Model pembelajaran conversation analysis and variation theory approach (CAVTA) pada pembelajaran pengelasan smaw posisi 1f
Soffan Nurhaji*, Haris Abizar, Hamid Abdillah, Sulaeman Deni Ramdani, Alimin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Program Studi Pendidikan Vokasional Teknik Mesin, Jl. Raya Palka No.Km 3, Panancangan, Kec. Cipocok Jaya, Kota Serang, Banten 42124, Indonesia.
Email: [email protected]*, [email protected] , [email protected] , [email protected] , [email protected]
Received: 24 September 2021; Revised: 5 May 2022; Accepted: 25 June 2023
Abstrak: Salah satu aspek penting dari model pembelajaran Conversation Analysis and Variation Theory Approach (CAVTA) adalah penekanannya pada konsep "indeksikalitas," yang berarti bahwa bahasa dan interaksi dianggap memiliki makna yang tergantung pada konteks pembelajaran. CAVTA menganalisis bagaimana peserta didik menggunakan bahasa dan berbagai sumber interaksional untuk menciptakan makna, bernegosiasi dalam pemahaman, dalam konteks; (1) implementasi pada praktik pengelasan SMAW, (2) menganalisis peningkatan hasil pengelasan SMAW posisi 1F, (3) efektifitas penerapannya pada praktik pengelasan SMAW. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixed method dengan model concurren embed, sedangkan untuk jenis penelitiannya menggunakan Penelitian Tindakan Kelas. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa mata kuliah praktik pengelasan sebanyak 25 orang. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa observasi, dokumentasi, wawancara dan studi literatur. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan arsip dokumen penunjang proses pembelajaran, lembar wawancara dan kuisioner. Hasil penelitian ini yaitu: 1) Pada impelementasi metode CAVTA dilakukan tiga siklus yang terdiri dari percobaan 1, percobaan 2 dan percobaan 3. 2) Terdapat peningkatan dari hasil pengelasan percobaan 1 (18,6%), percobaan 2 (35,0%) dan percobaan 3 (52,2%). Peningkatannya dinyatakan signifikan karena berdasarkan analisis anova satu jalur diperoleh hasil Fhitung > Ftabel yaitu 53,02 > 3,16 maka H0 ditolak berarti signifikan. 3) Hasil validasi penerima metode untuk keefektivitasan penerapan metode CAVTA pada praktik pengelasan SMAW sebesar 89% dengan kriteria sangat baik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah metode CAVTA ini dapat meningkatkan hasil pengelasan SMAW posisi 1F dan efektif diterapkan pada proses pembelajaran praktik pengelasan SMAW karena mampu meningkatkan pemahaman dan keterampilan mahasiswa.
Kata Kunci: Praktik Pengelasan; Hasil Pengelasan; Concurren Embed; CAVTA, SMAW.
Learning Model of Conversation Analysis and Variation Theory Approach (CAVTA) in Learning Welding Smaw Position 1F
Abstract: An important aspect of the Conversation Analysis and Variation Theory Approach (CAVTA) learning model is its emphasis on the concept of "indexicality," which means that language and interactions are considered to have meaning depending on the learning context. CAVTA analyzes how students use language and various interactional resources to create meaning, negotiate understanding, in context; (1) implementation in SMAW welding practice, (2) analyzing the increase in SMAW welding results at 1F position, (3) the effectiveness of its application in SMAW welding practice. The approach used in this study is a mixed method with a concurrent embed model, while for this type of research using Classroom Action Research. The subjects of this research were 25 welding practice students. Data collection techniques in this study were in the form of observation, documentation, interviews and literature studies. The instruments used in this study used document archives to support the learning process, interview sheets and questionnaires. The results of this study were: 1) In the implementation of the CAVTA method, three cycles were carried out consisting of experiment 1, experiment 2 and experiment 3. 2) There was an increase in the welding results of experiment 1 (18.6%), experiment 2 (35.0%) and trial 3 (52.2%). The increase was stated to be significant because based on the one- way ANOVA analysis, the results obtained were Fcount > Ftable, 53.02 > 3.16, H0 was rejected, meaning it was significant. 3) The validation results of the recipient of the method for the effectiveness of applying the CAVTA method to SMAW welding practice were 89% with very good criteria. The conclusion of this study is that the CAVTA method can improve SMAW welding results in position 1F and is effectively applied to the learning process of SMAW welding practice because it can improve students' understanding and skills.
Keyword : Welding Practice; Welding Results; Concurrent Embed; CAVTA, SMAW.
How to Cite: Soffan Nurhaji, Haris Abizar, Hamid Abdillah, Sulaeman Deni Ramdani, Alimin (2023).
Model pembelajaran conversation analysis and variation theory approach (CAVTA) pada pembelajaran
pengelasan smaw posisi 1f. Jurnal Taman Vokasi, 11(1), 51-66.
