Menurut Lamintang, setiap tindak pidana dalam KUHP secara umum dapat dipecah menjadi dua jenis unsur, yaitu unsur subyektif dan unsur obyektif. Sedangkan yang dimaksud dengan unsur “obyektif” adalah unsur-unsur yang berkaitan dengan keadaan, yaitu keadaan dimana perbuatan pembuatnya harus dilakukan. pelanggaran menurut Pasal 308 KUHP.
Berkaitan dengan pengertian unsur pidana (hukuman), terdapat berbagai pendapat para ulama mengenai pengertian unsur pidana menurut mazhab monis dan dualis. Berdasarkan pandangan tentang kejahatan tersebut di atas, maka unsur-unsur kejahatan menurut Simons. Pasal 378 KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan haknya, menggunakan nama palsu atau sifat palsu atau menggunakan tipu muslihat atau susunan kata yang tidak benar, orang lain bergerak untuk menyerahkan suatu benda. atau membuat perjanjian utang atau menyangkal debitur, karena melakukan penipuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Inti dari kejahatan penipuan adalah niat untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hak, dengan menggunakan upaya penipuan sebagaimana diatur dalam ruang lingkup terbatas KUHP Pasal 378. Menggunakan nama palsu adalah nama yang berbeda dengan nama sebenarnya, tetapi jika scammer menggunakan nama orang lain yang memiliki nama yang sama dengan namanya, maka dia tidak bisa. Untuk mengetahui tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok yang lebih mendalam, penulis akan memaparkan unsur-unsur tindak pidana penipuan dalam Pasal 378 KUHP.
Anwar, tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP terdiri atas unsur-unsur:39.
Perjanjian dan Wanprestasi
Abdulkadir Muhammad berpendapat bahwa pengertian perjanjian yang dirumuskan dalam Pasal 1313 KUHPerdata memiliki beberapa kelemahan, yaitu: 40. Kontrak yang diatur dalam III. Dari pendapat kedua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa akad pengikatan jual beli adalah akad pendahuluan yang dibuat sebelum pelaksanaan akad pokok atau
Hal ini penting untuk dipertanyakan karena untuk perjanjian yang diatur dengan asas konsensualitas, waktu terjadinya kesepakatan adalah waktu terjadinya kesepakatan. 46 Pemaksaan (dwang), kekacauan (dwaling) dan penipuan (drog) adalah 3 hal yang mengakibatkan perjanjian tidak sempurna (Pasal 1321 s/d Pasal 1328 KUH Perdata). Jika ternyata dalam memberikan persetujuan itu ada unsur pengawasan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan, maka dalam hal ini tidak ada persetujuan seperti ketentuan Pasal 1321 KUH Perdata.
Setiap orang dapat mencapai kesepakatan, selama mereka tidak dinyatakan tidak cakap oleh undang-undang. Dengan diundangkannya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dalam teks Pasal 50 diatur bahwa: Dengan demikian, setelah diundangkannya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kesanggupan seseorang untuk bertindak dan kewenangannya untuk mengajukan gugatan ditentukan sebagai berikut:51.
Legislator percaya bahwa subjek data tidak dapat mewujudkan tanggung jawabnya dan oleh karena itu tidak dapat bertindak untuk membuat kesepakatan. Dalam hal ini, sejalan dengan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, baik yang menikah maupun yang belum menikah, maka ketentuan angka 3 pasal 1330 KUHPerdata tidak lagi berlaku.54 Hal ini berdasarkan Surat Edaran No. KUH Perdata tidak memberikan pengertian atau definisi tentang sebab-sebab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Perjanjian tanpa sebab, atau dibuat dengan alasan yang salah atau dilarang, tidak ada. Dari dua pendapat di atas dapat kita pahami bahwa yang dimaksud dengan wanprestasi adalah debitur yang sengaja dan lalai, yang mengakibatkan tidak dapat dipenuhinya prestasi yang harus dipenuhi dalam suatu perjanjian. Jadi, dapat dilihat bahwa wanprestasi terjadi atau timbul jika debitur yaitu debitur tidak memenuhi prestasi yang seharusnya dibuat dalam perjanjian dengan kreditur atau debitur.
