TATA AIR MIKRO DALAM UPAYA PENGENDALIAN MUKA AIR TANAH PADA LAHAN GAMBUT
(STUDI KASUS DESA WAJOK HILIR)
Ferdianto Reynaldi1) Henny Herawati2) Kartini2)
1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura Pontianak
2) Dosen Teknik Sipil, Universitas Tanjungpura Pontianak Email: [email protected]
ABSTRAK
Pengelolaan air di lahan rawa gambut bukan hanya untuk menghindari terjadinya banjir atau genangan yang berlebihan di musim hujan tetapi juga untuk menghindari kekeringan di musim kemarau. Pengaturan tata air di lahan gambut ini bertujuan untuk menekan terjadinya penurunan fungsi lingkungan akibat dilakukannya proses drainase untuk penurunan muka air tanah, namun tetap bisa memenuhi syarat tumbuh tanaman. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis tinggi muka air tanah dan bagaimana cara pengendalian muka air tanah tersebut. Metode penelitian di lakukan dengan cara mengukur tinggi muka air di saluran, ketebalan dan kematangan gambut, serta tinggi muka air tanah. Hasil analisis tinggi muka air tanah di lahan sekitar pemukiman warga, memiliki tinggi muka air tanah -0,31 m, dengan jenis tanah lempung, sedangkan tinggi muka air tanah di lahan bergambut adalah -0,48 m, dengan kedalaman gambut rata-rata 50 cm. Dari hasil penelitian ini tinggi muka air tanah pada lokasi penelitian masih belum mencapai akar tanaman talas yang di syaratkan, oleh karena itu elevasi muka air di saluran harus mencapai 0,50 m dari dasar saluran, untuk itu perlu di pasang pintu air otomatis ( flapgate).
Kata Kunci: Gambut, drainase, tata air lahan gambut..
ABSTRACT
Water management in peat swamp land is not only intended to prevent excessive flooding / inundation in the rainy season but also to avoid drought in the dry season. This water management arrangement in peatlands aims to suppress the decline in environmental function of the peatlands due to the drainage process / decrease in the water table, but still meets the requirements for plant growth. The purpose of this research is to analyze the ground water level and how to control the water level. The research method was carried out by measuring the water level in the canal, the thickness and maturity of the peat, and the ground water level. The results of the analysis can be that the groundwater level in the land around the residential area has an average groundwater level of -0.31 m, the type of land in residential land is classified as clay, while the water level in peatlands is - 0.48 m, with an average peat depth of 50 cm. The optimal growth of taro plants is 20 cm from the ground level, in order to get optimal water, this is done by holding the water in the channel until the water level in the channel is 0.50 cm by using an automatic sluice gate (flapgate).
Keywords: Peat, drainage, peatland water management.
1. PENDAHULUAN
Desa Wajok Hilir adalah salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat. Desa Wajok Hilir terbagi atas 7 dusun. Ketujuh dusun tersebut yaitu Dusun Palawija, Dusun Coklat, Dusun Kelapa, Dusun Kopi, Dusun Padi, Dusun Jeruk dan Dusun Nanas.
Wilayah Wajok Hilir merupakan tanah yang berupa tanah organosol yang terdiri dari tanah humus dan gambut (Daniati dkk., 2017). Pengaturan tata air pada lahan rawa bergambut harus mempertimbangkan beberapa karakteristik rawa yang sangat spesifik, diantaranya kemampuan gambut yang sangat tinggi dalam menyerap air (bersifat hidrofilik) bisa berubah menjadi hidrofobik (menolak air), jika gambut telah mengalami proses kering tak balik (irreversible drying). Kondisi ini terjadi jika gambut mengalami kekeringan yang sangat ekstrim. Menurunnya kemampuan gambut menyerap air berkaitan dengan menurunnya ketersediaan senyawa yang bersifat hidrofilik dalam bahan gambut, yaitu karboksilat dan OH-fenolat. Kedua komponen organik ini berada pada fase cair gambut, sehingga bila gambut dalam keadaan kering (akibat proses drainase yang berlebih), sifat hidrofilik dari tanah gambut menjadi tidak berfungsi (Sabiham, 2000). Dari uraian di atas di simpulkan bahwa rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
Bagaimana tinggi muka air tanah yang di pergunakan sebagai lahan pertanian talas (keladi) ?