doi:http://dx.doi.org/10.30738/jtv.v11i1.11131
PENDAHULUAN
Pendidikan dan pelatihan kejuruan merupakan bagian penting dan memainkan peran strategis yang sangat penting dalam pengembangan tenaga kerja yang terampil dan berkompetensi, disebut juga Pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi jenjang perguruan tinggi pada dasarnya mengutamakan untuk mempersiapkan lulusan yang terampil, sifat pendidikan kejuruan harus cepat beradaptasi terhadap perubahan (Verawadina, Jalinus, & Asnur, 2019). Pendidikan tinggi vokasi memiliki beberapa karakteristik kunci. Pertama, program-program ini berfokus pada pengembangan keterampilan praktis yang relevan dengan industri tertentu, sehingga siswa siap untuk memasuki dunia kerja dengan keahlian yang langsung dapat diterapkan. Kedua, pendidikan vokasi berusaha untuk menjembatani kesenjangan antara pendidikan formal dan kebutuhan pasar kerja, dengan mengintegrasikan pemahaman teoritis dengan pengalaman langsung dalam situasi kerja nyata. Ketiga, pendidikan vokasi sering kali melibatkan kolaborasi aktif dengan industri dan pengusaha lokal, yang berkontribusi pada perancangan kurikulum, penyediaan pelatihan praktis, dan kesempatan magang. Tujuan utama pendidikan vokasi adalah untuk mewujudkan Negara dan masyarakat sejahtera yang kompetitif dan berorientasi kepada pembangunan berkelanjutan dengan meningkatkan relevansi pendidikan dan bimbingan kejuruan dengan perkembangan kebutuhan keduniakerjaan (Sudira, 2012), (Rompas, 2015). Pendidikan vokasi menekankan pada kemampuan kerja yang harus dimiliki siswa untuk menjadi lulusan yang kompeten dan mempersiapkan diri memasuki dunia industri (Nurtanto, Ramdani, & Nurhaji, 2017). Pendidikan kejuruan terfokus untuk mempersiapkan orang muda dan orang dewasa pada kehidupan kerja, suatu proses yang sering dianggap sebagai sifat yang agak teknis dan praktis (Clarke & Winch, 2008). Sehingga penyelenggaraan pendidikan yang terfokus pada keterampilan teknis dan kebutuhan industri, pendidikan vokasi berkontribusi pada pengembangan tenaga kerja yang kompeten dan memenuhi tuntutan pasar kerja yang terus berkembang.
Kurikulum Technical and Vocational Education and Training (TVET) menekankan kombinasi antara pemahaman teoritis dan keterampilan praktis. Artinya siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan tentang prinsip-prinsip dasar dalam bidang studi mereka, tetapi juga terlibat dalam pembelajaran langsung di lingkungan kerja yang relevan. Kurikulum TVET berisi panduan rencana pengembangan kemampuan kerja untuk lulusan standar di bidang kerja. TVET adalah rencana studi yang lengkap, termasuk landasan teoritis dan filosofis dari rencana tersebut, pengenalan kemampuan lulusan, standar kompetensi lulusan, hasil pembelajaran, struktur mata pelajaran, garis besar kursus, rencana pelaksanaan pembelajaran, modul pembelajaran, daftar percobaan, lembar kerja, perangkat penilaian, pengujian kompetensi dan sertifikasi kompetensi (Sudira, 2012), (Verawardina & Jama, 2018), (Winangun, 2017).
Pendidikan vokasi tidak terlepas dari tuntutan akan inovasi, dan inovasi perlu difokuskan pada peningkatan kualitas pembelajaran dalam bentuk perangkat pembelajaran, didalamnya terdapat rencana pelaksanaan pembelajaran. Menurut (Nurhaji & Nurtanto, 2017) Dinamika tingkat berfikir dipengaruhi beberapa hal diantaranya adalah proses pembinaan karakter di lembaga pendidikan, perkembangan politik/kebijakan, perkembangan ekonomi, perkembangan sosial dan budaya. Bentuk dan upaya dari rencana pembelajaran ini bisa memuat metode pembelajaran bermacam-macam, namun semuanya mempunyai tujuan keseluruhan yang sama, yaitu untuk menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas sehingga dapat melatih lulusan dengan kemampuan yang diharapkan dan mampu bersaing di era global (Rahdiyanta, 2018). Kenyataanya dengan berbagai alasan, perangkat pembelajaran yang digunakan masih belum komprehensif dan kurang persiapan ketika melakukan pembelajaran (Ayuningtyas, Soegimin, & Supardi, 2015). Pendidik dituntut untuk mebuat persiapan mengajar yang inovatif, efektif dan efesien sehingga dibutuhkan variasi metode dalam penyusunan perangkat pembelajaran dan pengaplikasiannya di lapangan. Dimensi pedagogi pendidikan vokasi menurut (Lucas, Claxton, & Spencer, 2012) salah satunya adalah peran guru (role of the teacher), guru kejuruan bereperan mempertimbang pendekatan yang akan digunakan, apakah pendekatan fasilitatif
atau didaktik. Ketika tujuan program, kurikulum, pengalaman atau pembelajaran berbasis tempat kerja yang dirancan dan diaplikasikan, dukungan sarana prasarana yang memadai serta dilakukan evaluasi dengan benar maka program itu akan berdampak positif (Lynch & Harnish, 1998), (Fallow & Weller, 2000), (Braham & Pickering, 2007), (Garnett, 2008).
Temuan pada saat studi pendahuluan dengan menggunakan teknik wawancara, terdapat beberapa faktor yang menjadi permasalahan pada praktik pengelasan SMAW diantaranya: pemahaman mahasiswa terhadap pengusaan materi sebelum melaksanakan praktik masih kurang, kurangnya kesadaran penerapan K3, kurangnya motivasi belajar yang dapat mengakibatkan kompetensi dasar tidak tercapai. Kurangnya pengetahuan dasar, perilaku tidak profesional dalam praktik, dan kesulitan dalam menerapkan pengetahuan ke praktik juga dapat menyebabkan kegagalan untuk mencapai kompetensi tersebut (Andriaty, Findyartini, & Werdhani, 2016).
Pembelajaran adalah suatu proses pendidikan yang melibatkan interaksi antara peserta didik dan pendidik dengan bantuan sumber belajar, dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pengetahuan, keterampilan, dan sikap peserta didik yang hasilnya relatif bertahan lama (Setiyadi &
Ramdani, 2016). Salah satu kunci keberhasilan pembelajaran adalah dengan menggunakan metode dan strategi yang tepat sesuai dengan karakteristik mata pelajaran untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Pembelajaran praktik perlu menggunakan metode yang tepat dalam proses pembelajaran agar meningkatkan hasil belajar, sehingga saat pelaksanaan praktik dapat mencapai kompetensi yang diinginkan (Novianti, 2011). Diperlukan pengembangan metode pembelajaran untuk meningkatkan hasil pembelajaran yang pada akhirnya mampu meningkatkan kualitas lulusan.
