• Tidak ada hasil yang ditemukan

mengenal pemberantasan tindak pidana korupsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "mengenal pemberantasan tindak pidana korupsi"

Copied!
284
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Persepsi Indonesia terhadap korupsi di Indonesia tahun 2021 serupa dengan Gambia yang menduduki peringkat 102 berdasarkan laporan Corruption Perception Index (CPI) tahun 2021 dunia. oleh Transparency International yang mengumumkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2020, sebuah refleksi dan pembelajaran mengenai penegakan antikorupsi di tengah pandemi. 5 Hasil penelitian yang dilakukan Tranperency International Indonesia (TII) tahun 2021, Katada Nasional.co.id.

Untuk memberantas korupsi di Indonesia, aparat penegak hukum tidak melihat latar belakang pelaku korupsi.

Aksi Pencegahan Korupsi

Kekhawatiran pemerintah terhadap kasus korupsi, pada bulan Juli 2018 pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi, singkatnya (Perpres No. 54/2018). Dalam Perpres ini substansinya adalah pembentukan Tim Nasional Pencegahan Korupsi.9 Tim Nasional tersebut diberi tugas untuk mengkoordinasikan pelaksanaan strategi nasional pencegahan korupsi dan menyampaikan laporan kepada Presiden. Dengan Perpres ini, lembaga kementerian, pimpinan, dan kepala daerah wajib menyampaikan laporan tindakan pencegahan korupsi secara berkala kepada Tim Nasional Pencegahan Korupsi setiap tiga bulan sekali.

Perpres ini berharap upaya pemerintah dalam mencegah korupsi di hulu akan mengganggu wibawa dan independensi lembaga penegak hukum.

Penyalahgunaan Wewenang dalam Perkara

Dengan demikian, rumusan pengertian perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi juga mempunyai pengertian yang sama dengan perbuatan tercela yang merugikan keadilan masyarakat dan dapat dituntut serta dihukum. Menempatkan makna bertentangan dengan hukum bersifat formal dan substantif, dengan tujuan agar lebih mudah pembuktiannya. Dalam praktik penegakan hukum, terdapat kesulitan dalam membuktikan ada tidaknya perbuatan melawan hukum dalam tindak pidana korupsi. Pengertian perbuatan melawan hukum bersifat formil dan substantif sebagaimana baku dalam Undang-Undang Tipikor, terdiri dari perbuatan yang melanggar ketentuan hukum. Saat ini terdapat diskusi apakah hal ini sejalan dengan prinsip 'nullum delictum nulla poena sin praevia lege'. poenali” (asas legalitas) atau tidak.

Pelanggaran terhadap hukum materiil, yang besarnya dilihat dari taraf penghidupan yang terdapat dalam kehidupan masyarakat, yang berkaitan dengan kebenaran atau kepatutan dan keadilan.

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Penyidikan Korupsi oleh Kejaksaan

Kejaksaan berwenang mengusut tindak pidana korupsi dan mengadili seluruh perkara pidana. Dalam hal penyitaan tunjangan berupa uang, kejaksaan bertugas menelusuri, menyita, dan mengembalikan tunjangan berupa uang yang diperoleh melalui tindak pidana dan harta benda lainnya kepada negara, pihak yang dirugikan, atau penerima manfaatnya.19. Kejaksaan diberi wewenang untuk menyita dan merampas keuntungan finansial yang diperoleh melalui tindak pidana, serta menyerahkan keuntungan finansial yang diperoleh melalui tindak pidana tersebut kepada negara, pihak yang dirugikan, dan penerima manfaatnya.

Undang-undang Kejaksaan yang berlaku saat ini belum mengatur secara tegas mengenai penyitaan dan penyitaan harta benda yang diperoleh melalui tindak pidana, sehingga perlu adanya perubahan korektif yang disesuaikan dengan keadaan saat ini.

Komitmen Terhadap Perkara Korupsi

Tugas baru yang dibebankan Perpres kepada kejaksaan ini merupakan amanah negara yang harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh dan sungguh-sungguh oleh kejaksaan. Pertanyaannya, sejauh mana komitmen kejaksaan dalam memenuhi kepercayaan negara dalam mengadili aset yang diperoleh melalui korupsi atau tindak pidana lainnya. Negara dan Pemerintah Republik Indonesia serta masyarakat mengharapkan penindakan dapat menjadi garda terdepan dalam mengamankan dan memulihkan aset dan keuangan negara yang disalahgunakan oleh pelaku.

Beratnya tugas Kejaksaan dalam menjaga aset dan keuangan negara harus diselamatkan dari ulah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut.

