• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI FILOSOFIS HANDEP HAPAKAT DALAM TRADISI BATUGAL DAYAK

N/A
N/A
Muhammad Ryamizard Al Ghifari

Academic year: 2024

Membagikan "NILAI FILOSOFIS HANDEP HAPAKAT DALAM TRADISI BATUGAL DAYAK"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI FILOSOFIS HANDEP HAPAKAT DALAM TRADISI MANUGAL DAYAK

IAIN Palangka Raya, Indonesia Muhammad Ryamizard Al Ghifari [email protected]

Abstrak

Penelitian ini berangkat dari fenomena semakin terkikisnya unsur-unsur tradisi lokal pada Masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah berubahnya nilai-nilai dan Masyarakat yang sebelumnya kolektivisme dan tradisional sekarang menjadi individualis, konsumisme dan kemajuan pribadi. Maksud yang ingin dicapai dalam karya ini yaitu menemukan nilai-nilai filosofis dan bagaimana relevansinya dengan Pancasila dan ajaran agama Islam, handep hapakat dalam tradisi manugal Dayak. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Data dikumpulkan dari sumber primer dan sekunder. Sumber primer dilakukan dengan wawancara langsung tokoh Masyarakat Dewan Adat Dayak. Sedangkan sumber sekundernya diperoleh melalui jurnal, buku dan sumber-sumber yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat nilai filosofis seperti nilai kebinekaan, persatuan, menjaga alam, keadilan, perencanaan dan moderasi agama.

Kata Kunci: Nilai Filosofis, Handep Hapakat, Tradisi Manugal Dayak Pendahuluan

Masyarakat terukir dalam relief sejarah yang panjang, perjalanan yang penuh dengan rintangan, langkah demi langkah, percobaan, dan kesalahan. Setelah sampai pada titik tertentu, maka lahirlah peninggalan-peninggalan yang eksis atau tercermin sampai saat ini yang menjadi warisan budaya.1 Menurut Davidson ‘produk atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen pokok dalam jati diri suatu kelompok atau bangsa’. Jadi warisan budaya merupakan hasil budaya fisik (tangible) dan nilai budaya (intangible) dari masa lalu.2

Istilah budaya atau culture yang ada di dalam konsep berbagai disiplin ilmu humaniora dan sosial seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, politik dan seterusnya. Koentjaraningrat

1 Karmadi, “BUDAYA LOKAL SEBAGAI WARISAN BUDAYA DAN UPAYA PELESTARIANNYA ),” 1.

2 Karmadi, 1.

(2)

mendefinisikan definisi budaya sebagai sistem gagasan, Tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.3 Setiap suku atau bangsa memiliki budaya, tradisi dan kebiasaan yang unik dan beragam.4 Hal yang sama berlaku juga untuk negara Indonesia. Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas membentang dari sabang hingga Merauke yang terdiri dari banyak pulau yang dipisahkan oleh luasnya lautan, kondisi ini menciptakan keragaman budaya, tradisi, kekayaan beserta keunikannya.5

Salah satu dari beragam tradisi di Indonesia adalah handep hapakat dalam tradisi manugal Dayak. Handep hapakat sendiri adalah tradisi di mana Masyarakat bergotong royong untuk menggarap lahan.6 Tradisi ini merupakan upaya masyarakat Dayak untuk menciptakan dan menjaga keharmonisan dengan Tuhan yang maha esa, alam dan juga kepada sesama manusia. Hal ini pada akhirnya menciptakan moderasi antara suku dan agama. Oleh karena itu sangat menarik untuk mengkaji bagaimana makna filosofis dari tradisi ini sendiri agar nilai- nilainya dapat diambil sebagai pelajaran dan diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

Metode

Secara umum, metode penelitian dapat didefinisikan sebagai pendekatan ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan manfaat yang spesifik. Metode penelitian merupakan suatu proses, prosedur, atau langkah-langkah yang digunakan untuk menggali data, mengolahnya, dan menganalisisnya secara terstruktur dan terarah.7 Dalam penelitian ini, menggunakan jenis penelitian kualitatif, Teknik pengumpulan data akan diperoleh dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Adapun dokumentasi dapat berupa tulisan, gambar dan ditambah juga dengan buku-buku dan artikel yang berkaitan dengan jurnal ini. Metode pendekatan fenomenologi dipilih pada tulisan ini agar dapat memperoleh gambaran yang lengkap dan lebih mendasar (penting) tentang fenomena ini. Di tulis dengan cara deskriptif yaitu memaparkan hasil tulisan dengan cara seadanya.

3 Jasiah dan Liadi, Budaya Handep Hapakat Dalam Batana (Malan/Berladang) Suku Dayak Ngaju Di Kabupaten Kapuas, 7.

4 Widiastuti, “ANALISIS SWOT KERAGAMAN BUDAYA INDONESIA,” 8.

5 Hutabarat, “PERKEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,” 203.

6 Bahan Ajar Hadis Berbasis Kearifan Lokal, 42.

7 “Metode penelitian / Saifuddin Azwar | OPAC Perpustakaan Nasional RI.,” 8.

