• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENENTUKAN ANGKA PERKOLASI UNTUK PERENCANAAN BIDANG RESAPAN PADA SISTIM TANGKI SEPTIK

N/A
N/A
Yudi Saja

Academic year: 2023

Membagikan "MENENTUKAN ANGKA PERKOLASI UNTUK PERENCANAAN BIDANG RESAPAN PADA SISTIM TANGKI SEPTIK"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MENENTUKAN ANGKA PERKOLASI UNTUK

PERENCANAAN BIDANG RESAPAN PADA SISTIM TANGKI SEPTIK Oleh :

1. Partahi H. Lumbangaol 2. Salomo Simanjuntak

Penelitian ini meneliti angka perkolasi pada tipikal kawasan pemukiman yang masih menggunakan sistim tangki septik dalam mengelola air kotor yang dihasilkan. Penelitian mengambil tempat di Jln Bunga Lau, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan Kota Madya Medan. Daerah ini dipadati oleh perumahan yang merupakan tempat kos (pemondokan) mahasiswa maupun keluarga pasien yang berhubungan dengan Rumah Sakit H Adam Malik Medan. Kawasan ini dipilih menginat seringnya timbul masalah terkait pembuangan air kotor akibat tingginnya beban sistim tangki septik terkait penggunaan yang melebihi kapasitas. Pengamatan dilakukan dengan membuat lubang ukuran 50 x 50 x 50 cm.

Selanjuntya lubang dibuat jenuh dengan merendamnya semalaman. Setelah itu pengamatan perkolasi dilakukan dengan mengisi air kedalam lubang untuk selanjuntya diukur kedalaman penurunan air yang terjadi di dalam lubang selama 30 menit. Angka perkolasi dihitung sebagai lamanya waktu penurunan air setiap cm yaitu dengan cara membagi 30 menit dibagi kedalaman penurunan air. Pada lokasi yang diteliti didapatkan angka perkolasi sebesar 7 menit / cm.

1. PENDAHULUAN

Air kotor yang dihasilkan setiap rumah tangga perlu dikelola dengan baik agar tidak mencemari lingkungan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan. Yang dimaksud air kotor adalah air limbah yang berasal dari kloset, peturasan, bidet dan air buangan yang mengandung kotoran manusia (Morimura, 1984).

Pembuangan air kotor hingga saat ini masih merupakan masalah perkotaan di Indonesia. Sekjen Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan hingga saat ini baru 60,9 persen layanan sanitasi tertangani dengan baik, dalam arti sesuai standard dan tidak mencemari lingkungan. Sementara 39,1 peren lainnya dalam kondisi buruk atau belum tertangani dengan baik. Sebahagian besar terdapat di perkotaan yang banyak terdapat kawasan kumuh dengan limbah rumah tangga dan limbah-limbah lainnya karena kegiatan ekonomi yang mencemari sungai (Kompas.com 2015). Sekretaris Direktur Jenderal Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Rina Agustin melaporkan hingga saat ini 60 juta orang masih buang air besar (BAB) sembarangan. Akibatnya, jutaan bayi di Indonesia berpotensi terancam kesehatannya atau berisiko kematian (Kompas.com 2015). Dalam Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional tahun 2013 di Jakarta terungkap bahwa Indonesia berada di urutan kedua di dunia sebagai negara dengan sanitasi terburuk. 63 juta penduduk Indonesia tidak memiliki toilet dan masih buang air besar (BAB) sembarangan di sungai, laut, atau di permukaan tanah (Kompas.com 2013).

Untuk mencegah dampak lingkungan dan dampak kesehatan, air kotor yang dihasilkan harus diolah sebelum dibuang ke alam. Pada daerah yang sudah memiliki layanan jaringan pemipaan air kotor, limbah cair rumah-tangga semua dialirkan melalui jaringan perpipaan ke suatu lokasi

(2)

pengolahan air limbah komunal. Di Indonesia hanya ada beberapa kota yang memiliki jaringan perpipaan air kotor seperti ini. Kota Medan adalah salah satu yang telah memiliki nya namun belum semua area kota Medan dilayani oleh jaringan pemipaan air kotor tersebut.