Bagaimana cara pengendalian tinggi muka air tanah pada lahan gambut yang berada dipertanian talas (keladi) ?
Penelitian ini bertujuan untuk :
Menganalisis tinggi muka air tanah yang di pergunakan sebagai lahan pertanian untuk tanaman talas ( keladi ).
Merumuskan metode pengendalian tinggi muka air tanah supaya tidak terjadi kekeringan di waktu musim kemarau dan tidak terjadi luapan pada saat musim penghujan.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Gambut
Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986).
Klasifikasi Gambut
Berdasarkan kedalamannya gambut dibedakan menjadi:
1. Gambut dangkal adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organic antara 50 - 100 cm.
2. Gambut tengahan adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organic antara 100 - 200 cm.
3. Gambut dalam adalah gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organic antara 200 – 300 cm.
4. Gambut sangat dalam adalah gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organic
> 300 cm (Noor, 2001).
Air Tanah
Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang – ruang antara butir – butir tanah yang membentuk itu dan di dalam itu dan dalam retak – retak dari batuan (Sosrodarsono, 1980).
Akuifer bebas secara skematis dapat ditunjukkan pada gambar di bawah, dimana dalam prakteknya dapat berupa tanggul yang terbuat dari tanah dan terletak di antara saluran dan sawah. Gambar aliran melalui suatu tanggul tanpa hujan dapat di lihat pada gambar 1.
Gambar 1. Aliran melalui suatu tanggul tanpa hujan (Sumber : Bisri, 1991).
Bila pada suatu akuifer bebas tidak terjadi hujan/penguapan, maka persamaan kontinuitas menjadi :
𝐾 2 { 𝜕²(ℎ
2)
𝜕𝑥² + 𝜕²(ℎ2)
𝜕𝑦² } + N = 0 (1) Jika aliran hanya kea rah sumbu x (dalam satu dimensi) persamaan di atas akan menjadi :
𝐾 2
𝜕²(ℎ2)
𝜕𝑥² = 0 → 𝜕²(ℎ2)
𝜕𝑥² } = 0 → 𝜕(ℎ
2)
𝜕𝑥 = A (2) h² = Ax + B disebut Persamaan umum
Syarat batas (boundary condition) : x = 0 → h = H1 maka H1² = B
x = L → h = H2 maka H2² = A.L + H1² 𝐴 =𝐻22−𝐻1²
𝐿 (3) Sehingga diperoleh persamaan muka air tanah sebagai berikut :
ℎ2=𝐻22−𝐻12
𝐿 𝑥 + 𝐻1 (4)
Pengelolaan Air Mikro dan Pengelolaan Air Mikro
Pengelolaan air makro merupakan sistem pengelolaan air yang ada di tingkat saluran primer ( muara sungai) sampai saluran sekunder ( muara tersier ). Pengelolaan air mikro mencakup pola atau sistem tata air tingkat petani (dari tersier, saluran cacing, sampai dengan kemalir atau petak – petak sawah (Noor, 2001).
Karakteristik Talas Hitam
Talas hitam memiliki warna pangkal tangkai daun ungu, bentuk cormus kerucut, warna korteks (kulit cormus) cokelat muda, warna daging cormus putih, warna serat daging cornus cokelat, pada permukaan kulit cormus terdapat serat, kulit cormus tipis, warna tunas merah muda, lingkara cormus dapat mencapai 34 cm, sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya (Subekti dkk., 2013).
Akar tanaman ini termasuk sistem pengakaran liar, berserabut dan dangkal, dimana akar dapat tumbuh mencapai kedalaman antara 10-20 cm (Sedulurtani, 2019).
