• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

Berdasarkan kekhasan di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji hal tersebut dengan judul “TRADISI TANGGAL MINGGUAN TRADISIONAL DI KABUPATEN PONOROGO”. Dalam penelitian yang penulis temukan secara spesifik, belum ada yang membahas tentang tradisi pernikahan adat Jawa di kabupaten Ponorogo.

Sistematika Pembahasan

Bab II pada bab ini menjelaskan berbagai teori antara lain: a) pengertian perkawinan dan pakaian adat. Bab IV Bab ini merupakan analisis data mengenai tradisi perkawinan adat Jawa di Ponorogo.

Pernikahan didalam Islam 1) Pengertian Pernikahan

Artinya, seorang laki-laki mengawini seorang perempuan, hanya bila akadnya ditentukan untuk jangka waktu satu minggu. Dimana seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan muhrim melakukan aqad yang membolehkan persetubuhan serta menimbulkan hak dan kewajiban di antara keduanya.

Tata Cara Pernikahan Didalam Islam

Ini boleh dicapai dengan mendapatkan maklumat daripada pihak ketiga, sama ada saudara mara suami atau isteri, atau orang lain yang mengenali suami/isteri. Hadis ini menunjukkan bahawa apabila seorang lelaki ingin mengahwini seorang wanita, dia disuruh melihat dahulu calonnya dan memerhatikannya. Semasa nazhar, anda boleh melihat wanita itu di bahagian tubuhnya yang biasanya dilihat di hadapan mahramnya.

Bagian-bagian ini biasanya terlihat pada seorang wanita ketika dia bekerja di rumah, seperti wajah, dua telapak tangan, leher, kepala, dua betis, dua telapak kaki dan sejenisnya. Oleh karena itu, hadis-hadis ini dan pemahaman para sahabat cukup sebagai bukti yang memungkinkan seseorang melihat lebih dari sekedar wajah dan kedua telapak tangan. Seorang laki-laki yang telah memutuskan untuk mengawini seorang wanita wajib menikah dengan walinya.

Jika seorang lelaki mengetahui bahawa wanita yang ingin dilamarnya itu telah pun dilamar oleh lelaki lain dan lamarannya diterima, maka dia dilarang meminang w̅nit̅. Seseorang tidak boleh meminang wanita yang ditunangkan oleh abangnya sehingga abang itu berkahwin dengan wanita itu atau meninggalkannya (membatalkan pertunangan).

Prosesi Pernikahan Adat Jawa

Pada saat screening, pihak keluarga mempelai pria dan pihak keluarga mempelai pria dapat melihat calon mempelai wanita dari luar dan juga dapat memperhatikan bibit, berat badan dan bit. Cara melihatnya menurut Kemendikbud adalah sebagai berikut: 53 a) Datanglah orang tua dan anak laki-laki yang akan dijodohkan. Luwih artinya lebih. e) Daun alang-alang (ilalang) melambangkan tidak akan ada hambatan apapun dalam kehidupan rumah tangga. f) Seikat nasi melambangkan harapan agar harta kedua mempelai mencukupi atau berlebihan. g) Cawan Gadhing melambangkan tekad kedua mempelai untuk bersatu dalam menjalani hidup baru.

Daun berwarna kuning melambangkan harapan agar calon pengantin selalu mendapat hidayah dari Yang Maha Kuasa dalam kehidupan berumah tangganya. Dalam adat Jawa, penunjukan wali calon istri disesuaikan dengan wali panser yang diangkat dari kalangan kerabat ayah atau saudara laki-laki. Kerabat yang dapat menjadi wali seorang perempuan yang akan menikah adalah bapak, saudara laki-laki bapak (pakdhe), adik laki-laki dari pihak ayah (paklek), kakak laki-laki (kakang), dan adik laki-laki (adhi).

Hal ini melambangkan bahwa orang tua masih bersedia membimbing atau memberikan nasehat terkait kehidupan berumah tangga kepada kedua mempelai. f) Menimbang timbangan, ayah mempelai wanita menggendong kedua mempelai di pangkuannya, lalu ibu mempelai wanita bertanya, “Ayah, Kepriye punya timbangan…apakah anak bapak sachloron?” menjawab : “manut min pangrasaku padha timbang campure”. Hal ini melambangkan bahwa calon pengantin mempunyai keinginan dan tujuan hidup yang sama dengan suami istri. Hal ini melambangkan bahwa orang tua telah menetapkan kedua mempelai sebagai sepasang suami istri yang kelak akan menjadi tempat bernaung bagi anak-anaknya. h) Kacar kucur, pihak mempelai pria memberikan kayan kepada mempelai wanita berupa kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, kacang kedelai, nasi kuning dan logam.

Hal ini melambangkan kewajiban laki-laki untuk memberikan nafkah bagi keluarga, dan perempuan harus dapat memanfaatkannya secara hemat dan hati-hati. i) Dulangan atau klimahan atau Dahar kembul, kedua mempelai saling menyuapi dengan nasi yang telah diperas sebelumnya oleh mempelai pria.

Gambaran Umum Kondisi Masyarakat 1. Sejarah Kabupaten Ponorogo

Rangkaian upacara pernikahan adat Jawa di Ponorogo masih disaksikan oleh sebagian besar masyarakat Kabupaten Ponorogo. Apabila kedua mempelai mengenakan pakaian pengantin sesuai dengan standar yang ada atau model pakaian pengantin Jawa murni pilihannya, maka pernikahan ini disebut pernikahan adat Jawa. Ketika ada acara pesta pernikahan atau sering disebut resepsi pernikahan, maka busana yang dikenakan menjadi tolak ukur apakah pernikahan yang dilangsungkan merupakan pernikahan yang sejalan dengan pernikahan adat Jawa atau tidak.

Masyarakat Ponorogo tidak hanya memandang pakaian yang menandakan bahwa pernikahan yang dilangsungkan adalah pernikahan tradisional atau pernikahan modern, tetapi juga pada acaranya. Namun justru dilakukan di tengah-tengah resepsi, sehingga tradisi pernikahan adat Jawa dan tradisi adat Ponorogo yang disebut reog menjadi satu kesatuan. Kemudian Ny. Siti ditanya tentang pertunjukan Reog yang dilakukan di tengah upacara pernikahan adat Jawa, ia mengatakan bahwa;

Jika keluarga yang ingin melangsungkan resepsi pernikahan memiliki banyak ruang dan waktu luang, umumnya pernikahan akan dilangsungkan sesuai pernikahan adat. Dari seluruh tradisi pernikahan adat Jawa, ada beberapa tradisi yang sudah tidak berlaku lagi di kalangan masyarakat kabupaten Ponorogo, hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan Pak Baidowi yang dikenal di masyarakat setempat sebagai tokoh Pujonggo. .

Pernikahan Adat Jawa di Kecamatan Ponorogo Menurut Hukum Islam

Dalam pernikahan adat jawa acara yang dilangsungkan lebih sakral dan sakral, tidak hanya karena dari segi sosial, pernikahan adat jawa akan meningkatkan keharmonisan sosial khususnya dalam keluarga karena pernikahan ini menyatukan dua keluarga besar. Dengan demikian, faktor penyebab terjadinya perkawinan adat Ponorogo tidak hanya bersumber dari sejarah saja, namun juga nilai-nilai positif yang terkandung dalam upacara adat Jawa. Pernikahan adat Jawa juga melibatkan tata cara perkawinan yang sesuai dengan agama Islam, namun dilengkapi dengan upacara adat Jawa.

Pernikahan adat Jawa juga melibatkan lamaran yang dalam bahasa Jawa disebut lamaran, kemudian ijab qabul yang biasa dilakukan di KUA, di masjid atau di rumah, dan kemudian Walimah yang biasa disebut resepsi pernikahan. Selain itu, setiap upacara adat Jawa tentunya mengandung nilai-nilai Islam seperti do‟̅ y̅ng bi̅s̅ dib̅c̅ di ̅khir up̅c̅r̅. Hal-hal di atas menjelaskan kepada kita bahwa perkawinan adat Jawa tidak mengesampingkan hukum Islam yang harus dilaksanakan oleh setiap umat Islam.

