• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MEMUKUL BOLA KASTI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BOLA GANTUNG

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "View of MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MEMUKUL BOLA KASTI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BOLA GANTUNG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Volume 2 Nomor 1, 2022, Hal. 27-34

MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MEMUKUL BOLA KASTI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA BOLA GANTUNG

IMPROVING STUDENTS’ ABILITY OF HEARING BALL BY USING HEART BODY MEDIA

Abdul Kadir

SD Negeri 83 Kec. Bacukiki, Indonesia

Corresponding Author. Email: Abdul_Kadir@yahoo.com Abstrak

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan memukul bola kasti dengan menggunakan media bola gantung pada siswa kelas V SD Negeri 83 Kecamatan Bacukiki Kota Parepare, dengan jumlah siswa 29 orang. Siklus I dan II masing-masing dilaksanakan 3 kali pertemuan dengan tes siklus pada tiap pertemuan terakhir. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan tes unjuk kerja, lembar observasi, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan tes praktek/ unjuk kerja dan non-tes.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan kelincahan dan kecepatan dalam bermain bola kasti dengan metode demonstrasi pada siswa kelas V SD Negeri 83 Kecamatan Bacukiki Kota Parepare. Hal ini dapat dilihat pada nilai rata-rata tes praktek dari 57 menjadi 85 dengan ketuntasan 100% pada siklus II.

Pada tahap observasi pada siklus I berkategori Cukup dan pada siklus II berkategori Baik.

Kata Kunci: kemampuan memukul, bola kasti, media bola gantung

Abstract

This research is a classroom action research that aims to improve the ability to hit the ball by using ball media hanging on the 5th grade students of SD Negeri 83 Bacukiki District Parepare City. With a total of 29 students. Cycles I and II were held three times each time with a cycle test at each of the last meetings. The data were collected using performance tests, observation sheets, and documentation. Data analysis using practice test / performance and non-test. Based on the results of research and discussion it can be concluded that there has been an increase in agility and speed in playing ball with the method of demonstration of students of class V SD Negeri 83 Bacukiki District Parepare City. This can be seen on the average value of practice test from 57 to 85 with 100% completeness in cycle II, while in the observation phase in cycle I categorized enough and in cycle II Good categorized.

Keywords: ability to hit, the ball of cash, media ball hanging

(2)

Jurnal Edukasi Saintifik, Vol. 2 No. 1 | 28 Pendahuluan

Untuk mencapai tujuan pembelajaran di sekolah, perlu adanya dukungan dari faktor- faktor yang saling terkait antara lain faktor guru, siswa, kurikulum, sarana dan prasarana, lingkungan, dan kondisi sosial. Dalam pelaksanaan pendidikan jasmani di sekolah dasar, materi yang diajarkan harus disesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ketidaksesuaian materi dengan kurikulum yang ada dapat mempengaruhi optimalnya suatu tujuan.

Termasuk di dalamnya adalah penggunaan alat-alat sebagai inovasi dalam pengembangan pembelajaran Penjaskes. Media pembelajaran dikategorikan sebagai pelengkap yang paling berpengaruh dalam proses pembelajaran. Media boleh tidak bergantung pada kondisi sekolah atau sarana dan prasarana. Tetapi di tangan guru yang inovatif, maka seluruh alat-alat di dalam dan di luar sekolah dapat menjadi media inovatif yang dipakai dalam proses pembelajaran.

Salah satu pembelajaran Penjas di kelas kompetensi dasar mempraktikkan gerak dasar dalam permainan bola kecil sederhana. Permainan bola kecil itu adalah bola kasti. Bermain bola kasti memerlukan teknik-teknik tersendiri, akan tetapi dalam observasi peneliti tampak bahwa siswa di SD Negeri 83 Kecamatan Bacukiki, Kota Parepare kesulitan dalam memukul bola dengan tepat. Oleh karena itu, peneliti akan menciptakan inovasi media pembelajaran dengan menggantung bola sebagai wadah latihan sebelum melakukan pukulan kasti. Dengan melihat latar belakang di atas, maka peneliti akan membuat penelitian tindakan kelas yang mengacu pada problem tersebut untuk meningkatkan kemampuan memukul bola kasti dengan menggunakan media bola gantung pada siswa kelas V SD Negeri 83 Kecamatan Bacukiki, Kota Parepare.

