Hasil dan pembahasan Hasil dan analisis
Uji stationer
Yaitu memeriksa apakah data tersebut stasioner atau tidak. Uji stasioneritas perlu dilakukan dikarenakan analisis regresi tidak dapat diproses jika data tidak
stasioner apabila tetap dilakukan akan menghasailkan regresi palsu.
Uji stasioneritas pada level dilakukan dengan menggunakan uji ADF terhadap seluruh variabel penelitian. Hasil pengujian yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut.
Variable ADF Prob. Interprestasi
lnProd -0.490902 0.8746 Tidak stationer
lnLT -2.560591 0.1180 Tidak stationer
lnPETANI -1.657586 0.4371 Tidak stationer
lnBIBIT -1.780135 0.3792 Tidak stationer
Uji unit yaitu uji Augmented Dickey – Fuller (ADF). Pengambilan keputusan hitung suatu variabel ADF > nilai kritis MacKinnon, variabel stasioner.
Hasil estimasi menunjukkan variabel Produksi, Luas Tanam, Jumlah Petani dan Bibit unggul tidak stasioner jika 1%, 5%, dan 10% karena memiliki probabilitas > 0,05%,
sehingga perlu dilanjutkan.
Variable ADF Prob. Interprestasi
lnProd -5.506993 0.0003 Stationer
lnLT -3.420242 0.0259 Stationer
lnPETANI -5.859548 0.0001 Stationer
lnBIBIT -4.259072 0.0038 Stationer
Hasil tersebut menunjukkan bahwa semua variabel penelitian tidak menunjukkan stasioneritasnya pada tingkat level dengan tingkat signifikansi 5 persen maupun 10 persen.
Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah menguji stasioneritas seluruh variabel pada difference pertama dengan hasil yang menunjukkan bahwa seluruh variabel penelitian stasioner pada difference pertama pada taraf uji 10 persen sehingga analisis ECM dapat dilakukan. Langkah sebelumnya telah dilakukan uji akar unit di tingkat level dan
memperlihatkan jika terdapat data bersifat tidak stasioner, pada hal ini
diperlakukan secara special untuk menjauhi regresi palsu. Apabila probabilitas <
nilai signifikansi 0,05% maka penelitian harus dilanjutkan.
PRODUKSI KARET JANGKA PANJANG
Variable Independent : lnProd
Variable Coefficient Std.Error t-Statistic Prob.
lnLT 2.684692 0.569411 4.714857 0.0002
lnPETANI -0.229912 0.296450 -0.775550 0.4481
lnBIBIT -0.043885 0.010605 -4.138191 0.0006
C -19.82539 4.466054 -4.439130 0.0003
F-statistic 33.23319 R2 0.505658
Prob (F-statistic) 0.000000 Adj . R2 0.391579
Model hasil persamaan jangka panjang yang terbentuk sebagai berikut:
LNPROD = 2.68469172353*LNLT - 0.229911824912*LNPETANI - 0.0438845660063*LNBIBIT - 19.8253944035
Keterangan: * signifikan pada α=5% ** signifikan pada α=10%
Pada persamaan jangka panjang, nilai F-statistik (Uji Simultan) sebesar 4,432527 dengan nilai peluang sebesar 0,023547 yang kurang dari nilai alpha 5 persen menunjukkan keputusan tolak H0. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat minimal satu variabel luas tanam menghasilkan, jumlah petani, dan harga kopi domestik yang berpengaruh signifikan terhadap variabel produksi kopi. Dari hasil uji parsial (uji t), variabel luas tanam menghasilkan dan variabel harga kopi domestik menunjukkan nilai peluang kurang dari nilai alpha 5 persen sehingga menghasilkan keputusan tolak H0 yang berarti variabel luas tanam menghasilkan dan variabel harga kopi domestik berpengaruh signifikan terhadap variabel produksi kopi. Sedangkan variabel jumlah petani memiliki nilai peluang lebih dari nilai alpha 5 persen sehingga menghasilkan keputusan gagal tolak H0 yang berarti variabel jumlah petani tidak signifikan dalam mempengaruhi produksi kopi pada persamaan jangka panjang.
