• Tidak ada hasil yang ditemukan

8 Nur Hamzah - E-Jurnal Universitas Narotama

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "8 Nur Hamzah - E-Jurnal Universitas Narotama"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

376

RUJUKAN BERJENJANG DALAM PELAYANAN RUMAH SAKIT DITINJAU DARI SEGI HUKUM

Novi Hamzah Universitas Hang Tuah

Novihamzah@gmail.com Abstrak

Untuk melindungi seluruh warga, lahirlah Undang Undang Sistim Jaminan Sosial Nasional No 40 Tahun 2004 kepesertaan asuransi kesehatan sosial Jaminan Kesehatan Nasional.

Kemudian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk selanjutnya disingkat BPJS yang ditindak lanjuti dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Juga sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 telah diatur. Diharapkan dengan peraturan tersebut disamping akses kesehatan yang meningkat kepuasan dari pasien pun akan meningkat. Salah satu problem dalam implementasi sistim rujukan adalah adanya keterbatasan sumber daya dan infrastuktur yang sangat penting dalam institusi kesehatan untuk menyediakan layanan kesehatan yang minimal. Implementasi suatu sistem ini tidak akan berjalan baik jika pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan kebijakan atau pedomannya.

Kata Kunci: Jaminan Kesehatan Nasional, Rujukan Berjenjang, Pelayanan kesehatan Abstract

To protect all citizens, the National Social Security System Law No 40 of 2004 is included in the National Health Insurance social health insurance membership. Then Act Number 24 of 2011 concerning the Social Security Organizing Body hereinafter abbreviated as BPJS which is followed up with Presidential Regulation Number 12 of 2013 concerning Health Insurance as amended by Presidential Regulation Number 111 of 2013 concerning Amendment to Presidential Regulation Number 12 of 2013 concerning Guarantees Health. Also the Health Service Referral system Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 1 of 2012 has been set. It is expected that with these regulations in addition to increased health access satisfaction from patients will also increase. One of the problems in implementing a referral system is that there are limited resources and infrastructure which are very important in health institutions to provide minimal health services. The implementation of this system will not run well if the implementation is not in accordance with the provisions of the policy or guidelines

Keywords: National Health Insurance, Tiered Referral, Health services

(2)

377 PENDAHULUAN

Kemajuan suatu negara dapat dilihat dari kesehatan, pendidikan dan peningkatan daya beli.

Ketiga aspek tersebut yang dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks).

Di bidang kesehatan dalam konstitusi Indonesia termaktub pada pasal 28 H dan pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan layanan kesehatan dan negara wajib untuk menyediakannya. Akan tetapi ketersediaan asuransi kesehatan saja tidak cukup (Suhanda Rachmad, 2015). Diperlukan Asuransi Kesehatan Sosial atau Jaminan Kesehatan Sosial (JKN). Hal tersebut karena premi asuransi komersial relatif tinggi sehingga tidak terjangkau bagi sebagian besar masyarakat sedangkan manfaat yang ditawarkan pada umumnya terbatas. Sebaliknya asuransi kesehatan sosial memberikan beberapa keuntungan; Pertama, memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi terjangkau. Kedua, asuransi kesehatan sosial menerapkan kendali biaya dan mutu. Itu berarti peserta bisa mendapatkan pelayanan bermutu memadai dengan biaya yang wajar dan terkendali. Ketiga, asuransi kesehatan sosial menjamin sustainabilitas (kepastian pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkelanjutan). Keempat, asuransi kesehatan sosial memiliki portabilitas, sehingga dapat digunakan di seluruh wilayah Indonesia. Oleh sebab itu, untuk melindungi seluruh warga, kepesertaan asuransi kesehatan sosial Jaminan Kesehatan Nasional adalah bersifat wajib.

Menurut definisi berdasarkan Undang-Undang Sistim Jaminan Sosial Nasional Nomor 40 Tahun 2004, asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya. Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistim Jaminan Sosial Nasional, yaitu prinsip kegotongroyongan, nirlaba atau bukan mencari laba, prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas, prinsip portabilitas, sedangkan prinsip kepesertaan adalah bersifat wajib, agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi, prinsip dana amanat dimana dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta, dan prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial

(3)

378 dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), khususnya Jaminan Kesehatan di Indonesia memasuki era baru dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang ditindak lanjuti dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Pada prinsipnya Program Jaminan Kesehatan Nasional merupakan salah satu bentuk pelaksanaan amanat Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Nasional (Wahyat Endang, I Yustina ).

