• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modifikasi Permukaan Kain Kapas Menggunakan Silika dan Campuran Fluoroacrylate Copolymer dan Organophosphate dengan Metode Pad-Dry-Cure dan Plasma

N/A
N/A
Yulianti Alip

Academic year: 2024

Membagikan "Modifikasi Permukaan Kain Kapas Menggunakan Silika dan Campuran Fluoroacrylate Copolymer dan Organophosphate dengan Metode Pad-Dry-Cure dan Plasma"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN PRAKTIK PENYEMPURNAAN TEKSTIL LANJUT

MODIFIKASI PERMUKAAN KAIN KAPAS MENGGUNAKAN SILIKA SERTA CAMPURAN FLUORACRYLATE COPOLYMER DAN ORGANOPHOSPANATE METODE PAD-DRY-CURE DAN PLASMA

Oleh :

Jantera S. Tirta (19510005) Juan Prianto (19510006)

Magister Terapan Rekayasa Tekstil dan Apparel Politeknik STTT Bandung

2019

(2)

2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... 2

BAB I PENDAHULUAN ... 3

1.1. LATAR BELAKANG ... 3

1.2. RUMUSAN MASALAH ... 4

1.3. TUJUAN PENELITIAN ... 4

1.4. MANFAAT PENELITIAN ... 4

BAB II DASAR TEORI ... 6

2.1. KAPAS ... 6

2.2. SILIKA ... 6

2.3. RESIN FLUORACRYLATE COPOLYMER & ORGANOPHOSPANATE ... 9

BAB III METODE PENELITIAN ... 11

3.1. ALAT DAN BAHAN ... 11

3.2. LOKASI PENELITIAN ... 11

3.3. BAGAN KERJA ... 11

3.4. PROSEDUR KERJA ... 13

BAB IV DATA PENGAMATAN ... 15

4.1. HASIL PENGAMATAN WATER CONTACT ANGLE SILIKA... 15

4.2. HASIL PENGAMATAN 45 ANGLE FLAMMABILITY TEST SILIKA ... 16

4.3. HASIL PENGAMATAN WATER CONTACT ANGLE FLUORACLRYLATE ... 16

BAB V DISKUSI ... 18

5.1. SILIKA ... 18

5.2. FLUORACRYLATE COPOLYMER ... 19

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 21

6.1. KESIMPULAN ... 21

6.2. SARAN ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 22

(3)

3

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya bekerja di bidang pertanian.Limbah pertanian dapat berbentuk bahan buangan tidak terpakai dan bahan sisa hasil pengolahan. Penghancuran limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga tumpukan limbah dapat mengganggu lingkungan sekitarnya dan berdampak terhadap kesehatan manusia. Padahal melalui pendekatan teknologi, limbah pertanian dapat diolah lebih lanjut menjadi hasil samping yang berguna disamping hasil utamanya. Salah satu limbah pertanian adalah sekam yang merupakan buangan pengolahan padi. Limbah sekam padi banyak terdapat didaerah pedesaan dengan potensi yang melimpah (Balai Penelitian Pasca Panen Pertanian, 2008). Selama ini pemanfaatan sekam padi belum dilakukan secara maksimal sehingga hanya digunakan sebagai bahan bakar ataupun sebagai media tanaman.

Menurut Chen dan Chang (1991) kandungan silika (SiO2) dalam abu sekam padi mencapai 80–90%. Silika pada umumnya dikenal sebagai material hidrofobik yang digunakan untuk melapisi bahan sehingga merubah sifat permukaan bahan tersebut.

Proses penyempurnaan tekstil (finishing) adalah tahapan proses terakhir pada bahan tekstil setelah mengalami proses pencelupan dan/atau pencapan dengan hasil yang dapat bersifat sementara maupun bersifat permanen. Prosesnya dapat dilakukan pada bahan tekstil dalam bentuk benang, kain tenun, kain rajut ataupun nir tenun (non woven fabrics) dan dapat dilakukan secara mekanika, kimia maupun kombinasi dari keduanya. Penyempurnaan tekstil ini berkembang dengan pesat sesuai dengan perkembangan teknologi (cara) dan kebutuhan konsumen yang bersifat fungsional seperti anti api, tolak air, anti bakteri, anti jamur, kenampakan, pegangan dan lainnya. Jenis bahan yang akan diproses sangat memegang peran penting karena akan menentukan pemilihan cara dan hasil yang diharapkan.

Penyempurnaan tolak air dan tahan api merupakan salah satu proses penyempurnaan yang tertua dan paling banyak dilakukan pada penyempurnaan tekstil. Salah satu prasyarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan hasil penyempurnaan tolak air yang baik adalah persiapan penyempurnaan yang baik, mengingat banyaknya zat-zat pembantu tekstil yang dapat mempengaruhi efek tolak air. Pada kali ini dilakukan proses penyempurnaan tolak air pada kain kapas.

