• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN RASA INGIN TAHU DAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA KELAS V MATA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN SOMATIC AUDITORI VISUAL DAN INTELEKTUAL (SAVI) DI SD PATRA MANDIRI - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN RASA INGIN TAHU DAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA KELAS V MATA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN SOMATIC AUDITORI VISUAL DAN INTELEKTUAL (SAVI) DI SD PATRA MANDIRI - repository perpustakaan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

Dari pengertian tersebut berarti bahwa dalam mengembangkan rasa ingin tahu seseorang harus selalu haus akan rasa ingin tahu. Karakter rasa ingin tahu juga sangat penting dalam proses pembelajaran, seperti yang diungkapkan Ardiyanto dalam Puspitasari bahwa rasa ingin tahu akan menjadikan siswa sebagai pemikir yang aktif, pengamat yang aktif, yang kemudian akan memotivasi siswa untuk belajar lebih dalam sehingga akan mendatangkan kepuasan dalam belajar. menghilangkan rasa bosan untuk terus belajar. Dapat diartikan bahwa rasa ingin tahu merupakan salah satu karakter yang harus dikembangkan dalam proses pembelajaran.

Karena karakter rasa ingin tahu dapat memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam belajar sehingga proses pembelajaran menjadi aktif dan hasil belajar yang diperoleh akan lebih baik. Dari pengertian rasa ingin tahu di atas dapat disimpulkan bahwa rasa ingin tahu merupakan suatu sikap/perilaku yang dimiliki oleh setiap individu untuk terus mencari informasi. Melalui rasa ingin tahu, siswa tidak perlu didorong untuk belajar sedemikian rupa, siswa dapat merasakan sendiri pembelajarannya.

Menurut Raharja, indikator yang paling menonjol untuk mengukur tinggi rasa ingin tahu individu adalah keinginan untuk menggali informasi, kemauan untuk menggali informasi, berpetualang dengan informasi, dan keberanian bertanya. 1) Indikator rasa ingin tahu sekolah. a) Menyediakan media komunikasi atau informasi (media cetak/elektronik) untuk berekspresi kepada warga sekolah. b) Memudahkan warga sekolah dalam mendalami pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. 2) Indikator rasa ingin tahu kelas. a) Ciptakan suasana kelas yang mengundang rasa ingin tahu. b) Eksplorasi lingkungan secara terprogram. c) Media yang tersedia untuk komunikasi atau informasi (media cetak atau media elektronik).

Indikator rasa ingin tahu yang peneliti gunakan antara lain menanyakan atau membaca sumber di luar buku teks tentang materi yang berkaitan dengan pelajaran, membaca atau bertanya tentang peristiwa alam, sosial, ekonomi, politik, dan teknologi yang baru didengar, dan menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan mata pelajaran. tapi di luar apa yang dibahas di kelas. Berdasarkan indikator kelompok 4-6 diatas maka dibuatlah angket rasa ingin tahu dan angket rasa ingin tahu.

Tabel 2.1Indikator Rasa Ingin Tahu
Tabel 2.1Indikator Rasa Ingin Tahu

Model Pembelajaran SAVI (Somatic Auditori Visual Intelektual) a. Pengertian Model Pembelajaran SAVI

Model pembelajaran SAVI (somatic, auditory, visual dan intelektual) merupakan model yang menyediakan sistem yang lengkap untuk menggabungkan panca indera dan emosi ke dalam proses pembelajaran, yang merupakan cara belajar yang alami. Somatik artinya belajar dengan cara bergerak dan bertindak, Auditori artinya belajar dengan berbicara dan mendengarkan, Visual artinya belajar dengan mengamati dan menggambar, Intelektual artinya belajar dengan memecahkan masalah dan menjelaskan (Rusman, 2012:373). Model pembelajaran SAVI berarti belajar dengan memaksimalkan pemanfaatan indera, dan dalam proses pembelajaran dengan model SAVI unsur-unsur tingkat kognitif, afektif, dan psikomotorik digabungkan menjadi satu.

Emosi dalam proses pembelajaran juga ditekankan, artinya siswa benar-benar terlibat langsung dan fokus perhatiannya hanya tertuju ke dalam diri sendiri. Pembelajaran SAVI sesuai dengan ilmu kognitif modern yang menyatakan bahwa pembelajaran terbaik melibatkan emosi, seluruh tubuh, seluruh indra dan seluruh kedalaman dan keluasan diri seseorang, menghargai gaya belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang-orang berbeda cara belajarnya. Pembelajaran dapat berlangsung maksimal apabila keempat unsur SAVI hadir dalam proses pembelajaran, yaitu perpaduan gerak fisik, berbicara, mendengarkan, mengamati dan menggambar dalam suatu pemikiran atau aktivitas intelektual dengan menggunakan seluruh inderanya.

Somatik artinya siswa bergerak dan bangkit dari tempat duduknya selama proses pembelajaran dan aktif secara fisik selama proses pembelajaran. Menurut Dave Meier, “pembelajaran somatik adalah pembelajaran taktil dan langsung (melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh saat belajar). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses belajar mengajar tidak hanya ditujukan pada gerak anak saja. di dalam kelas, namun dalam proses pembelajarannya guru memberikan berbagai latihan yang unik dan menarik, karena anak yang memiliki kecerdasan kinestetik akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran dengan baik.