Nilai Adjusted R2 sebesar 0,391579. Sehingga dapat dikatakan bahwa keragaman produksi kopi dalam jangka panjang dapat dijelaskan oleh variabel luas tanam menghasilkan, jumlah petani, dan harga kopi domestik sebesar 39,15 persen dan sisanya 60,85 persen dapat dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan.
Variabel luas tanam menghasilkan memiliki hubungan yang positif dengan produksi kopi di Indonesia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianto (2018) yang menyatakan bahwa luas tanam menghasilkan berpengaruh signifikan positif terhadap produksi kopi. Selanjutnya, variabel harga kopi domestik juga memiliki hubungan yang positif dengan produksi kopi di Indonesia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ridwan (2004) yang menyatakan bahwa produksi kopi Arabika dipengaruhi oleh harga riil kopi dalam negeri. Dengan demikian, dalam jangka panjang luas tanam menghasilkan dan harga kopi domestik berbanding lurus dengan produksi kopi Indonesia.
UJI KOINTEGRASI
Variable Coefficient Std.Error t-Statistic Prob.
ECT(-1) -0.764528 0.213865 -3.574818 0.0020
Hasil pengujian menunjukkan bahwa didapat nilai peluang sebesar 0,0326 yang lebih kecil dari nilai alpha 5 persen sehingga menghasilkan keputusan tolak H0. Hal ini berarti dengan tingkat signifikansi 5 persen, residual dalam persamaan jangka panjang stasioner pada tingkat level. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel luas tanam menghasilkan, jumlah petani, dan harga kopi domestik dalam penelitian ini saling berkointegrasi atau memiliki hubungan jangka panjang terhadap produksi kopi Indonesia.
PRODUKSI KARET JANGKA PENDEK
Variable Independent : lnProd
Variable Coefficient Std.Error t-Statistic Prob.
lnLT 0.774053 0.403007 1.920696 0.0728
lnPETANI -0.244252 0.110703 -2.206365 0.0423
lnBIBIT -0.014979 0.007255 -2.064777 0.0555
ECT(-1) -0.459894 0.143594 -3.202739 0.0055
C 0.014711 0.008379 1.755610 0.0983
F-statistic 4.115374 R2 0.507108
Prob (F-statistic) 0.017615 A dj . R2 0.383885
Model hasil persamaan jangka pendek yang terbentuk sebagai berikut:
D(LNPROD) = 0.774053481775*D(LNLT) - 0.244251555156*D(LNPETANI) - 0.014979146569*D(LNBIBIT) - 0.459894077221*ECT(-1) + 0.014710818928
Keterangan: * signifikan pada α=5%
Pada persamaan jangka pendek, nilai F-statistik sebesar 3,795374 dengan nilai peluang sebesar 0,035549 yang kurang dari nilai alpha 5 persen menunjukkan keputusan tolak H0. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat minimal satu variabel luas tanam menghasilkan, jumlah petani, dan harga kopi domestik yang
berpengaruh signifikan terhadap variabel produksi kopi. Dari hasil uji parsial (uji t), nilai peluang dari variabel luas tanam menghasilkan sebesar 0,2139 dan harga kopi domestik sebesar 0,4199 lebih dari nilai alpha 5 persen sehingga menghasilkan keputusan gagal tolak H0 yang berarti variabel luas tanam menghasilkan dan harga kopi domestik tidak signifikan dalam mempengaruhi produksi kopi. Sedangkan variabel jumlah petani memiliki nilai peluang sebesar 0,0496 kurang dari nilai alpha 5 persen sehingga menghasilkan keputusan tolak H0 yang berarti variabel jumlah petani secara signifikan berpengaruh terhadap variabel produksi kopi pada persamaan jangka pendek. Nilai Adjusted R2 sebesar 0,427076. Sehingga dapat dikatakan bahwa keragaman volume produksi kopi dalam jangka pendek dapat dijelaskan oleh variabel luas tanam menghasilkan, jumlah petani, dan harga kopi domestik sebesar 42,7 persen dan sisanya 57,3 persen dapat dijelaskan oleh faktor lain di luar persamaan.