Menurut (Sidnell, 2016) Analisis percakapan adalah pendekatan untuk studi interaksi sosial dan interaksi bicara. Conversation Analysis (CA) adalah alat analitis dalam menganalisis pengajaran yang dilaksanakan dan mempelajari percakapan yang didasari oleh interaksi antara peserta didik dengan peserta didik lainnya maupun antara peserta didik dengan guru. CA mempelajari bagaimana orang menyadari makna dan pemahaman ketika berinteraksi satu sama lain dan artefak dalam konteks sekitarnya. Tugas utama CA adalah untuk mengidentifikasi tindakan yang dilakukan peserta didik dan untuk menggambarkan dan menilai praktik dengan cara tertentu yang mereka gunakan untuk menyelesaikannya (Asplund & Kilbrink, 2020). Sedangkan Menurut (Kasper & Wagner, 2014) tugas utama CA adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan bagaimana peserta didik mencapai organisasi aksi sosial langkah demi langkah secara real time. Maksudnya adalah peserta didik melakukan tindakan secara terorganisir dan terkonsep dengan baik sesuai prosedur.
Menurut (Asplund & Kilbrink, 2020) Variation Teory (VT) sebagai dasar untuk pengajaran, dan sebagai alat untuk menganalisis pengajaran dan pembelajaran. Dimana VT dapat membantu kita memahami objek pembelajaran yang disampaikan dengan sangat terperinci. Memvariasikan aspek- aspek kritis tertentu dari fenomena sambil tetap dipertahankan aspek lain yang tidak berubah, ruang variasi dibuat yang dapat membawa fokus pembelajar kesadaran terhadap aspek-aspek kritis, yang memungkinkan pelajar untuk mengalami objek pembelajaran (Pang & Ling, 2012). Teori variasi ditekankan sebagai teori pembelajaran, yang menyoroti konten pembelajaran sebagai objek pembelajaran dan itu dapat digunakan dalam merancang situasi belajar mengajar (Lo, 2012).
Teori variasi merupakan suatu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk menyoroti topik kritis dari objek pembelajaran yang dibuat secara general dan terperinci sehingga bisa dipahami dengan mudah oleh penerima informasi. Integrasi teori variasi dalam Instruksi kelas secara signifikan meningkatkan kinerja siswa (Jing, Tarmizi, Abu, & Aralas, 2017).
Metode CAVTA digunakan untuk menganalisis interakasi yang terjadi dalam proses pembelajaran dimana Conversation Analysis (CA) digunakan untuk menganalisis percakapan peserta didik dan pendidik saat berintegrasi pada objek dan konten yang sama, sedangkan Varition Teory (VT) digunakan untuk melihat bagaimana pendidik menyampaikan teori krtitis atau rincian meteri yang harus dikuasai oleh peserta didik sebelum melakukan praktik. Lebih lanjut CAVTA dijelaskan bahwa Variation Teory (VT) dapat menyoroti apa yang dipelajari dan Conversation Analysis (CA) dapat membantu kita memahami aspek bagaimana sesuatu dipelajari (Asplund & Kilbrink, 2018).
Metode ini dianggap mampu meningkatkan hasil pengelasan SMAW.
Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas. Pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan dan peningkatan industri karena memegang peranan utama dalam rekayasa dan produksi logam. Ada beberapa jenis pengelasan salah satunya adalah pengelasan Shielded Metal Arc Welding (SMAW).
Pengelasan yang sering digunakan dalam dunia kontruksi secara umum adalah pengelasan dengan menggunakan metode pengelasan dengan busur nyala logam terlindung atau biasa disebut Shielded Metal Arc Welding (SMAW). Metode SMAW banyak digunakan pada masa ini karena penggunaannya lebih praktis, lebih mudah pengoperasiannya, dapat digunakan untuk segala macam posisi pengelasan dan lebih efisien (Hamid, 2016). Menurut (Sukaini et al., 2013) SMAW adalah metode pengelasan yang memanfaatkan aliran listrik untuk membingkai segmen aliran melingkar dan terminal strip. Dalam pengelasan SMAW, gas pengaman diproduksi ketika anoda yang tertutup dilarutkan.
Sering kali pengelasan harus dilakukan pada posisi tertentu karena mengikuti rancangan suatu konstruksi seperti pengelasan langit-langit/plafon bangunan, pada pojok bangunan, diatas lantai dan sebagainya (Ngurah, Santhiarsa, & Nyoman, 2008). Dalam pengelasan terdapat tiga tingkatan skill seorang welder, yaitu basic, intermediette, dan advance skill. Dalam basic skill terdapat beberapa posisi pengelasan, yaitu flat position (1F dan 1G), horizontal position (2F dan 2G), vertical position (3F dan 3G), dan overhead position. Posisi – posisi tersebut merupakan posisi yang wajib dikuasai oleh seorang welder (Qomari, Solichin, & Hutomo, 2015).
Berdasarkan pernyataan diatas dengan berbagai permasalahan yang ditemukan baik hasil dari temuan dilapangan maupun berdasarkan hasil penelitian orang lain. Peneliti mengagangap permasalahan yaang terjadi pada proses dan hasil pengelasan SMAW dapat di atasi dengan penggunaan metode yang terpat. Metode yang dianggap efektif untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada praktik pengelasan SMAW adalah metode Conversation Analysis and Variation Teory Approach (CAVTA) dengan tiga siklus berulang yang diadopsi dari pendidikan kejuruan di negara Swedia. Metode ini anggap efektif diterapkan karena pada implementasinya mencakup perencanaan, pelaksanaan, pengawasan proses pembelajaran dan evaluasi proses dan hasil belajar (Asplund & Kilbrink, 2020).
Impelemntasinya metode CAVTA menuntut mahasiswa mengusai materi sebelum melaksanakan pratik dengan cara tanya jawab diawal pembalajaran, melakukan review sebagai evaluasi proses pembelajaran setelah mahasiswa melakukan percobaan, dimana didalam proses tersebut terjadi diskusi sehingga menjadikan pembelajaran lebih interaktif. Pada penelitian ini, peneliti akan mengkaji implementasi metode pembelajaran CAVTA pada praktik pengelasan SMAW. Peneliti ingin meneliti lebih lanjut mengenai studi CAVTA dengan judul penelitian “Metode Pembelajaran Conversation Analysis and Varition Teory Approach (CAVTA) untuk Meningkatkan Hasil Pegelasan Shielded Metal Arc Welding (SMAW) Posisi 1F”.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode campuran (mixed methods). Pendekatan metode campuran ini dapat lebih memahami masalah penelitian, termasuk data kuantitatif dan data kualitatif. Penelitian campuran adalah proses mengumpulkan, menganalisis dan mencampurkan metode kuantitatif dan kualitatif dalam suatu penelitian atau rangkaian penelitian untuk memahami masalah penelitian secara keseluruhan (Creswell, 2014).
