• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODERNITY

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "MODERNITY"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Pendidikan Holistik dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Ria Susanti

STAI Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai [email protected]

Abstract: The education process needs to be reviewed, because it is considered to have not succeeded in giving birth to a holistic generation as a carrier of peace, skill, and tranquility for others and the universe. Education must introduce students to important issues faced by humanity, while at the same time be able to provide solutions to these humanitarian problems. Thus, students have an awareness of the nature of himself, namely: who, for what, and how. This kind of education is called holistic education. Holistic education and Islamic religious education (PAI) have a match. Seen for example in the characteristics and principles of the PAI curriculum which states that education must develop all aspects of potential learners (physical, spiritual, and resourceful).

Likewise, the aim of holistic education is to pay attention to the needs of students and their potential as a whole and balanced, both in the aspects of whole and balanced, both in the aspects of knowledge/intellectual, skills, attitudes/emotional, spiritual, physical, artistic, and creative.

Keywords: Education, holistic, curriculum, Islamic religious education.

A. Pendahuluan

Problem-problem di masyarakat semakin hari semakin bertambah, terlebih lagi dalam permasalahan kejahatan/tindakan kriminal. Terbukti ketika kita menyaksikan berita di televisi, setiap harinya pasti ada laporan kejahatan. Mulai dari perampokan, begal, pembunuhan, serta tindakan kekerasan seperti pencabulan anak di bawah umur, pemerkosaan, pengeroyokan, dll.

Faktanya lagi kekerasan tersebut terjadi dikalangan masyarakat akademik, dari pelajar hingga mahasiswa bahkan guru/pengajar. Pemberitaan ini memunculkan sederet diksi yang tidak relevan dengan kultur akademik, misalkan yang terjadi pada mahasiswa; kampus rusuh, gedung terbakar, pisau, pedang, geng motor dll. Melihat hal ini muncul sebuah pertanyaan “di mana letak kekeliruan dalam sistem pendidikan kita”.

Generasi saat ini merupakan hasil dari pendidikan masa lalu, 10-15 tahun ke belakang. Pendidikan di mana pun sejatinya berorientasi pada pembentukan manusia seutuhnya yang mencakup penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Manusia tidak hanya cerdas dan terampil, tetapi juga mampu menjalankan keluhuran budi pekerti dalam kehidupan ini, utamanya terhadap sesama. Tegasnya, pendidikan selalu berorientasi pada pembentukan manusia yang beradab dan terampil serta cerdas.

Proses pendidikan perlu ditinjau ulang, karena dianggap belum berhasil melahirkan generasi yang holistik atau utuh sebagai pembawa kedamaian, keterampilan, dan ketenangan bagi sesama dan alam semesta. Pendidikan tidak saja perlu merevisi kurikulum, meningkatkan mutu pendidik, mengembangkan sarana-prasarana, akan tetapi harus juga memerhatikan bagaimana pengetahuan itu disampaikan, bagaimana budaya sekolah dan perguruan tinggi, dan

(2)

bagaimana kepemimpinan lembaga pendidikan. Penting juga untuk mempertanyakan bagaimana kontribusi masyarakat dalam bidang pendidikan.

Pendidikan harus mengenalkan peserta didik tentang isu-isu penting yang dihadapi oleh kemanusiaan, sekaligus harus mampu memberikan pemecahan atas masalah-masalah kemanusiaan tersebut. Dengan demikian, peserta didik memiliki kesadaran tentang hakikat dirinya, yaitu: siapa, untuk apa, dan bagaimana. Kehidupan seorang manusia bermakna ketika ia mampu memberikan kedamaian dan pencerahan bagi orang-orang di sekitarnya. Pendidikan dengan gambaran seperti itu dinamakan dengan pendidikan holistik.

Agenda pendidikan bukan hanya berfokus pada level sekolah dan kampus, tetapi harus turun menyentuh lapisan masyarakat, seperti organisasi masyarakat, partai politik, kalangan pengusaha, dan masyarakat bawah yang faktanya rawan terjadi konflik kekerasan. Tentu banyak variabel penting yang terkait dengan gagasan perlunya pendidikan holistik dirumuskan. Mulai dari visi dan misi, kurikulum, budaya, sumber belajar, pendidik dan tenaga kependidikan, metode, hingga pada kebijakan pemerintah.