Sistim Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh sejumlah badan penyelenggara jaminan sosial. Sistim Jaminan Sosial Nasional adalah program negara yang bertujuan memberikan perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai cita-cita keadilan sosial sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Melalui sistim ini diharapkan setiap penduduk diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak, apabila terjadi peristiwa yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau memasuki masa pensiun. Sistim ini diselenggarakan sejumlah badan penyelenggara jaminan social yang bertujuan memberikan perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai cita- cita keadilan sosial sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945(Kementrian Hukum Dan HAM, Buletin Kontras 2017). Untuk itu sesuai dengan Undang-Undang nomor 40 Tahun 2004 dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang telah berdiri sejak 1 Januari 2014. Kemudian disusul Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan pada bulan Juli 2015.

Jaminan Kesehatan Nasional adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar masyarakat memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan ini dalam memberikan pelayanannya bekerjasama dengan fasilitas yang ada di seluruh Indonesia.

(4)

379 Pada sistem Jaminan Kesehatan Nasional ini dikembangkan konsep pelayanan berjenjang dengan fasilitas kesehatan Tingkat Pertama meliputi Puskesmas, Klinik Pratama atau yang setara, praktek dokter, Dokter gigi, dan rumah sakit kelas D atau yang setara sebagai gatekeeper yang merupakan sistem pelayanan kesehatan dimana fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan medik dan standar kompetensinya.

Kepuasan pasien merupakan suatu hal yang abstrak dan hasilnya sangat bervariasi karena pada dasarnya sangat tergantung kepada masing-masing persepsi individu. Kepuasan pasien dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti Kepesertaan pasien yang terdaftar dalam anggota BPJS, pelayanan yang didapatkan serta biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien pada fasilitas kesehatan tingkat pertama sampai lanjutan. Kepuasan pasien akan terpenuhi bila pelayanan yang diberikan telah sesuai dengan harapan mereka. Kualitas pelayanan yang baik akan mempengaruhi kepuasan pasien dan mengakibatkan pasien kembali datang untuk menggunakan jasa pelayanan tersebut. Pasien dapat menjadi kunci dalam mengukur kualitas pelayanan berdasarkan kepuasan mereka (Yogi Bhakti Marhenta, Satibi, Chairun Wiedyaningsih, 2017).

Mutu pelayanan yang baik tidak hanya diukur dari kemewahan fasilitas, kelengkapan teknologi dan penampilan fisik akan tetapi juga dari sikap dan perilaku karyawan yang harus mencerminkan profesionalisme dan mempunyai komitmen tinggi. Hal ini dapat diukur berdasarkan umpan balik pasien untuk meningkatkan ketrampilan penyedia layanan (Solichah Supartiningsih, 2017).

Permasalahan

Apakah rujukan berjenjang memberikan payung hukum bagi pemberi pelayanan kesehatan?

Apakan rujukan berjenjang memberikan pelayanan maksimal bagi penerima pelayanan?

(5)

380 PEMBAHASAN

Rujukan Berjenjang

Dalam pelayanan kesehatan puskesmas dan pelayanan kesehatan perorangan memiliki peran penting karena pasien akan melakukan kontak pertama sebelum dilakukan rujukan. Dengan diberlakukannya program JKN membuat masyarakat yang akan berobat ke rumah sakit dengan kartu BPJS harus mendapat rujukan terlebih dahulu dari puskesmas atau pelayanan kesehatan perorangan (Zulhadi, Trisnantoro, L, Zaenab, S, 2012).

Rujukan ini akan diberikan kepada pasien jika fasilitas kesehatan tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien. Hal ini dapat dikarenakan oleh keterbatasan fasilitas pelayanan dan ketenagaan, atau apabila diagnosis pasien diluar dari 155 diagnosis yang harus dilayani di faskes tingkat pertama. Tujuan dari sistim rujukan ini adalah agar pelayanan kesehatan yang didapat bermutu, tanpa menggunakan biaya yang mahal (Putri A, 2016 ).