Penelitian ini menggunakan metode campuran jenis concurrent embed. Menurut (Creswell, 2014) strategi metode campuran concurrent embed adalah proses dimana peneliti mengumpulkan atau menggabungkan data kuantitatif dan kualitatif untuk melakukan analisis yang komprehensif dari masalah penelitian. Sedangkan untuk jenis penelitiannya menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK merupakan kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, ditujukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari, tindakan mereka, memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki praktik pembelajaran yang diselenggarakan (Subali, 2008).
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan studi literasi, dokumentasi, obsevasi dan wawancara. Instrumen yang digunakan yaitu: arsip dokumen dan lembar wawancara.
Sedangkan untuk analsis datanya Pada penelitian ini, yaitu dengan cara menyebar instrumen wawancara yang berbentuk wawancara terpimpin melalui google form menggunakan skala guttman untuk respon impelementasi metode yang dilakukan kepada mahasiswa sebanyak 25 orang.
Kemudian untuk analsis data hasil pengukuran kompetensi, peneliti menggunakan analisis statistika dekriptif untuk mengetahui nilai rata-rata, simpangan baku, nilai terendah dan nilai tertinggi serta
untuk analisi uji peningkatan signifikannya peneliti menggunakan statistika inferensial anova single faktor dan uji lanjut menggunakan software Ms. Excel 2013. Sedangkan untuk intrumen penlian hasil pengelasannya peneliti menggunakan intrumen penilaian standar industri berdasarkan (AWS, 1999).
Berikut Merupakan instrumen penilaian standar industri berdasarkan (AWS, 1999).
Tabel 1. Instrumen Pengelasan Standar AWS Fillet
No Kerusakan Ukuran maksimum yang diizinkan
1 Retak Tidak diizinkan
2 Porositas 1 mm
3 Las cekung tida terisi logam Total akumulasi 20 mm 4 Terak terperangkap, spatter Tidak dizinkan lebih dari 3 mm
5 Underfill Pengelasan dengan kedalaman 1 mm tidak
diizinkan
6 Undercut 10% dari panjang
7 Arc Strikes Tidak diizinkan
8 Kerusakan mekanis Tidak diizinkan
9 Star stop weld Maksimal perbedaan ketinggian 1 mm
10 Angular misalignment Kemiringan sudut 3º
Tabel 2. Instrumen Pengelasan Standar AWS Grove
No Kerusakan Ukuran maksimum yang diizinkan
1 Retak Tidak diizinkan
2 Porositas Maksimum 1 mm
3 Overlap Tidak diizinkan
4 Las cekung tidak terisi logam Total akumulatif maksimum 20 mm 5 Incomplete root penetrasion Total akumulatif maksimum 20 mm
6 Tidak terjadi penetrasi Panjang 12 mm lebir 3 mm total maksimum 15 mm
7 Terak terperangkap, spatter 10% dari panjang pengelasan dengan kedalaman 1 mm
8 Undercut Maksimum 1 mm
9 Kecekungan Penetrasi Tidak diizinkan
10 Underfill Maksimal (P: < 10 mm T: 1 mm) ( P: < 10 mm T:
1,5 mm)
11 Linear misalignment 1 mm
12 Arc strikes Percikan busur las
13 Kerusakan mekanis Tidak diizinkan
14 Angular misalignment Kemiringan ujung sudut 30º
15 Tinggi las Maksimum 2 mm
16 Tinggi penetrasi Maksimum 1,5 mm
HASIL DAN PEMBAHASAN
Implementasi Metode Conversation Analysis and Variation Theory Approach (CAVTA).
Siklus 1
Dosen menyampaikan aspek kritis (rincian materi) sehingga mahasiswa memahami apa yang harus dikerjakan dan memberikan arahan mengenai prosedur palaksanaan pratik yang akan dilakukan.
Pada proses ini peneliti melakukan pengambilan video untuk mengetahui aspek kritis yang disampaikan oleh dosen.
Gambar 1. Arahan sebelum melakukan praktik
Asisten Laboratorium melakukan demontrasi sebagai gambaran sebelum mahasiswa melakukan percobaan.
Gambar 2. Proses demontrasi oleh Asisten Laboratorium
Mahasiswa melakukan percobaan 1 berdasarkan pemahamannya sendiri berdasarkan materi yang diperoleh di kelas. Pada proses ini peneliti melakukan pengambilan video yang bertujuan untuk digunakan pada proses refleksi percobaan 1.sedangkan keterangan multi-baris harus dirata kiri.
Keterangan gambar dengan nomor gambar harus ditempatkan setelah gambar terkait
Pada proses ini peneliti melakukan pengambilan video yang bertujuan untuk digunakan pada proses refleksi percobaan 1.
Gambar 3. Proses Percobaan 1
Selanjutnya Aslab melakukan review dengan melihat video proses dan hasil percobaan 1 pada benda kerja masing-masing. Kemudia mahasiswa mencatat kekurangan dan solusi yang diberikan oleh asleb untuk dijadikan bahan refleksi diri agar percobaan selanjutnya lebih baik dari sebelumnya.
Gambar 4. Refleksi Percobaan 1
Siklus 2
Mahasiswa melakukan percobaan 2 berdasarkan pemahaman dari hasil refleksi yang sudah dilakukan sebelumnya. Peneliti melakukan pengambilan video untuk dijadikan bahan refleksi pada percobaan 2.