Penggunaan kain kapas sebagai bahan yang akan dimodifikasi dilatar belakangi karena bahan tekstil ini paling banyak digunakan di dunia. Pada penelitian ini kain kapas yang digunakan memiliki moisture regain tinggi. Namun, terdapat beberapa kelemahan seperti

(4)

4 mudah nyala dan mudah terbakar. Oleh karena itu silika yang berasal dari sekam padi atau resin fluoracrylate copolymer tersebut diharapkan dapat memodifikasi permukaan kapas sehingga memiliki sifat hidrofobik serta dapat memperbaiki kelemahannya sehingga memiliki sifat tahan api.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah sumber silika yang berasal dari sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk mendapatkan sifat hidrofob serta sifat tahan api pada permukaan kain kapas?

2. Apakah resin Hydrob FC dan resin Organophophonate dapat dipolimerisasikan dengan metode plasma dan metode pad-dry-cure pada kain kapas?

3. Apakah ada perbedaan hasil evaluasi kain kapas setelah modifikasi terhadap variasi proses polimerisasi dengan metode plasma dibandingkan dengan metode pad-dry- cure?

4. Berapa lama waktu yang dibutuhkan pada proses plasma untuk mempolimerisasikan silika serta resin Hydrob FC dan resin Organophophonate dengan serat kapas serta waktu optimumnya?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1. Memodifikasi kain kapas sehingga memberikan efek hidrofob serta tahan api pada permukaannya memanfaatkan silika hasil sintesis dari sekam padi.

2. Memodifikasi kain kapas sehingga memiliki sifat hidrofob dan tahan api menggunakan resin Hydrob FC dan resin Organophophonate dengan metode plasma dan metode pad-dry-cure.

3. Membandingkan hasil polimerisasi menggunakan metode plasma dengan metode konvensional berdasarkan .

4. Mengetahui pengaruh waktu plasma untuk polimerisasi dan waktu optimumnya.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi baru dalam bidang penyempurnaan tekstil. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan kajian untuk peneliti lain untuk mengembangkan bahan-bahan berbasis bahan alami. Pada penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan mengenai tata cara pengolahan limbah sekam padi yang mudah sehingga silika hasil sintesisnya dapat dimanfaatkan untuk modifikasi bahan tekstil

(5)

5 yaitu kain kapas. Selain itu diharapkan penggunaan bahan baku resin fluoracrylate copolymer dan organophospanate yang telah digunakan secara komersil saat ini dapat digunakan pada bahan tekstil kain kapas dengan suatu alternatif metode polimerisasi plasma, yang kemudian setelah pada proses polimerisasi tersebut yang ketika dibandingkan hasilnya dengan metode kovensional pad-dry-cure dapat memberikan hasil yang lebih baik.

(6)

6

BAB II DASAR TEORI

2.1. KAPAS

Kapas adalah serat bahan alam yang paling umum di dunia. Serat kapas memiliki afinitas yang besar terhadap air, dan air memiliki pengaruh yang nyata pada sifat-sifat serat. Serat kapas yang sangat kering bersifat kasar, rapuh dan kekuatannya rendah. Moisture Regain (MR) serat kapas bervariasi sesuai dengan perubahan kelembaban relatif tertentu. MR kapas pada kondisi standar berkisar antara 7 – 8,5%. Pada penelitian kali ini sifat kelembaban pada permukaan luar dari kain kapas dimodifikasi menjadi hidrofob dengan menggunakan silika yang berasal dari sekam padi. Sifat hidrofob yang berasal dari silika akan memberikan nilai tambah yaitu tahan air.

Gambar 2.1. Struktur seluosa pembentuk kapas

2.2. SILIKA

Salah satu bahan baku yang kaya akan kandungan silika adalah sekam padi. Silika yang diambil dari sekam padi lebih unggul dan hemat biaya dibandingkan dengan memproduksi silika dari kuarsa. Proses pembuatan silika dari sekam padi menggunakan energi yang efisien dan juga jauh lebih rendah sehingga dapat dijadikan alternatif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang produksi beras, provinsi Jawa Barat pada tahun 2015 memproduksi sekitar 11.373.143 ton. Berdasarkan jumlah tersebut, 20% dari berat beras adalah sekam padi (Daifullah, 2003). Pada tahun 2015, sekitar 2.274.629 ton sekam padi diproduksi. Istilah abu putih mengacu pada residu yang diperoleh dari pembakaran sekam padi dengan kandungan utama terdiri dari silika (86-97%). Silika yang berasal dari alam yang pada dasarnya bersifat amorf. Tetapi dapat dihubungkan menjadi salah satu dari tiga bentuk kristal quartz (hexagonal), cristobolite (white) and tridymite (hexagonal) dengan perlakuan panas pada suhu yang berbeda. Berikut dibawah ini adalah rumus kimia pembentukan bahan baku silika:

SiO2+ 2NaOH Na2SiO3 + H2O Langkah dasar dalam memproduksi endapan silika dari sekam padi

(7)