3.
METODELOGI PENELITIANLokasi penelitian dilakukan di Dusun Kopi, Desa Wajok Hilir, Kecamatan Siantan, Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat. Secara geografis daerah penelitian terletak pada koordinat 0°4’32,16” Bujur Timur dan 109°14’57,12” Lintang Selatan. Lokasi penelitian dapat di lihat pada gambar 2.
Gambar 2. Lokasi penelitian (Sumber : Google earth, 2020).
Titik pengamatan tinggi muka air tanah terbagi di dua lokasi yang berbeda, yang pertama lokasi penelitian berada di sekitaran lahan pemukiman warga dan lokasi yang kedua berada di lahan tanah bergambut. Titik pengamatan tinggi muka air dapat di lihat pada gambar 3 dan 4.
Gambar 3. Titik pengamatan muka air tanah sampel di lahan sekitar pemukiman warga (Sumber : Hasil survei, 2020).
Gambar 4. Titik pengamatan muka air tanah sampel di lahan bergambut (Sumber : Hasil survei, 2020).
Data – data primer dalam penelitian ini adalah :
Pengukuran dimensi saluran
Pengukuran tinggi muka air di saluran
Pengukuran ketebalan gambut
Pengukuran tinggi muka air tanah Alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah :
Rambu ukur (peilschaal)
Bor gambut
Pipa 1.5’’
Theodolit
Meteran
Diagram Alir Penelitian
Urutan langkah-langkah dalam penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir berikut:
Gambar 5. Diagram Alir Penelitian.
4. HASIL PENELITIAN
Pengeboran Tanah Gambut dan Pemasangan Pipa Sumur Pantau
Alat yang di gunakan adalah bor gambut yang memiliki panjang mata bor bagian dalam 50 cm.
Pengeboran tanah dilakukan pada 6 titik yang berbeda pada lahan penelitian
Titik 1
Pada titik 1 di lakukan pengeboran awal pada kedalaman 50 cm, di dapat kedalaman gambut 40 cm dan tanah mineral 10 cm. Dilihat dari tingkat
kematangannya pada titik 1 termasuk gambut hemik atau gambut setengah matang. Kondisi sumur pantau dan kedalaman gambut pada titik 1 dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Ketebalan gambut yang berada di titik 1 dan sumur pantau penelitian di titik 1 (Sumber : Hasil survei, 2020).
Titik 2
Pada titik 2 mempunyai kedalaman gambut 43 cm dan tanah mineral 7 cm dari permukaan tanah.
Tingkat kematangan gambut di titik 2 termasuk gambut hemik Kondisi sumur pantau dan kedalaman gambut pada titik 2 dapat dilihat pada Gambar 7.
.
Gambar 7. Ketebalan gambut yang berada di titik 2 dan sumur pantau penelitian di titik 2 (Sumber : Hasil survei, 2020).
Titik 3
Pada titik 3 di dapat kedalaman gambut 20 cm dan tanah mineral 30 cm dari permukaan tanah. Pada titik 3 ini termasuk gambut dengan kematangan hemik atau gambut setengah matang. Kondisi sumur pantau dan kedalaman gambut pada titik 3 dapat dilihat pada Gambar 8.
penelitian ini dapat dilihat pada diagram alir berikut :
v
Persiapan:
Studi Pustaka, Observasi Pendahuluan
Pengumpulan Data Mulai
Data Primer:
Dimensi saluran
Tinggi muka air di saluran
Ketebalan dan kematangan gambut
Kedalaman muka air tanah
Suhu
Sifat fisik tanah Data Sekunder:
Data curah hujan
Peta topografi
Peta lokasi penelitian
Analisis dan Pembahasan 1. Analisa Hidraulika Aliran Tanah 2. Desain Tata Air
Kesimpulan dan saran
Selesai
Gambar 8. Ketebalan gambut yang berada di titik 3 dan sumur pantau penelitian di titik 3 (Sumber : Hasil survei, 2020).