Gambar 5. Proses Percobaan 2
Aslab melakukan review pada percobaan 2, prosesnya sama seperti refleksi pada percobaan 1.
Gambar 6. Refleksi Percobaan 2
Siklus 3
Mahasiswa melakukan percobaan 3 setelah melakukan refleksi dengan aslab dengan memperhatikan masukan dan saran dari asisten laboratorium. Peneliti melakukan pengambilan video.
Gambar 7. Proses Percobaan 3
Aslab melakukan review percobaan 3 dalam proses refleksi, pada proses ini aslab menetukan apakah mahasiswa tersebut dinyatakan siap untuk menerima topik kritis atau tahap selanjutnya. Jika masih belum mencapai kompetensi yang diharapkan maka mahasiswa tersebut harus melakukan percobaan dengan proses yang sama seperti sebelumnya.
Gambar 8. Refleksi Percobaan 3
Berdasarkan siklus CAVTA di atas maka didapatkan data variation theory (teori variasi) dan conversation analysis (analisis percakapan) sebagai berikut: VT pada penelitian ini menyoroti bagaimana cara membuat jalur las yang baik dan benar sesuai dengan ketentuan. CA melalui percakapan praktikan yang disimpulkan berdasarkan persamaan masalah yang dialami yaitu mengenai cara menstabilkan kecepatan ayunan dan tinggi busur las terhadap benda kerja.
Peningkatan Hasil Pengelasan Menggunakan Metode Conversation Analysis and Variation Theory Approach (CAVTA)
Berikut merupakan instrumen pengukura hasil pengelasan berdasarkan beberapa referensi dan di sinkronkan dengan penilaian dosen pengampu.
Tabel 3. Kriteria Pengukuran Hasil Las
No Aspek yang dinilai Ketentuan
1 Lebar jalur las Min. 5 mm maks. 7 mm
2 Tinggi jalur las Min. 1 mm maks. 2 mm
3 Kelurusan jalur las Penyimpangan maks. 2 mm
4 Kerataan rigi las 85 % rata
5 Panjang jalur las 100 mm
6 Tidak ada undercut Kedalaman maks. 1 mm dan panjang 10%
dari 200 mm
7 Kebersihan Tidak ada percikan dan terak
Berikut merupakan rekap penilaian hasil percobaan 1 sampai 3 yang dilakukan oleh praktikan
Tabel 4. Rekapitulasi Pengukuran Hasil Las
No Responden Nilai Rata-Rata
Percobaan 1 Percobaan 2 Percobaan 3
1 Res 1 2 28,6% 3 42,9% 5 71,5%
2 Res 2 0 0,0% 2 28,6% 3 42,9%
3 Res 3 0 0,0% 2 28,6% 3 42,9%
4 Res 4 2 28,6% 2 28,6% 3 42,9%
5 Res 5 2 28,6% 3 42,9% 4 57,2%
6 Res 6 1 14,3% 2 28,6% 3 42,9%
7 Res 7 2 28,6% 3 42,9% 4 57,2%
8 Res 8 2 28,6% 2 28,6% 4 57,2%
9 Res 9 2 28,6% 3 42,9% 4 57,2%
10 Res 10 2 28,6% 3 42,9% 4 57,2%
11 Res 11 0 0,0% 1 14,3% 3 42,9%
12 Res 12 1 14,3% 3 42,9% 4 57,2%
13 Res 13 1 14,3% 2 28,6% 3 42,9%
14 Res 14 2 28,6% 4 57,2% 5 71,4%
15 Res 15 2 28,6% 3 42,9% 4 57,2%
16 Res 16 1 14,3% 2 28,6% 3 42,9%
17 Res 17 1 14,3% 2 28,6% 4 57,2%
18 Res 18 0 0,0% 2 28,6% 3 42,9%
19 Res 19 1 14,3% 2 28,6% 3 42,9%
20 Res 20 2 28,6% 3 42,9% 4 57,2%
Rata-Rata 18,6% 35,0% 52,2%
Simpangan Baku 0,11 0,10 0,10
Niali Terandah 0,0% 14,3% 42,9%
Nilai Tertinggi 28,6% 57,2% 71,5%
N 20 20 20
Berikut merupakan hasil uji anova single faktor, diperoleh Fhitung (53,02%) dan Ftabel (3,16%)
Tabel 5. Hasil Uji Anova Single Faktor Peningkatan Signifikan Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between
Groups 1,129128033 2
0,564564017 53,01942664 9,82057E-14 3,158842719
Within
Groups 0,60695015 57
0,010648248 53,01942664 9,82057E-14 3,158842719
Total 1,736078183 59
Berikut merupakan hasil uji lanjut percobaan 1 ke 2 diperoleh thitung (8,76%) dan ttabel (1,73%)
Tabel 6. Hasil Uji Lanjut Percobaan 1 Ke 2 Beda Signifikan
Kriteria Hasil Percobaan 2 Hasil Percobaan 1
Mean 35,0% 18,6%
Variance 0,009632555 0,013130411
Observations 20 20
Pearson Correlation 0,698604578 0,698604578
Hypothesized Mean Difference 0 0
Df 19 19
t Stat 8,759291686 8,759291686
P(T<=t) one-tail 2,12463E-08 2,12463E-08
t Critical one-tail 1,729132812 1,729132812
P(T<=t) two-tail 4,24926E-08 4,24926E-08
t Critical two-tail 2,093024054 2,093024054
Sedangkan untuk hasil uji lanjut percobaan 2 ke percobaan 3 diperoleh thitung (13,07%) dan
ttabel (1,73%). Kemudian untuk selisih peningkatannya yaitu 16%:17%
Tabel 7. Hasil Uji Lanjut Percobaan 2 ke 3 Beda Signifikan
Kriteria Hasil Percobaan 3 Hasil Percobaan 2
Mean 52,2% 35,0%
Variance 0,009181779 0,009632555
Observations 20 20
Pearson Correlation 0,817017708 0,817017708
Hypothesized Mean Difference 0 0
Df 19 19
t Stat 13,0670819 13,0670819
P(T<=t) one-tail 3,03333E-11 3,03333E-11
t Critical one-tail 1,729132812 1,729132812
P(T<=t) two-tail 6,06666E-11 6,06666E-11
t Critical two-tail 2,093024054 2,093024054
Tabel 8. Selisih Perbedaan Hasil Percobaan 1 ke 2 dan 2 ke 3
Kriteria Percobaan 2 ke 3 Percobaan 1 ke 2
Mean 17% 16%
Variance 0,003444042 0,007049524
Observations 20 20
Pooled Variance 0,005246783 0,005246783
Hypothesized Mean Difference 0 0
Df 38 38
t Stat 0,312147237 0,312147237
P(T<=t) one-tail 0,378317533 0,378317533
t Critical one-tail 1,68595446 1,68595446
P(T<=t) two-tail 0,756635066 0,756635066
t Critical two-tail 2,024394164 2,024394164