Dengan model somatik ini, siswa yang aktif akan mengikuti proses pembelajaran dengan cara yang menyenangkan. Jadi, dalam proses pembelajaran pun, guru harus memberikan ruang kepada siswa untuk mengemukakan pendapat yang tersimpan di otaknya. Hal ini pun memerlukan desain pembelajaran yang menarik atau komunikasi yang erat antara guru dan siswa agar siswa dapat mengemukakan pendapatnya secara memadai sehingga pembelajaran terasa hidup.

Pembelajaran dengan menggunakan sumber belajar seperti buku cerita, cerita rakyat dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan pembelajaran menyimak. Ketika dalam proses pembelajaran, guru biasanya menjelaskan materi dengan cepat tanpa memperhatikan jawaban siswa, sehingga siswa menjadi pasif karena mendengarkan tanpa mengemukakan pendapatnya tentang materi tersebut. Mintalah siswa untuk bekerja berpasangan dan mendiskusikan secara rinci apa yang baru mereka pelajari dan bagaimana mereka akan menerapkannya.

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan suatu keterampilan atau mendemonstrasikan suatu konsep sambil menjelaskan secara rinci apa yang sedang dilakukan siswa. Selain itu dalam penerapan model pembelajaran SAVI, kunci terpenting untuk melaksanakannya dengan baik adalah guru itu sendiri.

Penelitian Yang Relevan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian quasi eksperimen dengan desain one-group pre-test-post-test design. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran SAVI efektif diterapkan dalam pembelajaran pecahan Aktivitas siswa pada setiap kategori pada setiap RPP adalah efektif. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran materi pecahan dengan menerapkan model pembelajaran SAVI efektif pada setiap aspek dalam kategori baik dan sangat baik. kategori Reaksi siswa terhadap pembelajaran pecahan dengan model pembelajaran SAVI adalah positif, dan ketuntasan belajar siswa tuntas secara klasikal sebanyak 26 siswa (86,67%) tuntas, dan hanya 4 siswa (13,33%) yang tidak tuntas belajarnya. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran SAVI berpengaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas V SD N Rambayan.

Penelitian yang ditulis oleh Retno Marsitin berjudul “Penalaran Matematis dan Kemampuan Koneksi dalam Pembelajaran Matematika dengan Pemecahan Masalah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat naturalistik, dengan desain penelitian tindakan kelas, yang dilaksanakan dalam dua siklus. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan kemampuan penalaran dan koneksi matematis dalam pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan penalaran dan koneksi matematis meningkat ketika pembelajaran matematika melalui pemecahan masalah. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan penalaran dan koneksi matematis meningkat ketika pembelajaran matematika melalui pemecahan masalah. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh proses pembelajaran matematika di sekolah dasar yang masih menitik beratkan pada keaktifan guru di kelas dibandingkan siswa.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan menggunakan jenis penelitian quasi eksperimen yang merupakan desain non-equivalent control group. Subyek penelitian ini adalah kelas A sebanyak 38 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas B sebagai kelas kontrol sebanyak 38 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pre-test kemampuan komunikasi matematis sebesar 40,92 pada kelas eksperimen dan 34,74 pada kelas kontrol.

Setelah diberikan perlakuan berbeda dan tes akhir kemampuan komunikasi matematika diperoleh nilai rata-rata sebesar 72,11 pada kelas eksperimen dan 60,53 pada kelas kontrol. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran SAVI berpengaruh positif terhadap keterampilan koneksi dan keterampilan komunikasi siswa serta hasil belajar siswa di SD Serang. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model SAVI tidak lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar dengan model NHT.

Kerangka Pikir

Rasa ingin tahu siswa dalam proses pembelajaran tampak kurang, karena siswa tidak berani bertanya atau menjawab pertanyaan kepada guru dan suasana pembelajaran terkesan pasif karena tidak adanya interaksi dalam mengemukakan pendapat. Mengetahui permasalahan tersebut maka timbul tindakan dengan menerapkan model pembelajaran Somatic Auditory Visual Intellectual (SAVI). Pada siklus I peneliti melakukan tahap perencanaan yang meliputi pembuatan RPP, media pembelajaran, formulir evaluasi, dan lain sebagainya.

Selanjutnya memasuki tahap tindakan yaitu penerapan segala sesuatu pada tahap perencanaan ke dalam proses pembelajaran. Selanjutnya tahap observasi adalah peneliti bersama-sama pengamat lain yang melakukan kegiatan observasi atau mengamati aspek-aspek yang diperlukan dengan cara menyaksikan langsung kegiatan pembelajaran. Setelah ketiga fase tersebut selesai, selanjutnya dilakukan fase refleksi dimana pada fase ini peneliti, pengamat lain dan guru melakukan kegiatan diskusi bersama terkait dengan rangkaian kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Apabila kegiatan pembelajaran belum berjalan sempurna atau indikator keberhasilan belum diperoleh, maka dilanjutkan ke siklus kedua. Pada siklus II, hasil refleksi siklus I yang telah diperbaiki diterapkan kembali dalam kegiatan pembelajaran. Apabila kegiatan refleksi pada siklus II diperoleh hasil yang baik maka penelitian dapat dihentikan, namun apabila peneliti kurang yakin dengan hasil yang diperoleh maka dapat dilanjutkan ke siklus berikutnya.

Refleksi guru dan pengamat melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan dan hasil refleksi tersebut dijadikan bahan perbaikan pada siklus berikutnya.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Kondisi Awal
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Kondisi Awal

Hipotesis Tindakan

Gambar

Tabel 2.1Indikator Rasa Ingin Tahu
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Kondisi Awal

Referensi

Dokumen terkait

Furthermore, for the rating scale on Threshold analysis, the answer option turns into a 3-point Likert scale with choices consisting of “not right,” “less right,” and “very right.” This