(3)

Hasil dan Diskusi Handep Hapakat

Proses Pelaksanaan Tradisi Handep Hapakat Dalam Masyarakat Dayak

Salah satu kebudayaan lokal yang masih terjaga di Masyarakat Dayak yaitu handep atau handepang dalam Bahasa Dayak memiliki makna kebersamaan, gotong royong dengan bayar tenaga dalam mengerjakan ladang atau batana/malan. Sedangkan hapakat merupakan persamaan kata dari “mufakat” yang dilakukan dengan cara musyawarah dengan tujuan untuk menetapkan suatu hal atau perkara. Hapakat juga merupakan semboyan warga Dayak ngaju yang pada awalnya di gunakan untuk membuka lahan untuk berladang.8 Semboyan handep hapakat juga digunakan kabupaten pulang pisau yang diartikan sebagai adanya persatuan dan kesatuan semua komponen Masyarakat serta terbuka dengan tidak membedakan agama, suku, dan warna kulit dalam falsafah hidup gotong royong, sebagaimana kehidupan Masyarakat suku Dayak dalam rumah betang dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.9 Batana (berladang) mengacu pada aktivitas berladang atau bertani. Sedangkan tana atau katana merujuk kepada tanah atau pertanian. Manana memiliki makna bekerja di ladang Adapun malan berarti menanam padi, yang merupakan salah satu sumber pencaharian Masyarakat Dayak. Berladang dalam pemikiran dan budaya Dayak ngaju ialah proses untuk mengembangbiakkan padi sebagai inkarnasi dari Dewi sri atau Dewi padi. Padi awalnya merupakan makanan Sangiang yang dicuri oleh Puteri jampa dari Mahatala karena merasa kasihan melihat manusia yang hidup di bumi. Oleh karena itu menjadi hal yang harus bagi suku Dayak untuk menanam tumbuhan surgawi ini di bumi agar terhindar dari kepunahan.

Sebab yang Demikian ini pula dilarang untuk menyia-nyiakan padi dan produk turunannya apalagi ia dianggap memiliki roh yang disebut gana.10 Secara garis Tokoh Masyarakat, Sekre taris Dewan Adat Dayak Sabangau menjelaskan proses batana/malan ada 12 sebagai berikut:

1) Gawi Mite Patendu, (penentuan musim),

Jadi ini adalah penentuan musim dengan melakukan musyawarah. Pada proses ini juga akan ditentukan hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan ladang kedepannya, biasanya di lakukan pada pertengahan musim hujan bulan Januari. Setalah

8 Jasiah dan Liadi, Budaya Handep Hapakat Dalam Batana (Malan/Berladang) Suku Dayak Ngaju Di Kabupaten Kapuas, 1–2.

9 “Lambang Kabupaten Pulang Pisau.”

10 Jasiah dan Liadi, Budaya Handep Hapakat Dalam Batana (Malan/Berladang) Suku Dayak Ngaju Di Kabupaten Kapuas, 3.

(4)

itu mereka menentukan alat untuk berladang yang dikenal dengan masa Tahaluyang yang di siapkan pada bula Februari. Seperti apa yang di katakana Sekretaris DAD

Jadi gawi mete patendu te itah payah manentu musim, kareh behapakat ewen seluruh warga, peye itah akan mananam parei te. Jadi tege perencanaan intu hete biasa disiapkan sekitar Januari. Setelah itu itah manyiapkan Tahaluyang akan batugal.”

2) Gawi Mambagi Eka Malan, (membagi tempat berladang)

Pada proses ini akan di tentukan lokasi dan ukuran pembagian lahan. Lahan yang digunakan umumnya adalah hutan Lebat atau hutan baru. Apabila lahan ingin dibuka sudah mempunyai pemilik maka disini-lah proses hapakat berjalan.

Jadi amun manurut adat istiadat Dayak te, petak tuh kareh membagi. Jadi uras uluh lewu dinun petak, eweh-eweh je handak malan, dengan ukuran-ukaran je jadi di sepakati dalam hapakat. Biasa itah manantu eka bemalai te melai hutan je jadi tuwe atau hutan je baru (DAD)”

3) Gawi Sahelu Bara Mandirik,

ini adalah ritual meminta izin kepada Dewa Raja Tunggal Sangumang untuk yang beragama Islam Maka meminta izin kepada Allah SWT. tujuannya adalah agar dapat membawa berkah dan memohon agar tidak merusak alam sebelum menebang Semak- semak atau pohon-pohon yang rendah. Setelah bulan Maret atau April dimulailah menebas dan menebang hutan untuk tempat berladang (sarang nyaring).

“Jadi sabalum itah Parasih te, tege lah ritual-ritual ke Dewa Raja Tunggal Sangumang , atau kalau menurut itah je kare muslim, badoa lah minta kare keselamatan dalam hal proses kare memulai waktu itah memulai berladang te. (DAD)”

4) Gawi Mamanggul,

meminta izin kepada penguasa lahan Dewa Tamanang Tarai Bulan yang merawat harta duniawi tersebut agar sudi membuat penunggu hutan setempat untuk berpindah ketempat lain dikarenakan lahanya akan di gunakah untuk berladang.