Variabel jumlah petani kopi memiliki arah yang positif, sehingga memiliki arti bahwa jumlah petani kopi memiliki hubungan yang positif dengan produksi kopi Indonesia. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Risandewi (2013) yang menyatakan bahwa jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan positif terhadap produksi kopi. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianto (2018) yang menyatakan bahwa jumlah petani berpengaruh signifikan positif terhadap produksi kopi. Penelitian selanjutnya yang sejalan dengan hasil penelitian ini dilakukan oleh Haryoko, Karno, dan Setiadi (2018) yang menyatakan bahwa jumlah tenaga kerja berpengaruh signifikan positif terhadap produksi kopi. Dengan demikian, dalam jangka pendek jumlah petani kopi berbanding lurus dengan produksi kopi Indonesia. Selanjutnya, dengan tingkat signifikansi 5 persen, koefisien error correction term (ECT) berpengaruh signifikan terhadap model. Nilai ECT yang didapatkan sebesar -0,891469 yang berarti bahwa suatu saat dalam jangka panjang dengan kecepatan yang dinyatakan dalam speed of adjustment, variabel luas tanam menghasilkan, jumlah petani, harga kopi domestik, dan produksi kopi Indonesia akan menuju keseimbangan ke arah yang sama (konvergen) karena kondisi koefisien ECT yang negatif. Hal ini menyatakan bahwa terdapat kointegrasi antara variabel independen terhadap variabel
dependennya.
Hasil diatas menunjukkan jangka panjang variabel impor migas, peredaran uang serta BI Rate mempengaruhi kurs rupiah. Sedangkan inflasi tidak memberikan pengaruh dalam jangka panjang dan pendek maka mendorong terjadinya depresiasi nilai tukar rupiah secara lebih cepat dalam jangka pendek. ECT -0.414202 dan signifikan pada alpha 0,05 (5%), nilai koefisien ECT -0.414202 mengindikasikan bahwa semakin lemahnya koreksi menuju keseimbangan jangka panjang.
Berdasarkan olah data diatas, persamaan regresi jangka pendek:
UJI ASUMSI KLASIK
Pengujian asumsi klasik dilakukan terhadap persamaan jangka pendek dengan hasil sebagai berikut.
Uji normalitas
0 2 4 6 8 10
-0.10 -0.05 0.00 0.05
Series: Residuals Sample 2001 2021 Observations 21 Mean 6.61e-19 Median 0.005844 Maximum 0.053793 Minimum -0.079597 Std. Dev. 0.031655 Skewness -0.820116 Kurtosis 3.907778 Jarque-Bera 3.075117 Probability 0.214905
Menurut Ghozali (2011) uji normalitas memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang diteliti pada variabel residual memiliki distribusi normal.Uji normalitas dilihat dari probabilitas residual Jarque-Bera lebih besar dari 0,05 atau 5%. Dalam uji asumsi klasik pada pengaruh produk domestic regional bruto, kemiskinan, dan pengangguran terbuka didapatkan hasil 0,212513> 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa uji normalitas pada
penelitian ini variabel gangguanterdistribusi normal.
Uji Auto Korelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.394506 Prob. F(2,14) 0.6813
Obs*R-squared 1.120376 Prob. Chi-Square(2) 0.5711
Pengujian autokorelasi memiliki tujuan untuk mengidentifikasi apakah antar data sampel memiliki korelasi. Uji auto korelasi dilihat pada uji Breush-Godfrey dimana prob.chi-square lebih besar dari 0,05 atau 5%. Dalam Uji Heteros pada pengaruh pertumbuhan ekonomi, indeks pembangunana manusia, dan tingkat pengangguran terbuka terhadap kemiskinan didapatkan hasil 0,8381> 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa uji Breush-Godfrey LM pada penelitian ini tidak terjadi autokorelasi
Uji Heterokedasititas
Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey
F-statistic 0.636889 Prob. F(4,16) 0.6436
Obs*R-squared 2.884406 Prob. Chi-Square(4) 0.5774 Scaled explained SS 2.434383 Prob. Chi-Square(4) 0.6564
Heterokedasititas adalah sebutan untuk varian tidak konstan pada variabel gangguan atau error term(Widarjono, 2018). Dalam asumsi klasik, variabel gangguan diharuskan untuk homokedastisitas atau memiliki kesamaan varian residual. Menurut Santoso (2014) uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi ketidaksamaan varians residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap dalam suatu model regresi. Uji
heterokedasititas pada model ini menggunakan uji Breusch-Pagan-Godfrey untuk mengetahui apakah terjadi heteroskedastisitas. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 berarti residual varians tidak mengalami heteroskedastisitas. Jika kurang dari 0,05 maka residual varians mengalami heteroskedastisitas.