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Penyidikan Korupsi oleh Kepolisian

Undang-undang yang mengatur tentang penyidikan, penuntutan, dan peradilan kejahatan ekonomi (undang-undang Nomor 7 Drt Tahun 1955); Sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU No. 2/2002). 81/1981 KUHAP sebagaimana diatur dalam Pasal 1 sampai dengan 1. Penyidik ​​adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

33 Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 mengatur tentang tata cara pengangkatan dan pemberhentian Kapolri yang menjadi kewenangan Presiden Republik Indonesia.

Wewenang Kepolisian dalam Perkara Korupsi

Permasalahan ini menghambat penuntutan tindak pidana korupsi baik oleh kejaksaan maupun kepolisian. UU No. 31 Tahun 1999 (UU No. 31/1999) tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, undang-undang ini berjalan dengan baik. Penyidikan, penuntutan, dan persidangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan acara pidana yang berlaku, kecuali undang-undang ini menentukan lain.

Berdasarkan hal tersebut di atas, terdapat dua lembaga penegak hukum yang diberi kewenangan untuk mengusut tindak pidana korupsi, yaitu: Instansi Kepolisian dan Kejaksaan sesuai dengan hukum acara pidana yang diatur dalam undang-undang no.

Konsep Pemberian Wewenang

39Lihat kekuasaan preskriptif yang diberikan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 15 ayat (1), kekuasaan umum. 40 Lihat kekuasaan atributif yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pasal 15 ayat (2), kekuasaan khusus yang diberikan oleh undang-undang. Memang kewenangan khusus yang diberikan oleh undang-undang ini adalah kewenangan untuk melakukan penyidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana, baik tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus seperti tindak pidana korupsi.

Hak-hak dasar (Grondrechten): Hak-hak dasar adalah tujuan perlindungan hukum bagi masyarakat sekaligus membatasi kekuasaan pembuatan hukum;

Administrasi Peradilan

Penyidik ​​adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Penyidik ​​adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua, Ketetapan MPR RI No.

Setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memerintahkan dan melaksanakan ketentuan undang-undang tersebut di atas.

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Penyidikan Korupsi Oleh Komisi Pemberantasan

Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi kewenangan oleh undang-undang untuk melaksanakan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, undang-undang no. 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perubahan atas UU No. 20 Tahun 2001 yang disingkat UU No. 61 Kewenangan yang diberikan oleh undang-undang Kejaksaan yang baru, UU No. 11/2001 sebagaimana diatur dalam Pasal 30C huruf I memperluas kewenangan untuk melakukan penyadapan non-korupsi, termasuk tindak pidana korupsi.

Dalam penerapan hukum terhadap tindak pidana korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam satu lembaga.

Lembaga Dewan Pengawas KPK

Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mempunyai kewenangan kepolisian umum berdasarkan undang-undang. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan B. 2) Ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian berlaku bagi pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat pertama huruf b. Segala peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelenggaraan Kepolisian Negara Republik Indonesia tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini.

PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA

Peran Penting Pembuktian

Alat bukti yang diperoleh dinilai oleh hakim melalui proses penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum, penasihat hukum terdakwa dan terdakwa sendiri. 71 Lihat pasal 183 KUHAP, hakim menentukan kesalahan terdakwa berdasarkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ditambah keyakinan hakim. Pada penyerahan tahap kedua ini, kegiatan penyidik ​​adalah penyerahan tersangka dan barang bukti yang berkaitan dengan perkara tersebut.73.

Bahwa berkas yang dibuat oleh penyidik, didasarkan pada bukti-bukti yang cukup dan diperiksa oleh Kejaksaan untuk kelengkapan formil dan materilnya. Dalam proses persidangan, tugas jaksa adalah menghadirkan alat bukti, mulai dari penyusunan tuntutan atas perbuatan tersangka dan bukti-bukti yang diperoleh, hingga proses persidangan di hadapan hakim. Hakim kemudian menilai apakah alat bukti yang diberikan jaksa penuntut umum merupakan alat bukti terkait perbuatan tersangka.

Kalau kita berbicara tentang “dua alat bukti yang sah”, perkaranya sudah dalam tahap persidangan.77 Perkara pidana masih dalam tahap persidangan. 76 Alat bukti yang sah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu: keterangan saksi, ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. 77 Lihat ketentuan alinea pertama Pasal 21 KUHAP, seseorang yang ditahan disangkakan melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup.

