• Tidak ada hasil yang ditemukan

PAPER AGAMA HINDU KELOMPOK 7 TEKNIK INDUSTRI FINAL removed

N/A
N/A
Ni Wayan Devi Ariasih

Academic year: 2024

Membagikan "PAPER AGAMA HINDU KELOMPOK 7 TEKNIK INDUSTRI FINAL removed"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I - PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan... 2

BAB II - PEMBAHASAN ... 3

2.1 Panca Yadnya dalam Agama Hindu... 3

2.2. PANCA YADNYA DAN GLOBALISASI ... 4

2.2.1. DEWA YADNYA ... 4

2.2.2. RSI YADNYA ... 8

2.2.3. PITRA YADNYA ... 8

2.2.4. MANUSA YADNYA... 10

2.2.5. BHUTA YADNYA ... 11

2.3. DAMPAK PERKEMBANGAN PANCA YADNYA DI ERA GLOBALISASI ... 12

2.3.1. DAMPAK POSITIF ... 12

2.3.2. DAMPAK NEGATIF ... 13

BAB III - PENUTUP ... 14

3.1. KESIMPULAN ... 14

3.2. SARAN ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 15

(2)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alam semesta diciptakan oleh Tuhan/ Ida Sang Hyang Widhi dengan segala anugerah dan kuasaNya. Alam ini (Bhuana Agung) diciptakan oleh Tuhan/ Ida Sang Hyang Widhi dengan Yadnya. Tanpa proses penciptaan melalui Yadnya Hyang Widhi, maka alam semesta beserta isinya termasuk manusia tidak mungkin ada sampai saat ini.

Pada jaman kerajaan berkembang budaya yang berlandaskan agama Hindu dengan pesat termasuk di daerah Bali. Masyarakat Hindu di Bali dalam kehidupan sehari- harinya juga selalu berpedoman pada ajaran Agama Hindu yang merupakan warisan leluhur Hindu di Bali terutama dalam pelaksanaan upacara keagamaan/ ritualnya.

Dalam pelaksanaan upacara/ ritual tersebut tentunya berlandaskan pada Tattwa (aturan/

kitab suci), Susila (kebiasaan), dan Upacara.

Pelaksanaan upacara/ ritual tersebut juga dilandasi oleh Yadnya, khususnya Panca Yadnya. Panca Yadnya dalam Agama Hindu merupakan suatu bentuk kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umat manusia, khususnya umat Hindu dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena Tuhan/ Ida Sang Hyang Widhi yang menciptakan makhluk di bumi beserta isinya berdasarkan atas Yadnya, maka hendaknya manusia tersebut juga memelihara, mengembangkan dan menjaga keharmonisan alam semesta beserta isinya.

Manusia terutama umat hindu juga harus memelihara dan mengembangkan dirinya atas dasar Yadnya sebagai sarana untuk menuju jalan memperbaiki dan mengabdikan diri kepada Sang Pencipta yakni Tuhan/ Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Agama tidak bisa dilepaskan dari pengaruh-pengaruh globalisasi. Globalisasi sendiri memiliki pengertian Globalisasi adalah proses mendunianya suatu hal sehingga batas antara negara menjadi hilang. Globalisasi didukung oleh berbagai faktor, seperti perkembangan teknologi, transportasi, ilmu pengetahuan, telekomunikasi, dan sebagainya yang kemudian berpengaruh pada perubahan berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Perkembangan ini memicu banyak perubahan di dalam hidup manusia saat ini. Perkembangan ini juga menyebabkan banyak dampak khususnya di bidang agama. Globalisasi juga membawa perubahan yang begitu cepat bagi kehidupan manusia. Terjadinya perjumpaan yang intens dari berbagai peradaban membawa perubahan yang amat besar bagi masing-masing peradaban itu sendiri. Identitas pun mengalami perubahan besar dalam waktu yang cepat. Tradisi dan nilai-nilai, yang

(3)

2

sebelumnya begitu aman dan nyaman dipegang, kini mulai dikikis oleh gelombang perubahan besar.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah

1.2.1 Bagaimana pengertian Panca Yadnya?

1.2.2 Apa tujuan dari Panca Yadnya?

1.2.3 Apa kaitan Panca Yadnya dan Globalisasi?

1.2.4 Apa saja bagian-bagian dari Panca Yadnya?

1.2.4 Apa dampak baik dan buruk dari Yadnya di Era Globalisasi?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian Panca Yadnya 1.3.2 Untuk mengetahui tujuan dari Panca Yadnya

1.3.3 Untuk memahami kaitan Panca Yadnya dan Globalisasi 1.3.4 Untuk mengetahui bagian-bagian dari Panca Yadnya

1.3.4 Untuk mengetahui dampak dari Panca Yadnya di Era Globalisasi

(4)

3 BAB II PEMBAHASAN

2.1 Panca Yadnya dalam Agama Hindu

Yadnya menurut ajaran agama Hindu, merupakan suatu bentuk kewajiban yang harus dilakukan oleh umat manusia di dalam kehidupannya sehari-hari. Sebab Tuhan menciptakan manusia beserta makhluk hidup lainnya berdasarkan atas yadnya, maka hendaklah manusia memelihara dan mengembangkan dirinya, juga atas dasar yadnya sebagai jalan untuk memperbaiki dan mengabdikan diri kepada Sang Pencipta yakni Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa). Seperti yang termuat dalam Kitab Bhagawadgita disebutkan bahwa:

Sahayajñáh prajah strishtva puro vácha prajápatih anena prasavishya dhvam esha va stv ishta kámadhuk

(Bh.G.III.10)

Artinya: Dahulu kala Hyang Widhi (Prajapati), menciptakan manusia dengan jalan yadnya, dan bersabda: "dengan ini (yadnya) engkau akan berkembang dan

mendapatkan kebahagiaan (kamadhuk) sesuai dengan keinginanmu"

Yadnya sendiri berasal dari bahasa sansekerta yaitu dari kata “yaj” yang memiliki arti memuja kemudian dari kata “yaj” tersebut berubah menjadi kata “yajna” yang memiliki arti korban suci. Panca sendiri memiliki makna lima. Jadi Panca Yadnya adalah lima korban suci yang di tunjukan kehadapan sang pencipta atau yang biasa kita kenal di dalam hindu yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tujuan dari Yadnya itu sendiri, diantaranya:

1. Untuk Penyucian

2. Untuk Meningkatkan Kualitas Diri

3. Sebagai Sarana Menghubungkan Diri dengan Tuhan 4. Sebagai Ungkapan Rasa Terimakasih

5. Untuk Menciptakan Hidup yang Harmonis

Dalam melaksanakan yadnya kita juga harus mengetahui apa saja syarat-syarat dari yadnya. Adapun syarat dari yadnya sebagai berikut :

(5)

4

- Kita melaksanakan yadnya berdasarkan tulus iklas dengan kesucian hati tidak boleh dengan terpaksa.

- Kita melaksanakan yadnya berdasarkan dengan cinta kasih yang di wujudkan dengan rasa bhakti yang tulus , cinta kepada sesame manusia , cinta kepada binatang maupun tumbuh-tumbuhan, beserta beserta cinta terhadap lingkungan sekitar kita.

- Kita melaksanakan yadnya berdasarkan kemampuan kita bila sedikit ekonomi yang kita miliki, jangan terlalu mewah supaya tidak merasa beban dalam menjalankan yadnya.

- Kita melaksanakan yadnya berdasarkan kewajiban kita karena kita sudah diberkati hidup.

Panca Yadnya atau sering disebut dengan Panca Maha Yadnya memiliki bagian- bagiannya. Bagian Panca Yadnya tersebut terdiri dari 5 bagian yaitu:

1. Dewa Yadnya 2. Rsi Yadnya 3. Pitra Yadnya 4. Manusa Yadnya 5. Bhuta Yadnya

Pelaksanaan Panca yadnya adalah sebagai realisasi dalam melunasi kewajiban manusia yang hakiki yaitu Tri Rna (tiga hutang hidup).