Titik 4
Pada titik 4 mempunyai kedalaman gambut 35 cm dari permukaan tanah dan termasuk gambut hemik atau gambut setengah matang. Kondisi sumur pantau dan kedalaman gambut pada titik 4 dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Ketebalan gambut yang berada di titik 4 dan sumur pantau penelitian di titik 4 (Sumber : Hasil survei, 2020).
Titik 5
Titik 5 di lakukan pengeboran pada kedalam 100 cm dikarenakan 50 cm pertama di dapati gambut tanpa adanya tanah mineral. Pada kedalaman 100 cm di dapati tanah mineral setebal 17 cm dan tanah gambut 83 cm dari permukaan tanah dan termasuk gambut hemik atau gambut setengah matang. Kondisi sumur pantau dan kedalaman gambut pada titik 5 dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Ketebalan gambut yang berada di titik 5 dan sumur pantau penelitian di titik 5 (Sumber : Hasil survei, 2020).
Titik 6
Titik 6 mempunyai kedalaman gambut 24 cm dari permukaan tanah dan termasuk gambut hemik atau gambut setengah matang. Kondisi sumur pantau dan
kedalaman gambut pada titik 6 dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Ketebalan gambut yang berada di titik 6 dan sumur pantau penelitian di titik 6 (Sumber : Hasil survei, 2020).
Tabel 1. Kedalam dan Kematangan Gambut (Sumber:
Hasil survei, 2020).
Titik Kedalaman
Gambut (cm) Tipe Gambut Kematangan
1 40 Dangkal Hemik
2 43 Dangkal Hemik
3 20 Dangkal Hemik
4 35 Dangkal Hemik
5 83 Dangkal Hemik
6 24 Dangkal Hemik
Gambut terbagi menjadi 4 klasifiksi, yaitu dangkal (50-100 cm), agak dalam (100-200 cm ), dalam (200-300 cm ) dan sangat dalam ( lebih dari 300 cm ) (Noor, 2001). Dari hasil pengeboran di dapat kedalaman gambut pada kedalaman 20 cm – 83 cm dan termasuk gambut dangkal.
Sifat Fisik Tanah di Lahan Tanah Mineral dan Bergambut
Tabel 2. Sifat Fisik Tanah di Lahan Sekitar Pemukiman Warga (Sumber: Hasil analisis data, 2020).
N o
Titik
Kadar air Berat Jenis
bobot isi permeabi
litas Porositas
Sampel tanah
(gr/cm³) (gr/cm³) (%)
(cm/deti
k) (%)
1 Depan 88.67 2.32 74.87 3.26E-07 44.9
2 Belakang 78.33 2.52 83.10 1.62E-07 41.8
Tabel 3. Sifat Fisik Tanah di Lahan Bergambut (Sumber: Hasil analisis data, 2020).
N o
Titik Kadar air
Berat Jenis
bobot
isi permeab ilitas
Poros itas
Sampel tanah
(gr/cm³ )
(gr/c m³) (%)
(cm/deti
k) (%)
1 Depan 87.77 2.41 69.67 3.86E-07 40.9 2
Belaka
ng 326.33 1.85 81.33 8.22E-07 34.4
Dari hasil percobaan permeabilitas diperoleh koefisien permeabilitas untuk lahan di sekitaran pemukiman warga sebesar 3.26 x 10¯⁷ cm/det untuk tanah bagian depan dan 1.62 x 10¯⁷ cm/det untuk tanah bagian belakang. Sedangkan untuk lahan bergambut ialah sebesar 3.86 x 10¯⁷ cm/det untuk bagian depan, sedangkan untuk bagian belakang di dapat nilai porositas sebesar 8.22 x 10¯⁷ cm/det. Berdasarkan klasifikasi permeabilitas tanah (Uhland and O’neal, 1951) kedua lahan ini tergolong tanah tidak tembus air.