Pada uji Breusch-Pagan-Godfrey terlihat prob.chi-square lebih besar dari 0,05 atau 5%. Dalam Uji Heteros pengaruh pertumbuhan ekonomi, indeks pembangunana manusia, dan tingkat pengangguran terbuka didapatkan hasil chi-squere adalah 0,4382> 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedasitas atau dengan kata lain memiliki kesamaan varian residual
Uji Multikolinielitas
Yang dimaksud dengan multikolinielitas adalah adanya hubungan antara variabel independen satu dengan lainnya (Widarjono, 2018). Sehingga uji multikolinielitas adalah asumsi pengujian pada asumsi klasik dalam mengukur adanya korelasi antara variabel indeks pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat pengangguran. Uji Multikorelianitas dapat di uji pada variance Inflation factor (VIF). Parameter yang dipakai untuk menunjukan adanya multikolinearitas adalah nilai VIF ≥ 10 dan sebaliknya jika tidak terjadi multikolineritas nilai VIF ≤ 10.
Model VIF Keterangan
D(LNLT) 1.145401 Tidak terjadi
multikolinielitas
D(LNBIBIT) 1.314249 Tidak terjadi
multikolinielitas
D(LNPETANI) 1.164051 Tidak terjadi multikolinielitas
ECT(-1) 1.268246 Tidak terjadi
multikolinielitas
Hasil centered VIF pada variabel independen indeks pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat pengangguran terbuka memiliki nilai dibawah 10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model prediksi ini terbebas dari masalah multikolinearitas.
Uji Statistik
Koefisien Determinasi ( R2 )
Parameter yang digunakan dalam koefisien determinasi jika nilai R-squered mendekati 1 (satu) maka dapat dikatakan bahwa semakin kuat model tersebut mengindikasikan semakin kuat pula hubungan variabel bebas menjelaskan variabel terikat.R- squered menunjukkan angka sebesar 0.784028 dapat diinterpretasikan bahwa proporsi variasi variabel independen (Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Dan Tingkat Pengangguran Terbuka) terhadap variabel terikat sebesar 78,40%. Sisanya sebesar 21,60% proporsi variasi variabel dependen dipengaruhi oleh variasi variabel lain atau variabel diluar model.
Uji Simultan (F)
Model Regresi pada penelitian ini mengambil indikator pertumbuhan ekonomi, indeks pembangunana manusia, dan tingkat pengangguran terbuka terhadap variabel terikat yaitu kemiskinan di Kota/Kabupaten Provinsi Jawa Timur. Kriteria pada uji F pengujian adalah jika f hitung > f tabel, maka masing-masing variabel bebas bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat namun jika f hitung < f tabel, maka H0 diterima, berarti masing-masing variabel bebas secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hasil bahwa nilai F hitung sebesar 41.14261dan nilai signifikansi sebesar 0,00000 yang artinya bahwa F hitung lebih besar dari nilai t-kritis pada signifikansi 0,05 dan probabilitas f-statistik dibawah 0,05. Dengan demikian bahwa H0 diterima, seluruh variabel bebas dalam penelitian yang terdiri dari Pertumbuhan Ekonomi (PDRB), Indeks Pembangunana Manusia (IPM), dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) berpengaruh secara simultan terhadap Tingkat Kemiskinan di Kota/kabupaten Provinsi Jawa Timur
Uji Signifikansi Secara Parsial (Uji t)
Uji t dilakukan apakah variabel bebas sebagian berpengaruh pada variabel terikat.
(1) Pengaruh nilai impor migas pada kurs rupiah / US Dollar di 2015-2019.
Pada persamaan jangka pendek didapatkan t hitung sebesar 0.906077, t tabel 2.004. Oleh karena itu, t hitung < t tabel yaitu 0.906077 < 2.004 dan nilai probabilitas senilai 0.3690 artinya variabel impor migas berpengaruh negatif dan tidak signifikan dalam taraf signifikan a=1%, α=5% maupun α=10%. Jangka panjang t hitung 2.924656. Maka t hitung > t tabel 2.924656 > 2.004 dan nilai probabilitas senilai 0.0050 signifikan dalam taraf signifikan α=1%.