2.2. PANCA YADNYA DAN GLOBALISASI 2.2.1. DEWA YADNYA

Dewa Yadnya adalah persembahan yang tulus ikhlas kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta segala bentuk manifestasi-Nya. Dewa berasal dari kata Div yang artinya sinar atau cahaya suci. Pelaksanaan Dewa Yadnya dapat dilakukan dengan berbagai bentuk. Aktivitas kehidupan sehari-hari dapat diwujudkan menjadi Yadnya dengan cara melaksanakan semua aktivitas yang didasari oleh kesadaran, keikhlasan, penuh tanggung jawab dan menjadikan aktivitas tersebut sebagai persembahan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa sebagaimana sabda Tuhan melalui Bhagawad Gita dalam sloka seperti :

Yajòàathàt karmano ‘nyatra loko ‘yaý karma-bandhanah,

Tad-artham karma kaunteya mukta-saògaá samàcara (Bhagawad Gita, III.9)

(6)

5 Artinya:

Kecuali kerja yang dilakukan sebagai dan untuk tujuan pengorbanan, dunia ini terbelenggu oleh kegiatan kerja. Oleh karena itu, wahai putra Kunti (Arjuna), lakukanlah kegiatanmu sebagai pengorbanan dan jangan terikat dengan hasilnya.

Pelaksanaan Dewa Yadnya memiliki tujuan antara lain : 1. Untuk menyatakan rasa terima kasih kepada Tuhan.

2. Sebagai ungkapan rasa bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

3. Sebagai jalan untuk memohon perlindungan dan waranugraha serta permohonan pengampunan atas segala dosa.

4. Sebagai pengejawantahan ajaran Weda.

Pelaksanaan dari upacara Dewa Yadnya dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Pelaksanaan yadnya yang dilakukan setiap hari (Nitya Karma), seperti Tri Sandya (sembahyang), menghaturkan canang di setiap Pelinggih pada pagi atau sore hari, menjaga kebersihan tempat suci, mesaiban (yadnya sesa).

2. Pelaksanaan yadnya pada hari-hari suci tertentu (Naimitika Karma) seperti Purnama, Tilem, Tumpek, Anggarkasih, Galungan, Kuningan, Saraswati, Siwaratri dan sebagainya.

3. Upacara yadnya insidental adalah penyelenggaraan yadnya yang dilaksanakan secara insiden menurut keperluan di masyarakat seperti pelaksanaan upacara pembersihan jagat seperti Rsi Gana dan yang lainnya. Upacara yang terkait dengan tempat-tempat suci seperti melaspas, Pujawali, Piodalan.

Menurut Tri Purwanto (2009), dalam makalahnya ”Sanatana Hindu Dharma dan Globalisasi”, menjelaskan kaitannya sanata dharma (pengabdian yang kekal kepada Tuhan Yang Maha Esa). Agama hindu hakekatnya mengajarkan tiga kerangka dasar,yaitu Tattwa mencangkup keyakinan kepada Brahman, Atman, Karma Phala, Punarbhawa, dan Moksha; Susila mengajarkan tentang Tat Twan asi, Tri kaya parisudha, Subha Karma, dan Asubha Karma;

Ritual merupakan bentuk ajaran Yadnya ( pengabdian dan persembahan).

Adapun beberapa perkembangan dewa yadnya di era globalisasi antara lain :

(7)

6

1. Pelaksanaan yadnya secara nitya karma berupa yadnya sesa (mebanten saiban) di era globalisasi mengalami perkembangan. Mesaiban merupakan penerapan dari nilai kesusilaan Hindu yang menuntut umat tidak mementingkan diri sendiri dan ambeg para mertha yaitu mendahulukan kepentingan di luar diri. Mesaiban ini juga bermakna bahwa manusia setelah selesai memasak wajib memberikan persembahan berupa makanan, karena makanan merupakan sumber kehidupan di dunia ini yang berasal dari Tuhan yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa.. Tempat Menghaturkan Saiban atau Ngejot ini terdiri dari 5 (lima) tempat penting yang dihaturkan Yadnya Sesa (Mesaiban), sebagai simbol dari Panca Maha Bhuta yang bagian-bagiannya:

a. Pertiwi (tanah), biasanya ditempatkan pada pintu keluar rumah atau pintu halaman.