Jadi hitunggan itah dari doa-doa te, laku lah dengan penguasa-penguasa alam tuh, Kilau Dewa Tamanang Tarai Bulan bahwa itah akan memulai gawian itah berladang.”

5) Gawi Tamparan Dirik,

(5)

awal Pembukaan ladang yang didasarkan pada ilham-ilham, dari mimpi atau tanda yang dibuat oleh hewan, seperti Binatang melata dan juga burung yang diterima oleh Damang.

“Jite itah (damang) sambal payah sebelum itah mandirik, kenampi kondisi, kareh mimpi atau payah kinampe kelakuan Binatang. Jite harus payah. (DAD)”

6) Gawi Maneweng, (Kerja menebas)

Tahap penebangan dikenal sebagai Timbuk Pambuk. Pada tahap ini, pohon-pohon di area yang akan dijadikan ladang ditebang dan dibiarkan mengering. Biasanya, tahap ini dilakukan selama musim kemarau sekitar bulan Mei.

Arti te itah mulai parasih, parasih petak te je pohon-pohon hai itah tebang sampai diyah kareh kering, diantara bulan mei. (DAD)”

7) Gawi Maentai Tana je akan Nusul,.(Kerja Mengali parit untuk Membakar)

Disebut juga sebagai Makal, melibatkan pembuatan "sekat api" atau parit-parit kecil di sekeliling ladang untuk mencegah agar api tidak merembet ke lahan lainnya.

Jadi itah parasih guwan sekat apilah, sebelum itah manusul atau membakar lahan itah te. Jadi sebenarnyalah kearifan lokal te tege melai hete Dia kumun tuh bakar-bakar lepah, kakanih kakate apui ah. (DAD)”

8) Gawi Manusul Tana, (Kerja Membakar Lahan)

Ini Adalah tahap Membakar adalah masa setelah penebangan pohon yang telah mengering. Biasanya dilakukan pada bulan Juni atau menunggu musim yang tepat untuk membakar agar tidak terjadi penyebaran api yang bisa menyebabkan kebakaran hutan.

Jadi itah parasih guwan sekat apilah, sebelum itah manusul atau membakar lahan itah te. Jadi sebenarnyalah kearifan lokal te tege melai hete Dia kumun tuh bakar-bakar lepah, kakanih kakate apui ah. (DAD)”

9) Gawi Lius Manusul, (Kerja Membersihkan Sisa Bakaran)

proses pembersihan setelah api sudah padam. sisa-sisa pembakaran di kumpulkan menjadi satu.

(6)

Setelah menusul te, apui jadi belep, embah te harun itah menyipuk kareh, menyipuk mangumpul bakas awan bakaran te. Kare awan awan te mangummpul, kayu- kayu je hindai tebakar te membakar hindai kareh. (DAD)”

10) Gawi Manugal, (Kerja Menanam)

musim tanam atau tugal, yang disebut Dadampan, terjadi pada bulan Juli, saat waktu untuk menanam padi di ladang dalam tahap yang disebut Manugal. Pada saat ini Masyarakat membuat rumah untuk berteduh dan menanam padi dengan cara membenamkan tongkat kayu yang di sebut tugal ke dalam tanah atas arahan damang. S etelah itu barulah di masukan 5-10 biji kedalamnya. Proses ini juga diiringi dengan ritual-ritual seperti membawa dupa dan menyiramkan air wangi yang sudah dibaca mantra kasih sayang. Adapun orang Islam disana menggantikan tradisi tersebut dengan besalamatan.

Manugal te untuk persiapan membuat lubang untuk menaman kare parei itah te.

Setelah manugal te tumbuhlah benih padi. Itah jua manampa rumah akan betaduh melai ladang te. Tege jua ritual-ritual melai hete. Sesuai agama itah masing masing.

(DAD)”

11) Gawi Katika Ngidam Parei (Kerja Ketika Padi Berisi)

Jadi tradisi ini juga dikenal sebagai Sampalan Kariayan, adalah masa untuk menyiangi ladang. Pada saat ini, padi sudah mulai berisi (batihi), dan ini biasanya terjadi pada bulan Agustus. Masyarakat juga aktif melaksanakan ritual dan doa-doa agar padinya di jaga sampai siap untuk dipanen. Tahap ini dilanjutkan dengan Lihang Kajang, yang merupakan masa persiapan untuk menyediakan alat-alat yang diperlukan untuk musim panen. Persiapan ini melibatkan pembuatan karayan, lusuk, atau karangking parei (lumbung padi di rumah) dan biasanya terjadi pada bulan September.

“Jadi Sampalan Kariayante pas parei manggidam atau batihi handak sebelum pecah te, itah memulai parasih-parasih petak. Mikeh kare tege rumput rumput karane Binatang-binatang je menggangu. Setelah te pasiap alat alat hapa menggetem.