Artinya variabel nilai impor migas berpengaruh positif dan signifikan. Berarti di setiap peningkatan nilai impor migas yang terjadi tentu akan menaikkan nilai tukar US. Semakin tinggi nilai impor migas, permintaanpun tinggi akan kurs valuta asing mengakibatkan nilai tukar rupiah terdepresiasi.
Secara teori hubungan nilai impor dengan nilai tukar rupiah dapat dijelaskan bahwa relative terhadap negara lain. Terkait dengan nilai impor pemerintah harus bijak dalam memberikan kebijakan kegiatan impor dengan membatasi nilai impor migas agar tidak melebihi dari target kebutuhan minyak dan gas negara sehingga nilai tukar rupiah tetap stabil dan perekonomian Indonesia menjadi lebih berkembang.
Hasil tersebut selaras dengan kajian Hazizah & Viphindrartin (2017) yang menyebutkan bahwa variabel impor memiliki pengaruh positif pada besarnya nilai tukar rupiah. Noorsaman
& Martawardaya (2015) juga menyebutkan bahwa impor berpengaruh secara signifikan pada dollar. Selanjutnya di dalam hasil kajian dari Wijaya (2020) memperlihatkan bila nilai impor memberikan pengaruh yang besar pada kurs rupiah dalam jangka panjang.
(2) Pengaruh JUB terhadap nilai tukar rupiah / US Dollar 2015-2019.
Pengujian ditemukan t hitung 2.389355, t tabel 2.004. t hitung > t tabel 2.389355 > 2.004 dan probabilitas 0.0205 kurang dari nilai signifikansiya 0,05. Sedangkan dalam jangka panjang didapatkan t hitung senilai 8.903055. Maka t hitung > t tabel yaitu 8.903055 > 2.004 dan nilai probabilitas senilai 0.0000 signifikan dalam taraf signifikan α=1%.
Hasil ini sejalan dengan Landa (2017) yang menyebutkan bahwa jumlah variabel jumlah uang beredar memberikan pengaruh signifikan yang baik untuk rupiah. Musyaffa’ &
Sulasmiyati (2017) dalam penelitiannya Jurnal Ekonomi-QU
(Jurnal Ilmu Ekonomi) Vol 11 No. 2, Oktober 2021 281
“Pengaruh Jumlah Uang Beredar, Inflasi dan Suku Bunga Terhadap Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Serikat Periode 2011-2015” juga menyebutkan bahwa variabel jumlah uang beredar memberikan pengaruh signifikan yang baik pada kurs rupiah terhadap dollar AS, dikarenakan perubahan jumlah uang beredar mampu mendorong terjadinya exchange rate overshooting. Selanjutnya dalam riset dari Eris et al (2016) juga menyebutkan bahwa jumlah uang beredar memberikan pengaruh yang baik dan besar pada kurs rupiah.
Jumlah uang beredar bergantung pada tingkat penawaran mata uang rupiah, apabila permintaan akan penawaran atas mata uang rupiah tinggi maka kurs terdepresiasi, apabila tingkat penawaran atas mata uang kurs rupiah terapresiasi. Semakin tinggi transaksi sehingga hal ini menaikkan harga barang juga akan menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi.
Dalam hal ini, pemerintah harus membuat kebijakan agar menjaga kestabilan perekonomian sehingga dapat menghindari ketidakstabilan nilai tukar rupiah. Pergerakan kurs rupiah mengharuskan terjalinnya koordinasi yang kuat pada kebijakan moneter agar kondisi kesetimbangan ekonomi dan khususnya dalam hal penetapan jumlah uang beredar.
Mengoptimalkan kebijakan pengetatan moneter untuk mengurangi jumlah uang beredar sehingga menekan tingkat inflasi kearah yang stabil. Instrument moneter diterapkan untuk memangkas peredaran uang di masyarakat sehingga mendorong kurs rupiah stabil.
(3) Pengaruh BI Rate terhadap nilai tukar rupiah / US Dollar 2015-2019 dalam jangka pendek maupun panjang.