Tabel 4. Klasifikasi Permeabilitas Tanah (Sumber : Uhland and O’neal, 1951).
Jenis Tanah k (cm/s) Keterangan Kerikil >10-1 Permeabilitas tinggi Kerikil halus/pasir 10-1 - 10-3 Permeabilitas sedang Pasir sangat halus
10-3- 10-5 Permeabilitas rendah Pasir Lunak
Lanau tidak padat Lanau Padat
10-5 - 10-7 Permeabilitas sangat rendah Lanau Lempung
Lanau tidak murni
Lempung < 10-7 Tidak tembus air
Berdasarkan hasil analisis porositas di lahan sekitar pemukiman warga di dapat nilai porositas sebesar 41.8 – 44.9 %, berdasarkan klasifikasi poroitas tanah (Sutanto, 2005), lahan yang berada di sekitar pemukiman warga termasuk kelas porositas yang kurang baik.
Sedangkan nilai porositas di lahan bergambut sebesar 34.4 – 40.9 %, berdasarkan klasifikasi poroitas tanah (Sutanto, 2005), pada lahan bergambut yang termasuk kelas porositas yang buruk.
Tabel 5. Klasifikasi Porositas (Sumber : Sutanto,2005)
Porositas (%) Kelas
100 Sangat Poros
80-60 Poros
60-50 Baik
50-40 Kurang Baik
40-30 Buruk
< 30 Sangat Buruk
Hasil Analisa Elevasi Tanah dan Elevasi Muka Air Tanah di Lapangan di Lahan Pemukiman Warga
Hasil analisa perhitungan di lahan sekitar pemukiman warga, diambil contoh perhitungan tanggal 22 Maret 2020 pada pukul 07.00 WIB pada jalur 1
Tabel 6. Hasil Analisis Elevasi Tanah dan Elevasi Muka Air Tanah di Lapangan Jalur 1 (Sumber: Hasil analisis data, 2020).
N o
Titi k
Elev asi
Elev
asi Waktu Su hu
Eleva si
Kedala man Laha
n Muk
a Pipa
Pengu kuran
Muka air *
Muka Air **
(m) (m) (jam) C (m) (m)
1 P1 1.84 2.14 7.00 26
˚ 1.65 -0.19 2 P2 1.96 2.26 7.00
26
˚ 1.82 -0.14 3 P3 2.06 2.36 7.00
26
˚ 1.87 -0.19
4 Sal ura
n 2.00 - 7.00
26
˚ 1.8 -
Ket : * Dari Elevasi Muka Air
** Dari Muka Tanah
Gambar 12. Aliran melalui suatu tanggul (Sumber : Hasil analisis data, 2020).
ℎ2=𝐻22− 𝐻12
𝐿 𝑥 + 𝐻1 dimana :
h² = Tinggi muka air tanah (m)
H1 = Tinggi muka air di saluran kiri (m) H2 = Tinggi muka air di saluran kakan (m) L = Jarak saluran (m)
h(x) = Tinggi muka air tanah terhadap datum pada jarak x
x = Jarak yang di tinjau (m)
Hasil analisa perhitungan di lahan sekitar pemukiman warga, diambil contoh perhitungan
H1 = +1.80 m
H1 = +1.65 m
15.00 m +2.00 m
P1 P2
P3
h = +1.65 m
tanggal 22 Maret 2020 pada pukul 07.00 WIB pada titik 1
Dalam perhitungan diambil perhitungan di titik P1 Pada tanggal 22 maret 2020 pukul 07.00 WIB.
Diketahui : H1 = + 1,8 m H2 = + 1,65 m x = 13,49 m
L = 15 m
Ditanya h² ? h2=H22− H12
L x + H1² h2=1,652 m − 1,82 m
15 m x + 1,82 m h2=2,72 m − 3,24 m
15 m x + 3,24 m h2= 3,24 m − 0,037 m . 𝑥 𝑥 = 13,49 m
maka h2= 3,24 m − 0,037 m x 13,49 m h2= 2,740 m
h2= √2,740 h = +1,65 m
Tabel 7. Hasil Analisis Perhitungan Muka Air Lapangan dan Analisis Muka Air Hitungan (Sumber: Hasil analisis data, 2020).