Pada daerah yang belum dilayani jaringan pemipaan air kotor, air dari kloset / jamban harus ditampung dalam bak tertutup yang biasa disebut tangki septik sedikitnya selama 24 jam. Hal ini bertujuan memberi waktu yang cukup agar bakteri patogenik mati dan tidak mencemari lingkungan. Selain itu konstruksi tangi septik harus sedemikian rupa sehingga kotoran padat akan tertahan didalam tangki dan mengalami pembusukan / penguraian oleh mikroorganisme pada kondisi septik (tanpa adanya oksigen). Penguraian akan mengubah bahan pencemar menjadi senyawa-senyawa sederhana yang tidak mencemari lingkungan. Cairan yang keluar dari tangki septik harus diresapkan kedalam tanah. Hal ini bertujuan agar cairan tersebut mengalami penyaringan alami melalui butiran tanah sekaligus penguraian lanjutan oleh mikroorgnisme yang ada di dalam tanah.

Perencanaan sistim pembuangan dengan metode tangki septik yang dilengkapi bidang resapan sering diserahkan kepada para tukang bangunan yang kurang memahami cara kerja sistim pembuangan air kotor ini. Bidang resapan yang telah dibuat tidak mampu meresapkan semua air kotor yang keluar dari tangki septik. Akibatnya, air yang digelontor ke jamban tidak surut-surut hingga beberapa menit bahkan jam.

Solusi yang sering diambil oleh pekerja bangunan adalah mengambil jalan pintas dengan membuat pipa pembuangan air dari tangki septik langsung ke saluran drainase. Hal ini berakibat masuknya bahan-bahan pencemar yang masih mengandung kotoran manusia kedalam saluran drainase. Selanjutnya akan terjadi kondisi septik (habisnya oksigen) pada saluran drainase. Akan timbul bau tidak sedap karena saluran drainase dipenuhi air kotor yang masih mengalami pembusukan.

Untuk mencegah hal ini, bidang resapan cairan yang keluar dari tangki septik harus direncanakan dengan memperhatikan laju resapan air ke dalam tanah pada lokasi dan kedalaman dimana bidang resapan tersebut direncanakan. Laju resapan ini biasa dikenal dengan “Angka Perkolasi”

ataupun “Percolation Rate” yang memiliki satuan “menit/cm”. Dalam penelitian ini, penulis bermaksud mencari besarnya angka perkolasi pada lokasi Universitas HKBP Nommensen dimana pembuangan air kotornya masih dilakukan dengan metode tangki septik.

2. STUDI LITERATUR

Sistim pengolahan air limbah domestik dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kategori yaitu pengolahan komunal dan pengolahan individual. Pengolahan komunal dilakukan dengan mengumpulkan air limbah dari beberapa rumah melalui jaringan perpipaan untuk diolah pada satu tempat. Biasanya skala pengolahan sistim komunal sangat besar. Sumbernya bisa dari beberapa ratus atau bahkan beberapa ribu rumah. Pengolahannya membutuhkan peralatan mekanis dan kolam pengolahan dengan volume hingga ribuan meter kubik serta energi listrik untuk menggerakkan unit-unit pengolah. Efluen yang dihasilkan dapat dibuang langsung ke badan air penerima seperti sungai atau saluran drainase. Pengolahan individual biasanya melayani satu atau beberapa rumah tangga tanpa penggunaan teknologi mekanis. Efluen yang

(3)

dihasilkan diresapkan ke dalam tanah ataupun ditampung dalam kolam sederhana dimana kontak dengan udara bebas akan melarutkan oksigen kedalam kolam sehingga memungkinkan mikroorganisme dan biota air lainnya untuk mengasimilasi bahan-bahan organik yang masih terkandung dalam efluen.

Khususnya di perkotaan, pengolahan individual yang sering dipraktekkan adalah sistim Tangki Septik. Pada sistim ini, air dari jamban dialirkan ke dalam tangki septik dengan waktu yang sangat lambat. Dalam perencanaan, air yang masuk kedalam tangki akan memerlukan setidaknya 24 jam sebelum dapat keluar dari lingkungan tangki. Konstruksi tangki dibuat sedemikian rupa sehingga padatan tidak akan mungkin keluar bersama cairan dari dalam tangki.