7 1. Pengambil silika dari sekam padi

2. Pelarutan silika dalam alkali dan didapatkan Na-silika

Silika memiliki besar jumlah gugus hidroksil permukaan dan secara kovalen dihubungkan ke permukaan kain melalui gugus –O – Si – O– atau –CH2 – O – Si – O– yang dijelaskan pada Gambar 2.1. Pada penelitian ini, proses pengaplikasian silika yang didapatkan menggunakan metode plasma dengan tekanan atmosfer. Hal ini dikarenakan pada proses konvensional untuk menanamkan silika ke bahan tekstil memberikan beberapa masalah yaitu pada saat proses pemantapan panas dengan suhu tinggi menyebabkan kain menguning, dan sifat mekanik kain yang dapat rusak. Kekhawatiran dan keterbatasan ini telah mendorong pengembangan metode pemrosesan alternative yaitu penggunaan teknologi plasma. Metode ini menunjukkan keuntungannya yaitu permukaan bahan inert bisa mudah dimodifikasi, penghematan energi yang sangat signifikan, dan sangat ramah lingkungan karena tanpa menggunakan air dan tidak menghasilkan debu. Selain itu proses plasma mampu meningkatkan sifat-sifat permukaan bahan tekstil seperti daya basah atau wettability, penyempurnaan bahan yang bersifat hidrofobik atau hydrophobic finishing, daya ikat atau adhesion, mutu produk, serta kefungsian atau functionality bahan tekstil misalnya fungsi anti bakteri, anti UV, fungsi medis lainnya yang bergantung pada proses plasmanya. Proses plasma juga mampu memodifikasi permukaan kain sesuai yang diinginkan, serta mampu memproses material maju berukuran nano (Achmad Sjaifudin T., 2015).

 

Gambar 2.2. Mekanisme polimerisasi silika pada permukaan kain

Tekstil yang terbuat dari serat alami seperti katun, wol, sutera, dll sangat mudah rusak karena sifat hidrofilisitas dan ketidakstabilan struktural yang melekat pada saat kontak dengan air.

Namun, baru-baru ini dengan meningkatkan kesadaran lingkungan serta potensi penerapan skala besar dari beberapa teknik terhadap serat alami tahan air. Efek lotus didefinisikan sebagai efek water repellency yang sangat tinggi dan self-cleaning yang disebabkan oleh daun lotus (Barthlott dan Neinhuis 1997). Permukaan dengan water repellency yang tinggi juga disebut permukaan superhydrophobic, yang harus memiliki sudut kontak statis besar dan

(8)

8 histeresis sudut kontak. Tingkat pembasahan permukaan padat dapat dijelaskan dengan bantuan sudut kontak antara tetesan cairan dan permukaan. Pada Gambar 4.1 dapat dijelaskan proses polimerisasi silika. Polimerisasi silika adalah proses pertumbuhan struktural yang sederhana. Proses ini mengarah pada pembentukan 'silika koloid', yang merupakan produk yang kompleks dan tidak berbentuk. Ketika ion silikat terpolimerisasi (proses kondensasi), mereka membentuk cincin dengan berbagai ukuran, rantai polimer ikatan silang dengan bobot molekul berbeda, dan struktur oligomer. Seperti halnya polimer organik yang dikenal terdiri dari rantai dan cincin atom karbon terhubung langsung satu sama lain (–C – C – C), polimer silikat selalu melalui atom oksigen (–Si – O – Si– O – Si–). Polimerisasi adalah proses dimana molekul meningkat ukuran dengan penambahan berulang molekul kecil. Silikat adalah cairan terpolimerisasi yang terdiri dari jaringan Unit tetrahedra SiO4 dihubungkan dengan berbagi atom oksigen dengan tetrahedra tetangga Silika mampu berpolimerisasi dengan ikatan kovalen antara Si dan O dalam ikatan molekul meninggalkan elektron tersedia di setiap atom oksigen. Sudut kontak 0o menunjukkan pembasahan total, tetesan air menyebar menjadi mononuclear film. Sudut kontak 180 berarti tidak ada pembasahan total.

Hidrofobisitas suatu permukaan umumnya ditimbang oleh sudut kontak. Semakin tinggi sudut kontak, maka lebih tinggi hidrofobisitas suatu permukaan. Permukaan dengan sudut kontak

<90 disebut sebagai hidrofilik dan yang memiliki sudut >90 sebagai hidrofobik. Jika suatu permukaan superhidrofob memiliki sudut kontak harus lebih besar dari 150 dengan histeresis sudut kontak kecil kurang dari 10. Permukaan superhidrofobik buatan biasanya dibuat dengan cara fisika ataupun kimia dengan menambahkan bahan pemberi efek hidrofobik menggunakan proses seperti etsa atau litografi. Teknik tersebut mengggunakan substrat hidrofilik yang kemudian dilapisi dengan bahan energi permukaan rendah seperti silane. Pada Gambar 2.2. menggambarkan superrepellency daun alami, dari daun lotus (nelumbo nucifera) yang memiliki superrepellency yang diyakini bersifat hidrofobik.