Permainan Bola Kasti

Kasti merupakan salah satu jenis permainan bola kecil beregu. Kasti merupakan bentuk permainan tradisional yang mengutamakan beberapa unsur kekompakan, ketangkasan dan kegembiraan. Permainan ini biasa dilakukan di lapangan terbuka, pada anak-anak usia sekolah dasar, permainan ini bisa melatih kedisiplinan diri serta memupuk rasa kebersamaan dan solidaritas antar teman. Agar dapat bermain kasti dengan baik kita dituntut memiliki beberapa keterampilan yaitu memukul, melempar, dan menangkap bola serta kemampuan lari. Kasti dimainkan oleh 2 regu, yaitu regu pemukul dan regu penjaga. Permainan kasti sangat mengandalkan kerjasama pemain dalam satu regu.

Media Bola Gantung a. Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang berarti “ tengah ’perantara’ (Koul, Lerdpornkulrat, & Poondej, 2018). Secara harfiah, kata media berarti perantara atau pengantar pesan dari pengirim pesan. Ada beberapa pengertian media yang dikemukakan oleh sejumlah ahli tentang media pendidikan, yaitu Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Kövecses-Gősi, 2018; Susanto, Rachmadtullah, & Rachbini, 2020) yang memberikan batasan media pendidikan sebagai salah satu bentuk saluran yang digunakan untuk menyalurkan pesan dan informasi. Media pendidikan adalah bentuk-bentuk komunikasi, baik cetak maupun audiovisual serta segala peralatannya (Silalahi & Hutauruk, 2020).

(3)

Jurnal Edukasi Saintifik, Vol. 2 No. 1 | 29 Selanjutnya, istilah medium sebagai perantara yang mengajar informasi antara sumber dan penerima (Djamarah & Zaim, 2010; Thabtah & Peebles, 2020). Media sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebarkan ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju (Albashtawi & Al Bataineh, 2020).

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan tersebut, dapat disimpulkan bahwa media pendidikan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, minat dan kegiatan siswa sedemikian rupa dengan tujuan memperlancar proses belajar mengajar.

b. Media pada Penjaskes di Sekolah

Fasilitas pendidikan jasmani ialah segala sesuatu yang dapat mempermudah dan memperlancar kegiatan pendidikan jasmani yang bersifat relatif permanen atau susah untuk dipindah-pindahkan. Secara garis besar fasilitas pendidikan jasmani terdiri dari dua macam, yakni fasilitas yang ada di dalam ruangan atau indoor facilities dan yang ada di luar ruangan atau outdoor facilities (Husni, 1987; Suharno, 1986).

1) Fasilitas Penjas ruang dalam ruangan (indoor facilities)

Meliputi ruang serbaguna atau hall/hale untuk kegiatan senam, bulu tangkis, tenis meja, basket, volli, olahraga bela diri, ruang ganti pakaian dengan tempat pakaiaannya, ruang mandi dan lain-lain. Hanya sebagian kecil sekolah saja mempunyai ruangan serba guna, dan sebagian besar lainnya bahkan tidak mempunyai ruangan untuk kegiatan Penjas.

Walaupun ada, guru Penjas akan menyulap ruangan kelas untuk kegiatan Penjas, itupun bila perlu sekali misalnya karena hujan sehingga tidak dapat menggunakan fasilitas Penjas yang ada di luar ruangan

2) Fasilitas Penjas di luar ruangan (outdoor facilities)

Banyak ragam dan manfaatnya. Mulai dari lapangan “olahraga serbaguna”, sampai lahan lain yang dapat dimanfaatkan seperti: halaman, taman, lorong-lorong, kebun, parit, bukit yang semuanya ada di sekitar sekolah. Tidak sedikit kegiatan pendidikan jasmani yang tidak dapat terlaksana dengan baik karena hambatan fasilitas yang tidak memadai.