(DAD)”

12) Gawi Manggetem, (Kerja Memanen)

Adalah musim panen yang dimulai dengan Matengkung Nyaring pada bulan Oktober. Selama masa panen ini, petani dan keluarga mereka berkumpul di ladang,

(7)

membuat makanan khas Dayak yang disebut "KENTA," mirip dengan Quaker Oat.

Setelah panen selesai, ada upacara suku batu, disebut "PAKANAN BATU" atau

"GAWAI" di Kalimantan Barat, sebagai tanda berakhirnya musim panen. Petani mengadakan ritual syukur kepada RANYING MAHATALA LANGIT (dewa langit) dan menghormati leluhur. Pesta ini melibatkan makan bersama dan undangan keluarga sekitar, biasanya pada bulan November. Namun, di Kalimantan Tengah, tradisi PAKANAN BATU sudah punah dan tidak dilakukan lagi. Adapun yang beragama Islam melaksanakan syukuran.

“Amun jadi parei masak/kuning, manggetem te kareh tege itah ritual ritual tertentu model besalamatan, akan mengucapkan Syukur, itah je muslim dengan Allah Taala, ewen je bara kaharinggan ranying hatala langit. (DAD)”

Makna Filosofis

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar, dengan lebih dari 17000 pulau yang membentang antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Negara ini juga disebut negara maritim dikarenakan letak geografisnya yang di nilai sangat strategis. Terapit oleh dua Samudra besar dan memiliki laut yang luas membuatnya menjadi jalur pelayaran utama. Hal inilah yang menjadi faktor utama keanekaragaman budaya dan agama di Indonesia.

Keberagamaan ini-lah yang dilihat Mpu Tantular, beliau menulis sebuah kitab puisi yaitu Kakawin Sutasoma. Di dalam puisi ini terdapat sebuah semboyan yang diangkat menjadi moto nasional Indonesia “Bhinneka Tunggal ika” atau berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Oleh karena ini bangsa Indonesia terikat dalam tali persatuan yang sama di tengah keberagamaannya. Satu Bahasa, satu tanah air dan satu bendera merah putih. Semua hal ini akhir di integrasi kan ke dalam sebuah falasah negara yaitu Pancasila.11

Nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah negara juga tergambar di dalam Tradisi Handep Hapakat. Tradisi Handep Hapakat merupakan warisan budaya yang kaya akan nilai-nilai filosofi. Nilai-nilai di dalamnya juga sejalan dengan Pancasila yang membuat hal ini bisa menjembatani hubungan antara tradisi lokal dan identitas nasional. Berikut makna filosofisnya dalam setiap proses handep hapakat:

1. Gawi Mite Patendu: Proses ini menggambarkan pentingnya kolaborasi dan musyawarah dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan lingkungan. Dapat

11 “MULTICULTURALISM IN GLOBALIZATION ERA: HISTORY AND CHALLENGE FOR INDONESIA | Zarbaliyev | Journal of Social Studies (JSS),” 9.

(8)

diartikan bahwa nilai filosofisnya adalah keharusan mendengarkan pendapat semua pihak sebelum mengambil tindakan. Proses musyawarah ini juga mencerminkan prinsip dari sila ke-4 dalam Pancasila. Selain itu, proses ini menunjukkan pemahaman masyarakat akan perencanaan jangka panjang untuk persiapan masa depan. Mereka juga menyadari ketergantungan pada alam dan perlunya mengikuti siklusnya untuk kelangsungan hidup.

2. Gawi Mambagi Eka Malan: Proses penentuan lokasi dan pembagian lahan mencerminkan nilai kemanusiaan dan keadilan sebagaimana yang terdapat dalam Pancasila. Dalam proses ini, komunitas berusaha untuk membagikan lahan secara adil, tanpa memandang perbedaan suku dan agama. Keberlanjutan lingkungan juga menjadi perhatian utama dalam proses ini, di mana masyarakat lebih memilih hutan lebat atau hutan yang baru dibuka. Hal ini memiliki peran penting dalam menjaga ekosistem alam . Apabila tanah yang dipilih adalah bekas tanah yang telah dibuka, mereka melakukan proses hapakat untuk menjamin hak kepemilikan dan keadilan. Semua hal ini juga mencerminkan bagaimana hubungan yang seimbang dengan tanah sebagai sumber kehidupan.

3. Gawi Sahelu Bara Mandirik: Pada proses ini, tergambar betapa pentingnya selalu meminta izin kepada Tuhan yang menguasai alam semesta. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pekerjaan yang kita lakukan mendapat berkah dan untuk menghindari kelalaian yang dapat merusak alam. Dalam tradisi ini, juga terkandung nilai moderat dari agama Islam, di mana kita tidak meninggalkan tradisi yang sudah menjadi bagian budaya, tetapi menggantinya agar lebih sesuai dengan ajaran Islam dan syariatnya.

Semua tindakan ini mencerminkan nilai ketuhanan yang terkandung dalam sila pertama.