Gambar 2.3. Daun lotus dengan tetesan air yang contact angle tinggi

(9)

9

2.3. RESIN FLUORACRYLATE COPOLYMER & ORGANOPHOSPANATE

Hydrob FC adalah nama dagang dari resin tolak air yang mengandung komponen dasar fluoracrylate copolymer yang dicampur dengan dipropylene glycol monomethyleter, emulsifier dan asam sitrat. Resin ini berbentuk cairan putih dengan pH 2.1 yang dapat digunakan sebagai resin pelapis pada bahan tekstil untuk mendapatkan sifat tolak air dan minyak serta sifat tahan kotor. Resin ini dapat berpolimerisasi dengan bahan tekstil jika diperlakukan dengan suhu diatas 180℃. Menurut Jin Huan & Wei Xu (2018) mekanisme terbentuknya ikatan kovalen antara serat kapas dengan resin fluoracrylate dapat dilihat seperti dibawah ini

Pada penelitian kali ini kain kapas juga diberikan perlakuan untuk memiliki sifat tahan api, sifat ini mewakili pangsa pasar terbesar aditif polimer. Zat kimia tahan api yang dahulu dipakai biasanya mengandung halogen untuk memberikan perlindungan bahan tekstil dari proses pembakaran ketika menggunakan ketinggian suhu. Namun, peraturan Uni Eropa tentang limbah kelistrikan memberikan beberapa peraturan terhadap penggunaan zat kimia yang mengandung halogen yang kemudiann telah secara progresif mengarah pada penggantian mereka dengan mengganti zat tersebut dengan nonhalogenated. Dengan demikian, zat kimia yang ideal untuk digunakan dalam penyempurnaan tahan api harus bebas halogen, nonvolatile, nonhygroscopic, dan tidak berbahaya, dengan stabilitas termal yang sangat baik.

Saat ini, senyawa organofosforus tampaknya menjadi pengganti terbaik untuk aditif terhalogenasi karena tahan api fosfor bebas halogen adalah ramah lingkungan.

Flameretardant berbahan dasar fosfor cenderung membentuk asam polifosfat di pada suhu tinggi dan karenanya mempromosikan charring. Lapisan char mencegah umpan balik panas dari nyala api, yang mengurangi pirolisis polimer dan generasi selanjutnya yang mudah menguap. Flame retardants telah digunakan secara efisien untuk menghambat dan meningkatkan sifat termal bahan.

Metode untuk mempolimerisasikan suatu resin dengan kain adalah dengan cara pad dry cure walaupun metode ini memiliki waktu proses yang cepat, tetapi memerlukan suhu yang tinggi sehingga energi yang dibutuhkan juga tinggi. Menurut Morshed A. M. A (2015) selain dengan metode konvensional tersebut ada metode lain yaitu dengan menggunakan plasma, plasma

CH2=CH

COOCH2CH2(CF2CF2)xCF2CF3

(Fluoracrylate) OH

Kapas

CH2-CH2

COOCH2CH2(CF2CF2)xCF2CF3

O

Kapas

(10)

10 dapat mempolimerisasikan suatu zat dengan kain dengan cara mengirimkan ion – ion (negatif atau positif tergantung dari anoda dan katoda dari plasmanya) yang akan memodifikasi permukaan dari serat sehingga dapat mememudahkan suatu zat berpolimerisasi dengan serat. Selain dapat mempolimerisasikan dengan cepat, plasma juga dapat digunakan dengan input energi (listrik) yang kecil tetapi akan menghasilkan output energi yang besar. Su Wenyue, dkk (2010) menjelaskan bahwa ada berbagai macam jenis reaktor plasma, salah satunya adalah plasma dengan lucutan korona. Plasma lucutan korona adalah reaktor plasma dengan bentuk tip dan plain. Pada reaktor plasma ini, listrik dialirkan dari salah satu titik dengan tegangan DC. Menurut Paosawatyanyong B, dkk (2010) pada reaktor plasma dapatr dialirkan gas – gas untuk membantu reaksi polimerisasi seperti gas – gas inert ataupun jenis gas lainnya, gas yang berbeda akan menghasilkan modifikasi pada serat yang berbeda juga.

Jika tidak tambahkan gas – gas pembantu lainnya maka plasma akan menggunakan ion – ion yang terdapat disekitarnya (ambient gasses).

(Ambeint gasses)

CO- CO2 H+ H2 OH O O2 CH C CO OH

O3 O- O2

OH OH OH OH OH

Gambar 2.4. Skema proses plasma ke kain kapas Plasma

Kapas

Kapas

(11)

11

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

 Whattman ash less paper No. 41

 Heater (up to 800°C)

 Stirrer

 Padder

 Stenter

 Corong

 Plasma Corona Discharge w/

Atmospheric Pressure

 Piala gelas 600 ml

 Pengaduk kaca

 Botol plastik 200 ml

2. Bahan

 Sekam padi didapatkan dari Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Resin Hydrob FC

 Resin Organophophonate

 Melamin Fromaldehyde

 Air suling

 HCl 1M

 NaOH 1M

 Asam sitrat

3.2. LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pencapan Politeknik STTT Bandung, Balai Besar Keramik, Balai Besar Tekstil, Center of Plasma Research UNDIP Semarang.