Banyak guru Penjas yang mengeluhkan hal ini, dan banyak pula akibatnya terhadap aktivitas pembelajaran Penjas. Misalnya kegiatan volli atau basket atau atletik atau bola tangan tidak dapat dilaksanakan dengan alasan tidak mempunyai fasilitas lapangan tersebut

3) Persyaratan Minimal Fasilitas Penjas

Berkaitan dengan keselamatan tentang kekuatan bangunan, keluasan bangunan, jumlah atau besar kecilnya pintu keluar masuk. Kondisi lantai bangunan berkaitan dengan kesehatan pengguna misalnya: ventilasi udara yang cukup, ventilasi cahaya/ penerangan yang memadai, kebersihan yang terpelihara/ tempat sampah yang cukup, Jumlah dan kebersihan kamar mandi dan toilet, tempat.

c. Perlengkapan/ Alat Pembelajaran Penjas

Peralatan (apparatus), ialah sesuatu yang dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh siswa untuk melakukan kegiatan/ aktivitas di atasnya, di bawahnya, di dalam/di antaranya yang relatif mudah untuk dipindah-pindahkan. Perlengkapan pendidikan jasmani artinya adalah

(4)

Jurnal Edukasi Saintifik, Vol. 2 No. 1 | 30 segala sesuatu yang dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk melaksanakan/melakukan kegiatan pendidikan jasmani. Di satu sisi keberadaan perlengkapan Penjas tersebut sangat diperlukan, namun di sisi lain peralatan atau perlengkapan Penjas yang dimiliki sekolah- sekolah biasanya kurang memadai, baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. Peralatan yang ada dan sangat sedikit jumlahnya itu biasanya merupakan peralatan standar untuk orang dewasa. Keadaan seperti itu banyak menyebabkan kegiatan Penjas yang kurang optimal.

Sebenarnya minimnya fasilitas dan perlengkapan Penjas bukan berarti guru harus menyerah dengan keadaan tersebut, banyak peluang yang dapat dilakukan para guru Penjas untuk mengatasi kesulitan seperti itu. Guru Penjas dapat menambah/mengurangi tingkat kompleksitas dan kesulitan tugas ajar dengan cara memodifikasi peralatan yang digunakan untuk aktivitas pendidikan jasmani.

Aktivitas penjas tidak selalu harus menggunakan perlengkapan yang standard, karena dengan peralatan yang standar yang jumlahnya (biasanya minim), akan mengakibatkan intensitas keterlibatan siswa dalam aktivitas pembelajaran sangat terbatas (Engkos, 1994;

Slamet, 1994). Sedangkan yang diperlukan oleh siswa pada saat mengikuti pelajaran Penjas adalah intensitas keterlibatan siswa dalam aktivitas yang dilakukan, baik secara fisik, sosial maupun emosional.

Untuk menambah atau mengurangi tingkat kompleksitas dan kesulitan tugas ajar tersebut guru dapat memodifikasi berat ringannya, besar kecilnya, panjang pendeknya, maupun menggantinya dengan peralatan lain sehingga dapat digunakan untuk berbagai bentuk kegiatan Penjas (Muhajir, 1998; Syarifuddin, 1997). Perlengkapan Penjas yang standar disamping harganya cukup mahal, seringkali keberadaan alat tersebut kurang sesuai dengan kondisi fisik, dan psikis siswa, misalnya alat tersebut terlalu berat, besar, kecil, tinggi, rendah, dll.

