• Tidak ada hasil yang ditemukan

MUHAMMADIYAH DAN ISU-ISU STRATEGIS KEUMATAN, KEBANGSAAN, DAN KEMANUSIAAN UNIVERSA

N/A
N/A
dediary prasetya

Academic year: 2024

Membagikan "MUHAMMADIYAH DAN ISU-ISU STRATEGIS KEUMATAN, KEBANGSAAN, DAN KEMANUSIAAN UNIVERSA "

Copied!
35
0
0

Teks penuh

Karena ini bukan negara agama, maka tidak ada agama yang bisa mendominasi, apalagi kelompok agama tertentu. Namun saat ini, selain kuatnya formalisasi agama di ruang publik, juga terdapat gejala rezimisme agama yang dilakukan suatu kelompok agama. Ketiga, mendorong negara untuk menjadi fasilitator bagi seluruh ormas Islam dan ormas keagamaan agar benar-benar menjadi mitra negara yang diperlakukan secara adil dan objektif sesuai Pancasila dan UUD.

Umat ​​Islam mempunyai kekayaan intelektual, sosial, spiritual, moral dan politik yang membentuk karakter, budaya dan kedaulatan bangsa Indonesia. Organisasi Islam yang didirikan sebagai upaya mandiri untuk memajukan keimanan, kesalehan spiritual, akhlak mulia dan kecerdasan, merupakan kekuatan dan bentuk partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa. Namun keberadaan organisasi Islam belum cukup kuat untuk menjadikan umat Islam sebagai kekuatan mayoritas yang menentukan.

Permasalahan semakin kompleks seiring berkembangnya persaingan antar organisasi Islam yang saling melemahkan karena faktor teologis, pragmatisme politik, supremasi jumlah dan agenda kekuasaan jangka pendek di tingkat lokal dan nasional. Diperlukan komunikasi yang lebih intensif antar pimpinan ormas Islam untuk menghilangkan sentimen primordial dan menjalin kedekatan personal serta persahabatan sejati.

Reformasi Tata Kelola Filantropi Islam

Negara harus memperketat peraturan yang dapat memastikan tidak terjadi penyimpangan dan organisasi penghimpun dana masyarakat atau organisasi penghimpun ZIS yang berasal dari lembaga non-negara dapat secara internal mengupayakan reformasi yang otentik demi kemaslahatan dan pemenuhan rasa keadilan.

Beragama yang Mencerahkan

Pembelajaran agama hendaknya dilaksanakan sebagai proses pencerahan, agar masyarakat memahami agama secara luas dan mendalam, serta agar agama menjadi sumber ajaran dan nilai-nilai yang menggerakkan dan memajukan umat. Pendidikan diperlukan agar masyarakat lebih selektif dalam memilih da'i dan lebih cerdas dalam menerima informasi, sehingga keberagaman agama semakin berkualitas, damai dan maju dalam mewujudkan kehidupan yang beradab dan mulia dengan orientasi rahmatan lil-'alamin.

Autentisitas Wasathiyah Islam

Iman yang tercerahkan menuntun manusia meneguhkan kebenaran, kebaikan, akhlak mulia, kedamaian, kemajuan, optimisme dan prioritas dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan. Keadaan ini terjadi akibat cara pandang yang ekstrim dalam melihat keberagaman orang atau kelompok lain. Beberapa pihak, atas nama moderasi beragama, melihat kelompok lain yang mencoba mempertahankan prinsip-prinsip agama sebagai kelompok radikal atau ekstrem dan tidak toleran.

Di sisi lain, ada pula yang menolak moderasi karena menganggapnya mengaburkan prinsip-prinsip agama, namun pada saat yang sama mereka terkesan memaafkan pandangan dan sikap beragama yang keras dan tidak toleran. Cara pandang keagamaan seperti ini tentu tidak positif bagi kepentingan internal Ikhwanul Muslimin maupun bagi persatuan bangsa, apalagi dalam kehidupan beragama dan berbangsa di Indonesia. Di sinilah pentingnya cara beragama yang benar-benar moderat dan autentik dalam tubuh umat Islam dan agama lain agar tidak terjerumus pada posisi dan sikap yang ekstrem.

Berangkat dari kenyataan tersebut, Muhammadiyah mengajak umat Islam, khususnya anggota Persyarikatan, untuk mengembangkan sikap beragama yang moderat dalam semangat wasathiyah Islam yang otentik. Cara pandang keagamaan kelas menengah (wasathiyah) yang mengedepankan pemahaman dan sikap adil, ihsan, bijaksana, damai, dan menebar rahmat, baik dalam menyikapi perbedaan maupun berbagi. Cara pandang yang mengedepankan pemikiran kritis, menghargai kelompok lain, dan toleransi (tasamuh) dalam melihat perbedaan dengan semangat persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah).