3.3. BAGAN KERJA

Silika

Abu sekam padi (diabukan pada suhu 700oC 6jam)

Dicuci dengan HCl 1N selama 6jam

Dikeringkan dengan oven 105oC selama

2jam

10gram abu sekam padi ditambahkan

NaOH 1N, dipanaskan dengan suhu 95oC selama 1jam pada

magetic stirrer

disaring dengan kertas saring whatman no. 40

didapatkan larutan Na-silika

diambil larutan Na- silika sebanyak

20ml

Na-silika + 20ml HCl 1N +20ml Asam sitrat 10% (30 menit;24jam

Metode polimerisasi:

1. Pad-dry-cure 2. Plasma

(12)

12 Table 1. Variasi pad-dry-cure

No Keterangan Variasi 1. Waktu dipping 24 jam

2. Pad 70 % WPU

4. Dry 60 s ; 105oC

5. Cure 150 s ; 150 oC Table 2. Variasi parameter plasma No Keterangan Variasi

1. Waktu dipping 24 jam

2. Pad 70 % WPU

3. Tegangan 20 kV

4. Waktu plasma 150 s ; 300 s ; 450 s ; 600 s 5. Jarak kain - elektroda 3 cm

Resin

Table 3. Variasi pad-dry-cure No Keterangan Variasi

1. Waktu dipping 30 menit

2. Pad 70 % WPU

4. Dry 120 s ; 105oC

5. Cure 150 s ; 180 oC Table 4. Variasi parameter plasma No Keterangan Variasi

1. Waktu dipping 30 menit

2. Pad 70 % WPU

3. Tegangan 20 kV

4. Waktu plasma 150 s ; 300 s ; 450 s ; 600 s 5. Jarak kain - elektroda 3 cm

Larutan pad yang terdiri dari Resin Hydrob FC 2%, Resin Organophophonate 5%

Melamin Fromaldehyde 5%

disiapkan

Kain kapas ukuran 10x10 cm didiperam selama 30 menit dalam larutan tersebut

Kain di pad dengan WPU

70-80%

Kain di keringkan dengan suhu

105 oC

Dilakukan proses polimerisasi denga metode pemanasaweta n dan plasma

(13)

13

3.4. PROSEDUR KERJA

Silika

1. Pembuatan silika dari sekam padi

1.1. Sekam padi dikeringkan pada suhu 100°C selama 1 jam, lalu dilakukan variasi pada suhu pengabuan yaitu 700°C dan dipanaskan selama 6 jam.

1.2. Sekam padi tersebut lalu dicuci dengan larutan HCl 1N dan diaduk secara konstan sampai mencapai pH 7

1.3. Campuran tersebut disaring dengan kertas saring tanpa abu Whatman No. 41 1.4. NaOH 1N ditambahkan ke residu dan campuran tersebut direndam air panas

selama 1 jam sambil diaduk dengan kuat untuk melarutkan silika dan mendapatkan larutan natrium silika

1.5. Larutan tersebut kemudian didinginkan pada suhu ruang dan disaring menggunakan Whatman No. 41. Larutan tersebut disebut Na-silika.

1.6. Disiapkan Na-silika dengan keterangan seperti pada Tabel 1.

2. Prosedur aplikasi Na-silika pada kain metode plasma

2.1. Kain dengan ukuran 10 x 10 cm direndam pada larutan tersebut selama 24 jam dan dikeringkan dalam oven vakum pada suhu kamar semalam.

2.2. Parameter plasma yang digunakan seperti di tabel 3. Prosedur aplikasi Na-silika pada kain metode pad-dry-cure

3.1. Kain dengan ukuran 10 x 10 cm dilakukan pad dengan WPU 70–80%

3.2. Dikeringkan dengan oven suhu 100 oC dan dilakukan pemanas awetan selama 90 detik suhu 150 °C.

4. Evaluasi hasil aplikasi

4.1. Water Contact Angle (WCA) untuk mengetahui sudut kontak air terhadap kain hasil proses

4.2. 45 Angle flammability tests untuk mengetahui sifat ketahanan kain hasil proses terhadap pembakaran

Resin

1. Prosedur aplikasi resin pada kain metode plasma

1.1 Kain dengan ukuran 10 x 10 cm direndam pada larutan pad selama 30 menit.

1.2 Kain kemudian diberikan perlakuan pad dengan WPU 70–80%.

1.3 Dikeringkan dengan oven suhu 105 oC dan dilakukan polimerisasi dengan parameter plasma yang digunakan seperti di tabel

(14)

14 2. Prosedur aplikasi resin pada kain metode pad-dry-cure

2.1. Kain dengan ukuran 10 x 10 cm direndam pada larutan pad selama 30 menit dan diberikan perlakuan pad dengan WPU 70–80%

2.2. Dikeringkan dengan oven suhu 105 oC dan dilakukan pemanas awetan selama 150 detik suhu 180 °C.

3. Evaluasi hasil aplikasi

3.1. Water Contact Angle (WCA) untuk mengetahui sudut kontak air terhadap kain hasil proses

(15)

15

BAB IV DATA PENGAMATAN

4.1. HASIL PENGAMATAN WATER CONTACT ANGLE SILIKA

NO KETERANGAN HASIL

1. Hasil kain modifikasi polimerisasi metode pad-dry- cure

Sudut kontak = 109o

Waktu penyerapan air seluruhnya kedalam kain 3 menit

2.