4. Gawi Mamanggul: Pada proses ini, tergambar sila Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Manusia tidak boleh menutup mata terhadap kehadiran makhluk di sekitarnya, baik itu binatang-binatang yang tinggal di sana atau makhluk-makhluk tak kasat mata. Kita perlu untuk merelokasi makhluk yang tinggal di sana agar tidak mengganggu tatanan alam yang telah ada sejak dahulu.

5. Gawi Tamparan Dirik: Praktik ini mencerminkan keterhubungan manusia dengan alam gaib dan penghormatan terhadap hewan serta alam sebagai sumber petunjuk. Proses ini mengajarkan kesadaran akan tanda-tanda dalam alam dan kemampuan untuk menginterpretasikannya. Ini mencerminkan nilai filosofis tentang perhatian terhadap

(9)

rincian alam, serta persatuan dalam menjalankan kepercayaan dengan menyerahkannya kepada damang yang sesuai dengan sila ketiga, yaitu persatuan Indonesia.

6. Gawi Maneweng. Gawi Maentai Tana Inusul. Gawi Manusul Tana. Gawi Lius Manusul: Proses ini memiliki nilai filosofi yang serupa, yaitu pentingnya mengelola sumber daya alam dengan upaya meminimalkan kerusakan yang terjadi di alam.

Misalnya, mengeringkan pohon yang masih basah berkaitan erat dengan proses pembakaran, karena kayu yang masih basah cenderung menghasilkan lebih banyak polusi udara. Pembuatan parit-parit atau sekat api sangat berguna untuk pengendalian api agar kejadian yang tidak diinginkan, seperti kebakaran hutan yang tidak terkendali, tidak terjadi, yang tentunya dapat membahayakan manusia dan alam. Semua proses ini mencerminkan aspek keadilan dalam mengelola sesuatu yang tercermin dalam sila kedua.

7. Gawi Manugal: Dalam proses ini, terdapat nilai filosofis tentang bagaimana manusia memahami siklus yang terjadi di alam untuk mempermudah pekerjaan. Selain itu, kerja sama juga sangat diperlukan untuk menyiapkan dan membangun fasilitas agar dapat memperoleh manfaatnya. Terlihat juga nilai-nilai moderasi antar agama, di mana masyarakat dapat menjalankan tradisi ini berdasarkan kepercayaan masing-masing, tetapi dengan tujuan yang sama, yaitu memperoleh keberkahan. Selain itu, sila ketiga sangat ter gambarkan dalam proses ini.

8. Gawi Katika Ngidam Parei (Titin Hatue): Nilai filosofis dari proses ini adalah penghargaan Masyarakat Dayak terhadap hasil panen padi mereka dengan menggunakan kata "batihi" atau "hamil". Hal ini mencerminkan pandangan mereka yang mengibaratkan diri sebagai orang tua yang bahagia atas "kehamilan" tanaman padi, karena hal ini menunjukkan adanya keberkahan dan kelangsungan hidup manusia.

Proses ini juga mengedepankan pentingnya persiapan atas segala sesuatu agar semua berkah tersebut tidak terbuang sia-sia. Sila pertama juga ter gambarkan pada proses ini melalui doa-doa yang di panjatkan kepada tuhan untuk menjaga benih-benih tersebut.

9. Gawi Manggetem: Sampailah pada proses terakhir dari handep hapakat. Pada proses ini terlihat rasa syukur masyarakat kepada Tuhan, penghargaan kepada alam, serta penghormatan kepada leluhur yang telah memberikan rezeki. Undangan kepada keluarga menekankan pentingnya menjaga silaturahmi dengan sesama agar terhindar dari emosi atau hal yang tidak diinginkan yang mungkin saja terjadi dalam proses yang telah dilalui. Yang terpenting dari tradisi gotong royong ini adalah pembelajaran bagi kita untuk mempertahankan tradisi ini sehingga dapat mengurangi kapitalisme pemodal

(10)

yang sering kali mengabaikan pekerjaan petani. Tentunya, dari semua proses ini tercermin semua sila Pancasila dan dapat dijadikan contoh untuk kehidupan sehari-hari kita.

Relevansi makna filosofis Handep Hapakat dengan ajaran islam Gotong Royong

Gotong Royong atau Tolong menolong ialah perbuatan saling membantu satu sama lain.

Dalam Ajaran Islam itu sendiri perbuatan ini di benarkan sebagaimana firman dari Allah SWT berikut:

Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong- menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya. (Al-Maidah/5-2)12

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa gotong royong yang dimaksud adalah yang bersangkutan dengan hal-hal yang baik saja. Adapun di di dalam hadis Nabi SAW bersabda tentang

ganjaran dari perbuatan ini:

Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id; Telah menceritakan kepada kami Laits dari 'Uqail dari Az Zuhri dari Salim dari Bapaknya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang muslim dengan muslim yang lain adalah bersaudara. Ia tidak boleh berbuat zalim dan aniaya kepada saudaranya yang muslim. Barang siapa yang membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa membebaskan seorang muslim dari suatu kesulitan, maka Allah akan membebaskannya dari kesulitan pada hari kiamat. Dan barang siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat kelak. (MUSLIM - 4677)13

Dari kedua naskh diatas bahwa dalam tradisi handep hapakat dimana Masyarakat saling membantu di dalam berbuat kebaikan tidak hanya urusan berladang bahkan tradisi mencakup lebih jauh ke segala segi kehidupan. Hasilnya adalah Allah memenuhi kebutuhan mereka pada tahun itu, bahkan bencana corona pada tahun 2019 masyarakat Dayak masih bisa survive dengan hasil dari 1 kaleng beras yang disisihkan ke koordinator poktan.