Penjelasan di atas merupakan penjelasan dari segi praktik pendidikan, sedangkan dari sudut pandang yang lain, pendidikan holistik bisa dianalisa dari perspektif hukum, sejarah, ekonomi, sosiologi, dan antropologi, baik teoritis maupun praktis. Semua harus dirancang sedemikian rupa sehingga terwujud satu kesatuan yang utuh sebagai sebuah konsep yang dalam pelaksanaannya membutuhkan sinergi dan konsistensi, serta tentu saja evaluasi yang menyeluruh.

Penulis kali ini akan membahas pendidikan holistik ditinjau dari sudut pandang pendidikan agama Islam. Yaitu bagaimana bentuk pendidikan holistik dalam kurikulum pendidikan agama Islam. Maka penulis tertarik untuk membahas kajian yang penulis beri judul: “Pendidikan Holistik dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:Bagaimana bentuk pendidikan holistik dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam.

C. Metode

Metode yang dipakai dalam penulisan artikel ini adalah menggunakan kajian literatur yaitu pengumpulan datanya melalui kajian-kajian literatur yang ada di perpustakaan maupun di jurnal-jurnal dan artikel lainnya.

D. Kajian Teoritis

Terkait dengan judul dan rumusan masalah pada artikel ini, maka penulis menghimpun beberapa sub pembahasan yang akan dijelaskan pada kesempatan kali ini.

Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Pengertian Pendidikan Holistik

Asal kata “Holistik” adalah holy yang artinya suci dan bijak. Sedangkan akar kata holy adalah whole (menyeluruh) sehingga arti holyman adalah manusia yang berkembang secara utuh dan seimbang seluruh dimensinya. Tujuan model pendidikan ini adalah membangun manusia holistik/utuh (whole person) yang

(3)

cakap dalam menghadapi dunia yang penuh tantangan dan cepat berubah, serta mempunyai kesadaran emosional dan spiritual bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan (the person within a whole) (Fauziah, 2012).

Pendidikan holistik adalah pendidikan yang memberikan pemahaman terhadap permasalahan global seperti HAM, keadilan sosial, multikultural, agama, dan pemanasan global, sehingga mampu melahirkan peserta didik yang berwawasan dan berkarakter global serta mampu memberikan solusi terhadap permasalahan kemanusiaan dan perdamaian (Musfah).

Pendidikan holistik juga menciptakan kurikulum yang holistik. Konsep dasar kurikulum holistik yang dikemukakan oleh Miller adalah didasarkan pada hubungan antar bagian, dan antar bagian dengan keseluruhan, seperti; hubungan- hubungan antara berpikir linier/logis dan intuitif, hubungan antara pikiran dan jasad, hubungan antara berbagai ranah pengetahuan, hubungan antara individu dan masyarakat, dan hubungan antara diri dan diri. Dalam kaitan ini, siswa menguji hubungan-hubungan ini sehingga meningkatkan keterampilan yang diperlukan untuk mentransformasikan hubungan-hubungan tersebut bila diperlukan (Salamah, 2016).

Jadi pendidikan holistik adalah pendidikan manusia yang menyeluruh dan utuh dalam segala aspek perkembangannya (pengetahuan/intelektual, keterampilan/skill, sikap/emosional, dan spiritual/keagamaan), dan juga peka terhadap permasalahan lingkungan sekitar serta dapat memecahkan permasalahan tersebut.

2. Kerangka Pendidikan Holistik dalam Islam

Pada tulisan-tulisan dia atas tadi belum ada menyinggung tentang bagaimana pendidikan holistik menurut pandangan Pendidikan Islam, berikut akan dijelaskan terkait pembahasan ini.

Wilayah pertama yang ada direformasi adalah visi atau kerangka konseptual pendidikan secara menyeluruh. Pendidikan bermula dari prinsip tauhid (ketuhanan dan keterpusatan pada Tuhan). Hal inilah yang menjadi dasar pijakan dalam pandangan dunia pendidikan. Prinsip tauhid mencakup konsep filosofis maupun metodologis yang terstruktur dan koheren terhadap pemahaman kita terhadap dunia dan seluruh aspek kehidupan. Tauhid mengajarkan kita untuk menghimpun pandangan yang holistik, terpadu, dan komprehensif terhadap pendidikan (Zainuddin, 2011).