Hasil kain modifikasi polimerisasi metode plasma

3.

Proses polimerisasi plasma pada kain kapas

4.

Pengamatan tegangan dan arus yang diberikan oleh reaktor pada plasma

(16)

16

4.2. HASIL PENGAMATAN 45 ANGLE FLAMMABILITY TEST SILIKA

4.3. HASIL PENGAMATAN WATER CONTACT ANGLE FLUORACLRYLATE

NO KETERANGAN HASIL

Sebelum Sesudah

1. Hasil kain modifikasi polimerisasi metode pad- dry-cure 2%.

Sudut kontak = 118,4o (sebelum cuci) 101,1o (setelah cuci)

Waktu penyerapan air seluruhnya kedalam kain 3 menit

2. Hasil kain modifikasi polimerisasi metode pad- dry-cure 5%.

Sudut kontak = 117,7o (sebelum cuci) 115,1o (setelah cuci)

Waktu penyerapan air seluruhnya kedalam kain 3 menit

2. Hasil kain modifikasi polimerisasi metode plasma 150s.

Sudut kontak = 136,1o (sebelum cuci) 121,3o (setelah cuci)

Waktu penyerapan air seluruhnya kedalam kain 3 menit

3. Hasil kain modifikasi polimerisasi metode plasma 300s

Sudut kontak = 119,3o (sebelum cuci) 96,5o (setelah cuci)

Waktu penyerapan air seluruhnya kedalam kain 5 menit

No Keterangan Sampel Waktu nyala (s)

1. Blanko 8

2. Metode pad-dry-cure 10

3. Metode plasma 11

(17)

17 4. Hasil kain modifikasi

polimerisasi metode plasma 450s

Sudut kontak = 116,1o (sebelum cuci) 103,7o (setelah cuci)

Waktu penyerapan air seluruhnya kedalam kain >

10 menit

5. Hasil kain modifikasi polimerisasi metode plasma 600s

Sudut kontak = 110,4o (sebelum cuci) 111,2o (setelah cuci)

Waktu penyerapan air seluruhnya kedalam kain >

10 menit

6. Proses polimerisasi plasma pada kain kapas

6.

Pengamatan tegangan dan arus yang diberikan oleh

reaktor pada plasma

(18)

18

BAB V DISKUSI

5.1. SILIKA

Bahan utama sekam padi pada penelitian ini dilakukan proses pembakaran dengan suhu tinggi dengan waktu tertentu yang menghasilkan produk akhir yaitu abu sekam padi. abu sekam padi ini diberikan perlakuan pencucian dengan menggunakan asam HCl yang berguna untuk menghilangkan logam-logam sisa yang terkandung pada abu. Asam HCl digunakan karena berdasarkan referensi yang digunakan memberikan hasil kemurnian kandungan SiO2

pada abu. Pada pembuatan silika (SiO2) dengan penarikan Na dari Na-Si dengan asam akan terbentuk sol-gel SiO2 tetapi dari sekam padi dari 2 kali pembuatan didapatkan hasil yang berbeda. Pada pembuatan silika yang pertama, silika tersebut digunakan untuk metode pad- dry-cure berbentuk larutan kental tetapi tidak berbentuk seperti sol-gel. Sementara untuk plasma dibuat lagi silika yang baru dengan komposisi yang sama tetapi bentuk dari silika yang didapatkan berbeda, silika yang terbentuk secara fisik lebih bagus karena berbentuk sol-gel.

Silika yang didapatkan berbeda mungkin dikarenakan pada silika yang digunakan untuk pad- dry-cure masih terdapat Na berlebih yang membuat bentuk dari silikanya lebih encer sementara pada silika yang ke-2 proses salting out dengan asamnya terbentuk sempurna karena didapatkan bentuk sol-gel nya. Tidak digunakannya silika yang sama karena saat pembuatan silika yang pertama, larutan silika tersebut habis setelah dilakukan beberapa kali proses dan variasi untuk trial and error. Disarankan untuk menggunakan larutan silika yang sama agar hasil proses dapat dibandingkan.