Seiring berjalannya waktu, padatan yang berada dalam tangki akan mengalami pembusukan dan berubah menjadi lumpur yang mengendap pada dasar tangki. Akibat penguraian oleh mikroorganisme lumpur akan berobah menjadi bahan cair yang terlarut dalam air. Air yang berlebih akan diresapkan ke dalam tanah. Karenanya, tangki septik yang direncanakan dengan baik tidak akan mudah penuh. Namun demikian, tergantung jumlah pemakainya, laju pembusukan bisa kalah cepat dibanding laju pertambahan lumpur di dalam tangki. Apabila ini terjadi, tangki septik akan penuh lumpur.

Effluent dari tangki septik pada dasarnya masih mengandung banyak bahan organik yang dapat mencemari badan air. Oleh karenanya effluent ini masih memerlukan pengolahan lebih lanjut.

Pengolahan lanjutan diharapkan terjadi pada bidang resapan, dimana kandungan bahan organik effluent terurai secara terus menerus ketika effluen mengalir melalui butir butir tanah dalam perjalananannya merembes ke dalam tanah.

(4)

Gambar 1. Tangki Septik

Pada kondisi dimana tangki telah penuh dengan lumpur, ada kemungkinan lumpur dapat ikut keluar dari tangki dan mengotori bidang resapan. Lama kelamaan hal ini akan merusak bidang resapan sehingga air tidak bisa meresap lagi ke dalam tanah dengan baik. Sebelum ini terjadi, tangki septik harus dikuras (biasanya menggunakan jasa mobil penyedot tinja).

Gambar 2. Skema Sistim Tangki Septik dan Bidang Resapan

(5)

Secara umum, tangki septik dengan bentuk persegi panjang mengikuti kriteria disain yang mengacu pada SNI 03-2398-2002 yaitu sebagai berikut:

· Perbandingan antara panjang dan lebar adalah (2-3): 1

· Lebar minimum tangki adalah 0,75m

· Panjang minimum tangki adalah 1,5m

· Kedalaman air efektif di dalam tangki antara (1-2,1)m

· Tinggi tangki septik adalah ketinggian air dalam tangki ditambah dengan tinggi ruang bebas (free board) yang berkisar antara (0,2-0,4)m

· Penutup tangki septik yang terbenam ke dalam tanah maksimum sedalam 0,4m

Bila panjang tangki lebih besar dari 2,4 m atau volume tangki lebih besar dari 5,6 m3, maka interior tangki dibagi menjadi 2 (dua) kompartemen yaitu kompartemen inlet dan kompartemen outlet. Proporsi besaran kompartemen inlet berkisar 75% dari besaran total tangki septik.

Penentuan dimensi tangki septik dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu dengan melakukan perhitungan ataupun dengan menggunakan tabel yang terdapat di dalam SNI 03-2398-2002.

Metode peresapan effluent dari tangki septik biasanya dilakukan dengan 2 cara, yaitu metode bidang resapan dan metode sumur resapan.

Gambar 3. Hubungan Tangki Septik dan Bidang Resapan

Gambar 4. Potongan Bidang Resapan

(6)

Konsep peresapan ini pada hakekatnya adalah memberi kesempatan pada cairan yang keluar dari tangki septik untuk meresap ke dalam tanah dengan jalan menampung air tersebut pada satu sistem resapan. Dalam perjalanannya meresap, cairan akan melalaui butiran butiran tanah yang akan menyaring bahan pencemar secara fisis maupun biologis sehingga bahan pencemar akan berkurang.

Pada saat cairan tangki septik meresap ke dalam tanah maka cairan akan mengisi ruang kosong (void) di dalam tanah yang terisi udara (soil moisture deficiency) sampai mencapai kapasitas lapang (field capacity) dan selanjutnya bergerak kebawah secara gravitasi akibat berat sendiri.