Media Bola Gantung

Media bola gantung adalah media berupa bola kasti yang dimodifikasi khusus agar dapat digantungkan pada tiang yang telah disiapkan sebelumnya. untuk membuat bola gantung ini, adapun langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran bola kasi dengan media bola gantung, adalah:

a) Guru menyiapkan siswa mengikuti pembelajaran di luar ruangan b) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok

c) Setiap kelompok memakai pemukul kasti

d) Dengan aba-aba guru, kelompok pertama memukul bola gantung dengan teknik yang ditentukan

e) Dilanjutkan dengan kelompok lainnya

f) Setelah seluruh kelompok melakukan praktek memukul bola gantung

g) Guru meminta siswa dalam kelompok berdiskusi tentang apa yang dilakukan h) Guru meminta setiap kelompok memberikan penjelasan tentang materi i) Guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran

j) Guru mengakhiri pembelajaran dengan salam

(5)

Jurnal Edukasi Saintifik, Vol. 2 No. 1 | 31 Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Active Research).

Arikunto (2008) menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa. Definisi lainnya menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas adalah bagaimana sekelompok guru dapat mengoranisasikan kondisi praktik pembelajaran mereka, dan belajar dari pengalaman mereka sendiri (Al-Obaydi, Nashruddin, Rahman, & Suherman, 2021).

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data di atas meliputi observasi, wawancara, tes, dan dokumentasi yang masing-masing secara singkat diuraikan berikut ini:

1. Observasi

Pengamatan atau observasi adalah alat pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. Observasi atau pengamatan merupakan metode untuk merekam data atau keterangan atau informasi tentang diri seseorang yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung terhadap kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung, sehingga diperoleh data tingkah laku seseorang yang tampak, apa yang dikatakan, dan apa yang diperbuatnnya.

Observasi yang dilakukan peneliti adalah observasi partisipatif yaitu untuk mengetahui tingkat perhatian dan keaktifan siswa Kelas V SD Negeri 83 Kec. Bacukiki selama proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan lembar observasi afektif dan psikomotor

2. Tes Praktek/Unjuk kerja

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok”

Tes ini dilakukan pada setiap akhir pertemuan untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa Kelas V SD Negeri 83 Kec. Bacukiki tentang kemampuan dalam mata pelajaran penjaskes. Pemberian tes ini dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh hasil belajar siswa ranah kognitif yang diperoleh siswa Kelas V SD Negeri 83 Kec. Bacukiki setelah kegiatan pemberian tindakan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan dokumentasi berupa arsip perencanaan pembelajaran serta hasil pekerjaan siswa, daftar nilai, daftar jumlah siswa, KKM, yang dapat memberi informasi data.

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan persentase keberhasilan siswa setelah proses pembelajaran, maka setiap siklus dilakukan evaluasi berupa tes yang dilakukan pada setiap siklus. Analisis tersebut dihitung menggunakan statistik sederhana dengan rumus sebagai berikut:

a) Untuk menilai tes siswa digunakan rumus Nilai =

b) Untuk menghitung nilai rata-rata siswa:

X=

(6)

Jurnal Edukasi Saintifik, Vol. 2 No. 1 | 32 Keterangan:

X = Nilai rata-rata

∑X = Jumlah semua siswa

∑N = Jumlah siswa

c) Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa:

P =

Hasil dan Pembahasan

Pada hasil penelitian ini dipaparkan kondisi siswa dalam proses pembelajaran penjasorkes yang dilakukan di luar kelas baik pada siklus I maupun siklus II. Setiap pertemuan 1 dan 2 guru akan menilai siswa dari 5 aspek yaitu memukul bola secara, ke atas, mendatar, dan ke bawah serta menangkap bola, dan melempar bola.