Pendidikan modern (baik Islam maupun Barat) secara umum berdasarkan pandangan pendidikan yang tidak koheren dan parsial. Akibatnya, siswa dan guru jarang sekali punya pandangan yang sama tentang proses pendidikan secara menyeluruh. Kebanyakan siswa meninggalkan sekolah sekitar umur 13-17 tahun tanpa mempunyai tujuan hidup yang jelas, bahkan yang mereka pikirkan hanya mendapatkan kerja (Zainuddin, 2011).

Lebih dari itu, prinsip tauhid menuntut pada pendidik mempunyai pandangan yang menyeluruh dan tujuan sejati terhadap pendidikan dan kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu, konsep tauhid harus menjadi landasan tentang bagaimana kita mendidik anak, termasuk apa yang diajarkan (isi), bagaimana kita mengorganisir apa yang harus diajarkan (struktur), dan bagaimana kita mengajarkannya (proses). Akhirnya, tauhid haruslah membentuk fondasi pemikiran, metodologi, dan praktik pendidikan kita (Zainuddin, 2011).

(4)

Konsep pendidikan Islam mestilah dirancang sebagai pendidikan yang benar-benar holistik dan terpadu. Holistik dalam hal visi, isi, struktur, dan proses dan terpadu dalam pendekatannya baik terhadap kurikulum (baik bagaimana dan apa yang harus diajarkan), pengetahuan yang menyatupadukan dengan praktik, aplikasi dan pelayanan. Konsep ini menegaskan bahwa aspek-aspek integratif secara signifikan akan meningkatkan kekuatan, relevansi, dan keefektifan pengalaman belajar dan mengajar. Konsep ini mengadvokasikan pendekatan holistik dalam pendidikan (Zainuddin, 2011).

Aspek Holistik dalam Pendidikan (Zainuddin, 2011)

Aspek holistic Contoh

Tujuan Pembelajaran seumur hidup, bersifat

komprehensif, menjadikan anak didik sebagai khairu ummah.

Pandangan terhadap anak Pemahaman anak secara utuh; pikiran, tubuh, jiwa, multi intelegensi, dan juga gaya belajar.

Apa yang harus diajarkan Gagasan yang powerfull dan pertanyaan- pertanyaan brillian terhadap dunia secara utuh (multikultural).

Bagaimana mengorganisir Kurikulum terpadu; pembelajaran integrated.

Bagaimana mengajarkannya Sesuai dengan kemampuan anak didik, pengajaran yang bervariasi, pemanfaatan lingkungan.

Adapun prinsip tauhid (holistik, terpadu, terpusat pada Tuhan) adalah prinsip dasar dari pendekatan tarbiyah. Selain itu, terdapat sejumlah prinsip lainnya yang mendukung terbentuknya kerangka teoritis dari pendekatan tersebut.

Beberapa prinsip itu berasal dari adanya perenungan terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan alam (Zainuddin, 2011).

Alqur’an memerintahkan kita untuk memperhatikan dengan teliti (misalnya menyelidiki, mengamati dengan cerdas, menguraikan, menemukan dan merenungi) “tanda-tanda” Tuhan di alam ini dalam rangka mempunyai pemahaman yang lebih baik tentang jati diri sebagai manusia. Melalui berdialog dengan alam kita bisa memahami adanya hukum alam yang tak terelakkan, yakni tentang pertumbuhan dan perkembangan. Siang, malam, langit, bumi, bulan dan matahari, dan kejadian kosmik lainnya berkembang sesuai dengan pola terpadu (Zainuddin, 2011).

Memahami pola pertumbuhan dan perkembangan kosmik itu sangatlah penting bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia pengajaran dan pendidikan.