Efektivitas Metode Conversation Analysis and Variation Theory Approach (CAVTA)
Hasil validasi impelementasi metode CAVTA terhadap beberapa indikator mengenai faktor yang mempengaruhi praktik pengelasan SMAW, implementasi metode dan keefektivitasan penggunaan metode untuk diterapkan pada pembelajaran pratik pengelasan SMAW. Hasil rinciannya dapat dilihat pada diagram batang sebagai berikut:
Gambar 9. Diagram Rekap Hasil Validasi Penerima Metode
CAVTA digunakan dalam situasi pengajaran untuk memungkinkan klarifikasi tentang apa yang menjadi pusat tugas dan sebagai cara untuk mencapai pemahaman tentang apa yang harus dipelajari dan bagaimana seharusnya pelajari melalui demontrasi yang dilakukan oleh asisten laboratirium. Kemudia praktikan melakukan percobaan 1 berdasarkan pemaham mengenai aspek kritis apa yang mereka tangkap dan gambaran dari hasil demontrasi.
Dosen dan aslab berusaha membiarkan mahasiswa menunjukkan pemahaman mereka tentang aspek-aspek penting dalam interaksi ketika dilakuakn review hasil percobaan kesatu dan menggunakan pola-pola variasi untuk menemukan solusi untuk percobaan kedua. Pada siklus ketiga, aspek kritis dari siklus kedua dipertahankan yaitu mengenai apa yang menjadi penyebab kesalahan dan bagaimana solusi dari hasil interaksi ketika dilakukan refleksi diri, sehingga mahasiswa dapat menunjukkan pemahaman mereka tentang aspek-aspek kritis diawal pelajaran. Dengan demikian pada percobaan ketiga dapat memutuskan untuk menambahkan aspek kritis lebih lanjut atau praktikan teresbut harus melakukan percobaan ulang sesaui proses/siklus sebelumnya.
CAVTA merupakan metode pembelajaran yang mendorong siswa agar lebih aktif dan sistematis dalam merefleksikan apa yang seharusnya dipelajari untuk fokus pada aspek-aspek kritis.
CAVTA dapat digunakan sebagai alat analisis untuk merencanakan, melakukan dan mengevaluasi pengajaran. CAVTA sebagai dasar dalam pengajarannya, menciptakan situasi belajar yang memungkinkan pertukaran pemahaman antara dosen dan mahasiswa melalui interaksi yang berorientasi pada konten yang sama. di mana mereka dapat menggunakan sejumlah sumber komunikatif yang berbeda dalam interaksi untuk memahami dan mempraktikan baik oleh diri sendiri maupun dengan yang lain.
Berdasarkan data di atas diperoleh data varisi teori yang menyoroti bagaimana cara melakukan pengelasan rigi-rigi menggunakan elektroda 2,6 mm pada benda kerja dengan panjang 100 mm dan tebal 3 mm. Kemudian data analisis percakapan yang diperoleh dari hasil percakapan secara kesuluruhan yang disimpulkan dari review percobaan 1 sampai 3 yaitu bagaimana asleb dan praktikan berorientasi pada aspek kritis yang disoroti mengenai kescepatan ayunan dan kestabilan tinggi elektroda agar jalur las yang dihasilkan sesaui ketentuan dan tidak terjadi cacat las seperti undecut dan over spater.
93% 92%
89%
80%
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
96%
98%
100%
Pengaruh Pengelasan Impelemtasi Metode Efektivitas Metode
PENERIMA METODE
Peningkatan Hasil Pengelasan Menggunakan Metode Conversation Analysis and Variation Theory Approach (CAVTA)
Berdasarkan tabel di atas dengan interpretasi skor (Riduwan, 2016) hasil percobaan 3 nilai secara individu untuk 18 orang praktikan masuk kriteria Cukup dengan rentang skor 41% - 60%, kemudian 2 orang praktikan masuk keriteria Baik dengan skor 71,5% untuk rentang skor 61% - 80%. Sedangkan untuk skor rata-rata yang diperoleh masuk kriteria Cukup dengan nilai 52,2% untuk rentang skor 41% - 60%. Dengan demikian seluruh praktikan dinyatakan siap untuk menerima aspek kritis selanjutnya berdasarkan ketentuan dari metode CAVTA.
Gambar 10. Diagram Skor Rata-Rata Percobaan 1 Sampai 3
Berdasarkan diagram di atas hasil percobaan praktikan mengalami peningkatan dari setiap percobaan baik percobaan 1 (18,6%) ke percobaan 2 (35%) maupun percobaan 2 (35%) ke percobaan 3 (52,2%). Walaupun mengalami peningkatan dari setiap percobaannya, namun skor rata-rata yang diperoleh belum maksimal hal ini bisa disebabkan karena faktor motivasi belajar praktikan, kurangnya pemahaman materi dasar pengelasan SMAW dan kurang memperhatikan arahan dari dosen sebelum melaksanakan praktik. Ini terbukti dari hasil pertanyaan pada lembar wawancara mengenai persiapan atau pemahaman praktikan sebelum melaksanakan praktik kesadarannya masih rendah dengan persentase jawaban 24% karena mereka beralasan bahwa keterampilan akan diperoleh dengan pengalaman dilapangan, namun pada dasarnya wawasan secara pengetahuan sangat menujang proses pembelajaran dilapangan. Kesalahan yang dominan pada hasil percobaan adalah terjadinya undercut serta kurang memperahtikan arahan dari dosen yang seharunya memotong benda kerja 100mm yang terjadi kebanyakan mahasiswa memotong benda kerja menjadi 95mm ini jelas akan mempengaruhi pada penilaian.