Hasilnya t hitung 1.420122, t tabel senilai 2.004. Maka t hitung < t tabel 1.420122 < 2.004 dan probabilitas 0.1614 artinya BI Rate tidak signifikan dalam taraf signifikan a=1%, α=5%
maupun α=10%. Jangka panjang t hitung 5.153330. Maka t hitung > t tabel 5.153330 > 2.004 dan nilai probabilitas senilai 0.0000 signifikan dalam taraf signifikan α=1%.
Dapat diartikan bahwa untuk rentang waktu lama BI Rate memberikan pengaruh yang besar dan baik pada nilai tukar rupiah / US Dollar. Berarti penurunan atau peningkatan suku bunga BI dapat menaikkan atau menurunkan nilai tukar rupiah.
Hasil yang diperoleh selaras dengan riset dari BR. Ginting et al (2018) yang menyebutkan suku bunga BI memberikan pengaruh pada nilai tukar rupiah. Didukung oleh penelitian Eris et al (2016) yang menunjukkan bahwa suku bunga bi rate memberikan pengaruh positif dan dominan pada nilai tukar rupiah. Selanjutnya kajian dari Musyaffa’ & Sulasmiyati (2017) juga memperoleh kesimpulan bahwa suku bunga BI memberikan pengaruh signifikan positif pada nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
Dalam artian apabila tingkat suku bunga BI meningkat maka penawaran mata uang rupiah pun akan meningkat sehingga memberikan dampak pada kurs rupiah. Dalam hal ini, pemerintah khususnya Bank Indonesia dapat menurunkan suku bunga (BI Rate) dimana hal ini dapat dijadikan
Jurnal Ekonomi-QU (Jurnal Ilmu Ekonomi) Vol 11 No. 2, Oktober 2021 282
suku bunga acuan yang mendorong penawaran akan mata uang rupiah menurun sehingga memberikan efek positif pada nilai tukar rupiah.
(4) Pengaruh inflasi terhadap nilai tukar rupiah / US Dollar 2015-2019.
Ditemukan t hitung -1.040924, t tabel 2.004. Maka t hitung < t tabel -1.040924 < 2.004 dan probabilitas 0.3026 artinya BI Rate tidak signifikan dalam taraf signifikan a=1%, α=5%
maupun α=10%. Sedangkan dalam jangka panjang didapatkan t hitung senilai -0.182791.
Maka t hitung > t tabel yaitu -0.182791 > 2.004 dan nilai probabilitas senilai 0.8556 artinya inflasi tidak signifikan dalam taraf signifikan a=1%, α=5% maupun α=10%. Variabel inflasi baik dalam jangka panjang maupun pendek mempunyai pengaruh negatif ini dikarenakan menguatnya mata uang US Dollar secara global, sehingga mata uang domestik melemah dihadapan US Dollar.
Penelitian ini berbanding terbalik dengan teori purchasing power parity (PPP) dimana dapat diketahui bahwa tingginya tingkat inflasi dapat menyebabkan melemahnya nilai tukar mata uang. Semakin tinggi tingkat inflasi memberikan dampak pada kenaikan harga barang-barang di dalam negeri sehingga berdampak pada penurunan mata uang rupiah.
Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Nopirin (2000) kondisi inflasi pada tahun 2015 – 2019 tergolong kedalam jenis inflasi merayap dengan porsi perkembangan inflasi dibawah 5% per tahunnya, karena hal itu inflasi pada periode 2015 – 2019 tidak mempengaruhi nilai tukar jangka pendek maupun panjang.
Hal ini sejalan dalam penelitian Fauji (2016) yang berjudul “Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Periode 2013 – Triwulan I 2015” juga menyebutkan
variabel tingkat inflasi tidak memberikan pengaruh positif pada nilai tukar rupiah.
Berdasarkan riset dari Diana & Dewi (2019) memperoleh hasil bahwa variabel inflasi tidak berpengaruh pada nilai tukar rupiah atas dollar AS. Selain itu, dari hasil kajian Musyaffa’ &
Sulasmiyati (2017) memberikan kesimpulan yang sama bahwa tingkat inflasi memiliki pengaruh yang tidak dominan pada nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Selanjutnya BR Silitonga et al (2019) juga menyebutkan apabila penelitian yang dilakukannya menghasilkan bahwa tingkat inflasi memberikan pengaruh yang tidak baik pada nilai tukar rupiah.