Menunjukkan sikap wasathiyah atau moderat dengan pandangan dan sikap otentik untuk menampilkan keaslian wasathiyah Islam dalam beragama. Mengajak berbagai kelompok umat Islam untuk mencari titik temu (kalimatun sawa) bukannya memperparah perbedaan demi kemaslahatan umat Islam dan mengakui Islam sebagai rahmatan lil alamin. Pertama, seluruh umat atau kelompok agama, khususnya umat Islam, harus mengedepankan wasathiyah Islam yang autentik dan tidak terlalu religius.

Kedua, kumpulan agama yang mempromosikan kesederhanaan agama atau agama sederhana, sehingga di satu pihak mereka menghargai prinsip agama, dan di satu pihak mereka memperjuangkan kesederhanaan dengan pandangan dan kaedah yang sederhana.

KEBANGSAAN

  • Memperkuat Ketahanan Keluarga
  • Reformasi Sistem Pemilu
  • Suksesi Kepemimpinan 2024
  • Evaluasi Deradikalisasi
  • Memperkuat Keadilan Hukum
  • Penataan Ruang Publik yang Inklusif dan Adil
  • Memperkuat Regulasi Sistem Resiliensi Bencana
  • Antisipasi Aging Population
  • Memperkuat Integrasi Nasional

Ketiga, Muhammadiyah mendorong pengarusutamaan moderasi beragama dilakukan secara moderat sehingga melibatkan banyak kelompok agama dan tidak hanya satu pihak. Pemilu sebagai instrumen demokrasi bahkan telah melahirkan praktik kekuasaan oligarki yang tidak sesuai dengan hakikat demokrasi. Sementara yang paling penting untuk dikaji ulang adalah sistem pemilu dan sistem politik liberal yang tidak sejalan dengan Pancasila.

Para pemimpin yang dipilih dan dipercaya untuk memerintah negara ini haruslah negarawan sejati yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kroni, dinasti, dan kepentingan langsung lainnya. Pemimpin hasil pemilu 2024 juga diharapkan berprinsip politik melepaskan dan tidak mempertahankan kekuasaan. Pada saat yang sama, pandangan yang sempit dan bias ini mengabaikan radikalisme lain yang tidak kalah berbahayanya bagi kepentingan bangsa dan negara.

Pada saat yang sama, penting juga untuk mencermati bentuk-bentuk radikalisme nasional yang muncul dari pemikiran non-agama dan ideologi lain yang tidak sesuai dan mengancam eksistensi Pancasila yang pada dasarnya merupakan ideologi moderat. Upaya penegakan hukum yang tegas untuk tidak memperluas wilayah radikalisme ke wilayah yang lebih luas yang sejatinya berada pada zona moderat yang aman dan damai sangat diperlukan sebagai komitmen untuk melokalisasi permasalahan dan tidak memunculkan pandangan-pandangan generalis dan polarisasi yang berbahaya. Ruang publik merupakan akses publik yang mempunyai berbagai fungsi antara lain perumahan, kebutuhan perekonomian, tempat ibadah, tempat pemakaman, olah raga, taman, dan kegiatan masyarakat.

Pada dasarnya setiap warga negara berhak mengakses dan memanfaatkan ruang publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ruang publik yang tidak tertata dengan baik menimbulkan permasalahan segregasi sosial akibat eksklusivitas penggunaan lahan, seperti untuk perumahan elite, kelompok agama tertentu, serta fenomena pemakaman eksklusif yang tidak dapat diakses publik. Penataan perumahan dan ruang publik yang inklusif lintas agama, suku dan menghormati keberagaman masyarakat, termasuk penyandang disabilitas, akan membawa kemaslahatan dan persatuan bangsa.

Jika peraturan yang ada saat ini tidak cukup untuk melindungi ruang hidup, maka diperlukan undang-undang dan peraturan zonasi baru yang memungkinkan pengaturan ruang publik yang adil dan inklusif. Di sisi lain, jumlah penduduk yang besar dengan komposisi yang tidak seimbang dan kualitas yang rendah dapat menimbulkan permasalahan demografi seperti pengangguran, kriminalitas, gizi buruk, stunting, rendahnya pendidikan, kemiskinan dan kerawanan sosial. Namun selama ini negara cenderung menyelesaikan masalah integrasi nasional dengan cara yang cepat dan tidak memiliki platform yang simultan dan berjangka panjang.