Sistem rujukan berjenjang merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam penguatan pelayanan primer, Hal ini juga sebagai upaya untuk penyelenggaraan kendali mutu dan biaya pada Jaminan Kesehatan Nasional, yang tertuang pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan. Peraturan Mentri Kesehatan ini menjelaskan bahwa sistem rujukan merupakan suatu penyelenggaran pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal sehingga pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan medis yang dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.

Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan pemberi pelayanan kesehatan. Sistem rujukan mengatur alur dari mana dan harus ke mana seseorang yang mempunyai masalah kesehatan tertentu untuk memeriksakan kesehatannya . Sistem rujukan juga bertujuan agar pelayanan kesehatan berjalan secara efektif sekaligus efisien yaitu berarti berkurangnya waktu tunggu dalam proses merujuk dan berkurangnya rujukan yang tidak perlu( Ali F , Kandou G, Umboh J, 2014).

Peraturan Badan Pelaksana Jaminan Sosial Kesehatan untuk selanjutnya disingkat BPJS tahun 2014 menjelaskan bahwa jumlah rujukan pasien di fasilitas kesehatan tingkat pertama

(6)

381 tidak boleh melebihi 15% dari total kunjungan pasien BPJS setiap bulannya. Sehingga apabila didapatkan angka rujukan yang melebih angka tersebut menunjukkan bahwa puskesmas atau fasilitas kesehatan tersebut belum dapat melakukan pelayanan kesehatannya secara optimal sebagai gate keeper pelayanan kesehatan dalam masyarakat. Salah satu problem dalam implementasi sistim rujukan adalah adanya keterbatasan sumber daya dan infrastuktur yang sangat penting dalam institusi kesehatan untuk menyediakan layanan kesehatan yang minimal. Implementasi suatu sistem ini tidak akan berjalan baik jika pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan kebijakan atau pedomannya ( Ratnasari Ernawati, 2017).

Adapun syarat untuk merujuk pasien dalam sesuai dengan Permenkes tersebut yaitu: 1. Hasil pemeriksaan sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi secara tuntas di faskes; 2. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata pasien tidak mampu diatasi secara tuntas ataupun tidak mampu dilayani karena keterbatasan kompetensi ataupun keterbatasan sarana atau prasarana.; 3. Pasien memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap dan pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan; 4. Apabila pasien telah diobati di puskesmas ternyata masih membutuhkan pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan di paskes rujukan yang lebih mampu untuk dapat menyelesaikan masalah kesehatan.

Pada kenyataanya dilapangan kesiapan baik puskesmas atau faskes tingkat pertama maupun rumah sakit sebagai pusat rujukan belum sepenuhnya optimal. Walaupun tidak mempengaruhi sistem rujukan secara signifikan. Keterbatasan sumber daya tersebut akan mempengaruhi kebutuhan pasien untuk dirujuk.

Sehingga apabila ditemukan kasus yang tidak dapat ditangani sesuai dengan kewenangan dokter, maka pasien tersebut segera dikirim ke unit pelayanan kesehatan yang memiliki kemampuan mengatasi masalah tersebut yaitu rumah sakit (Zulhadi, Trisnantoro, Zaenab S.N, 2012).

Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 telah memberikan perlindungan hukum, baik kepada pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan maupun pemberi jasa pelayanan kesehatan, perlindungan tersebut diantaranya terdapat pada Pasal 53, 54, dan 55.

Perlindungan hukum bagi penerima jasa pelayanan kesehatan diperlukan untuk menghindari diabaikan hak pasien untuk mendapatkan perawatan kesehatan. Selain itu, karena kedudukan pasien adalah sebagai konsumen jasa, maka ia juga mendapatkan perlindungan sesuai dengan

(7)

382 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Selanjutnya dalam hal ganti kerugian yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh dokter terhadap pasien baik pasien BPJS atau non BPJS tidak dibedakan secara hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 46 yang menyatakan bahwa Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit ( Eka Ryanda Pratiwi dkk, 2017 ).

Kebijakan regionalisasi dan sistem rujukan berjenjang adalah bertujuan untuk memenuhi aspek ketersediaan sarana fasilitas kesehatan dan kepuasan peserta Jaminan Kesehatan Nasional. Meskipun demikian terdapat indikasi munculnya permasalahan baru yaitu meningkatnya angka penolakan dan penumpukan jumlah kunjungan di beberapa fasilitas kesehatan yang akan mempengaruhi kepuasan pasien Jaminan Kesehatan Nasional. Masalah lain yang timbul diantaranya karena perbedaan topografi dan geografi maupun distribusi fasilitas kesehatan yang sangat berbeda pada masing masing wilayah ( Amirul Mustofa, Arlina Dewi, 2017 ).

Dengan peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat maka terjadi peningkatan kunjungan pasien pada fasilitas kesehatan, termasuk di rumah sakit. Hal ini menyebabkan pelayanan kurang optimal, hal ini ditunjukkan dengan ketidakpuasan pasien di era Jaminan Kesehatan Nasional. Padahal pelayanan kesehatan yang telah diberikan di era Jaminan Kesehatan Nasional dituntut untuk tetap berkualitas.

Pelayanan Berkualitas

Konsep pelayanan kesehatan yang berkualitas meliputi infrastruktur, kualitas personel, proses pelayanan klinis, proses administrasi, keamanan, kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan, serta akses.

Kepuasan timbul akibat kesesuaian antara pelayanan yang disajikan dan harapan pasien.

Pelayanan kesehatan yang berkualitas merupakan pelayanan yang mengacu pada preferensi, ekspektasi, dan juga kebutuhan pasien. Pandangan pasien mengenai apa yang penting bagi mereka tentang pelayanan kesehatan merupakan aspek yang penting dalam pelayanan kesehatan. Ekspektasi pasien merupakan harapan pasien atas pelayanan kesehatan yang diterimanya.

Dengan mengukur ekspektasi pasien, pelayanan yang diberikan dapat memenuhi harapan pasien. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu eksplorasi mengenai ekspektasi pasien

(8)

383 pelayanan kesehatan yang berkualitas. Selain itu, muncul pula beberapa dimensi baru, yakni kesetaraan, kualitas antarbagian, transparansi, serta iur bayar.

Terdapat empat komponen yang termasuk dalam dimensi sarana prasarana dari pelayanan kesehatan yang berkualitas. Komponen tersebut ialah: 1.Kelengkapan fasilitas dan obat; 2.

Kebersihan ruangan; 3. Fasilitas kapasitas ruangan; 4.Keberadaan fasilitas penunjang di rumah sakit.

Adapun desain dan penampilan bangunan rumah sakit tidak menjadi prioritas bagi pasien.

pelayanan kesehatan yang ideal adalah pelayanan yang dapat diterapkan pada tempat masing masing. Pelayanan kesehatan berkualitas adalah pelayanan yang dapat memenuhi harapan pasien.

Pelayanan medis merupakan inti dari sebuahpelayanan. Pasien berharap mereka mendapatkan informasi yang jelas dari berbagai aspek mengenai kesehatannya. Pelayanan di mulai dari pelayanan administrasi yang terdiri dari: proses sejak penerimaan pasien, perawatan, hingga pemulangan pasien. Dimensi ini mencakup kemudahan di dalam membuat suatu perjanjian jadwal pelayanan, kesederhanaan terhadap proses administrasi, serta waktu tunggu yang dibutuhkan pasien selama proses pelayanan.

Kepercayaan rumah sakit diukur dengan terdapatnya perasaan sejahtera yang dirasakan pasien saat berada di rumah sakit, yakni merasa aman dan terlindungi.Bagi pasien, kepercayaan ini dapat menimbulkan loyalitas rumah sakit dan juga memengaruhi pasien dalam memilih tempat berobat. Hal yang paling diperhatikan aspek ini adalah perbaikan keluhan pasien. Dengan ada perbaikan keluhannya maka pasien rela mengorbankan waktu dan tenaganya untuk menempuh rumah sakit tersebut. Akses merupakan letak geografis dan jarak tempuh yang dibutuhkan untuk mencapai lokasi rumah sakit. Akses juga didefinisikan sebagai kemampuan dan ketersediaan untuk menempuh pelayanan kesehatan.

Pasien pada umumnya berharap rumah sakit mudah dicapai baik menggunakan angkutan umum maupun angkutan pribadi. Selain itu, pasien juga berharap jalanan di sekitar rumah sakit tidak terhambat oleh kemacetan ataupun ukuran jalan yang terbatas. Beberapa dimensi yang belum disebutkan pada penelitian sebelumnya di antaranya adalah kesetaraan antara pengguna Jaminan Kesehatan Nasional dan non-pengguna Jaminan Kesehatan Nasional, karena pasien merasakan diskriminasi dalam berbagai aspek di antara keduanya dan berharap hal tersebut seharusnya tidak terjadi. Selain itu, pasien juga memperhatikan bahwa pelayanan yang baik jangan hanya diperhatikan di suatu bagian saja, tetapi juga di seluruh bagian proses pelayanan sehingga terbentuk kualitas antar bagian yang baik. Hal yang penting lainnya

(9)

384 adalah transparansi atau kejelasan informasi. Informasi yang tidak jelas dapat menyebabkan berbagai macam spekulasi dan juga prasangka buruk. Dalam era Jaminan Kesehatan Nasional ini, iur bayar juga merupakan dimensi yang diperhatikan karena kebanyakan masyarakat pengguna Jaminan Kesehatan Nasional ini merasa berkeberatan apabila harus menambah biaya dalam pelayanan kesehatannya.

KESIMPULAN

Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis. Sistem rujukan ini diselenggarakan dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu, sehingga tujuan pelayanan tercapai tanpa harus menggunakan biaya yang mahal. World Health Organization (WHO) menjelaskan karakteristik rujukan medis adalah adanya kerja sama antara fasilitas pelayanan kesehatan, kepatuhan terhadap standar operasional prosedur (SOP) rujukan, kelengkapan sumberdaya pendukung termasuk transportasi dan komunikasi, kelengkapan formulir rujukan, komunikasi antar fasilitas kesehatan perujuk dan penerima rujukan serta pelaksanaan rujukan balik. Pelaksanaan rujukan harus memenuhi standar prosedur meliputi merujuk, menerima rujukan, membalas rujukan, menerima balasan rujukan, pengelolaan pasien di ambulans, dan rujukan kasus khusus

Rujukan juga harus memenuhi persyaratan yaitu klinis dan administratif. Pelaksanaan sistem rujukan harus mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan.

Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang bekerja sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Permenkes No.1 Tahun 2012 menjelaskan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan merupakan tempat yang digunkaan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat.

Pelaksanaan sistem rujukan harus disesuaikan dengan peraturan atau kebijakan agar berjalan secara efektif dan efisien. Selain itu alasan keterbatasan fasilitas, peralatan dan atau sumber daya manusia atau ketenagaan, seperti tidak adanya dokter spesialis yang lebih berkompeten untuk menangani pasien dengan kasus yang membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub-spesialistik serta tidak terdapat beberapa pemeriksaan penunjang kebutuhan

(10)

385 pelayanan kesehatan pasien yang dapat diberikan oleh rumah sakit kepada pasien yang membutuhkan rujukan di puskesmas.

Walaupun tata cara rujukan telah diatur pada pasal 10 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2012 selanjutnya disingkat Kemenkes RI tetapi pelaksanaan rujukan yang terjadi di lapangan berbeda bahwa beberapa rujukan terjadi atas permintaan pasien, pasienpun menentukan dalam pemberian rujukan Namun tak jarang meminta dirujuk padahal kondisi kesehatannya tidak membutuhkan rujukan sehingga tak jarang dokter dan petugas rujukan berdebat dengan pasien yang meminta rujukan atas permintaan sendiri. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tingi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dapat dilakukan apabila permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya, kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut, pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang dan atau perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan atau ketenagaan.

Menurut pasal 12 Kemenkes RI, 2012 pelaksanaan rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi untuk kembali mendapatkan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila pasien dirasa oleh pihak dokter rumah sakit telah terkontrol kondisi kesehatannya, sehingga pengobatan pasien dikembalikan kepada pihak puskesmas. Rujukan tersebut harus mendapatkan persetujuan dari pasien maupun keluarganya, serta tenaga kesehatan yang berwenang harus memberikan penjelasan kepada pasien mengenai diagnosis dan terapi atau tindakan medis yang diperlukan oleh pasien, alasan dan tujuan dilakukan rujukan, risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan, transportasi rujukan, dan risiko atau penyulit yang dapat timbul selama perjalanan.

Meskipun disyaratkan untuk merujuk pasien sesuai Pedoman Sistem Rujukan Nasional yaitu pada prosedur klinis dan prosedur administratif. Namun terdapat hal yang belum memenuhi syarat, dimana pasien yang diberi rujukan seharusnya datang secara langsung di puskesmas tetapi hanya diwakilkan pihak keluarga pasien saja. Hal lain yang harus dilengkapi adalah pemberian lembar informed consent, dan lembar rujukan sehingga jika terjadi masalah dimasa datang dapat di dijadikan sebagai bukti bahwa telah terdapat persetujuan pasien atau keluarga pasien untuk dilakukan rujukan.

(11)

386 Hal lain yang cukup penting adalah meningkatkan komunikasi dengan faskes tujuan rujukan agar pelayanan rujukan pasien dapat diterima dengan baik tanpa ada penolakan serta akan terjalin hubungan yang efektif mengenai pertukaran informasi medis pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diamandemen pada pasal 28H dan pasal 34 ayat(3).

Undang Undang Sistim Jaminan Sosial Nasional No 40 Tahun 2004.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

Ali, F. A., Kandou, G. & Umboh, J. Analisis Pelaksanaan Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Puskesmas Siko dan Puskesmas Kalumata Kota Ternate Tahun 2014. JIKMU 2015, h 2.

Amirul Mustofa, Arlina Dewi Analisis Kebijakan Regionalisasi Rujukan Terhadap Jumlah Kunjungan Dan Kepuasan Peserta JKN Di Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan Journal of Health Studies, Vol. 1, No. 2, September 2017, h 186-193.

Eka Ryanda Pratiwi et all Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Pasien Pengguna Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kelas 3, Syiah Kuala law jurnal Vol. 1(1) April 2017, h 119-139.

Hadiyati Ida, Sekarwana Nanan, Konsep Kualitas Pelayanan Kesehatan berdasar atas Ekspektasi Peserta Jaminan Kesehatan Nasional, MKB, Volume 49 No. 2, Juni 2017.

Kesehatan dalam Prespektif HAM Pusat Analisis Dan Evaluasi Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum Dan HAM, Buletin Kontras 2017.

Putri, A. Tinjauan Pelaksanaan SistemRujukan Pasien BPJS Di Puskesmas Walantaka Kota Serang Banten, Jogjakarta: Universitas Gadjah Mada, 2016

Ramah, P. A. Studi Tentang Pelayanan Publik Di Bidang Kesehatan Dengan Sistem Rujukan Di Puskesmas Air Putih Kecamatan Samarinda Ulu Kota Samarinda. eJournal Ilmu Pemerintahan, 2015 h 81-94.

Ratnasari Ernawati, Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Bagi Peserta JKN di Puskesmas X Kota Surabaya, JAKI, Volume 5 Nomor 2 Juli-Desember, 2017, h 145.

Solichah Supartiningsih Kualitas Pelayanan Kepuasan Rumah Sakit: Kasus Pada pasien Rawat Jalan, Jurnal Medicoeticolegal dan Manajemen Rumah Sakit April 2017, h:

9-15.

(12)

387 Suhanda Rachmad Pelayanan Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional:“Siapa yang Diuntungkan dan Dirugikan?” Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

Wahyat Endang, I Yustina Hak Atas Kesehatan Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional Dan Corporate Social Responsibility.

Yogi Bhakti Marhenta, Satibi, Chairun Wiedyaningsih. Pengaruh Tingkat Kualitas Pelayanan BPJS dan Karakteristik Pasien Terhadap Kepuasan Pasien di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

Zulhadi, Trisnantoro, L. & Zaenab, S. . N. Problematika Tantangan Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah Dalam Mendukung Sistem Rujukan Maternal di Kabupaten Karimun Provinsi Kepri Tahun 2012, Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 2013 h 189-201.

Referensi

Dokumen terkait

38/2017 Key determinants of innovation in rural areas Head of village and Government of Village Local government is key actor to boost local innovation Leaders who support