Ketika sampai pada daerah jenuh (saturated zone) air tetap meresap ke segala arah. Gerakan air yang meresap pada daerah jenuh inilah yang disebut dengan perkolasi. Proses meresapnya air ke dalam tanah disebut dengan infiltrasi. Perkolasi merupakan proses masuknya air tersebut ke lapisan yang lebih dalam dan berada pada kondisi jenuh (saturated). Besarnya laju perkolasi dalam penelitian ini dinyatakan dengan menit / cm.

Bidang resapan merupakan unit yang disediakan untuk meresapkan air limbah yang telah terolah dari tangki septik ke dalam tanah. Air yang diresapkan ini merupakan air limbah yang telah dipisahkan padatannya (effluent dari tangki septik) namun masih mengandung bahan organik dan mikroba patogen. Dengan adanya bidang resapan ini, diharapkan air olahan dapat meresap ke dalam tanah sebagai proses filtrasi dengan media tanah ataupun jenis media lainnya.

Bidang resapan terdiri dari, pipa PVC diameter 4” (100mm) berlobang yang berfungsi menyebarkan/mendistribusikan cairan, yang diletakkan dalam parit dengan lebar 60 cm – 90 cm.

Pipa berlobang ditempatkan dan dikubur dengan kerikil selanjutnya berturut turut keatas adalah lapisan ijuk untuk mencegah material halus masuk ke kerikil, lapisan pasir untuk mencegah bau dan pertumbuhan akar tanaman agar tidak mencapai kerikil dan pipa, lapisan tanah secukupnya untuk mengurangi infiltrasi air hujan. Untuk bidang resapan yang terdiri dari lebih dari 1 lajur maka jarak minimum antar lajur adalah 150 cm. Pipa harus diletakkan 5 – 15 cm dari permukaan agar air limbah tidak naik keatas. Parit ini harus digali dengan panjang tidak lebih dari 20 meter.

Bidang resapan tepat digunakan pada lahan dengan karakteristik sebagai berikut (Sudarmadji dan Hamdi 2013) : angka perkolasi 0,5 sampai 24 menit/cm ; ketinggian muka air tanah minimum 0,6 m dibawah dasar rencana bidang resapan ; jarak horizontal ke sumur sumber air tidak kurang dari 10m.

Tabel 1. Angka Perkolasi Tipikal Untuk Beberapa Jenis Tanah

(7)

Gambar 5. Metode Sumur Resapan

Sumur resapan lebih sederhana dibanding dengan bidang resapan. Sumur Resapan bisa dibiarkan kosong dan dilapisi dengan bahan yang bisa menyerap (untuk penopang dan mencegah longsor), atau tidak dilapisi dan diisi dengan batu dan kerikil kasar. Batu dan kerikil akan menopang dinding agar tidak runtuh, tapi masih memberikan ruang yang mencukupi untuk air limbah.

Dalam kedua kasus ini, lapisan pasir dan krikil halus harus disebarkan diseluruh bagian dasar untuk membantu penyebaran aliran. Kedalaman sumur resapan harus 1,5 dan 4 meter, tidak boleh kurang dari 1,5 meter diatas tinggi permukaan air tanah, dengan diameter 1,0 – 3,5 meter.

Sumur ini harus diletakkan lebih rendah dan paling tidak 15 meter dari sumber air minum dan sumur. Sumur resapan harus cukup besar untuk menghindari banjir dan luapan air. Kapasitas minimum sumur resapan haraus mampu menampung air limbah yang dihasilkan dalam satu hari.

Sumur Resapan dapat menjadi alternatif bidang resapan. Pilihan ini sesuai pada saat kondisi tanah pada bagian permukaan kedap namun pada lapisan bagian bawah lulus air (porous) ; angka perkolasi relatif kecil (0,5 sampai 12 menit/cm) ; jarak muka air minimum 1,2 m dibawah dasar konstruksi.

Dalam merencanakan Bidang Resapan maupun Sumur Resapan, luasan daerah yang meresapkan air dianggap hanya area yang berada dilapisan bawah (dasar resapan) tanpa ada yang merembes melalui dinding-dinding nya.