b. Apah (Air), ditempatkan pada sumur atau tempat air.

c. Teja (Api), ditempatkan di dapur, pada tempat memasak (tungku atau Jalikan dalam bahasa Bali)) atau kompor.

d. Bayu (Angin), ditempatkan pada beras, bisa juga di tempat nasi.

e. Akasa (Unsur panas), ditempatkan pada tempat sembahyang (pelangkiran, pelinggih dll).

Tempat-tempat melakukan Saiban jika menurut Manawa Dharmasastra adalah:

Sanggah Pemerajan, dapur, Jeding atau geboh tempat air minum di dapur, batu asahan, lesung, dan sapu. Kelima tempat terakhir ini disebut sebagai tempat di mana keluarga melakukan Himsa Karma setiap hari, karena secara tidak sengaja telah melakukan pembunuhan binatang dan tumbuhan di tempat-tempat itu. Di era globalisasi terdapat beberapa perkembangan dalam yadnya sesa antara lain : - Tempat banten yang biasanya dibuat dari daun pisang sekarang menggunakan

kertas nasi sebagai bentuk praktisnya. Disamping itu, alat merangkainya yang biasanya dibuat menggunakan semat sekarang menggunakan clip.

- Mebanten saiban dianggap bukan suatu keharusan lagi seiring berkembangnya pola makan cepat saji.

Dalam hal ini, ada nilai-nilai yang mengalami perubahan diantaranya nilai anresangsya dalam dasa yama brata dimana pada era globalisasi masyarakat cenderung lebih individualis dan bersikap lebih ingin praktis.

(8)

7

2. Pelaksanaan yadnya pada hari tertentu (Naimitika Yadnya) yaitu hari raya galungan dan kuningan juga mengalami perkembangan. Galungan dan Kuningan dimaknai sebagai hari kemenangan dharma melawan adharma di Bali. Perayaan hari raya ini berlangsung dalam beberapa tahap, mulai dari penyajaan, penampahan, galungan, umanis galungan, penampahan kuningan, kuningan dan umanis kuningan. Di era globalisasi ini, banyak perkembangan yang terjadi pada hari raya galungan dan kuningan diantaranya :

- Hiasan penjor yang awalnya dibuat dari bahan alami kini mengalami perkembangan dimana kebanyakan menggunakan janur dengan berbagai motif mengikuti trend zaman.

- Banten yang dibuat dengan lebih menggunakan barang yang awet meskipun nantinya sulit diuraikan seperti plastik.

- Jajanan untuk hari raya yang biasanya hanya jajanan sederhana kini mengalami perkembangan. Masyarakat kebanyakan menghaturkan makanan-makanan ringan cepat saji agar nantinya makanan bisa dikonsumsi kembali

- Pemotongan hewan untuk hari raya galungan atau kuningan yang biasanya diselenggarakan sehari sebelumnya kini mengalami perubahan, kadang dilakukan 3 atau 2 hari sebelumnya.

- Perkembangan pola pikir masyarakat yang biasanya pada hari raya kuningan sendiri identik dengan pakaian baru dengan trend yang berbeda.

- Terkikisnya makna persaudaraan melalui hari raya galungan dan kuningan, dimana terkadang tradisi pulang kampung sedikit demi sedikit mulai tidak dijadikan sebuah kewajiban atau hal yang dipentingkan dalam galungan dan kuningan untuk berkumpul bersama keluarga

Dalam hal ini ada nilai-nilai agama yang mengalami perkembangan, baik diimprovisasi kearah yang lebih baik ataupun mengalami pengikisan diantaranya : nilai tradisi umat hindu di Bali yang beberapa telah dikikis modernisasi, nilai ajaran palemahan dalam tri hita karana dimana semakin kesini keharmonisan antara manusia dan alam mengalami perubahan, manusia kurang mementingkan alam dengan menggunakan bahan-bahan dalam pembuatan sarana upacara yang sulit diuraikan dengan dalil praktis, nilai dharma atau bertanggung jawab dalam ajaran hindu dimana hal tersebut mulai terkikis oleh ego dan individualis dari setiap individu yang kian menonjol di era globalisasi hal ini ditunjukkan dengan kurangnya rasa persaudaraan diantara umat. Hal-hal ini nantinya akan mempengaruhi nilai atau tujuan akhir dari umat hindu yaitu Moksa.

(9)

8 2.2.2. RSI YADNYA

Rsi Yadnya adalah suatu bentuk persembahan karya suci yang ditujukan kepada para rsi, orang suci, pinandita, pandita, sulinggih ,guru , dan orang suci yang berhubungan dengan agama hindu .Rsi adalah orang-orang yang bijaksana dan berjiwa suci. Sulinggih maupun guru juga termasuk orang suci karena beliau orang bijaksana yang memberikan arahan kepada siswa-siswi nya . Yang tergolong rsi yadnya adalah

Upacara Eka Jati atau Mewinten yaitu upacara pengukuhan seseorang menjadi Pinandita atau Pemangku. Tugas dan kewenangan Eka Jati seperti:

o bertanggung jawab pada pura dimana tempat orang di winten, o menyelesaikan upacara di lingkungan masyarakat sekitar.

Upacara Dwi Jati atau Mediksa yaitu upacara pengukuhan seseorang menjadi Pendeta atau sulinggih dengan kewenangan Ngloka pala sraya yang berarti tempat bagi masyarakat untuk memohon bantuan petunjuk agama.

Menjadi seorang pemuka Agama tentunya tidak hanya menguasai hal-hal yang terkait dengan upacara dan ritual agama semata. Pemuka agama di era global harus bisa mengarahkan umat untuk hidup taat pada agamanya tetapi juga dapat menjaga stabilitas dan toleransi antar umat beragama. Orang Suci Ekajati dalam hal ini adalah para Pemangku merupakan pemuka agama yang paling dekat dengan masyarakat, sehingga memiliki peranan strategis untuk menuntun masyarakat.

Pemangku harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan spiritualitas yang baik.

Tujuannya agar para Pemangku di masa kini dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Pemangku dapat menjadi teladan masyarakat dalam menjaga kerukunan hidup berbangsa dan bernegara. Pemangku tidak dibenarkan menjadi provokator ataupun teroris yang menyesatkan umat untuk mengganggu stabilitas negara.

Terkait dengan Sesama Orang Suci Ekajati di Era Global ini maka Pemangku harus mengingat fungsi dan kedudukan Pemangku agar dapat menjadi teladan spiritualitas sekaligus teladan pewujud solidaritas dan keharmonisan hidup antar umat beragama.

2.2.3. PITRA YADNYA

Pitra Yadnya adalah suatu bentuk persembahan atau korban suci yang ditujukan kepada roh-roh para leluhur dan bhatara-bhatara karena mereka lah yang membuat kita

(10)

9

ada di dunia hingga kita dewasa . Pitra yadnya ini bertujuan menyucikan roh-roh para leluhur agar mendapatkan tempat yang layak di kahyangan .

Perkembangan teknologi di bidang transportasi dan komunikasi yang memfasilitasi pertukaran budaya dan ekonomi internasional. Globalisasi membawa dampak yang sangat besar pada semua sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat kita lihat dari tingginya pergulatan antara nilai-nilai lokal dan global yang memasuki segenap sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Pengaruh globalisasi tidak dapat ditolak karena perkembangan kebudayaan manusia akan berkembang seiring dengan perkembangan zaman.

Seiring dengan perkembangan jaman, nilai-nilai yang terdapat di dalam ajaran agama mulai berubah. Pada jaman era globalisasi masyarakat Hindu sudah mulai mengutamakan material di atas segalanya.

Hal ini lebih dipertegas lagi oleh Maryadi dalam Suliartawan (2014) dinyatakan bahwa kini masyarakat Indonesia telah mengalami transformasi budaya spiritual ke budaya material. Transformasi budaya spiritual ke dalam budaya material dapat kita amati dalam kehidupan masyarakat Bali di zaman modern yang sudah mulai mengutamakan Artha dan pemenuhan hasrat atau Kama dibandingkan menjalankan Dharma sebagaimana mestinya.

Seiring dengan perubahan pola hidup masyarakat tersebut, tata cara pelaksanaan upacara agama juga mulai mengalami transformasi salah satu contohnya adalah upacara ngaben, jaman dahulu melaksanakan ritual upacara ngaben semakin lama waktunya semakin baik karena hubungan kekerabatan antara individu yang satu dengan yang lainnya semakin berarti. Pada zaman itu membuat sarana upakara dikerjakan oleh masyarakat secara bersama-sama dengan system gotong royong (ngoopin) dan proses pelaksanaan upacara ngaben juga memerlukan waktu yang sangat lama, biasanya disertai dengan acara makan-makan sehingga memerlukan biaya yang cukup banyak, tenaga yang cukup besar dan waktu yang diperlukan juga relatif lama. Namun sekarang dalam masyarakat Hindu di Indonesia pada umumnya telah terjadi perubahan pola pelaksanaan upacara ngaben dengan membeli atau memesan sarana upacara pada Griya karena masyarakat menginginkan yang serba praktis atau simple.

(11)

10

Masyarakat cukup menyerahkan uang dan banten lengkap dengan yang muput telah disiapkan oleh Griya tersebut. Meskipun memakan waktu yang relatif singkat, namun pelaksanaan upacara ngaben pada zaman sekarang lebih bersifat hiperealitas yadnya yaitu pelaksanaan yadnya yang melampaui hakikat atau esensi dari upacara tersebut sehingga lebih terkesan bersifat Rajasika (jor-joran)

Pelaksanaan upacara agama yang bersifat rajasika ( jor-joran), yang sangat luar biasa beratnya seperti sekarang ini, yang menguras sebagian besar uang dan tenaga. Apabila budaya seperti ini terus dipertahankan maka masyarakat Hindu akan tertinggal dan selalu menjadi budak bagi dirinya sendiri. Namun, apabila masyarakat Hindu mau mengadakan transformasi secara berkesinambungan untuk menggali pola pelaksanaan upacara Agama yang ideal khususnya upacara ngaben maka nasib Agama Hindu tidak akan sengsara.

Upacara ngaben pada era globalisasi hendaknya berbasis tattwaisme dan esensialisme sehingga di dalam prosesi upacara ngaben tersebut memerlukan waktu yang cukup singkat, tenaga dan biaya yang relatif sedikit dengan tidak mengurangi hakikat dari upacara ngaben tersebut.

2.2.4. MANUSA YADNYA

Manusia yadnya adalah korban suci yang bertujuan untuk memelihara serta membersihkan lahir batin manusia sejak terjadi pembuahan di dalam kandungan sampai akhir hidupnya. Bagi mereka yang sudah tinggi kekuatan batinnya pembersihan itu dapat dilakukan sendiri, yaitu dengan melakukan yoga semadi yang tekun dan disiplin.

Sebaliknya mereka yang merasa belum mampu melaksanakan hal tersebut akan memerlukan alat serta bantuan orang lain, misalnya melaksanakan upacara yang pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dengan upakara (banten), besar atau kecil disesuaikan dengan keadaan. Pembersihan lahir batin manusia selama hidupnya dianggap perlu agar dapat menerima ilham/petunjuk suci dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga selama hidupnya tidak menempuh jalan yang sesat, melainkan dapat berpikir, berbicara dan berbuat yang benar, dan akhirnya setelah meninggal Roh/Atmanya menjadi suci bisa bersatu kembali ke hadapan Tuhan, setidak-tidaknya mendapat tempat di sisi- NYA.

(12)

11

Unsur pembersihan dalam Manusia Yadnya dapat dilihat dengan jelas karena adanya tirtha ( air suci ) misalnya tirtha-pembersihan, penglukatan, dan sejenisnya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tirtha adalah air yang telah dipuja, dibuat oleh sulinggih atau pimpinan upacara. Beliau dianggap suci karena telah melaksanakan upacara penyucian yang khusus, disebut “mewinten, medwijati” atau yang setingkat.

Disamping itu selama hidupnya berbudi luhur, jujur, berpengetahuan, bijaksana dapat mentaati “sesana” yaitu peraturan serta pantangan yang telah ditetapkan.

Di era globalisasi ini, dengan banyaknya kebudayaan yang masuk serta banyaknya kemudahan untuk mengakses informasi, Menjadikan hal ini sebagai tantangan tersendiri bagi kita Umat Hindu untuk bijak dan pintar dalam mengelola hal yang positif dan negatif, guna menjaga kesucian diri.

Seperti yang kita ketahui pada paragraf sebelumnya, diketahui bahwa yoga semadi tidak dapat dilakukan oleh semua orang, sebab melakukan yoga semadi membutuhkan ketekunan dan disiplin yang penuh dari sang pelaku yoga semadi. Mengingat di zaman sekarang dengan berbagai kemudahan untuk mendapatkan informasi, sudah bukan menjadi halangan lagi bagi Umat Hindu untuk mempelajari dan menekuni yoga semadi yang menjadi salah satu upaya pembersihan diri itu sendiri.

2.2.5. BHUTA YADNYA

Bhuta Yadnya adalah yadnya yang ditujukan kepada Bhuta Kala yang mengganggu ketentraman hidup manusia. Bagi masyarakat Hindu bhuta kala ini diyakini sebagai kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang sering menimbulkan gangguan serta bencana, tetapi dengan Bhuta Yadnya ini maka kekuatan-kekuatan tersebut akan dapat menolong dan melindungi kehidupan manusia.

Adapun tujuan Upacara Bhuta Yadnya adalah disamping untuk memohon kehadapan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) agar beliau memberi kekuatan lahir batin, juga untuk menyucikan dan menetralisir kekuatan-kekuatan yang bersifat negatif yang disebut bhuta kala tersebut sehingga dapat berfungsi dan berguna bagi kehidupan manusia.

(13)

12

Bhuta Yadnya, pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :

A. Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan kecil seperti segehan dan yang setingkat

B. Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan sedang (madya) seperti caru

C. Upacara Bhuta Yadnya dalam tingkatan yang besar (utama) yaitu tawur kesangan dan nyepi

Di era modern dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, serta pembangunan industri yang begitu marak di beberapa wilayah. Banyak muncul masalah pencemaran, baik itu pencemaran udara, air, tanah dan sejenisnya. Namun, manusia sebagai pengelola hasil alam, sudah sepatutnya mengolah alam dengan sebaik-baiknya dan melakukan hubungan timbal balik antara alam dan manusia itu sendiri.

Untuk menjaga keharmonisan baik terhadap alam, sesama manusia dan juga terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maka dilakukanlah upacara bhuta yadnya ini. Meskipun zaman telah berubah, didukung dengan adanya pembangunan infrastruktur yang pesat, kita sebagai manusia harus tetap menjaga kelestarian serta keharmonisan lingkungan di sekitar kita, sebab alam lah yang menyediakan berbagai sumber daya agar dapat dikelola baik oleh manusia itu sendiri. Dan tanpa adanya alam serta unsur yang berada di dalamnya, manusia tidak dapat bertahan hidup dan melakukan segala aktivitasnya.