KEMANUSIAAN UNIVERSAL

  • Membangun Tata Dunia yang Damai Berkeadilan
  • Regulasi Dampak Perubahan Iklim
  • Mengatasi Kesenjangan Antar-Negara
  • Menguatnya Xenofobia

Indonesia harus kembali memainkan peran perdamaian, bukan melalui pasifisme, melainkan dengan terlibat aktif dalam membangun kerja sama dengan pihak-pihak yang berkonflik untuk melokalisasi konflik dan mencegah upaya globalisasi konflik. Konflik yang terjadi melibatkan berbagai faktor yang kompleks, mulai dari politik, ekonomi, sosial, budaya, bahkan agama, sehingga upaya penyelesaiannya tidak dapat dicapai hanya dengan satu cara dan hanya berada di tangan satu pihak. Muhammadiyah dapat berkolaborasi dengan organisasi keagamaan internasional dan regional untuk terlibat aktif dalam upaya mencari solusi penyelesaian konflik di sejumlah daerah, baik melalui upaya simbolik diskursif dengan memberikan argumentasi keagamaan untuk mendorong semua pihak yang terlibat dapat menemukan solusi damai dalam menyelesaikan permasalahan; .

Eskalasi konflik yang terjadi saat ini merupakan akumulasi dari krisis dan konflik kecil yang terjadi sebelumnya, namun tidak menemukan solusi damai. Untuk mendukung terwujudnya tatanan dunia yang adil dan damai, setiap negara harus menjaga, melaksanakan dan menghidupkan kembali komitmennya terhadap prinsip multilateralisme. Menciptakan kerjasama global organisasi-organisasi keagamaan untuk perdamaian dapat dicapai dengan mengajak organisasi-organisasi keagamaan di seluruh dunia untuk membentuk aliansi guna mengkaji dan mengantisipasi terjadinya konflik, sehingga dapat terjalin kerjasama dengan umat beragama untuk bekerjasama dalam merencanakan potensi konflik dan mencari solusinya. untuk resolusi konflik yang merugikan warga sipil.

Hal utama yang harus diupayakan adalah kerja sama multilateral yang mengutamakan perdamaian global dibandingkan supremasi masing-masing negara. Di tengah lautan gejolak, terdapat banyak harapan dalam forum global seperti COP21 untuk sekali lagi mendorong pentingnya aliansi global untuk menyelamatkan planet ini melalui keterlibatan global. Perundingan iklim United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) ke-21 di Paris pada tahun 2015 merupakan pertemuan bersejarah dengan hasil kesepakatan yang mengikat secara hukum sejak Protokol Kyoto yang lahir pada pertemuan COP.

Penting bagi negara dan semua bangsa untuk mengembangkan paradigma “membangun tanpa merusak” untuk menyelamatkan bumi dan planet ini, satu-satunya tempat di mana manusia dan makhluk Tuhan hidup. Persaingan untuk mendapatkan kekuatan ekonomi, teknologi, politik dan militer antara negara-negara maju mengkompromikan idealisasi tatanan dunia yang adil. Kebangkrutan negara-negara miskin akibat ketidakadilan dalam tata kelola global juga dipicu oleh kolaborasi para agresor politik ekonomi dan lemahnya lembaga multilateral yang harus objektif dalam melihat masalah ketimpangan global.

Kerja sama antar negara sebagai masyarakat dan komunitas internasional untuk menyelamatkan nyawa orang-orang di negara-negara miskin, meringankan penderitaan, dan mengurangi dampak politik, ekonomi, dan sosial dari pandemi Covid-19 merupakan hal yang mendesak untuk diwujudkan. Selain itu, perubahan geopolitik internasional mendorong perlunya komitmen utama untuk menjamin keadilan energi, tatanan ekonomi dunia yang berkeadilan dan mengurangi berbagai konflik akibat kutukan kelimpahan sumber daya (paradox of kelimpahan) di negara-negara selatan (global selatan). Kerja sama antar organisasi masyarakat sipil global (global civil society network) diperlukan untuk terlibat aktif dalam upaya mengatasi dampak dan mencegah meluasnya sikap xenofobia dalam arti luas, tidak hanya sikap anti dan diskriminatif terhadap orang asing, namun juga sikap antipati. dan diskriminatif terhadap kelompok dan identitas yang dianggap berbeda dan asing.

Referensi

Dokumen terkait