tepat adalah model Fixed Effect. Uji kedua yang harus dilakukan adalah Uji Hausman untuk memilih model mana yang lebih tepat antara Fixed Effect dan Random Effect.

Mengambil keputusan apakah menggunakan fixed effect atau random effect dapat menggunakan Haustman Test. Penilaian akan menggunakan nilai probabilita Chi-Square sehingga keputusan pemilihan kedua model tersebut akan dapat ditentukan secara statistik.

Tabel 5 Hasil Uji Hausman

Metode Prob. Chi-Square Keputusan Keterangan

Hausman Test 0.0018 Ho ditolak Fixed Effect

Sumber: Data diolah

Dengan melakukan pengujian menggunakan Hausman Test diperoleh nilai Probabilitas dari Chi-square sebesar 0.0018 < 0,05. Dengan demikian hipotesa null (Ho) ditolak, sehingga model yang lebih baik digunakan adalah estimasi dengan Fixed Effect.

Kesimpulan Pemilihan Model. Berdasarkan pengujian di atas, model Fixed Effect telah terpilih 2 (dua) kali yaitu pada Chow Test dan Hausman Test. Dengan demikian dapat

(9)

Pengaruh Faktor Pertumbuhan Ekonomi, Pendidikan, dan Pengangguran terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia__________________________________________________

45 disimpulkan bahwa dari ketiga model (Common Effect, Fixed Effect, dan Random Effect), model Fixed Effect lebih baik dalam menginterpretasikan regresi data panel untuk menjawab tujuan penelitian.

Tabel 6

Hasil Estimasi Fixed Effect

Variable Coefficient Prob.

C 0.290183 0.0000

Growth PDRB 0.032247 0.5501

Education 0.014530 0.0276

Unemployment -0.007834 0.0000

R-squared 0.654067

Adjusted R-squared 0.612884

Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber: Data diolah

Berdasarkan hasil estimasi nilai probabilitas F-statistik adalah sebesar 0.000 < 0.05 yang berarti bahwa setidaknya terdapat satu variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen. Berdasarkan hasil estimasi uji R2 menunjukan angka sebesar 0,6129 atau 61,29% yang berarti variabel pendapatan perkapita, pertumbuhan PDRB, pendidikan dan pengangguran dapat menjelasakan variabel ketimpangan pendapatan sebesar 61,29%

sedangkan sisanya sebesar 38,71% dipengaruhi oleh variabel lain di luar model (Error).

Tabel 7

Rata-Rata Ketimpangan di Tiap Provinsi

Rank Provinsi Konstanta Rank Provinsi Konstanta

1 _BANTEN 0.359672 18 _MALUKU 0.28632

2 _SULSEL 0.351069 19 _RIAU 0.283288

3 _PAPUA 0.350375 20 _SULTENG 0.281075

4 _JABAR 0.35014 21 _NTT 0.280012

5 _GORONTALO 0.338752 22 _KALSEL 0.27923

6 _PAPBAR 0.32249 23 _BALI 0.278227

7 _JOGJA 0.313413 24 _SULBAR 0.267204

8 _JAKARTA 0.312839 25 _BENGKULU 0.266091

9 _SULUT 0.312411 26 _KEPRIAU 0.264185

10 _NTB 0.303605 27 _ACEH 0.261887

11 _JATENG 0.300749 28 _SUMBAR 0.258136

12 _SULTARA 0.300215 29 _SUMUT 0.249508

13 _JATIM 0.297359 30 _JAMBI 0.246003

14 _KALTIM 0.29409 31 _MALUT 0.239545

15 _SUMSEL 0.289958 32 _KALTENG 0.238185

16 _KALBAR 0.289632 33 _BANGKA 0.221545

17 _LAMPUNG 0.28883

Sumber: Data diolah

Dari hasil penjumlahan antar individul effect dan Intersep model regresi tersebut dapat dilihat Banten memiliki nilai konstanta paling tinggi yaitu sebesar 0,3596 artinya apabila variabel pertumbuhan ekonomi, pendidikan dan pengangguran dianggap sama dengan nol

(10)

46

maka besarnya ketimpangan di provinsi Banten sebesar 0,3596. Dari 10 provinsi yang memiliki nilai konstanta tertinggi, empat diantaranya merupakan provinsi yang terdapat di Pulau Jawa, yaitu Banten, Jawa Barat, Jogja, dan Jakarta. sisanya merupakan provinsi yang terdapat di Indonesia bagian timur yaitu, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Papua, dan Papua Barat. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia terjadi di wilayah yang padat penduduk dan wilayah yang pembangunannya masih rendah.