Dengan kekuatan dan kebijaksanaan-Nya yang brillian, Allah telah menciptakan makhluk dengan cara gradual, dan proses perkembangan yang lebih dari sekedar

(5)

satu babak. Hal itu membutuhkan adanya waktu panjang, komitmen, dan konsistensi. Proses itu tidak hanya terjadi pada makhluk hidup tapi juga kepada makhluk lainnya; bahkan hal itu juga terjadi pada sejarah dan beberapa proses alam. Ini adalah merupakan sunnatullah yang tidak bisa dipungkiri dan diganggu gugat (Zainuddin, 2011).

Untuk meraih kesuksesan, para pendidik haruslah memahami hukum pertumbuhan dan perkembangan itu karena hal itu juga terjadi pada anak didik secara langsung. Lebih dari itu, mereka harus menggabungkan hukum ini secara filosofis pedagogis dan praktisnya. Jika tidak demikian, maka secara alami mereka akan menentang arus hukum alam dan akan bertentangan dengan perkembangan anak didik. Dengan cara memperhatikan faktor-faktor tersebut, para pendidik akan sangat mengerti keinginan anak didik dan cara mendidiknya. Pendidik haruslah memahami prinsip ini dengan baik (Zainuddin, 2011).

Fenomena alam semesta ini haruslah kita pahami sebagai tanda-tanda (ayat) kebesaran dan kemahakuasaan Tuhan dan harus kita kaitkan dengan dunia pendidikan. Pohon misalnya, merupakan metafora sempurna dalam proses

“perkembangan” yang dikenal dengan tarbiyah. Dalam QS. Ibrahim ayat 24, Allah menggunakan metafora pohon untuk menjelaskan superioritas kebaikan atas kejahatan: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit”? (Zainuddin, 2011)

Adapun pohon dan proses pertumbuhannya merupakan tanda atau titik renungan yang sangat menakjubkan bagi mereka yang membesarkan anak. Para orang tua maupun pendidik harus merenunginya secara mendalam untuk menemukan hubungan yang bervariasi sehubungan dengan cara mengasuh dan membesarkan anak secara benar dan tepat. Penggunaan metafora pohon itu adalah cara untuk menjelaskan sifat tarbiyah dan tahapan-tahapan pertumbuhan anak (Zainuddin, 2011).

Dari penjelasan dia atas dapat disimpulkan bahwa Islam sendiri telah lama mengusung istilah holistik dalam pendidikannya. Terbukti dengan adanya dalil dalam Alqur’an QS. Ibrahim ayat 24 yang menganjurkan para pendidik dan orang tua agar memperhatikan pertumbuhan anak didiknya secara bertahap dan menyeluruh sebagaimana diumpamakan Allah seperti metafora sebuah pohon.

Sebagaimana juga telah dijelaskan di atas bahwa pendidikan Islam haruslah dirancang sebagai pendidikan yang benar-benar holistik dan terpadu.

Yaitu pendidikan yang bermula dari prinsip tauhid (ketuhanan dan keterpusatan pada Tuhan). Tujuan pendidikan holistik dalam Islam adalah menjadikan anak didik sebagai khairu ummah.

3. Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Secara harfiah kurikulum berasal dari bahasa Latin, curriculum yang berarti bahan pengajaran. Ada pula yang mengatakan bahwa kata tersebut berasal dari bahasa Perancis courier yang berarti berlari (Nasution, 1991). Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, kata “kurikulum” berarti: perangkat mata pelajaran yang diberikan pada lembaga pendidikan, atau perangkat mata kuliah bidang khusus (Salim & Salim, 1991). Selain itu, pendidikan Islam juga menggunakan kata manhaj dalam menyebutkan istilah kurikulum yang artinya sebagai rencana pengajaran (Munawwir).

(6)

Selanjutnya tentang definisi pendidikan Islam, yaitu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat (Langgulung, 1980). Sedangkan pendidikan agama Islam (PAI) dibakukan sebagai nama kegiatan dalam mendidikkan agama Islam.

sebagai mata pelajaran namanya adalah “agama Islam”. usaha-usaha dalam mendidikkan agama Islam itulah yang disebut sebagai “pendidikan agama Islam”.

dalam hal ini PAI sejajar atau sekategori dengan pendidikan matematika (nama mata pelajarannya ialah matematika). Pendidikan olah raga (nama mata pelajarannya ialah olah raga) dll. Penting diperhatikan di sini ialah pendidikan Islam adalah nama system, dan pendidikan agama Islam adalah nama kegiatan (dalam mendidikkan agama Islam kepada siswa) (Tafsir, 2014).