Titik
Elevasi Elevasi
Selisih Muka air Muka air
Lapangan Hitungan
(m) (m) (m)
P1 1,65 1,65 0
P2 1,82 1,79 0,03
P3 1,87 1,79 0,08
P4 1,76 1,79 0,03
P5 1,66 1,73 0,07
P6 1,70 1,70 0
P7 1,69 1,69 0
P8 1,70 1,74 0,04
P9 1,78 1,79 0,09
Saluran 1,80 1,80 0
Hasil Analisa Elevasi Tanah dan Elevasi Muka Air Tanah di Lapangan di Lahan Bergambut
Hasil analisa perhitungan di lahan bergambut, diambil contoh perhitungan tanggal 22 Maret 2020 pada pukul 07.00 WIB pada jalur 1.
Tabel 8. Hasil Analisis Perhitungan Muka Air di titik 1, 4 dan 5 di lahan tanah bergambut hari ke 1 (Sumber: Hasil analisis data, 2020).
Titik
Elevasi
Waktu
Suhu
Elevasi Kedalaman Pengukuran
Muka air *
Muka Air
**
(m) (jam) C (m) (m)
1 0.20 7.00 26˚ -0.18 -0.38
4 0.20 7.00 26˚ -0.17 -0.37
5 0.20 7.00 26˚ -0.17 -0.37
Ket : * Dari Elevasi Muka Air
** Dari Muka Tanah
Hasil Analisis Pengukuran Tinggi Muka Air Terhadap Tanaman Keladi
Dari hasil analisis dan pengamatan selama 15 hari di lahan bergambut dan di lahan sekitar pemukiman warga, angka rata rata kedalaman muka air ialah – 0,48 m untuk di lahan bergambut dan -0,31 m untuk lahan di sekitar pemukiman warga. Sedangakan ketinggian muka air yang baik untuk tanaman talas (keladi) ialah di angka 10 sampai dengan 20 cm dari permukaan tanah (Sedulurtani, 2019).
Analisi Pengendalian Air di Saluran
Tanaman yang di budidayakan adalah tanaman talas (keladi). Talas (keladi) termasuk akar dengan sistem pengakaran liar, berserabut dan dangkal, dimana akar dapat tumbuh mencapai kedalaman antara 10-20 cm (Sedulurtani, 2019). Tujuan perhitungan ini adalah untuk menjaga muka air tanah agar tanaman dapat tumbuh dengan optimal.
Dalam perhitungannya, diambil contoh pada tanggal 22 Maret 2020 pukul 07.00 WIB, untuk menghitung tinggi muka air tanah yang optimal pada keladi di perlukan h maksimal yaitu pada titik P1, P2, dan P3. Cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan ketinggian muka air yang sama dengan kedalaman akar tanaman yaitu menahan air di saluran dengan menggunakan pintu air otomatis.
Dalam perhitungan tinggi muka air di saluran di coba pada elevasi +1,80 m atau sama dengan H1 = 0,50 m dari permukaan tanah.
Diketahui : H1 = 0,50 m H2 = 0 m x = 13,49 m L = 15 m Ditanya h² ?
h2=H22− H12
L x + H1² h2=02 m − 0,502 m
15 m x + 0,502 m
h2=0 m − 0,25 m
15 m x + 0,25 m h2= 0,25 m − 0,016 m . 𝑥 𝑥 = 13,49 m
maka h2= 0,25 m − 0,016 m x 13,49 m h2= 0,03 m
h2= √0,03 h = 0,17 m
Berdasarkan hasil perhitungan di atas dengan tinggi muka air di saluran 0,50 m di dapat kedalaman muka air tanah di titik P1 adalah 0,17 m. Saluran yang diperlukan untuk tanaman palawija mempunyai kedalaman antara 20-40 cm dan lebar 50 cm dengan jarak antar saluran 5-7,5 m (Dariah dkk., 2014).