Provinsi Banten merupakan provinsi tertimpang di Indonesia. Menurut Wahidin, Gubernur Banten, pembangunan di wilayah Banten Selatan dan Banten Utara memang relatif timpang, dimana pembangunan hanya di fokuskan ke daerah perkotaan saja.

Ketimpangan pembangunan tersebut, diantaranya di bidang pendidikan, layanan kesehatan, infrastruktur jalanan dan jembatan. Selain di provinsi Banten, Jawa Barat mengalami hal serupa. Menurut (Yusuf, Sumner, & Rum, 2014), ketimpangan yang terjadi di Jawa Barat disebabkan oleh kurangnya biaya untuk mengakses pendidikan, dimana pendidikan merupakan hal penting yang selalu di prioritaskan sehingga pengeluaran di bidang pendidikan menjadi relatif cukup tinggi, selain biaya SPP, kebutuhan yng di perlukan adalah Seragam, alat tulis, buku dan transport. Bantuan pemerinntah dalam entuk BOS, BSM, dll diarasa belum mencukupi baik dari besarnya dana maupun cakupan target penerima. Selain itu pertumbuhan ekonomi jawa barat yang cukup tinggi di daerah perkotaan tidak diikuti dengan penurunan kemiskinan sehingga orang-orang miskin tidak dapat ikut merasa euforia kebahagiaan aktivatas ekonomi.

Sehingga ada hak masyarakat kurang beruntung dari dana APBD yang jelas-jelas bersumber dari perputaran aktivitas ekonomi tersebut.

DKI Jakarta merupakan provinsi yang memiliki ketimpangan yang cukup tinggi, penambahan jumlah penduduk akibat urbanisasi yang terjadi di Jakarta merupakan salah satu hal yang menyebabkan ketimpangan terjadi di Jakarta. Edison, Kepala Dukcapil DKI Jakarta, mengatakan bahwa jumlah penduduk di Jakarta meningkat menjadi 10,3 Juta di tahun 2016. Menurut Edison (2017), Setiap tahunnya pendatang baru di Jakarta mencapai 100.000 orang pertahun.

Ketimpangan yang terjadi di Papua dan Papua Barat memiliki sebab yang sama dengan provinsi lainnya yaitu akses untuk memperoleh pendidikan yang sulit dan dirasa kurang layak. Selain itu ketimpangan terjadi diakibatkan oleh terdapat beberapa masyarakat Papua yang bekerja di Freeport dan pemerintahan. Di Gorontalo rendahnya aksesibilitas pelayanan sarana dan prasarana ekonomi sosial terutama untuk masyarakat pedesaan merupakan sebab terjadinya ketimpangan di gorontalo. Selain itu bedanya potensi ekonomi dari wilayah satu dengan yang lainnya membuat perekonomian di beberapa wilayah Gorontalo menjadi tertinggal (Bappenas Gorontalo, 2016).

Hasil ini diharapkan bahwa daerah yang memiliki ketimpangan tertinggi harus diperhatikan secara khusus dalam menanggulangi Ketimpangan distribusi Pendapatan, sehingga diharapkan ketimpangan di Indonesia dapat berkurang.

Hasil pengujian menunjukkan pengaruh pendapatan perkapita, pertumbuhan PDRB, pendidikan dan pengangguran terhadap ketimpangan pendapatan di Indonesia diperoleh

(11)

Pengaruh Faktor Pertumbuhan Ekonomi, Pendidikan, dan Pengangguran terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia__________________________________________________

47 nilai koefisien regresi untuk setiap varibel dalam penelitian dengan persamaan sebagai berikut:

Giniit = 0.290183 + 0,03225 GRPDRBit + 0,01453 EDUit – 0.0078 UnEmpit + e Keterangan:

Gini = Ketimpangan (Gini Index)

GRPDRB = Growth Produk Domestik Regional Bruto Edu = Education / Pendidikan

UnEmp = Unemployment / Pengangguran

Koefisien regresi Pertumbuhan PDRB sebesar 0,03225 dan probability sebesar 0,5501 yang artinya bahwa pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian (Hidayat, 2014), menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dan IPM tidak berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan.