Untuk penyempurnaan tolak air, hasil dari prosesnya dapat dilihat dengan pengamatan pada pengujian sudut kontak antara kain dengan air. Pada uji sudut kontak dengan metode pad- dry-cure didapatkan kain kapas yang tidak menyerap air dengan sudut kontak 109o dan dapat menahan air selama 3 menit sampai masuk kedalam kain sementara dengan metode plasma air langsung masuk menyerap kedalam kain. Pada metode pad-dry-cure dapat dikatakan bahwa dengan silika dari sekam padi ini dapat digunakan sebagai zat tolak air karena didapatkan sudut kontak yang > 90o sehingga dapat dikatakan bahwa SiO2 berhasil dibentuk dari abu sekam padi. Pada metode dengan menggunakan plasma air langsung menyerap kedalam kain kapas, hal ini mungkin dikarenakan waktu dari proses padding ke perlakuan plasma yang berjarak 2 hari sehingga mungkin silika yang sudah dipadding ke kain berubah bentuknya. Selain itu mungkin pada sol-gel silika yang terbentuk, SiO2 gagal terbentuk saat proses salting out nya dan hanya terbentuk SiO saja sehingga kain yang diproses dengan plasma langsung menyerap air. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa silika dari abu sekam padi ini tidak stabil sehingga sulit untuk didapatkan SiO2 sebagai zat tolak air.

(19)

19 Dikarenakan penggunaan hasil proses pembuatan silika yang berbeda maka hasil dari metode pad-dry-cure dengan metode plasma belum dapat dibandingkan.

Untuk penyempurnaan anti api yang diamati dengan 45 flammability test semakin lama nyala api (waktu perambatan api sampai kain terbakar habis) maka dapat dikatakan semakin tahan api. Hasil dari metode pad-dry-cure dan plasma sama – sama lebih lama waktu nyalanya dibandingkan dengan blankonya. Pada hasil pad-dry-cure mungkin karena SiO2 berhasil terbentuk sehingga waktu nyala api lebih lama dibandingkan dengan blanko sementara untuk kain hasil plasma waktu nyala apinya malah lebih lama 1 detik dibandingkan dengan hasil pad-dry-cure padahal kemungkin tidak terbentuknya SiO2 karena gagalnya saat pengujian sudut kontak air. Hal ini mungkin dikarenakan walaupun SiO2 tidak terbentuk tetap ada SiO atau zat lainnya yang terlapisi pada permukaan kain kapas sehingga zat pelapis tersebut membantu menghambat nyala apinya.

5.2. FLUORACRYLATE COPOLYMER

Penyempurnaan tolak air dianalisa dengan melihat sudut kontak antara air dengan kain. Dari hasil plasma maupun pad-dry-cure didapatkan hasil kain kapas yang dapat menolak air. Pada metode pad-dry-cure. Pada hasil pengukuran sudut kontak air, seluruh kain yang diproses dengan plasma ataupun pad-dry-cure memiliki sudut kontak > 90o hal ini menunjukan bahwa kain kapas berhasil dimodifikasi menjadi hidrofob dengan resin Hydrob-FC.

Pada kain yang diproses dengan pad-dry-cure sudut kontaknya tidak jauh berbeda dengan yang diproses dengan plasma tetapi waktu air menyerap secara keseluruhan hanya 3 menit sementara dengan plasma bisa >10 menit untuk air menyerap seluruhnya. Hal ini menunjukan bahwa polimerisasi dengan plasma lebih baik dibandingkan dengan metode pad-dry-cure. Hal ini mungkin dikarenakan polimerisasi antara resin dengan kain oleh bantuan plasma lebih banyak dibandingkan dengan metode pad-dry-cure dan mungkin juga dikarenakan pada metode pad-dry-cure digunakan panas yang sedikit tidak stabil sehingga suhu naik diatas 180℃ dan merusak resinnya sehingga resin yang berpolimerisasi dengan serat lebih sedikit.

Pada kain hasil plasma, kain uji yang diproses plasma selama 150s memiliki sudut kontak yang terbaik tetapi waktu penyerapan yang lebih cepat dibandingkan dengan yang lainnya.

Sementara kain lainnya yang diproses plasma sudut kontaknya tidak jauh berbeda. Hal ini menunjukan bahwa hasil sudut kontak dengan air tidak terlalu berbeda dengan variasi waktu plasma. Kain yang diproses plasma selama 150s waktu menyerap air seluruhnya paling cepat (3 menit) dan dilihat dari data diatas semakin lama waktu plasma penyerapannya semakin lama juga tetapi pengamatan dihentikan setelah 10 menit karena dianggap sudah memiliki sifat hidrofob yang sangat baik. Hal ini mungkin dikarenakan semakin lama waktu plasma

(20)

20 semakin banyak juga resin yang dipolimerisasikan dengan serat dan titik optimumnya adalah pada waktu 450s karena waktu penyerapannya sama dengan proses plasma selama 600s.

Untuk mengecek polimerisasi yang terjadi pada permukaan kain maka dilakukan proses pencucian terhadap kain dan dikeringkan kembali. Kemudian didapatkan bahwa pada seluruh kain variasi waktu plasma terdapat sedikit penurunan terhadap sudut kontak namun kain tersebut masih bersifat menolak air, hal ini menunjukan bahwa penggunaan plasma untuk polimerisasi dapat dilakukan dengan baik. Selain itu dengan menggunakan metode pad-dry- cure sudut kontaknya juga hanya mengalami penurunan sudut kontak sedikit tetapi kain tetap menolak air.