Gambar 13. Tinggi muka air setelah menggunakan pintu air (Sumber : Hasil analisis data, 2020).
5. KESIMPULAN DAN SARAN
KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Dusun Kopi Desa Wajok Hilir Kalimantan Barat dapat disimpulkan bahwa:
1. Tinggi muka air yang ideal untuk tanaman talas (keladi) ialah di angka 10 sampai dengan 20 cm dari permukaan tanah. Dari hasil penelitian tinggi muka air tanah (MAT) di lahan bergambut adalah -0,48 m, dengan kedalaman gambut rata-rata sedalam 50 cm, sedangkan tinggi muka air tanah (MAT) di lahan sekitar pemukiman warga adalah -0,31 m, dengan jenis tanah lempung.
2. Tinggi muka air tanah pada lokasi penelitian masih belum sesuai untuk kebutuhan tanaman talas (keladi), untuk mencapai elevasi muka air tanah yang di butuhkan oleh talas (keladi), maka tinggi muka air di saluran harus mencapai elevasi 0,50 m agar bisa memenuhi kebutuhan air untuk tanaman talas (talas), dengan cara menahan air di saluran menggunakan pintu air otomatis (flapgate).
Saran
Ketinggian muka air yang baik untuk tanaman talas (keladi) ialah di angka 10 sampai dengan 20 cm dari permukaan tanah, ketinggian muka air tanah harus selalu dijaga dan di pertahankan agar talas dapat tumbuh dengan optimal dengan mengendalikan air yang berada di saluran menggunakan pintu air otomatis dan membuat saluran cacing supaya kebutuhan air tanah untuk talas (keladi) tetap bisa terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Bisri. M. 1991. Aliran Air Tanah. Malang: UPT.
Penerbitan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya.
Daniati, E., Safitri, A., Asnawi, J., dan Wati, M, K,.
(2017). Desa Peduli Gambut. Menteng:
Badan Restorasi Gambut
.
Dariah, A., Nurzakiah, S., Nurida, N. L., &
Wahardjaka, A. (2014). Pengelolaan tata air lahan gambut. Di dalam buku panduan.
Panduan Pengelolaan Berkelanjutan Lahan Gambut Terdegradasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Hardjowigeno, S. 1986. Sumber Daya Fisik Wilayah Dan Tata Guna Lahan: Histosol. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Hal. 86- 94.
Noor, M. 2001. Pertanian Lahan Gambut, Potensi dan Kendala. Yogyakarta: Kanisius.
Sabiham, S. 2000. Kadar air kritis gambut Kalimantan Tengah dalam kaitannya dengan kejadian kering tidak balik. J. Tanah Tropika. 11:21- 30.
Sedulurtani. 2019. Ciri-ciri Morfologi Tanaman Talas dan Klasifikasinya Secara Lengkap.
https://www.sedulurtani.com/ciri-ciri- morfologi-tanaman-talas-dan-klasifikasinya- secara-lengkap/. 10 Januari 2020.
Sosrodarsono, Suyono. 1980. Hidrologi Untuk Pengairan. Jakarta: Pradnya Paramita.
Subekti, A., Dadan P., Astri O.V., Sanusi, dan Pratiwi, 2013. Pengelolaan Sumber Daya Genetik di Kalimantan Barat. Laporan Akhir. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat (tidak dipublikasi).
Sutanto, R. (2005). Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Yogyakarta: Kanisius.
H1 = elevasi saluran +1,80 m
elevasi tanah +2,00 m
Datum = +0,00
P1 P2
P3
h = 0,17 m
2.00 H1 = 0,50 m
Uhland R.E., and O’neal A.M.1951. Soil Permeability Determinations For Use In Soil and Water Conservation. SCS-TP-101, 36 pp., Illus, New York.