Menurut Todaro (2006), menyatakan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi pola distribusi pendapatan akan semakin timpang dikarenakan adanya peningkatan agregat saving rate yang di ikuti meningkatnya investasi dan pertumbuhan ekonomi yang diakibatkan oleh orang-orang kaya memiliki rasio tabungan yang lebih besar dibandingkan orang-orang yang miskin. Apabila alasan terjadinya ketimpangan yang disebabkan pertumbuhan hanya di ukur oleh rasio tabungan dirasa belum relevan karena porsi rasio tabungan terhadap PDB hanya sekitar 20 persen. Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa pertumbuhan ekonomi tidak cukup berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan. Selain itu menurut Teori Harrod Domar dan Neo klasik, menyatakan bahwa peranan kapital sangat penting terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dimana wilayah dengan potensi yang tinggi akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi pula. Karena perbedaan potensi tersebutlah yang menjadikan wilayah satu timpang dengan wilayah lainnya. Sedangkan dari tiap periode kondisi potensi suatu wilayah terdapat pasang surut, misalkan di Kalimantan Timur pada tahun 2013 pertumbuhannya meningkat akibat terdapat sektor galian tetapi pada tahun 2016 menurun karena sektor galian pada tahun 2016 sedang mengalami penurunan secara agregat. Contoh lain terjadi di wilayah Nusa Tenggara Barat dimana sektor pertambangan dan galian pada tahun 2013 masi lesu, dan pada tahun 2015 sektor tersebut mengalami peningkatan luar biasa akibat meningkatnya produksi biji logam dan ada nya kelonggaran ekspor hasil galian.

Dalam rangka mengatasi keterbelakangan ekonomi, dikenal adanya istilah trickledown effect (efek menetes ke bawah). Singkatnya, pengertian trickledown effect adalah kegiatan ekonomi yang lebih besar diharapkan dapat memberikan efek terhadap kegiatan ekonomi di bawahnya yang memiliki lingkup yang lebih kecil. Namun, pada kenyataannya teori ini sudah tidak berjalan seperti sebagaimana mestinya. Kenyataannya yang terjadi justru trickle up effect, orang-orang kaya cenderung lebih mendapatkan kemudahan secara ekonomi, justru lupa untuk membangun perekonomian kecil yang berada di bawahnya.

(12)

48

Akibatnya, yang kaya menjadi semakin kaya, dan yang miskin menjadi semakin miskin.

Oleh karena itu, pembagian kue pambangunan pun justru semakin dinikmati oleh kalangan atas. Hal tersebut menjadi penyebab lain pertumbuhan ekonomi tidak cukup berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan di Indonesia.

Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan nilai koefisien regresi pendidikan menunjukan angka 0,01453 dan memiliki probabilitas 0,0276 yang artinya bahwa pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan distribusi pendapatan, apabila pendidikan naik sebesar 1 persen maka ketimpangan akan meningkat sebesar 0,01453 persen. Hal tersebut sesuai dengan penelitian wahyuni dan monika (2016) yang menyatakan bahwa pendidikan memiliki pengaruh yang positif terhadap ketimpangan pendapatan.

Pengaruh positif pendidikan terhadap ketimpangan menurut, dikarena tenaga kerja yang berpendidikan tinggi melakukan pekerjaan yang low-skill sehingga mendapatkan pendapatan lebih rendah. Pendapatan lebih rendah yang dihasilkan oleh over-education akan meningkatkan ketimpangan pendapatan. Ketidakcocokan pendidikan dan kemampuan mengakibatkan tenaga kerja memiliki tingkat pendidikan yang terlalu tinggi (over-education) atau terlalu rendah (under-education) dari apa yang dibutuhkan oleh pekerjaan tertentu. Sebagai contoh, seorang sarjana bekerja sebagai pegawai tata usaha, yaitu jabatan non-manual yanng membutuhkan kemampuan atau keterampilan rendah, dianggap pendidikannya terlalu tinggi. Sedangkan lulusan SMA bekerja sebagai insinyur, yaitu suatu jabatan yang membutuhkan keteraampilan dan kemampuan yang tinggi, dianggap memiliki pendidikan yang rendah. Kondisi ini terjadi di Indonesia pada tahun 2014 dimana 56 persen tenaga kerja di Indonesia tidak memenuhi syarat, 37 persen sangat cocok, dan sisannya melaupaui syarat (ILO, 2015).

Selain over-education, kemungkinan lain yang bisa terjadi yaitu adanya ketidakmampuan sebagian masyarakat dalam memperoleh pendidikan sehingga sebagian masyarakat Indonesia khususnya di daerah-daerah tertinggal hanya memperoleh pendidikan seadanya saja, sedangkan sebagian lagi dapat memperoleh pendidikan bahkan hingga perguruan tinggi. Hal tersebut menimbulkan adanya ketimpangan pendidikan di Indonesia.

Ketimpangan pendidikan yang terjadi dapat mengakibatkan adanya perbedaan keterampilan antara masyarakat berpendidikan tinggi dengan masyarakat berpendidikan rendah. Menurut (Shaffer, 1961) pendidikan dapat menggeser komposisi angkatan kerja jauh dari tidak terampil menjadi terampil yang dalam jangka panjan diharapkan dapat mengurangi ketimpangan pendpatan.

Kebijakan yang dapat dilakukan untuk menanggulangi ketimpangan pendapatan adalah dengan menambah investasi di bidang pendidikan. Seperti yang sudah kita tahu bahwa keseriusan pemerintah dalam menanggulangi masalah pendidikan dengan menetapkan alokasi anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN dan APBD (Kemenkeu, 2014). Selain itu harus diadakannya peningkatan sarana prasarana di daerah tertinggal yang dirasa hingga sampai saat ini belum memadai.

Koefisien regresi pengangguran yang dihasilkan sebesar -0,0078 dengan probability 0,000 yang artinya bahwa pengangguran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

(13)

Pengaruh Faktor Pertumbuhan Ekonomi, Pendidikan, dan Pengangguran terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia__________________________________________________

49 ketimpangan distribusi pendapatan, apabila jumlah pengangguran naik sebesar satu persen maka ketimpangan akan menurun sebesar 0,0078 persen. Hal tersebut sesuai dengan penelitian (Ilham & Pangaribowo, 2017), menyatakan bahwa pengangguran memiliki pengaruh negatif terhadap ketimpangan distribusi pendapatan.

Pada dasarnya semakin banyak orang bekerja maka semakin menurun tingkat kemiskinan karena masyarakat memiliki pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Yacoub, 2012). Menurut World Bank (2016), sebagian besar tenaga kerja di Indonesia bekerja di sektor informal dengan penghasilan yang rendah sehingga hal tersebut menyebabkan pemerataan pendapatan masyarakat, akan tetapi pemerataan tersebut berada kelas perekonomian yang rendah. Pendapatan yang didapat sebagian besar masyarakat itu dapat di katakan di bawah rata-rata sehingga orang yang bekerja itu masuk pada kriteria pengangguran. Sehingga hal tersebut mengacu pada hasil penelitian ini dimana pengangguran yang tinggi menyebabkan pemerataan perekonomian. Pemarataan yang terjadi bukanlah pemerataan yang diharapkan karena pemerataan yang dimaksud yaitu pemerataan pendapatan pada kelas perekonomian rendah. Pemerataan yang terjadi tidak menyebabkan kesejahteraan masyarakat. Maka dari itu pengangguran tetap perlu ditanggulangi dengan seksama, meningkatkan upah minimum regional dan membuka lapangan pekerjaan merupakan cara yang cukup efektif, sehingga penghasilan orang- orang yang bekerja dapat dikatakan layak. Selain itu dengan memperketat pemberantasan gelandangan atau pengemis dan memasukan ke departemen sosial juga dapat mengurangi terjadinya pemerataan pada tingkat perekonomian yang rendah. Sehingga diharapkan pengangguran tidak lagi berpengaruh negatif terhadap ketimpangan tetapi dapat berpengaruh positif dimana menurunnya tingkat pengangguran akan menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi, pendidikan dan pengangguran terhadap ketimpangan yang terjadi di Indonesia dengan analisis regresi panel dimana objek penelitiannya merupakan 33 provinsi di indonesia pada periode 2007-2016. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat di simpulkan antara lain sebagai berikut:

1. Variabel Pertumbuhan Ekonomi menunjukan tanda positif tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan di Indonesia. Hal ini di karenakan pertumbuhan ditiap wilayah memiliki potensi sektor perekonomian yang berbeda dan sektor perekonomian tersebut dapat mengalami pasang surut tiap periodenya, sehingga laju pertumbuhan PDRB tidak dapat berpengaruh secara signifikan terhadap ketimpangan.

2. Variabel Pendidikan menunjukan tanda positif dan signifikan terhadap ketimpangan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena terjadinya over-education dan pendidikan menyebabkan perbedaan keterampilan yang sangat jauh antara yang berpendidikan tinggi dengan yang berpendidikan rendah sehingga terjadinya ketimpangan, dimana sebagian besar anak usia sekolah dapat mencapai pendidikannya pada tingkat yang

(14)

50

cukup tinggi sedangkan beberapa daerah tertinggal seperti Indonesia bagian timur tetap pada kondisi pendidikan yang rendah.

3. Variabel pengangguran menunjukan tanda negatif dan signifikan terhadap ketimpangan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh terjadinya pemerataan pada penduduk di kelas bawah. Karena menurut world bank sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja pada sektor informal dimana pendapatan yang dihasilkan tergolong rendah.

4. Sepuluh peringkat provinsi dengan tingkat ketimpangan diurutkan dari tertinggi hingga terendah yaitu Banten, Sulawesi Selatan, Papua, Jawa Barat, Gorontalo, Papua Barat, Jogja, Jakarta, Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Barat.

Saran

1. Dari hasil penelian, pendidikan memiliki pengaruh positif terhadap ketimpangan, sehingga diharapkan adanya usaha peningkatan kualitas pendidikan di daerah-daerah yang tertinggal sehingga pendidikan di tiap provinsi dapat merata, pemerataan pendidikan dapat meningkatkan pemerataan distribusi pendapatan. Selain dapat mencerdaskan kehidupan bangsa pendidikan juga berpengaruh terhadap masalah pengangguran di Indonesia.

2. Dari hasil penelitian, pengangguran berpengaruh terhadap ketimpangan dimana pengangguran yang dimaksud bukanlah pengangguran absolut. Maka diharapkan pemerintah atau sektor swasta dapat membuka lapangan pekerjaan baru sehingga para pengangagur yang sebenarnya bekerja itu memiliki tempat bekerja dan penghasilan yang lebih layak.

3. Dari hasil peringkat provinsi timpang maka diharapkan provinsi yang memiliki tingkat ketimpangan tertinggi menjadi provinsi yang diprioritaskan dalam proses pembangunan dibidang infrastruktur, ekonomi maupun sosial.

4. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini masih memiliki keterbatasan, oleh karena itu diperlukan penelitian lanjutan yang lebih mendalam dengan data dan metode yang lebih lengkap, sehingga dapat melengkapi hasil penelitian yang telah ada.

DAFTAR PUSTAKA

Ahluwalia, M. S. (1976). Income distribution and development: some stylized facts.

American Economic Association Income, American Economic Review, 66(2), 128–

135. https://doi.org/10.7202/800721ar

Hidayat, M. H. (2014). Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Investasi, dan IPM Terhadap Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2012. Skripsi Universitas Diponegoro, 1–74. Retrieved from http://eprints.undip.ac.id/43810/1/20_HIDAYAT.pdf

Ilham, M., & Pangaribowo, E. H. (2017). Analisis Ketimpangan Ekonomi Menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2011-2015. Jurnal Bumi Indonesia, 6(4).

Khandker, S. R., Koolwal, G. B., & Samad, H. A. (2010). Handbook on Impact Evaluation Quartitative Methods and Practices. Washington, D.C: The World

(15)

Pengaruh Faktor Pertumbuhan Ekonomi, Pendidikan, dan Pengangguran terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia__________________________________________________

51 Bank.

Kuncoro, M. (2003). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Kuncoro, Mudrajad. (1997). Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah, dan Kebijakan.