2.3. DAMPAK PERKEMBANGAN PANCA YADNYA DI ERA GLOBALISASI

2.3.1. DAMPAK POSITIF

Dalam era globalisasi ini setiap umat Hindu memiliki kepentingan mereka tersendiri, yang menyebabkan mereka tidak memiliki waktu untuk mempersiapkan perlengkapan atau kebutuhan untuk menjalankan sebuah upacara Yadnya. Disini permintaan yang tinggi membuka sebuah peluang usaha untuk menjual perlengkapan dan bahan, apa lagi era globalisasi memiliki persaingan yang tinggi. Tidak hanya itu, akan tetapi budaya Yadnya ini juga memiliki daya tarik tourism yang apabila dipergunakan dengan baik dan benar pastinya dapat menguntungkan bagi daya tarik wisata dan ekonomi Pulau Dewata ini.

(14)

13 2.3.2. DAMPAK NEGATIF

Tapi tidak hanya dampak baik, ada pula dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh yadnya tersebut, terkadang orang melaksanakan Yadnya secara berlebihan untuk menyombongkan diri dan memperlihatkan kekayaan mereka. Hal ini tentu saja bertentangan dengan ajaran umat Hindu.

(15)

14 BAB III PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan dapat disimpulkan bahwa penerapan panca yadnya di era globalisasi mengalami beberapa perubahan nilai seiring dengan perkembangan zaman. Perubahan-perubahan tersebut mengarah ke berbagai penyederhanaan sehingga memudahkan berbagai kegiatan masyarakat dan sedapatnya mampu memenuhi kriteria-kriteria dari pelaksanaan yadnya sendiri menurut agama hindu.

Panca Yadnya adalah lima korban suci yang di tunjukan kehadapan sang pencipta atau yang biasa kita kenal di dalam hindu yaitu Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang bertujuan untuk untuk penyucian, untuk meningkatkan kualitas diri, sebagai sarana menghubungkan diri dengan Tuhan, sebagai ungkapan rasa terimakasih, untuk menciptakan hidup yang harmonis. Di Era Globalisasi nilai-nilai penerapan panca yadnya mengalami beberapa perkembangan diantaranya: dewa yadnya yang diselenggarakan lebih mengarah ke modernisasi sehingga terjadi perubahan beberapa hal-hal kebiasaan masyarakat, rsi yadnya di era ini lebih mengarah ke tujuan spiritual yang harmonis, pitra yadnya yang mengarah ke tattwaisme dan esentialisme, manusa yadnya yang segala halnya lebih dimudahkan serta bhuta yadnya yang selalu mementingkan harmonisme antara manusia dan alam. Hal ini juga turut memberikan dampak positif seperti adanya daya tarik baru diberbagai hal serta dampak negative yang mengarah ke ajang pamer.

3.2. SARAN

Pada kenyataannya paper ini masih jauh dari kata sempurna sehingga masih sangat memerlukan banyak kritik maupun pendapat sehingga nantinya dapat bermanfaat sebagai bahan referensi ataupun bahan ajar materi untuk hal-hal terkait.

(16)

15

DAFTAR PUSTAKA

Pratiwi, Ika. 2009. Agama dan Globalisasi. Link: https://freeze- silence.blogspot.com/2009/11/agama-dan-globalisasi.html. Pada tanggal 17 Desember 2021.

https://gerokgak.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/pengertian-panca-yadnya-bagian- bagiannya-beserta-contohnya-79

https://www.ruangguru.com/blog/apa-itu-globalisasi-sosiologi-kelas-12 https://dapurilmuagama.wordpress.com/2015/01/15/8/

https://www.akriko.com/2015/12/makna-ngejot-menurut-hindu-bali.html http://kb.alitmd.com/pengertian-jenis-jenis-dan-contoh-panca-yadnya/

https://www.scribd.com/document/489702632/Upacara-Bhuta-Yadnya-dalam-tingkatan- yang-besar-utama

https://sejarahharirayahindu.blogspot.com/2012/02/globalisasi.html

https://gerokgak.bulelengkab.go.id/informasi/detail/artikel/pengertian-panca-yadnya-bagian- bagiannya-beserta-contohnya-79

https://pasraman.com/knowledgebase/kewajiban-sesana-orang-suci-ekajati-dalam-kehidpan- di-era-global-2/

http://ikp31suardana.blogspot.com/2016/11/ngaben-pada-era-globalisasi.html

Referensi

Dokumen terkait