Diperoleh hasil pengukuran dengan peningkatan yang dapat dilihat dari hasil percobaan 1 sampai 3. Percobaan tersebut mengalami peningkatan baik dari percobaan 1 ke percobaan 2 maupun dari percobaan 2 ke percobaan 3. Peningkatan tersebut diperoleh dari hasil interaksi ketika asleb melakukan review hasil percobaan yang dilakukan praktikan. Dengan adanya proses review tersebut maka asleb dapat mengetahui letak kesalahan atau kekurangan yang dialami praktikan dan memberikan masukkan/evalusi sehingga ketika melakukan percobaan selanjutnya dapat memimalisir kesalahan yang terjadi pada percobaan sebelumnya.
Kemudian untuk hasil anova single faktor dengan kriteria pengujian anova jika Fhitung ≥ Ftabel maka tolak H0 berarti signifikan. Hipotesis Ha yaitu terdapat penigakatan signifikan baik percobaan 1 ke percobaan 2 maupun percobaan 2 ke percobaan 3. Sedangkan hipotesis H0 tidak terjadi peningkatan signifikan baik percobaan 1 ke percobaan 2 maupun percobaan 2 ke percobaan 3.
Setelah menganalisis dengan tabel F kemudian dibandingkan antara Fhitung dengan Ftabel. Ternyata Fhitung > Ftabel yaitu 53,02 > 3,16, maka tolak H0 berarti signifikan. Jadi H0 ditolak dan Ha diterima karena ada peningkatan siginifikan baik percobaan 1 ke percobaan 2 maupun percobaan 2 ke percobaan 3.
Hasil uji-t (uji lanjut) menggunakan kriteria jika + thitung ≥ ttabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Hipotesis Ha yaitu tidak terjadi peningkatan beda signifikan antara percobaan 1 ke percobaan 2 dengan percobaan 2 ke percobaan 3. Sedangkan hipotesis H0 yaitu terjadi peningkatan beda signifikan antara percobaan 1 ke percobaan 2 dengan percobaan 2 ke percobaan 3. Setelah menganalisis tabel t maka diperoleh data thitung > ttabel percobaan 1 ke percobaan 2 yaitu 8,76 > 1,73 Kemudian untuk percobaan 2 ke percobaan 3 yaitu 13,07 > 1,73 maka H0 diterima dan Ha ditolak karena mengalami peningkatan beda signfikan. Sedangkan untuk selisih perbedaan hasil percobaan diperoleh thitung < ttabel yaitu 0,31 < 0,38 maka H0 ditolak dan Ha diterima dengan hipotesis beda tapi tidak signifikan untuk selisih antara percobaan 1 ke percobaan 2 dengan percobaan 2 ke percobaan 3 yaitu 16% berbanding 17%.
Berdasarkan hasil uji hipotesis maka metode CAVTA menggunakan anova satu jalur ini dapat melihat peningkatan signifikan baik percobaan 1 ke percobaan 2 maupun percobaan 2 ke percobaan 3.
Kemudian dilakukan uji lanjut untuk mengetahui beda signifikan antara percobaan 1 ke percobaan 2 dengan percobaan 2 ke percobaan 3 hasilnya adalah mengalami peningkatan beda signifikan.
Sedangkan untuk selisihnya beda tidak signifikan.
Efektivitas Metode Conversation Analysis and Variation Theory Approach (CAVTA)
Berdasarkan diagram di atas diperoleh data tiga aspek yang diteliti yaitu 93% menyatakan setuju dengan pernyataan peneliti mengenai faktor yang mempengaruhi proses pengelasan diantaranya pemahaman materi, pemahaman jobsheet, perbandingan rasio mesin las, sarana pendukung praktik, kondisi psikologis praktikan dan motivasi belajar. Responden menyatakan bahwa foktor-foktor tersebut sangat berpengaruh pada proses dan hasil pengelasan SMAW, sehingga hal tersebut harus menjadi perhatian bagi pendidik dan peserta didik agar faktor tersbut menjadi pengaruh positif pada proses pembelajaran.
Kemudian untuk implementasi metode CAVTA 92% responden merasa terbantu dalam pelaksanaan praktik pengelasan SMAW karena metode CAVTA mendorong praktikan memahami materi sebelum praktik dengan cara dilakukan tanya jawab sebelum pembelajaran dimulai, menekankan praktikan memahami arahan dosen atau asleb, menekankan penerapan K3 dan menaati SOP yang ditentukan, dilakukan demontrasi sebelum praktikan melakukan percobaan sebagai gambaran praktik, adanya riview setelah melakukan pratik sebagai bahan refleksi diri dan pemanfaatan rekaman video sebagai alat refleksi untuk mempermudah aslab melakukan evaluasi selain melihat hasil dari percobaan dengan adanya rekaman video tersebut aslab dan pratikan dapat melihat proses saat praktikan melakukan percobaan sehingga ketahuan letak kekurangannya. Serta 89% responden menyatakan bahwa metode CAVTA layak diterapkan pada proses pembelaran praktik pengelasan SMAW karena mampu meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam melakukan praktik pengelasan SMAW.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai implementasi metode CAVTA pada praktik pengelasan SMAW,maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Implementasi metode CAVTA terdapat 3 siklus. Siklus pertama terdiri diri dari pemaparan materi atau memperlihatkan aspek kritis oleh dosen, demontrasi dan melakukan percobaan 1. siklus kedua terdiri dari review hasil percobaan 1, menyusun rencana untuk percobaan berikutnya dan melakukan percobaan 2. Siklus ketiga yaitu melakukan review percobaan 2, menyusun rencana untuk percobaan berikutnya, melakukan percobaan 3 dan evaluasi keseluruhan untuk menentukan apakah praktikan siap menerima aspek kritis selanjutnya.