Sebaliknya, dalam menetapkan tersangka, penyidik ​​menangkap atau menahan seseorang berdasarkan dua alat bukti yang cukup, bukan dua alat bukti yang sah. Oleh karena itu, tidak ada kesalahan dalam memahami bukti yang cukup atau bukti yang sah.

Istilah Bukti Permulaan, Cukup Bukti dan Bukti

Yang dimaksud dengan bukti permulaan, bukti yang cukup, dan bukti yang cukup sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah jenis. Substansi yang berkaitan dengan relevansi keterangan saksi terhadap suatu perkara yang sedang diselidiki dan diselidiki, berlaku juga terhadap bukti permulaan atau alat bukti lainnya. 87 Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor: 21/PUU-

Oleh karena itu, relevansi keterangan saksi dengan unsur tindak pidana yang sedang diselidiki menjadi sangat penting. Keterangan saksi dapat memberikan gambaran mengenai peristiwa yang terjadi, namun juga dapat memberikan gambaran apakah peristiwa yang dituduhkan tersebut benar-benar terjadi atau tidak. Oleh karena itu, untuk dapat dianggap sebagai alat bukti, keterangan saksi yang diperoleh penyidik ​​harus saling sesuai dan mempunyai nilai pembuktian yang sesuai dengan alat bukti lainnya.

Beberapa saksi yang berdiri sendiri tidak mempunyai nilai pembuktian atas peristiwa yang terjadi, apabila keterangan saksi tersebut bertentangan dengan keterangan calon tersangka atau saksi terlapor. Oleh karena itu, kesesuaian antara alat bukti dan keterangan para saksi menjadi dasar penetapan seseorang sebagai tersangka sebagaimana diperintahkan dalam peninjauan kembali putusan MK oleh hakim pada tanggal tersebut. Kesesuaian keterangan saksi dan alat bukti yang diperoleh penyidik ​​dengan prosedur dan mekanisme yang diperbolehkan oleh undang-undang.

Oleh karena itu, dalam rangka penegakan hukum, dalam melakukan tindakan pemaksaan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana, baik tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus, harus didasarkan pada sekurang-kurangnya dua (dua) alat bukti yang cukup. Kedua alat bukti tersebut tidak boleh menyimpang dari ketentuan alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu alat bukti saksi, ahli, surat, petunjuk, dan keterangan tersangka.

Teori Pembuktian

PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK

Pembuktian Terbalik Tindak Pidana Korupsi

Bukti tandingannya diadopsi pada UU Nomor 3 Tahun 1971 dan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terakhir diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2019. UU No. 3 Tahun 1971 dan UU No. Kejahatan yang terakhir diubah dengan UU No. 19 Tahun 2019 (UU No. 19/2019) menerapkan sistem pembuktian bersama (Konvensional), artinya dalam proses penyidikan hingga pemeriksaan di sidang pengadilan tindak pidana korupsi, meskipun terdakwa memberikan keterangan atas dugaan perbuatan melawan hukum. terkait dengan tindak pidana korupsi. Penerapan asas praduga tak bersalah dalam tindak pidana korupsi ini berarti terdakwa tidak mempunyai kewajiban untuk membuktikan dirinya tidak bersalah, oleh karena itu beban pembuktian sepenuhnya menjadi tanggung jawab penuntut umum sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat. (3) dan ayat (4) UU – UU No. 3 tahun 1971.

Dengan demikian, undang-undang no. 3 Tahun 1971 menganut sistem pembuktian biasa (konvensional) dan bukan pembuktian terbalik. Sedangkan UU No. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menggunakan sistem pembuktian terbalik yang berimbang (terbatas), yang berarti bahwa dalam penyidikan perkara tindak pidana korupsi, di satu pihak penuntut umum wajib membuktikan adanya suatu tindak pidana. telah berkomitmen. Guna memperkuat landasan hukum bagi upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang semakin canggih dan sulit dibuktikan, maka sangat tepat jika UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memperkenalkan sistem verifikasi terbalik.

Namun kenyataannya, undang-undang tersebut belum sepenuhnya menerapkan sistem pembuktian terbalik. Kemudian, dalam ketentuan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur pengecualian pemberian keterangan selain pejabat yang dimaksud yaitu notaris, dokter, dan pengacara, sama seperti yang diatur dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Apabila mencermati ketentuan sebagaimana dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di atas.

95 Lihat pencegahan utama pada huruf c Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, yaitu penegakan hukum yang adil untuk ditegakkan. Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi wewenang berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,96.

Sistem Pembuktian Terbalik dalam Tindak

Referensi

Dokumen terkait