1. Pelaksanaan Siklus I

Pada siklus I diketahui bahwa rata-rata hasil belajar siswa adalah 57, dengan simpang baku 7, siswa dengan nilai tertinggi 70 dan terendah 44 dengan jumlah tuntas 1 orang dan tidak tuntas 28 orang. Bahwa nilai siswa pada proses pembelajaran siklus I berada pada kategori sangat baik, baik, dan sangat kurang tidak ada, sementara nilai kategori siswa berada pada kategori cukup 12 orang atau 41,4%, dan kurang 17 orang atau 58,6%. Dengan demikian, hasil belajar siswa masih berada pada kategori Kurang Baik.

Pada tahap observasi tampak bahwa siswa yang mendengarkan instruksi pertemuan pertama 69%, pertemuan kedua 69%, dan pertemuan ketiga 76%, siswa yang melakukan perintah guru dengan sungguh-sungguh pertemuan pertama 66%, pertemuan kedua 69%, dan pertemuan ketiga 76%, siswa bertanya dan memberikan tanggapan pertemuan pertama 55%, pertemuan kedua 62%, dan pertemuan ketiga 66%, siswa yang menunjukkan sikap percaya diri pertemuan pertama 52%, kedua 55%, dan ketiga 62. Sementara siswa yang cepat menyelesaikan tugas yang diberikan guru pertemuan pertama 62%, pertemuan kedua 62%, dan pertemuan ketiga 72%, dengan melakukan rata-rata persentase observasi siswa, maka observasi siklus I berada pada kategori Cukup (C).

Refleksi siklus I

Pada siklus I diketahu beberapa masalah dari pertemuan satu, dua dan tiga, setiap pertemuan ini diamati dan kemudian masalah tersebut disimpulkan dalam refleksi siklus I berikut ini:

a. Siswa masih kurang memahami instruksi dari guru

b. Siswa masih ada yanng melakukan permaian lain yang tidak ada hubungannya dengan pelajaran.

c. Siswa kurang memperhatikan contoh yang berikan oleh guru.

d. Pada siklus I rata-rata hasil tes praktek siswa adalah 57 e. Pada siklus I hasil praktek siswa berada pada kategori kurang f. Jumlah siswa yang tuntas hanya 1 orang dari 29 siswa.

g. Hasil observasi siswa pada siklus I berada pada kategori C (cukup)

Berdasarkan refleksi pada siklus I, maka peneliti akan melanjutkan penelitian ini pada siklus II dengan melakukan perbaikan sebagai berikut:

a. Memberikan instruksi yang jelas

(7)

Jurnal Edukasi Saintifik, Vol. 2 No. 1 | 33 b. Memberikan peringatan pada siswa yang tidak memperhatikan

c. Memberikan tugas mengamati pada siswa yang tidak melakukan demonstrasi d. Guru mendemonstrasikan dengan melibatkan siswa

Pelaksanaan Siklus II

Pada siklus II diketahui bahwa rata-rata hasil belajar siswa adalah 85, dengan simpang baku 5, siswa dengan nilai tertinggi 92 dan terendah 76 dengan jumlah tuntas 24 orang dan tidak tuntas tidak ada. Bahwa nilai siswa pada proses pembelajaran siklus II berada pada kategori sangat baik 9 orang atau 31% baik 20 orang atau 69% dan tidak ada yang berkategori Cukup, Kurang, dan Sangat Kurang. Dengan demikian, hasil belajar siswa masih berada pada kategori (B) Baik.

Pada tahap observasi tampak bahwa siswa yang mendengarkan instruksi pertemuan pertama 83%, pertemuan kedua 86%, dan pertemuan ketiga 100%, siswa yang melakukan perintah guru dengan sungguh-sungguh pertemuan pertama 93%, pertemuan kedua 97%, dan pertemuan ketiga 100%, siswa bertanya dan memberikan tanggapan pertemuan pertama 55%, pertemuan kedua 69%, dan pertemuan ketiga 86%, siswa yang menunjukkan sikap percaya diri pertemuan pertama 86%, kedua 97%, dan ketiga 100. Sementara siswa yang cepat menyelesaikan tugas yang diberikan guru pertemuan pertama 83%, pertemuan kedua 83%, dan pertemuan ketiga 93%, dengan melakukan rata-rata persentase observasi siswa, maka observasi siklus I berada pada kategori Baik (B).