Hasil pengukuran yang dilakukan oleh aslab dari hasil percobaan 1, percobaan 2 dan percobaan 3 mengalami peningkatan dengan rincian sebagai berikut: skor rata-rata percobaan 1 yaitu 18,6%, percobaan 2 yaitu 35,0% dan percobaan 3 yaitu 52,2%. Peningkatannya dinyatakan signifikan karena berdasarkan analisis anova satu jalur diperoleh hasil Fhitung > Ftabel yaitu 53,02 > 3,16 maka H0 ditolak berarti signifikan. Respon terhadap keefektivitasan metode CAVTA sebesar 89% termasuk kedalam kriteria sangat baik. Dengan demikian metode CAVTA efektif diterapkan karena mampu meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam melakukan praktik pengelasan SMAW.
DAFTAR RUJUKAN
Andriaty, S. N., Findyartini, A., & Werdhani, R. A. (2016). Studi Eksprorasi Kemungkinan Penyebab kegagalan Mahasiswa Dalam Uji Kompetensi. III(2), 1–12.
Asplund, S. B., & Kilbrink, N. (2020). Lessons from the welding booth : theories in practice in vocational education. Empirical Research in Vocational Education and Training, 12:1, 1–23.
https://doi.org/10.1186/s40461-020-0087-x
AWS. (1999). Structural Welding Code--Steel (Vol. 552).
Braham, J., & Pickering, J. (2007). Widening participation and improving economic competitiveness;
the dual role of work-based learning within foundation degrees. Proceedings of The Work-Based Learning Futures Conference, UK, Buxton., 45–52.
Clarke, L., & Winch, C. (2008). Vocational education. Internasional approaches, developments and systems. London & New York : Routledge.
Creswell, J. W. (2014). Research design : qualitative, quantitative, and mixed methods approaches (4th ed). United States of America: SAGE.
Fallow, S., & Weller, G. (2000). Transition from student to employee : a work-based program for
―graduate apprentices‖ in small to medium enterprises. 4(Journal of Vocational and Education Training), 665–685.
Garnett, J. (2008). Recognising and enhancing the quality of university work-based learning programmes. Proceedings of the Work-Based Learning Futures II Conference, UK, Middlesex, 32–38.
Hamid, A. (2016). Analisis Pengaruh Arus Pengelasan SMAW Pada Material Baja Karbon Rendah Terhadap Kekuatan Material Hasil Sambungan. 26–36.
Jing, T. J., Tarmizi, R. A., Abu, K., & Aralas, D. (2017). The Adoption of Variation Theory in the Classroom : Effect on Students ’ Algebraic Achievement and Motivation to Learn.
Kasper, G., & Wagner, J. (2014). Conversation Analysis in Applied Linguistics. 34, 1–42.
https://doi.org/10.1017/S0267190514000014
Lucas, B., Claxton, G., & Spencer, E. M. (2012). How to teach vocational education : A theory of vocational pedagogy. (March 2015). https://doi.org/10.13140/2.1.3424.5928
Lynch, & Harnish. (1998). Preparing pre-service teachers education students to used work-based strategies to improve instruction. In Contextual teaching and learning : Preparing teachers to enchance student success in the workplace and beyond. (Columbus), 1–158.
Ngurah, I. G., Santhiarsa, N., & Nyoman, I. (2008). Pengaruh posisi pengelasan dan gerakan elektroda terhadap kekerasan hasil las baja JIS SSC 41. 2(2).
Novianti, N. R. (2011). Kontribusi Pengelolaan Laboratorium dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Efektifitas Proses Pembelajaran. Edisi Khusus No 1, (1), 158–166.
Nurhaji, S., & Nurtanto, M. (2017). Pendidikan Kejuruan Sebagai Pembentukan Karakter Berfikir dan Implementasi Nilai Dalam Perilaku Akademik. 2(1), 65–84.
Nurtanto, M., Ramdani, S. D., & Nurhaji, S. (2017). Pengembangan Model Teaching Factory di Sekolah Kejuruan. 447–454.
Pang, M. F., & Ling, L. M. (2012). professionally , and produce new knowledge to be shared. (M), 589–606. https://doi.org/10.1007/s11251-011-9191-4
Qomari, A. N., Solichin, & Hutomo, P. T. (2015). Pengaruh Pola Gerakan Elektroda dan Posisi Pengelasan Terhadap Kekerasan Hasil Las Pada Baja ST60. (2), 1–8.
Rahdiyanta, D. (2018). Reorientasi Pembelajaran Sebagai Proses Peningkatan Mutu Pendidikan Vokasi di Indonesia. 1–16.
Rompas, P. T. D. (2015). Model Bentuk Pembelajaran Program Studi Pendidikan Vokasional Teknik Mesin Dalam Memenuhi Harapan Dunia Usaha. 6, 1–7.
Setiyadi, B. R., & Ramdani, S. D. (2016). Perbedaan Pengaturan Tempat Duduk Siswa Pada Pembelajaran Saintifik di SMK. 1(1), 28–41.
Sidnell, J. (2016). Linguistics : Oxford Research Encyclopedias Conversation Analysis.
https://doi.org/10.1093/acrefore/9780199384655.013.40 Subali, B. (2008). Penelitian tindakan kelas. 1–18.
Sudira, P. (2012). Filosofi dan Teori Pendidkan Vokasi dan Kejuruan (T. Setyawan, ed.). Yogyakarta:
UNY Press.
Verawadina, U., Jalinus, N., & Asnur, L. (2019). Mengkaji Kurikulum di Era Revolusi 4.0 Bagi Pendidikan Vokasi. 17(2), 228–239.
Verawardina, U., & Jama, J. (2018). philosophy TVET di Era Derupsi Revolusi Industri 4.0 di Indonesia. 1(3), 104–111.
Winangun, K. (2017). Pendidikan Vokasi Sebagai Pondasi Bangsa Menghadapi Globalisasi. 5(1), 72–
78.