Musyawarah

12 “Qur’an Kemenag.”

13 Pusaka, “Kitab Sembilan Imam Hadits.”

(11)

Terdapat banyak cara dalam mengambil keputusan. Salah satunya adalah musyawarah Allah SWT berfirman terkait hal ini:

(juga lebih baik dan lebih kekal bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka. Mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka;

(Asy-Syura/42:38)14

Musyawarah dianggap sebagai cara yang baik untuk mencapai keadilan dan keseimbangan dalam pengambilan keputusan. Orang Dayak juga selama ini telah menerapkan Hapakat atau musyawarah dalam tradisi mereka sehingga hadirlah kebaikan dan keadilan, bukan hanya untuk orang Dayak itu sendiri bahkan yang berbeda agama, suku dan alam pun turut mendapatkan keadilan.

Penaksiran Mimpi atau Tanda dari hewan dan Perencanaan

Mimpi dan tanda-tanda dari alam merupakan bukti kekuasaan Allah SWT. Beberapa orang telak dikarunia pengetahuan untuk menakwilkan hal tersebut.15 Buah dari ilmu ini bisa terkait banyak hal, salah satunya ada perencanaan, seperti dalam Firman Allah SWT berikut:

Terjemah Kemenag 2019

46. Dia berkata,) “Wahai Yusuf, orang yang sangat dipercaya, jelaskanlah kepada kami (takwil mimpiku) tentang tujuh ekor sapi gemuk yang dimakan oleh tujuh (ekor sapi) kurus dan tujuh tangkai (gandum) hijau yang (meliputi tujuh tangkai) lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu supaya mereka mengetahuinya.” 47. (Yusuf) berkata, “Bercocok tanamlah kamu tujuh tahun berturut-turut! Kemudian apa yang kamu tuai, biarkanlah di tangkainya, kecuali sedikit untuk kamu makan. 48. Kemudian, sesudah itu akan datang tujuh (tahun) yang sangat sulit (paceklik) yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya, kecuali sedikit dari apa (bibit gandum) yang kamu simpan. 49. Setelah itu akan datang tahun, ketika manusia diberi hujan (dengan cukup) dan pada masa itu mereka memeras (anggur). (Yusuf/12:46-49)16

Ayat ini menggarisbawahi pentingnya perencanaan yang bijaksana sebelum menghadapi segala hal di dalam kehidupan. Apalagi dalam hal yang berkaitan dengan cocok tanam. Di karena kan dengan itulah manusia mendapatkan energi untuk beraktivitas. Tentunya sebelum semua itu kita juga perlu melihat tanda-tanda dari mimpi atau alam sebelum

14 “Qur’an Kemenag.”

15 IRSYAD, “TAKWIL AYAT-AYAT MIMPI PERSPEKTIF TAFSIR AL-AZHAR DAN TAFSIR AL MISBAH,” 23–26.

16 “Qur’an Kemenag.”

(12)

merencanakan sesuatu. Persis seperti apa yang di lakukan damang dan Masyarakat Dayak Ketika ingin melakukan tradisi manugal.

ketergantungan pada alam dan perlunya mengikuti siklusnya dalam kehidupan

Musim merupakan waktu tertentu yang berhubungan dengan keadaan iklim. Tentunya manusia sejak jamah dahulu sudah memperhatikan siklus pergantiannya seperti yang di- abadikan di dalam surah Quraisy:

Terjemah Kemenag 2019

1. Disebabkan oleh kebiasaan orang-orang Quraisy, 2. yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas (sehingga mendapatkan banyak keuntungan), (Quraisy/106:1- 2)17

Firman Allah ini memperlihatkan kebijaksanaan kaum Quraisy dalam melakukan perjalanan. Mereka pergi ke yaman yang hangat pada musim dingin, lalu pergi ke Syam yang sejuk saat musim panas. Hal yang serupa juga di aplikasikan dalam tradisi manugal di mana Masyarakat menentukan kapan waktu yang tepat di semua prosesnya dengan melihat musim per bulan. Sehingga hasil yang di dapatkan sesuai dengan ekspektasi.

Keadilan tanpa memandang suku dan agama

Adil adalah suatu sikap atau perilaku dimana seseorang berlaku seimbang.