Untuk mengetahui luas area rencana peresapan dapat dilakukan dengan mengalikan volume limbah yang perlu diresapkan dalam 1 (hari) dengan angka perkolasi yang didapat dari pengamatan. Bila angka perkolasi yang didapat adalah 45 menit /cm dan volume limbah yang harus diresapkan 500 liter per hari, maka luas area resapan setidaknya harus

= 45 menit/cm x 500 liter/hari

= 45 x 500 x 1000 / (24x60)

= 15.625 cm2

(8)

Apabila bidang resapan dibuat selebar 50 cm , maka panjang yang dibutuhkan hanya sekitar 313 cm.

Angka perkolasi setempat harus ditentukan dengan melakukan tes perkolasi yang dapat dilakukan sebagai berikut :

1. buat lubang sedalam bidang resapan ataupun sumur resapan yang diinginkan dengan ukuran 300 mm x 300 mm

2. kondisi tanah dasar dan dinding lubang harus dibuat jenuh air dengan cara terus menerus mengisinya dengan air selama 12 jam sehingga lubang tersebut jenuh air ; apabila lubang kering, air harus diisi kembali agar lubang senantiasa terendam air

3. setelah 12 jam, lubang diisi air sedalam 40 cm dan catat waktu yang dibutuhkan untuk mencapai penurunan muka air dari kedalaman 75 % penuh hingga kedalaman 25% penuh (penurunan dari kedalaman 30 cm hingga 10 cm)

4. ulangi prosedur 1. hingga 3. pada lubang yan berbeda namun masih disekitar lokasi rencana bidang resapan

5. Ambil nilai rata-rata dari 3 pengukuran

6. Angka perkolasi = nilai dari langkah 5 dibagi 20 cm

3. MASALAH

Keberhasilan pengolahan limbah dengan metode tangki septik sangat bergantung pada kemampuan tanah meresapkan effluent tangki septik. Kemampuan tanah meresapkan secara teoritis dikenal dengan angka perkolasi yang harus diukur dilapangan pada lokasi dan kedalaman rencana bidang resapan. Rumah rumah di perkotaan Indonesia masih menggunakan sistim tangki septik dalam mengelola air kotornya. Pertambahan penduduk dan penambahan fasilitas MCK akan membutuhkan tangki septik yang baru. Untuk itu perlu diketahui angka perkolasi pada lokasi-lokasi yang potensil menjadi daerah resapan baru. Sehingga pada saat pembangunan baru dapat diketahui berapa luasan bidang resapan yang dibutuhkan.

Informasi dari penelitian ini akan bermanfaat dalam bidang ilmu teknik sipil yang berkaitan dengan perencanaan fasilitas sanitasi.

Bagi pelaksanan pendidikan dan pengajaran di Program Studi Teknik Sipil, penelitian ini dapat melibatkan mahasiswa yang berminat melakukan tugas akhir dengan topik yang sama.

4. METODOLOGI / PENGAMATAN LAPANGAN

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey literature dan pengamatan lapangan,

4.1. PENGAMATAN LAPANGAN :

Pengamatan angka perkolasi setempat dilakukan di kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Tepatnya lokasi pengamatan berada di Jalan Bunga Lau. Secara skematis pengamatan lapangan dapat dilihat pada gambar 6 berikut :

(9)

Gambar 6. Skematis Pengamatan Lapangan

Langkah – langkah kegiatan pengamatan adalah sebagai berikut :

1. Lubang tes perkolasi sedalam 50 cm diisi air dan diukur kedalaman muka airnya dari acuan sederhana menggunakan batang bambu.

2. Kedalaman muka air dari acuan setelah 30 menit dicatat.

3. Langkah ini diulangi untuk 3 tempat yang berdekatan 4. Kemudian 3 angka yang diperoleh dirata-ratakan

5. Angka perkolasi adalah = 30 menit / angka rata-rata langkah sebelumnya

Dari tiga lubang pengamatan dapat dilaporkan angka perkolasi sebagai berikut :

Sebagai angka acuan yang akan digunakan adalah rata-rata ketiga angka diatas yaitu : ( 6 + 6,92 + 8,2 ) / 3 = 7,04 menit/cm

(10)

Membandingkan hasil ini dengan panduan oleh Bintek (2011) dapat dilaporkan bahwa angka perkolasi ini adalah ideal dan dapat diandalkan untuk menghasilkan bidang resapan yang baik.