Kemudian karakteristik kurikulum Pendidikan Agama Islam, yaitu;

a. Penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah SWT.

b. Pencarian ilmu, penguasaan, dan pengembangan ilmu dalam pengetahuan pendidikan Islam sangat menekankan pada nilai-nilai akhlak.

c. Pengamalan ilmu pengetahuan di dasarkan pada tanggungjawab kepada Allah SWT.

d. Pengakuan akan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam satu kepribadian. Setiap pencari ilmu dipandang sebagai makhluk Tuhan yang perlu dihormati dan di santuni, agar potensi-potensi yang dimilikinya dapat teraktualisasi dengan sebaik-baiknya (Azra, 1999).

e. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani, akal dan rohani manusia (Nurhayati, 2010).

Selain memiliki karakteristik sebagaimana disebutkan di atas, kurikulum pendidikan Islam juga memiliki beberapa prinsip yang harus di tegakkan. Dalam hal ini al-Syaibani menyebutkan ada tujuh prinsip kurikulum pendidikan Islam, yaitu:

Pertama, prinsip pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajarannya dan nilai-nilainya. Setiap bagian yang terdapat dalam kurikulum, mulai dari tujuan, kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan, dan sebagainya harus berdasar pada agama dan akhlak Islam. yakni harus terisi dengan jiwa agama Islam, keutamaan, cita-cita dan kemauannya yang baik sesuai dengan ajaran Islam. kedua, prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum, yakni mencakup tujuan membina akidah, akal, dan jasmaninya, dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi masyarakat dalam perkembangan spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, politik, termasuk ilmu-ilmu agama, bahasa, kemanusiaan, fisik, praktis, professional, seni rupa, dan sebagainya.

Ketiga, prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum. Keempat, prinsip pertautan antara bakat, minat, kemampuan-kemampuan, dan kebutuhan pelajar. Begitu juga dengan alam sekitar baik yang bersifat fisik maupun sosial di mana pelajar itu hidup dan berinteraksi. Kelima, prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual diantara para pelajar, baik dari segi minat maupun bakatnya. Keenam, prinsip menerima perkembangan dan tempat. Ketujuh, prinsip keterkaitan antara berbagai

(7)

mata pelajaran dengan pengalaman-pengalaman dan aktifitas yang terkandung dalam kurikulum (al-Syaibany, 1979).

E. Pembahasan

Pembahasan sebelumnya menyebutkan bahwa karakteristik kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) adalah memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani, akal dan rohani manusia.

Selanjutnya disebutkan juga bahwa prinsip pendidikan Islam yang menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum, yakni mencakup tujuan membina akidah, akal, dan jasmaninya, dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi masyarakat dalam perkembangan spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi, politik, termasuk ilmu-ilmu agama, bahasa, kemanusiaan, fisik, praktis, professional, seni rupa, dan sebagainya. Hal ini menyatakan bahwa konsep kurikulum pendidikan agama Islam adalah untuk mengembangkan seluruh aspek potensi peserta didik baik itu pada aspek jasmani, rohani, dan akal. Begitu juga konsep pendidikan holistik yaitu pendidikan yang menyeluruh dan bertujuan agar peserta didik berkembang secara utuh dan seimbang dalam seluruh dimensinya/aspek perkembangannya.

Adapun bentuk pendidikan holistik dalam kurikulum PAI bisa terlihat pada prinsip-prinsip dan karakteristiknya, yaitu sebagai berikut: Pertama, dilihat dari karakteristiknya yaitu kurikulum pendidikan agama Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani, akal dan rohani manusia. Hal ini senada dengan tujuan pendidikan holistik yaitu untuk mendidik manusia secara menyeluruh dan utuh dalam segala aspek perkembangannya (pengetahuan/intelektual, keterampilan/skill, sikap/emosional, dan spiritual/keagamaan, fisik, artistik, dan kreatif).