Unit Penerbit Dan Percetakan PN.

Mankiw, N. G. (2000). Teori Makroekonomi (4th ed.). Jakarta: Erlangga.

Martins, P. S., & Pereira, P. T. (2004). Does education reduce wage inequality? Quantile regression evidence from 16 countries. Labour Economics, 11(3), 355–371.

https://doi.org/10.1016/j.labeco.2003.05.003

Myrdal, G., Duckworth, G., & Londres, C. (1957). Economic Theory And Under- Developed Regions. International Bank for Recons- Truction and Development:

Washington, 115–116. Retrieved from

http://revistas.bancomext.gob.mx/rce/magazines/567/12/RCE11.pdf

Oxfam. (2017). Menuju Indonesia Yang Lebih Setara:Laporan Ketimpangan Indonesia.

Schultz, T. W., & Schultz, T. W. (1982). Investing in people: The economics of population quality. California: Universitas of California Press.

Shaffer, H. G. (1961). Investment in Human Capital: Comment. American Economic Association, 51(5). https://doi.org/10.1057/978-1-349-95189-5_340

Sukirno, S. (2006). Ekonomi Pembangunan (2nd ed.). indonesia: Kencana Prenada Media Group.

Supriyantoro, G. (2005). Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten-Kota di Provinsi Jawa Tengah. Skripsi. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Tambunan, T. (2014). PPerekonomian Indonesia: Era Orde Lama Hingga Jokowi Jakarta. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Tim Ekonomi Moneter BI. 2015. “Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Triwulan I 2015: Sulawesi Tengah”. Sulawesi Tengah: Bank Indonesia

Tim Ekonomi Moneter BI. 2016. “Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Timur Triwulan IV 2015”.Kalimantan Timur: Bank Indonesia

Todaro, M. P. (1989). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: PT Erlangga.

Williamson, J. G. (1965). Regional Inequality and the Process of National Development:

A Description of the Patterns. The University of Chicago Press Journal, 13(4).

World Bank. 2015. “Meluasnya ketimpangan di Indonesia”. Indonesia: World bank World Bank (2016). Ketimpangan yang Semakin Lebar. Jakarta: World Bank.

World Bank Group (2017). Doing Business2017 Equal Opportunity for All Economy Profile 2017 Indonesia. World Bank Group.

Yacoub, Y. (2012). Pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan

(16)

52

Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat Yarlina. Reposty Polned, 8(3), 176–

158.

Yusuf, A. A., Sumner, A., & Rum, I. A. (2014). Twenty Years of Expenditure Inequality in Indonesia, 1993-2013. Bulletin of Indonesian Economic Studies, 50(2), 243–254.

https://doi.org/10.1080/00074918.2014.939937

_________. 2015. “Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Tengah Triwulan II-2015”. Sulawesi Tengah: Bank Indonesia

_________. 2013. “Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kalimantan Timur Triwulan II- 2013”.Kalimantan Timur: Bank Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan, dan Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan di Kabupaten/Kota

ROBY TRI WAHYUDI, Pengaruh KUKM (Alokasi Sumber Daya Finansial) dan KBBM (Subsidi BBM) Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Indonesia.. Pendidikan

3.Persoalan Dasar Ekonomi dalam Pembangunan : Kemiskinan, ketimpangan distribusi pendapatan, kesempatan kerja,6. pengangguran dan inflasi (Teori

3.Persoalan Dasar Ekonomi dalam Pembangunan : Kemiskinan, ketimpangan distribusi pendapatan, kesempatan kerja,.. pengangguran dan inflasi (Teori

2 Dimana : Y = Tingkat Ketimpangan Distribusi Pendapatan β0 = Konstanta β1, β2, β3, β4 = Parameter yang akan di estimasi X1 = Pertumbuhan Ekonomi X2 = Tingkat Pengangguran X3 =

Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pertumbuhan Penduduk, Pertumbuhan Investasi, dan Indeks Pembangunan Manusia Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh Indeks Pembangunan Manusia IPM, pendidikan, pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran terbuka, terhadap Ketimpangan

Sementara itu, tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pendapatan di provinsi pulau jawa, namun tingkat pengangguran terbuka