Tabel 2. Angka Perkolasi Hasil Pengamatan Lapangan

Lubang Penurunan muka air selama 30 menit

Pertama (cm)

Penurunan muka air selama 30 menit

Kedua (cm)

Penurunan muka air selama 30 menit

Ketiga (cm)

A 4 4 4

B 6 6 5

C 5 3 2

Rata-rata 5 4,33 3,66

Angka

Perkolasi 6 menit/cm 6,92 menit/cm 8,2 menit/cm

Berdasarkan data diatas maka dapat diperkirakan bahwa satu rumah berpenghuni 10 orang di daerah tersebut akan membutuhkan luas bidang resapan sbb :

Volume air kotor yang perlu diresapkan 10 X 50 (ltr /org / hari) = 500 liter = 0,5 m3 / hari Luas bidang resapan perlu :

= 0,5 (m3/hari) x 7 (menit/cm) x (100/1440)

= 0,243 m2

Sekitar 50 cm x 50 cm untuk bentuk persegi Atau diameter 60 cm untuk bentuk sumuran

Mengingat air yang meresap ke dalam tanah ini masih mengandung banyak bahan pencemar maka, lokasi bidang resapan tidak boleh terlalu dekat ke sumur sumber air bersih. Salah satu kriteria yang dapat menjadi pedoman jarak tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut :

(11)

Tabel 3. Jarak Aman Bidang Resapan ke bangunan / sumber air bersih

Dengan jarak sekitar 10 m dan kecepatan aliran air tanah sekitar 3 m per hari maka diharapkan air resapan telah menghabiskan waktu sekitar 3 hari sebelum mencapai sumber air bersih. Selang waktu 3 hari didalam tanah tanpa keberadaan oksigen dipastikan telah cukup untuk membunuh bakteri - bakteri patogen yang berasal dari perut manusia. Air resapan tersebut pun tidak lagi berbahaya apabila tercampur dengan sumber air bersih penduduk.

5. KESIMPULAN

Angka perkolasi mempengaruhi luasan bidang resapan yang dibutuhkan untuk meresapkan efluent tangki septik. Angka perkolasi ini tergantung pada kondisi tanah pada lapisan tertentu.

Mengetahui angka ini memberikan informasi penting mengenai luasnya bidang resapan yang dibutuhkan dalam perencanaan tangki septik. Angka perkolasi ini dapat berubah akibat pemakaian yang terus menerus untuk meresapkan effluent tangki septik. Perubahan ini dapat terjadi utamanya ketika effluent tangki septik masih banyak mengandung padatan akibat beban yang berlebihan. Hal ini terjadi ketika pengguna tangki septik jauh melampaui kapasitas rencana.

Idealnya, angka perkolasi berkisar antara 0,5 hingga 24 menit / cm. Ketinggian muka air tanah minimum 0,6 m dibawah dasar rencana bidang resapan. Jarak horizontal dari sumur sumber air tidak boleh kurang dari 10 m.

Pada lokasi penelitian ini, angka perkolasi termasuk ideal yaitu sekitar 7 menit/cm. Angka ini memudahkan effluent tangki septik untuk meresap dengan cepat seluruhnya kedalam tanah.

6. DAFTAR PUSTAKA :

http://properti.kompas.com/read/2015/10/29/200000321/39.1.Persen.Sanitasi.di.Indonesia.M asih.dalam.Kondisi.Buruk

http://properti.kompas.com/read/2015/08/12/024842721/Di.Indonesia.60.Juta.Orang.BAB.Se mbarangan

http://properti.kompas.com/read/2013/10/31/1209048/Indonesia.Negara.dengan.Sanitasi.Te rburuk.Kedua.di.Dunia.

(12)

Soufyan dan Morimura, (1984) Perencanaan dan Pemeliharaan Sistim Plambing, Jakarta :

Pradnya Paramita

Sudarmadji dan Hamdi, (2013) ‘Tangki Septik Dan Peresapannya Sebagai Sistem Pembuangan Air Kotor Di Permukiman Rumah Tinggal Keluarga’, Jurnal Teknik Sipil, Vol.9 No.2, hal.134-142

Referensi

Dokumen terkait