(21)

21

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

Jadi, dari hasil penelitian Modifikasi Permukaan Kain Kapas Menggunakan Silika Serta Campuran Fluoracrylate Copolymer dan Organophospanate Metode Pad-Dry-Cure dan Plasma dapat disimpulkan bahwa :

1. Silika dari abu sekam padi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk mendapatkan sifat hidrofob serta sifat tahan api pada permukaan kain kapas tetapi silika yang didapatkan tidak stabil.

2. Resin Hydrob FC dapat dipolimerisasikan ke kain kapas dengan metode plasma maupun pad-dry-cure

3. Untuk pengerjaan silika hasil polimerisasi dari metode pad-dry-cure dengan metode plasma belum dapat dibandingkan karena kondisi saat akan dilakukannya polimerisasi tidak sama sementara untuk resin fluoracrylate copolymer hasil perlakuan polimerisasi dengan plasma lebih baik dibandingkan dengan metode pad-dry-cure dilihat dari pengujian sudut kontak air.

4. Pada waktu proses plasma selama 150s, resin sudah dapat dipolimerisasikan ke kain kapas sementara untuk waktu optimumnya adalah 450s dilihat dari penyerapan airnya.

6.2. SARAN

Pada hasil penelitian ini terdapat perlakuan yang disarankan untuk diperbaiki agar didapatkan hasil yang lebih maksimal kedepannya. Salah satunya adalah dapat dilakukan variasi dari konsentrasi silika yang digunakan dalam larutan pad. Kandungan yang terdapat pada larutan pad ini merupakan titik kritis pada penelitian, karena terdapat kehadiran dari silika yang berfungsi sebagai bahan yang diberikan perlakuan proses polimerisasi di permukaan kain yang memberikan sifat hidrofob ddan tahan api pada kain kapas baik metode pad-dry-cure dan metode plasma. Selain itu disarankan untuk ditambahkan proses evaluasi terhadap kain dengan ketahanan pembakaran api karena penggunaan resin tahan api pada larutan proses.

(22)

22

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistika (BPS). Diakses dari http//www.bps.go.id/, diakses pada tanggal 20 april 2019 pada jam 08.30 WIB

Chen, J. M & Chang F. W. (1991). The Chorination Kinetics of Rice Husk. Ind. Eng. Chem.

Res.,30, 2241-2247

Daifullah, A.A.M., Grigis, B.S & Gad, H.M.H. (2003). Utilization of argoresidues (rice husk) in small waste water treatment plans. Materials Letters. 57

Ghezelayagh Ava, A Comparison of the Chemical Structures and Production Methods of Silk and Artificial Silk. http://cosmos.ucdavis.edu/archives/2008/cluster8/ghezelaya - gh_ava.pdf

Goswami, B.C., Martindale, J.G. & Scardino, F.L. (1977). Textile yarns. Technology structure and applications, A Wiley-Interscience Publication.

Jin Hua & Wei Xu. (2018). The Preparation and Properties of Fluoroacrylate-Modified Polysiloxane as a Fabric Coating Agent. MDPI

K.A. Matori, M.M. dkk. (2009). Producing Amorphous White Silica from Rice Husk. MASAUM Journal of Basic and Applied Sciences, Vol. 1, No. 3.

Li Yongqiang dkk. (2017). Fabrication of superhydrophobic cotton fabrics through wrapping silica with plasma-induced grafting polymerization. SAGE : Textile Research Journal.

Morshed A. M. A. (2015). An Overview of techniques of Plasmaapplication in Textile Processing. Bangladesh Textile Today

Paosawatyanyong B, K. Kamlangkla dan S. K. Hodak. (2010). Hydrophobic and Hydrophilic Surface Nano-Modification of PET Fabric by Plasma Process. Journal of Nanoscience and Nanotechnology

Sjaifudin T, A., & Sitohang, K. (2015). Rancang bangun prototip mesin plasma tekstil lucutan korona pada tekanan atmosfir skala laboratorium. Arena Tekstil Vol. 30 No. 1.

Su Wenyue, Shichao Wang, Xuxu Wang, Xianzhi Fu & Jingning Weng. (2010). Plasma pre- treatment and TiO2 coating of PMMA for the improvement of antibacterial properties.

Elsevier

Totolin, V., Sarmadi, M., Manolache, S., & Denes, F. (2011). Environmentally Friendly Flame- Retardant Materials Produced by Atmospheric Pressure Plasma Modifications. Journal of Applied Polymer Science,.

Zahid Muhamad dkk. (2017). Robust Water Repellent Treatmentfor Woven Cotton Fabrics with Eco-friendly Polymers. Chemical Engineering Journal.

Gambar

Gambar 2.1. Struktur seluosa pembentuk kapas  2.2. SILIKA
Gambar 2.2. Mekanisme polimerisasi silika pada permukaan kain
Gambar 2.3. Daun lotus dengan tetesan air yang contact angle tinggi
Table 3. Variasi pad-dry-cure  No  Keterangan Variasi

Referensi

Dokumen terkait