NOTULENSI KELOMPOK Akuntansi Syariah
Kelompok 1 Akuntansi Syariah 4B
Judul Materi : Risk Based Audit, Kerangka ISA dan SPAP Hari/Tanggal : Kamis, 10 April 2024
No. Pertanyaan Jawaban
1. Pennaya : Ulya Hilmi Aninia (075)
Pertanyaan : Apakah ada bukti empiris bahwa penerapan Risk Based Auditing (RBA) secara signifikan mengurangi risiko audit? Jika ya, bagaimana hal ini diukur?
Jawaban : Rahmayanti A’anta Lovea (081) (KELOMPOK 1)
1. Pada jurnal yang berjudul "Implementasi Risk Based Audit Terhadap Perencanaan Audit Dan Kualitas Audit Laporan Keuangan Pemerintah Daerah" mengenai implementasi Risk Based Audit (RBA) menyatakan bahwa Risk Based Audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap perencanaan audit. Risk based audit juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit.
2. Pada jurnal berjudul "APAKAH RISK BASED AUDIT
DAPAT MENINGKATKAN KINERJA
PERUSAHAAN?" menyatakan bahwa implementasi risk based audit tidak hanya untuk memitigasi sebuah risiko bisnis namun juga dapat meningkatkan kinerja perusahaan baik dari sisi keuangan dan non keuangan.
Selain itu, para auditor internal juga dapat mengimplementasikan risk based audit sebagai solusi dalam mengelola tata kelola perusahaan serta penerapan manajemen risiko yang baik. Melalui risk based audit akan membantu manajemen dalam mengelola risiko- risiko menjadi lebih efektif termasuk risiko bisnis dan peluang dengan tujuan meningkatkan kinerja perusahaan.
Dalam mengukur dampak RBA terhadap pengurangan risiko audit, beberapa indikator yang dapat digunakan antara lain:
- Jumlah temuan audit material yang teridentifikasi
- Tingkat kesalahan dalam laporan keuangan
- Tingkat ketidakpatuhan terhadap peraturan dan kebijakan
- Persepsi auditor dan manajemen terhadap efektivitas RBA
- Perubahan dalam biaya audit dan efisiensi proses audit
Secara keseluruhan, bukti empiris menunjukkan bahwa penerapan RBA secara konsisten dapat memberikan manfaat dalam mengurangi risiko audit, meskipun efektivitasnya dapat bervariasi tergantung pada konteks organisasi dan implementasinya.
2. Penanya: Frisca
Nurula’imah Syahputri (072) Pertanyaan : Seperti yang sudah disampaikan tadi bahwasanya berdasarkan ISA 315 auditor diwajibkan untuk memahami entitas dan
lingkungannya guna
mengidentifikasi risiko salah saji material. Nah kira-kira langkah-langkah seperti apa yang harus diambil auditor untuk memastikan bahwasanya semua risiko signifikan telah
Jawaban : Sofiana (045) (KELOMPOK 1)
Sesuai ISA 315, tugas auditor itu bukan cuma sekadar periksa laporan keuangan, tapi juga harus benar-benar mengerti bagaimana cara kerja perusahaan dan apa aja yang bisa membuat laporan keuangan salah saji secara signifikan. Supaya semua risiko besar (atau risiko signifikan) bisa terdeteksi dengan benar, auditor harus ambil beberapa langkah yang serius dan tidak hanya sekadar formalitas.
Pertama-tama, auditor harus tahu dulu seperti apa bisnis perusahaan itu. Mereka perlu tahu perusahaan ini jual produk atau jasa apa, siapa pelanggan utamanya, dari mana penghasilannya datang, sampai siapa saja pesaingnya. Tapi dalam kenyataannya, informasi seperti
tiba melonjak, turun drastis, atau beda dari tahun-tahun sebelumnya. Jika ada yang janggal, itu bisa jadi pertanda risiko.
Selain itu, auditor juga tidak boleh cuma duduk di kantor. Mereka perlu datang langsung ke lokasi, lihat operasionalnya, ngobrol sama pegawai biasa (bukan cuma yang di level atas), dan periksa dokumen- dokumen yang ada. Kadang, kesalahan atau kecurangan itu kelihatan dari hal-hal kecil yang tidak tercatat di laporan resmi.
Yang paling penting, auditor harus punya sikap “hati-hati tapi jangan gampang percaya”. Dalam dunia nyata, bisa aja pihak manajemen menyembunyikan sesuatu atau tidak sadar kalau ada risiko yang besar. Makanya, auditor harus jeli dan terus bertanya sampai semua masuk akal.
Jadi intinya, biar semua risiko besar bisa teridentifikasi dengan benar, auditor harus mengerti bisnisnya, cari tahu dari berbagai sumber, bandingin data, terjun langsung ke lapangan, dan jangan gampang percaya. Karena risiko itu kadang tidak kelihatan jelas di laporan—tapi bisa ketahuan kalau kita benar-benar teliti dan peka sama situasi.
Penambah : Al Fina Nur Zakia (073)
Bukti empiris menunjukkan bahwa penerapan Risk Based Auditing (RBA) dapat secara signifikan mengurangi risiko audit dengan memberikan fokus yang lebih tajam pada area yang berisiko tinggi. Penerapan RBA dianggap sebagai variabel moderasi yang dapat memperkuat pengaruh kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit, sehingga meningkatkan efektivitas proses audit. Dengan RBA, organisasi dapat memberikan jaminan yang lebih baik kepada dewan bahwa manajemen risiko dikelola secara efektif, sesuai dengan risk appetite yang telah ditetapkan. Selain itu,
terdapat program pelatihan dan pemahaman tentang RBA, seperti yang ditawarkan oleh CRMS Indonesia, yang membantu manajemen dalam menerapkan pendekatan ini secara efektif, sehingga meningkatkan hasil audit.
Penambah : Frisca Nurula’imah Syahputri (072) Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa dengan menerapkan RBA, auditor dapat lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko yang dapat memengaruhi akurasi laporan keuangan:
1. Penelitian yang dilakukan di PT PLN (Persero) UIKL Kalimantan yang menunjukkan bahwa penerapan audit internal berbasis risiko meningkatkan kualitas manajemen risiko di perusahaan. Dengan memahami dan mengidentifikasi potensi risiko lebih awal, organisasi dapat mengambil langkah-langkah mitigasi yang tepat sebelum risiko tersebut menjadi masalah serius. RBA tidak hanya membantu dalam mendeteksi masalah tetapi juga berkontribusi pada perbaikan sistem manajemen risiko secara keseluruhan.
2. Penelitian yang berjudul “Penerapan Audit Berbasis Risiko sebagai Pemoderasi Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit” menemukan bahwa penerapan RBA memperkuat hubungan antara kompetensi dan independensi auditor terhadap kualitas audit. Dengan memprioritaskan area berisiko tinggi, auditor dapat menggunakan sumber daya mereka secara lebih efektif, sehingga menghasilkan hasil audit yang lebih baik.
3. Penerapan RBA juga terbukti membantu dalam mencegah kecurangan (fraud). Dengan fokus pada area yang rawan risiko, auditor dapat mendeteksi potensi kecurangan lebih awal, sehingga memungkinkan perusahaan untuk mengambil tindakan pencegahan sebelum kerugian besar terjadi.
Untuk mengukur efektivitas RBA dalam mengurangi risiko audit, berbagai metode digunakan dalam penelitian. Seperti metode kuesioner untuk mengumpulkan data dari auditor mengenai persepsi mereka tentang efektivitas RBA dan dampaknya terhadap kualitas audit, metode studi kasus, dan analisis regresi yang digunakan untuk menguji hubungan antara variabel seperti kompetensi auditor, independensi, dan penerapan
RBA terhadap kualitas audit.
3. Penanya : Nabila Diamonda (053)
Pertanyaan : Seperti yang kita ketahui banyak kasus korupsi besar di Indonesia, bahkan Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat terdapat 791 kasus korupsi sepanjang 2023.
salah satunya kasus yg terjadi di akhir tahun 2024 yaitu di PT Pertamina dan PT Garuda Indonesia yang melibatkan pejabat tinggi dan pengusaha yang seharusnya diawasi oleh auditor ternama. Menurut kelompok anda, apakah penerapan standar audit di indonesia ini sangat lemah dan tidak relevan hingga kasus kecurangan penyajian laoran keuangan terjadi rutin setiap tahun dengan mengorbankan
Jawaban : Anindya Khoirun Nisa (074) (KELOMPOK 1)
Kalau kita lihat realita yang terjadi selama beberapa tahun terakhir, seperti yang dikatakan , pada tahun 2023 sampai akhir 2024, banyak kasus korupsi besar yang tetap bisa lolos dari pengawasan. Contohnya, perusahaan-perusahaan seperti PT Pertamina dan PT Garuda Indonesia bukan perusahaan kecil. Mereka punya sistem, punya auditor, bahkan diawasi oleh berbagai lembaga. Tapi nyatanya, masih saja terjadi manipulasi laporan keuangan dan penyalahgunaan uang negara dalam jumlah yang nggak main-main.
Kalaupun ditanya apakah hal ini terjadi sebab standar audit yang masih lemah maka menurut kelompok kami, tidak bisa dinilai dari hal tersebut saja tetapi juga dalam praktiknya. Standar audit di Indonesia secara teknis udah mengikuti standar internasional (ISA), seperti yang dikatakan waktu presentasi tadi.
Audit yang kita lihat dengan mata bisa berjalan dengan baik, akan tetapi kita tidak tahu bagaimana kondisi dibalik layarnya. Seperti halnya berjalannya audit hanya
uang negara hingga berjumlah triliunan.
sebagai formalitas, audit dengan penuh tekanan yang merujuk ke arah penyelewengan, kurangnya peran pengawasan eksternal (baik itu dari pemerintah maupun lembaga penegak hukum) yang tidak selalu menindaklanjuti hasil audit dengan cepat dan tegas. Dan ada kemungkinan juga adanya transaksi-transaksi yang tidak wajar, sehingga audit tidak bisa berjalan dengan baik.
Hal ini solusinya bukan cuma revisi standar, tapi juga:
- Perbaikan sistem rekrutmen dan evaluasi auditor, terutama yang bekerja di BUMN.
- Audit forensik yang lebih sering, terutama untuk proyek besar dan sensitif.
- Keterbukaan hasil audit ke publik (transparansi).
- Pemberian sanksi keras, bukan cuma buat pelaku korupsi, tapi juga buat auditor yang terbukti lalai atau terlibat.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa bukan standar auditnya yang lemah, karena Indonesia sudah memakai standar internasional (ISA) lewat regulasi IAPI.
Masalah besarnya ada di penerapannya yang tidak konsisten. Banyak auditor yang tidak menjalankan audit secara mendalam atau bahkan terpengaruh oleh tekanan dari pihak yang diaudit. Hal ini juga disampaikan juga oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), bahwa masih ada masalah soal integritas dan independensi auditor.
Penambah : Dyah Laily Maghfira (058)
Kalau dilihat dari sisi aturan dan standar, sebenarnya Indonesia sudah mengadopsi standar audit internasional (ISA) ke dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh IAPI. Namun, permasalahan utamanya bukan pada standar audit itu
sendiri, tapi lebih pada penerapan standar tersebut dalam praktik. Banyak auditor yang seharusnya menjalankan prosedur audit berbasis risiko, malah terjebak pada audit yang bersifat formalitas dan hanya sebatas memenuhi checklist prosedural. Artinya, audit dilakukan hanya agar terlihat “sesuai aturan”, tapi tanpa benar-benar menyelami kondisi bisnis klien atau mendalami area- area rawan kecurangan.
Jadi kesimpulannya,
Bukan standar audit di Indonesia yang lemah, tetapi penerapannya yang masih jauh dari ideal. Standar yang diadopsi dari ISA sebenarnya relevan dan sudah mencakup banyak aspek penting. Namun, masalahnya adalah bagaimana auditor menjalankan standar itu di lapangan, dalam situasi yang penuh tekanan, keterbatasan data, dan pengaruh kekuasaan.
Selama budaya akuntabilitas belum kuat, integritas auditor belum dijaga secara sistemik, dan pengawasan eksternal terhadap auditor tidak diperkuat, maka kasus penyajian laporan keuangan yang curang akan terus berulang, mengorbankan uang negara dalam jumlah besar, dan melemahkan kepercayaan publik terhadap proses audit.
Perlu ada reformasi menyeluruh, baik dari sisi pendidikan auditor, independensi lembaga pengawas, hingga budaya transparansi di perusahaan-perusahaan negara. Tanpa itu, audit hanya akan menjadi formalitas tahunan bukan alat
pencegah korupsi yang sesungguhnya