Refleksi siklus II

Pada siklus II dikumpulkan beberapa hal yang terkait dengan perubahan dari pelaksanaan siklus II, kemudian disimpulkan dalam refleksi siklus II berikut ini:

a. Siswa sudah memahami instruksi dari guru

b. Siswa sudah fokus dan serius memperhatikan guru dalam demosntrasi.

c. Pada siklus II rata-rata hasil tes praktek siswa adalah 85 d. Pada siklus II hasil praktek siswa berada pada kategori Baik e. Jumlah siswa yang tuntas 29 orang siswa.

f. Hasil observasi siswa pada siklus II berada pada kategori B (Baik)

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan kelincahan dan kecepatan dalam bermain bola kasti dengan metode demostrasi siswa Kelas V SD Negeri 83 Kec. Bacukiki Kota Parepare. Hal ini dapat dilihat pada nilai rata-rata tes praktek dari 57 menjadi 85 dengan ketuntasan 100% pada siklus II, sedangkan pada tahap observasi pada siklus I berkategori Cukup dan pada siklus II berkategori Baik.

Daftar Pustaka

Al-Obaydi, L. H., Nashruddin, N., Rahman, F. F., & Suherman, L. O. A. (2021). The Use of Action Research in EFL Socio-professional Context: Students-teachers’ Perceptions.

ELS Journal on Interdisciplinary Studies in Humanities, 4(2), 232-240.

(8)

Jurnal Edukasi Saintifik, Vol. 2 No. 1 | 34 Albashtawi, A., & Al Bataineh, K. (2020). The effectiveness of google classroom among EFL students in Jordan: An innovative teaching and learning online platform. International Journal of Emerging Technologies in Learning (iJET), 15(11), 78-88.

Arikunto, S. (2008). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineksa Cipta.

Djamarah, S. B., & Zaim, A. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Engkos, S. R. (1994). Penjaskes. Jakarta: Erlangga.

Husni, A. (1987). Buku Pintar Olahraga. Jakarta: CV. Mawar Gempita.

Koul, R., Lerdpornkulrat, T., & Poondej, C. (2018). Learning environments and student motivation and engagement: A review of studies from Thailand. Asian Education Miracles, 241-255.

Kövecses-Gősi, V. (2018). Cooperative learning in VR environment. Acta Polytechnica Hungarica, 15(3), 205-224.

Muhajir. (1998). Pendidikan Jasmani dan Kesehatan untuk SMU Kelas 2. Jakarta: Erlangga.

Silalahi, T. F., & Hutauruk, A. F. (2020). The application of cooperative learning model during online learning in the pandemic period. Budapest International Research and Critics Institute-Journal (BIRCI-Journal), 3(3).

Slamet, S. R. (1994). Penjaskes 3. Jakarta: Tiga Serangkai.

Suharno. (1986). Ilmu Kepelatihan Olah Raga. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.

Susanto, R., Rachmadtullah, R., & Rachbini, W. (2020). Technological and pedagogical models: Analysis of factors and measurement of learning outcomes in education.

Journal of Ethnic and Cultural Studies, 7(2), 1-14.

Syarifuddin, A. (1997). Penjaskes 1, 2, 3. Jakarta: PT. Gramedia Widiasmara Indonesia.

Thabtah, F., & Peebles, D. (2020). A new machine learning model based on induction of rules for autism detection. Health informatics journal, 26(1), 264-286.

Referensi

Dokumen terkait

Teknik blocking dikenal dengan teknik membendung bola. Teknik ini bertujuan untuk menghalau bola didekat net sebelum bola tersebut masuk ke daerah serang dan

Variasi Latihan shooting dalam penelitian ini adalah latihan shooting bola diam dengan menggunakan sasaran, latihan shooting bola bergerak dengan menggunakan sasaran dan