Keseimbangan disini meliputi hak, kewajiban dan keserasian dengan sesama makhluk.18 Pada hakikatnya ialah memperlakukan seseorang sesuai hak dan kewajibannya. Allah SWT berfirman tentang hal ini yaitu:

Terjemah Kemenag 2019

90. Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil, berbuat kebajikan, dan memberikan bantuan kepada kerabat. Dia (juga) melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pelajaran kepadamu agar kamu selalu ingat (An-Nahl/16:90)19

Ayat ini menekankan pentingnya keadilan dalam semua aspek kehidupan. Keadilan mencakup berlaku adil dalam berbagai situasi dan memperlakukan orang dengan baik. Senada dengan apa yang dilakukan Masyarakat Dayak. Mereka tidak memandang suku, agama dan

17 “Qur’an Kemenag.”

18 Rangkuti, “KONSEP KEADILAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM,” 3.

19 “Qur’an Kemenag.”

(13)

status, siapa pun yang ingin bertani maka akan mendapatkan support baik lahan maupun tenaga.

Keberlanjutan lingkungan dalam menjaga ekosistem alam dan tidak merusaknya Alam merupakan tempat kita hidup di dunia, baik untuk beribadah maupun untuk bekerja. Alam-lah yang memberikan kita sumber kehidupan melalui apa yang tumbuh dan apa yang hidup baik diatas, dibawah dan di dalamnya.20 Oleh sebab Demikian kita di larang untuk merusaknya seperti di dalam ayat berikut:

Terjemah Kemenag 2019

205. Apabila berpaling (dari engkau atau berkuasa), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi serta merusak tanam-tanaman dan ternak. Allah tidak menyukai kerusakan.

(Al-Baqarah/2:205)21

Hal ini-lah yang secara tak langsung di lakukan oleh Masyarakat Dayak dengan mengedepankan keterjagaan alam, seperti membuat sekat sebelum membakar agar api tidak menyebar. Hal ini penting dilakukan untuk mencegah hal yang tidak diinginkan seperti kebakaran hutan.

Moderat

Moderat kerap kali disama-kan dengan al-Wasathiyah, yaitu nilai-nilai Islam yang ditegakkan atas dasar pola pikir lurus dan pertengahan, yang tidak berlebihan dalam kehidupannya.22 Al-Wasathiyah sendiri tertulis di surah Al-Baqarah sebagaimana berikut:

Terjemah Kemenag 2019

143. Demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Nabi Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menetapkan kiblat (Baitul Maqdis) yang (dahulu) kamu berkiblat kepadanya, kecuali agar Kami mengetahui (dalam kenyataan) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sesungguhnya (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Allah tidak akan menyia-nyiakan

20 Safrilsyah dan Fitriani, “Agama dan Kesadaran Menjaga Lingkungan Hidup,” 63–67.

21 “Qur’an Kemenag.”

22 Nur, “KONSEP WASATHIYAH DALAM AL-QURAN; (STUDI KOMPARATIF ANTARA TAFSIR AL-TAHRÎR WA AT- TANWÎR DAN AISAR AT-TAFÂSÎR),” 207–8.

(14)

imanmu. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.23 (Al-Baqarah/2:143)

Ayat ini menguatkan konsep moderasi dalam iman. Meskipun perubahan arah kiblat adalah ujian, Allah memahami kesulitan yang dihadapi oleh umat Islam dan menerima salat mereka. Ini mengajarkan umat Islam untuk menjalani agama mereka dengan keseimbangan dan tidak terlalu keras pada diri sendiri. Masyarakat Islam disana juga mengalami kondisi ini, dengan kemoderatannya mereka mengambil nilai-nilai kebaikan di tradisi ini dan mengislamisasi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Kesimpulan

Handep hapakat dalam tradisi manugal Dayak adalah bagian yang tak terpisahkan dari kearifan budaya yang wajib dilestarikan. Tradisi ini sejalan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman hidup bangsa, sambil tetap memiliki keterkaitan dengan ajaran agama Islam.

Beberapa nilai yang tercermin antara lain nilai sosial budaya, termasuk semangat gotong royong tanpa pamrih, musyawarah sebelum pengambilan keputusan, penerimaan terhadap pendatang dari berbagai suku dan agama, serta keadilan dalam pembagian sumber daya. Di sisi lain, nilai keagamaan dan spiritualitas tercermin dalam keyakinan terhadap Tuhan YME dan keberadaan makhluk gaib di sekitar kita. Penafsiran terhadap mimpi juga menjadi bagian penting, menunjukkan pandangan tentang kehidupan rohani serta keyakinan akan makna dan pesan dalam mimpi. Moderasi dalam beragama pun diwujudkan dengan baik, tanpa menyalahkan tradisi yang telah merasuk dalam masyarakat.

Sementara itu, perhatian terhadap pelestarian lingkungan juga menjadi fokus penting dalam tradisi ini. Masyarakat Dayak, yang bergantung pada sumber daya alam, sangat memperhatikan kelestarian alam dan ekosistem, dengan tujuan mewariskannya kepada generasi mendatang. Mereka memperhatikan waktu dan siklus yang tepat untuk melakukan kegiatan guna mengendalikan dan mendapatkan hasil yang lebih baik. Secara keseluruhan, tradisi handep hapakat memiliki nilai-nilai filosofis yang mencakup aspek sosial budaya, keagamaan, spiritualitas, dan pelestarian lingkungan.