Dalam pasal 1238 KUH Perdata ditentukan bahwa: Debitur lalai jika ia dinyatakan lalai dengan keputusan atau akta yang serupa, atau demi perikatan sendiri, jika hal ini menentukan bahwa debitur akan dianggap lalai dengan waktu yang ditetapkan. Kata “perintah” dalam Pasal 1238 KUH Perdata di atas mengandung peringatan, oleh karena itu “bevel” dapat juga diterjemahkan sebagai. Subekti mengartikan putusan tersebut sebagai “teguran resmi dari jurusita, sedangkan yang dimaksud dalam undang-undang dengan akta sejenis adalah teguran tertulis”.
Menurut Nieuwenhuis, kerugian adalah berkurangnya harta kekayaan salah satu pihak yang disebabkan oleh perbuatan (melakukan atau tidak melakukan) yang bertentangan dengan norma yang dilakukan oleh pihak lain.68 KUH Perdata Belanda hanya mengatur ganti rugi atas kerugian material (kebendaan) yang dapat dikompensasi dengan uang ditentukan, dan tidak mengatur penggantian kerugian yang bersifat intangible, immaterial (moral, ideal).
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan pengadaan barang/jasa oleh kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah/lembaga lain yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai dengan penyelesaian seluruh kegiatan yang tersedia. . Layanan barang. Pengadaan barang/jasa di lingkungan kementerian, lembaga daerah, lembaga yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya berasal dari APBN/APBD. Pembelian barang/jasa untuk penanaman modal di lingkungan Bank Indonesia, badan hukum milik negara dan badan usaha milik negara/daerah yang pembiayaannya seluruhnya atau sebagian ditanggung oleh APBN/APBD.72.
Pembelian barang/jasa dilakukan melalui swakelola dan/atau pemilihan penyedia barang/jasa.73 Pembelian barang dan jasa adalah upaya untuk mendapatkan barang dan jasa yang diinginkan dengan cara melakukannya atas dasar pemikiran yang logis dan sistematis (the sistem berpikir), sesuai standar dan etika yang berlaku, berdasarkan praktik dan proses pengadaan standar. 74 Adrian Sutedi, Aspek hukum pengadaan barang dan jasa dan berbagai permasalahannya, Sinar Graphic, Jakarta, 2014, halaman 5. Pengadaan barang dan jasa harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip pengadaan yang diterapkan dalam hal efisiensi, efektivitas dan persaingan yang sehat, keterbukaan, transparansi, non-diskriminasi dan akuntabilitas, sebagaimana diterapkan pada prinsip-prinsip berikut:75.
Efisiensi pengadaan diukur dari seberapa banyak yang dilakukan untuk mendapatkan barang/jasa dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Efisiensi pengadaan diukur dari seberapa jauh barang/jasa yang diperoleh dari proses pengadaan dapat mencapai spesifikasi yang telah ditetapkan. Penyediaan informasi lengkap tentang aturan main untuk melakukan pengadaan barang dan jasa kepada semua calon pemasok barang dan jasa yang berkepentingan dan masyarakat.
Intinya, segala macam informasi yang berkaitan dengan proses pengadaan barang/jasa dapat diperoleh dan diakses dengan mudah oleh masyarakat. Pembelian barang/jasa diikuti oleh semua penyedia barang/jasa sepanjang memenuhi kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan. Setiap pemasok barang/jasa mampu menunjukkan persaingan yang sehat untuk mendapatkan harga grosir tenaga kerja yang tersedia dengan meningkatkan kualitas setiap barang yang akan mereka suplai.
Pemberian perlakuan yang sama kepada semua calon pemasok barang dan jasa yang berminat mengikuti pengadaan barang dan jasa. Pertanggungjawaban pelaksanaan pengadaan barang dan jasa kepada pihak terkait dan masyarakat berdasarkan etika, norma dan hukum yang berlaku serta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengadaan barang/jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Jenis kontrak memuat Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (selanjutnya disingkat Keputusan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa).