KEPADATAN POPULASI ULAT PENGGEREK TONGKOL (Helicoverpa armigera Hubner) PADA TANAMAN JAGUNG DI DESA PADANG TINGGI KECAMATAN TIGO NAGARI
KABUPATEN PASAMAN
Romi Nasrial1), Rina Widiana2), Elza Safitri3)
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP PGRI Sumatera Barat Email: [email protected]
ABSTRACT
The population of caterpillar cob (Helicoverpa armigera Hubner) on maize can reduce production. This caterpillar much cause damage to corn plants. Based on data from the district agricultur UPTD Tigo Nagari in 2014, the average production of corn ± 4 tons/ha, and in 2015 dropped to ± 3 tons/ha. Based on these studies have been researched on the population density of Helicoverpa armigera on corn in Desa Padang Tinggi Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman.
The research was conducted in August 2016 with a descriptive method and sampling by purposive random sampling. Samples were taken at the plant age 43,50 dan 57 days after planting. Then each age taken a sample of 500 randomly corn stalks. The samples of H. armigera taken on trace of a hole.
Physical factors and measured environment is temperature and humidity. From the result , the population density of H. armigera was 0.17 individual/rod. The population caterpillar density is highest on maize age 50 and 57 day after planting, namely 0.22 and 0.20 individual/rod. While the population density of caterpillar lowest on maize in age from 43 days after planting ie 0.10 individual/rod.Then the temperature and humidity are obtained already included into the range for the life of H. armigera larvae.
Keyword: Helicoverpa armigera Hubner, maize PENDAHULUAN
Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pokok kedua setelah padi. Tanaman jagung di Indonesia ditanam dilahan kering dengan produktivitas rata-rata1,3-1,8 ton/ha.
Terdapat banyak jenis hama yang menyerang tanaman jagung, diantaranya Locusta migrotaria, Valanga sp. Spodoptera litura, Rhopalosiphun maidis, Heliothis armigera (Sembel, 2010).
Salah satu hama yang merusak tanaman jagung adalah ulat penggerek tongkol (Helicoverpa armigera Hubner). Gejala serangan ulat penggerek tongkol dimulai pada saat pembentukan kuncup bunga, bunga dan buah muda. Larva masuk ke dalam buah muda, memakan biji-biji jagung. H. armigera ditemukan pada tanaman jagung umur 43 sampai 70 hari setelah tanam (Kalshoven, 1987).
Gejala serangan pada jagung terlihat dari adanya lubang-lubang melintang pada daun tanaman. Rambut tongkol jagung terpotong, ujung tongkol ada bekas gerekan dan seringkali ditemukan larvanya (Syamsuddin, 2008).
Berdasarkan observasi dan hasil wawancara di lapangan di Desa Padang Tinggi, Kecamatan Tigo Nagari, Kabupaten Pasaman, ditemukan adanya hama penggerek tongkol jagung. Hama ini merupakan hama utama yang ditemukan pada tanaman jagung. Pada tahun 2014, dengan luas area 1536 hektar dihasilkan produksi jagung sebanyak 6680 ton dan tahun 2015, dengan luas area lebih luas yaitu 1695 hektar, produksi jagung hanya 6710 ton. Rata- rata produksi tahun 2014 ± 4 ton/ha, dan tahun 2015 turun menjadi ± 3 ton/ha (UPTD Pertanian Kecamatan Tigo Nagari, 2014-2015)
.
Oleh karena itu
, maka telah dilakukan penelitian tentang kepadatan populasi ulatpenggerek tongkol pada tanaman jagung di Desa Padang Tinggi Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman
BAHAN DAN METODE
Alat yang dipakai pada penelitian ini adalah tali, kertas label, termometer, higrometer, botol koleksi, kamera digital dan alat-alat tulis. Bahan yang digunakan adalah alkohol 70% dan larva Helicoverpa armigera Hubner. Penelitian ini menggunakan survey deskriptif yaitu dengan cara koleksi langsung terhadap Helicoverpa armigera Hubner.
Pengambilan sampel di lapangan dilakukan secara Purposive Random Sampling. Sampel diambil pada tanaman umur 43, 40 dan 57 hari setelah tanam, kemudian masing-masing umur diambil sampel sebanyak 500 batang jagung secara acak. Sampel H. armigera diambil tongkol jagung yang ada bekas gerekan. Faktor fisik lingkungan yang diukur adalah suhu dan kelembaban..
HASIL DAN PEMBAHASAN
Larva H. armigera yang di dapatkan pada tanaman jagung di Desa Padang Tinggi Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman ditampilkan pada Gambar 2
Gambar 2. Larva H. armigera pada jagung
instar 4, A. 43 hst panjang 12 mm, B. 50 hst panjang 18 mm, C. 57 hst panjang 15 mm.
Hasil penelitian tentang kepadatan populasi H. armigera Hubner pada tanaman jagung di Desa Padang Tinggi Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman ditampilkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram Kepadatan Populasi Helicoverpa armigera pada Tanaman Jagung Umur 43, 50, dan 57 Hari Setelah Tanam
Kondisi suhu, kelembaban dan keadaan cuaca di lokasi pengambilan sampel ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Faktor Fisik Lingkungan Pada Kebun Jagung di Desa Padang Tinggi Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman.
Faktor fisik Tahap pengambilan sampel
Pertama Kedua Ketiga (umur
43)
(umur
50) (umur57)
Suhu (ºC) 24 25 24
Kelembaban 91 90 89
Keadaan
cuaca cerah cerah cerah Kepadatan populasi Helicoverpa armigera di Desa Padang Tinggi Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman yaitu 0,17 individu/batang. Kepadatan ini termasuk tinggi dan sudah dikategorikan sebagai hama karena sudah melebihi batas ambang ekonomi. Batas ambang ekonomi dari H. armigera berdasarkan Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan adalah terdapatnya tiga tongkol jagung yang rusak per 50 batang tanaman, yaitu sekitar 0,06 individu/tongkol (Suharto, 2007).
Tingginya kepadatan populasi H.
armigera karena didukung oleh faktor lingkungan seperti suhu dan kelembaban yang didapat dilapangan masih berkisar dalam tahap normal dan cocok untuk kelangsungan hidup
43 hst 50 hst 57 hst
Kepadatan (individu/batang)
Umur Jagung 0.10
0.22 0.20
A B C
larva H. armigera . Kepadatan populasi ulat penggerek tongkol di Desa Padang Tinggi Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman yaitu 0,17 individu/batang,lebih rendah jika dibandingkan dengan kepadatan populasi ulat penggerek tongkol pada tanaman jagung di Kelurahan Pisang Kecamatan Pauh Gadang Padang, yaitu sekitar 1,51 individu/batang yang didapatkan (Putri, 2009).
Rendahnya kepadatan populasi H. armigera di desa Padang Tingi dibandingkan dengan Kelurahan Pisang diduga karena adanya sifat kanibalisme pada larva H.
armigera. Larva H. armigera mempunyai sifat kanibal, yaitu memakan temannya sendiri sehingga dapat mengurangi populasi (Pracaya, 2007), sesuai dengan fakta dilapangan bahwa hanya ada seekor larva yang ditemukan dalam setongkol jagung, H. armigera bersifat kanibal sehingga jarang ditemukan lebih dari dua larva pada tempat yang sama (Kalshoven, 1987), sedangkan pada Kelurahan Pisang sifat kanibalismenya kurang terlihat karena sumber makanan yang tersedia di Kelurahan Pisang lebih banyak dibandingkan dengan sumber makanan yang ada di Padang Tinggi, ini dibuktikan dengan banyaknya larva yang ditemukan dalam satu tongkol jagung (Putri, 2009)
Selain itu, rendahnya kepadatan populasi H. armigera di Desa Padang Tinggi diduga karena tidak terdapatnya makanan alternatif sebagai makanan dari H.armigera di sekitar daerah penelitian. Gulma yang umum ditemukan di daerah penelitian adalah rumput belelang (Elusina indica) dan gulma ini tidak termasuk kedalam makanan altenatif dari H.
armigera, sehingga sumber makanan hanya terpusat pada jagung saja. Larva H. armigera memiliki makanan alternatif seperti kapas, kacang- polong, jagung, tomat, buncis, jagung manis, kacang kedelai, apel, strawberry, rumput duri dan tanaman hias. Rendahnya kepadatan populasi H. armigera juga diduga karena adanya ditemukan musuh alami H.
armigera di lapangan, yaitu berupa parasit Eriborus argenteopilosa yang memparasiti telur larva, sesuai dengan fakta dilapangan bahwa ada ditemukan Eriborus argenteopilosus yang terbang disekitar tanaman jagung pada saat pengambilan sampel.
Kepadatan populasi H. armigera tertinggi didapatkan pada jagung umur 50 dan 57 hari setelah tanam, sedangkan yang terendah pada jagung umur 43 hari setelah tanam (Gambar 2 dan Lampiran 5). Rendahnya kepadatan populasi H. armigera pada jagung umur 43 hari setelah tanam karena makanan yang tersedia masih sedikit, biji pada tongkol jagung belum banyak terbentuk, sehingga larva yang ditemukan pada jagung umur 43 hari setelah tanam ukurannya masih kecil jika dibandingkan dengan umur 50 dan 57 hari setelah tanam (Gambar 2). Makanan merupakan sumber gizi yang digunakan oleh serangga untuk hidup dan berkembang. Jika makanan yang tersedia dengan kualitas dan kuantitas yang baik, maka populasi naik dengan cepat (Jumar, 200).Larva masuk kedalam buah muda dan memakan biji-biji jagung. Selain itu disebabkan pada jagung umur 43 hari setelah tanam (masa pembungaan) sebagian besar dari larva H.
armigera di duga masih dalam masa fase telur.
Telur pertama kali ditemukan pada saat tanaman mulai berbunga (Daha, 1997)
Tingginya kepadatan populasi H.
armigera pada tanaman jagung umur 50 dan 57 hari setelah tanam diduga karena biji jagung sebagai bahan makanan dari H. armigera sudah banyak yang tersedia dan mudah didapatkan. Kemudian jagung pada umur 50 dan 57 hari setelah tanam masih memiliki tongkol yang lunak sehingga memudahkan larva H.armigera memakannya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan kepadatan populasi H. armigera pada tanaman jagung di Desa Padang Tinggi Kecamatan Tigo Nagari Kabupaten Pasaman 0,17 individu/batang, dan kepadatan ini sudah melewati batas ambang ekonomi serta telah termasuk kategori hama.
Kemudian suhu dan kelembaban sudah termasuk kedalam kisaran untuk kehidupan larva H. armigera.
DAFTAR PUSTAKA
Daha, La. 1997. “Ekologi Helicoverpa armigera Pada Tanaman Tomat”.
Tesis. Pascasasjana Institut Pertanian Bogor.
Jumar, 2000. Entomologi Pertanian. Rineka Cipta: Jakarta
Kolshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crop In Indonesia. P.A Van Der Laan. Ichtiar Baru-Van Hoeve: Jakarta
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanamam.
Penebar Swadaya: Jakarta
Putri, V.A. 2009. Kepadatan Populasi Ulat Penggerek Tongkol (Helicoverpa armigera Hubner) Pada Tanaman Jagung di Kelurahan Pisang Kecamatan Pauh Padang. Skripsi.
STKIP PGRI Sumatera Barat Padang.
Sembel, T.D. 2010. Pengendalian Hayati. Andi Offset: Yogyakarta
Suharto, 2007. Pengenalan dan Pengendalaian Hama Tanaman Pangan. Andi Offset:
Yogyakarta