23 “Qur’an Kemenag.”

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Hutabarat, Sylvana Murni D. “PERKEMBANGAN DAN PERLINDUNGAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DITINJAU DARI PERSPEKTIF HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL.” Jurnal Yuridis 2, no.

2 (2015): 202–19. https://doi.org/10.35586/.v2i2.201.

IRSYAD, REZA MAHENDRA. “TAKWIL AYAT-AYAT MIMPI PERSPEKTIF TAFSIR AL AZHAR DAN TAFSIR AL MISBAH.” Undergraduate, UIN Raden Intan Lampung, 2021. http://repository.radenintan.ac.id/16244/.

Jasiah, Jasiah, dan Fimeir Liadi. Budaya Handep Hapakat Dalam Batana (Malan/Berladang) Suku Dayak Ngaju Di Kabupaten Kapuas. Palangka Raya: LP2M IAIN Palangka Raya Press, 2021. http://digilib.iain-palangkaraya.ac.id/3102/.

Karmadi, Agus Dono. “BUDAYA LOKAL SEBAGAI WARISAN BUDAYA DAN UPAYA PELESTARIANNYA∗),” t.t.

“Lambang Kabupaten Pulang Pisau.” Diakses 3 Oktober 2023.

https://www.geocities.ws/pulangpisau/Lambang.html.

“Metode penelitian / Saifuddin Azwar | OPAC Perpustakaan Nasional RI.” Diakses 3 Oktober 2023. https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=337864.

“MULTICULTURALISM IN GLOBALIZATION ERA: HISTORY AND CHALLENGE FOR INDONESIA | Zarbaliyev | Journal of Social Studies (JSS).” Diakses 5 Oktober 2023.

https://journal.uny.ac.id/index.php/jss/article/view/16966/9971.

Munirah. Bahan Ajar Hadis Berbasis Kearifan Lokal. Palangka Raya, 2021.

Nur, Afrizal. “KONSEP WASATHIYAH DALAM AL-QURAN; (STUDI KOMPARATIF ANTARA TAFSIR AL-TAHRÎR WA AT-TANWÎR DAN AISAR AT-TAFÂSÎR).”

Jurnal An-Nur 4, no. 2 (27 September 2016).

https://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/Annur/article/view/2062.

Pusaka, Lidwa. “Kitab Sembilan Imam Hadits.” Diakses 7 Oktober 2023.

http://localhost:5000/.

“Qur’an Kemenag.” Diakses 28 Mei 2023. https://quran.kemenag.go.id/.

Rangkuti, Afifa. “KONSEP KEADILAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM.” Tazkiya: Jurnal Pendidikan Islam 6, no. 1 (7 Juni 2017). https://doi.org/10.30829/taz.v6i1.141.

Safrilsyah, Safrilsyah, dan Fitriani Fitriani. “Agama dan Kesadaran Menjaga Lingkungan Hidup.” Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 16, no. 1 (21 April 2014): 61–78.

https://doi.org/10.22373/substantia.v16i1.4918.

Widiastuti, Widiastuti. “ANALISIS SWOT KERAGAMAN BUDAYA INDONESIA.” Jurnal Ilmiah WIDYA 1, no. 1 (Mei 2013): 8–14.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan implementasi, kendala dan upaya dalam implementasi nilai-nilai gotong-royong dan peduli sosial pada tradisi Nyadran di

Berdasarkanpengolahan data yang telah- disajikan, makasecaraumumdapatditarik- kesimpulaninternalisasi tradisi Gawai Dayak sebagai sumber sejarah lokal pada materi

Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan kosakata dalam muar sangat (tradisi mengambil madu) pada masyarakat Dayak Jalai Ketapang terdapat terdapat

Suku Dayak merupakan salah satu suku yang terdapat di Kalimantan yang memiliki kebudayaan ”Telingaan Aruu” yang sangat khas. Tradisi tersebut merupakan tradisi yang diteruskan secara

Secara khusus dapat disimpulkan bahwa: Wujud Nilai Tradisi Manggul sebagai kearifan lokal suku dayak Mualang Desa Tabuk Hulu Kecematan Belitang Hulu Wajud Tradisi Manggul di Desa Tabuk

Tradisi Sadranan diawali dengan bergotong- royong membersihkan makam besik dan berdoa untuk para leluhur yang telah meninggal, serta sebagai ajang silaturahmi dengan keluarga besar.4

Dari sebab itu tradisi Nyobeng dan tari Ngayau serta tari Sabek’n Apa’k menjadi tradisi yang sampai sekarang ini masih dilestarikan oleh suku Dayak Bidayuh, karena memiliki peran yang

Nilai dalam tradisi Pa’gallarangngang terletak pada prosesnya, dimana terdapat nilai-nilai gotong royong yang diiringi dengan etos kerja yang tinggi oleh masyarakat Desa Datara pada