Kedua, pendidikan holistik adalah pendidikan yang memberikan pemahaman terhadap permasalahan global seperti HAM, keadilan sosial, multikultural, agama, dan pemanasan global, sehingga mampu melahirkan peserta didik yang berwawasan dan berkarakter global serta mampu memberikan solusi terhadap permasalahan kemanusiaan dan perdamaian. Hal ini juga masih senada dengan karakteristik kurikulum PAI yang sangat memperhatikan keseimbangan pribadi peserta didik dalam membina hubungan sosial bermasyarakat dan beragama, saling toleransi ketika terdapat perbedaan sehingga melahirkan perdamaian.

Ketiga, terlihat pada prinsip pendidikan Islam yaitu prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual diantara para pelajar, baik dari segi minat maupun bakatnya. Ketika setiap individu dapat menerima segala perbedaan baik itu pendapat, bakat, minat, agama, sosial dan lain-lain, maka tidak akan ada lagi kekerasan dan kriminal sebaliknya lingkungan menjadi aman dan damai.

Keempat, tentang prinsip keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dengan pengalaman-pengalaman dan aktifitas yang terkandung dalam kurikulum PAI. Ini menyatakan adanya keterpaduan pendidikan pada kurikulum PAI, jadi walaupun materi ajar PAI hanya diseputar agama (Al-Qur’an Hadits, Sejarah Islam, Fiqh, dan Aqidah Akhlak) namun PAI tidak memisahkan diri dari mata pelajaran lainnya. Pada kesempatan inilah seorang pendidik ditantang untuk mahir dalam memadukan materi PAI dengan mata ajar lain. Sehingga nantinya

(8)

peserta didik pandai dalam memberi solusi ketika mereka menemukan permasalahan baik itu permasalahan pribadi ataupun permasalahan sosial yang ada di masyarakat.

F. Kesimpulan

Pendidikan holistik adalah pendidikan menyeluruh untuk manusia yang bertujuan agar manusia mampu berkembang secara utuh dan dalam segala aspek/dimensi (pengetahuan/intelektual, keterampilan/skill, sikap/emosional, dan spiritual/keagamaan, fisik, artistik, dan kreatif). Pendidikan holistik juga berguna untuk memahamkan peserta didik terhadap permasalahan global seperti HAM, keadilan sosial, multikultural, dan agama, serta bagaimana memecahkan permasalahan tersebut. Hal ini berkesesuaian dengan kurikulum yang terkandung dalam PAI, dapat dilihat dari prinsip-prinsip dan karakteristinya.

Daftar Pustaka

al-Syaibany, O.M.a. (1979).. Filsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah, Terjemahan Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang.

Azra, A. (1999). Tradisi dan modernisasi menuju milenium baru, Cet. Ke-1, Jakarta: Logos.

Fauziah, A. (2012). Sekolah holistik: pendidikan karakter ala Indonesia Heritage Foundation. Prosiding Seminar Nasional Psikologi Islami, Surakarta.

Langgulung, H. (1980). Manusia dan pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna.

Munawwir, A. W. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia terlengkap.

Musfah, J. Membumikan pendidikan holistik, artikel dosen fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Nasution, S. (1991). Pengembangan kurikulum, Cet. Ke-4, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Nurhayati, A. (2010). Inovasi kurikulum, telaah terhadap pengembangan kurikulum pendidikan pesantren, Cet. Ke-1, Yogyakarta: Teras.

Salamah. (2016). Pengembangan kurikulum holistik Pendidikan Agama Islam pada Madrasah Tsanawiyah. Yogyakarta: PT. Aswaja Pressindo.

Salim, P.& Salim, Y. (1991). Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer. Jakarta:

Modern English Press.

Tafsir, A. (2014). Cakrawala pemikiran pendidikan Islam, Cet. Ke-1, Bandung:

Mimbar Pustaka.

Zainuddin, M. (2011).Paradigma pendidikan Islam holistic.Jurnal Studi Keislaman (ULUMUNA), XV(1).

Referensi

Dokumen terkait

Tuy nhiên, đối với hệ quy chiếu tọa độ không gian quốc gia chúng ta phải đảm bảo để thông qua 07 tham số của mô hình Bursa - Wolf nhận được các tọa độ trắc địa độ chính xác cao B, L, H