Meski masyarakat Ponorogo masih memegang teguh adat istiadat Jawa, namun mereka juga mengedepankan nilai-nilai Islam dalam pernikahan karena sebenarnya pernikahan merupakan sunnah Allah SWT. Pernikahan adat yang berlangsung di Ponorogo lebih mengedepankan nilai-nilai Islam; tidak semua ritual adat dilakukan seperti pager, midhodhareni dan lain-lain.

Tradisi Pernikahan Adat Jawa di Kecamatan Ponorogo

UPACARA PERNIKAHAN DI KABUPATEN PONOROGO. Suatu masyarakat bergantung pada setiap keluarga dalam masyarakat tersebut. Terdapat nilai-nilai positif dalam pernikahan adat Jawa, sehingga pernikahan tersebut tetap eksis dan dapat mewarnai kehidupan bermasyarakat. Dapat kita lihat tidak semua masyarakat Ponorogo melaksanakan tradisi pernikahan adat jawa sesuai dengan norma yang ada, mereka hanya menganut beberapa upacara adat saja yang tidak menyimpang dari ajaran agama islam.

Seperti yang terlihat pada bab ketiga, hasil wawancara dengan Bapak. Suprianto menyatakan, pernikahan adat yang digelar di Ponorogo lebih mengedepankan nilai-nilai Islam, tidak semua ritual adat dilakukan seperti pager-pager, midhodhareni, dan lain-lain. . Masyarakat Kecamatan Ponorogo memakai pakaian adat Jawa Temanten berupa kain hitam (blodro) yang disebut Baju Princeanan atau Princea, dengan motif batik Sidho Mulyo atau Sidho Mukti. Dengan berkembangnya zaman, masyarakat di Kabupaten Ponorogo sudah banyak yang memeluk agama Islam dan mulai menganutnya.

Misalnya saja, umat Islam di Kabupaten Ponorogo yang meninggalkan busana pengantin wanita yang tidak menutupi aurat dan menggantinya dengan busana pengantin yang menutupi aurat. Dalam tradisi pernikahan masyarakat ini juga dikenal upacara pengantian taruba yaitu berupa bleketepe yang terbuat dari daun kelapa kuning dan veganan (daun/tanaman).

Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Pernikahan Adat Jawa Kecamatan Ponorogo

Faktor-faktor inilah yang menjadikan masyarakat kabupaten Ponorogo melangsungkan pernikahan, bahwa pernikahan merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW. Lain halnya dengan masyarakat Kabupaten Ponorogo yang meyakini bahwa semua tradisi sosial berasal dari warisan nenek moyang sehingga tidak mengetahui bagaimana prosesi pernikahannya akan dilangsungkan. Misalnya saja pada Bab III telah dijelaskan bahwa pada resepsi pernikahan, masyarakat kabupaten Ponorogo masing-masing mengadakan acara adat, seperti tenghe Temanten, sungkeman, Kacar-kucur.

Tradisi semacam ini banyak mendapat perhatian masyarakat Kabupaten Ponorogo karena mereka meyakini jika tradisi syarat-syarat di atas tidak diikuti atau dipenuhi maka keabsahan perkawinan adat Jawa masih diragukan. Oleh karena itu, suatu tradisi yang tidak memenuhi syarat tersebut harus ditolak dan tidak dapat dijadikan landasan hukum masyarakat. Melihat hal di atas maka dapat dikatakan bahwa adat istiadat di Kabupaten Ponorogo merupakan adat istiadat yang dapat dilaksanakan sebagai pedoman hukum dan peraturan yang diakui oleh undang-undang.

Tradisi yang berlangsung di Kabupaten Ponorogo ini sudah berlangsung sejak lama dan dilakukan secara turun temurun. Upacara pernikahan adat Jawa yang dilakukan di Kabupaten Ponorogo merupakan tradisi yang baik dan patut dilestarikan.

ةمكحملا ةداعلا

Kesimpulan

Dalam konteks tradisi perkawinan adat Jawa, masyarakat kabupaten Ponorogo sudah meninggalkan tradisi-tradisi yang dianggap sesat dalam akidah Islam. Untuk prosesi pernikahan adat Jawa ada yang ditonjolkan dan ada pula yang hilang atau tidak terpakai. Prosesi yang ditekankan atau diselaraskan antara lain pembacaan ayat Al-Qur'an, sholawat Nabi, khutbah pernikahan pada resepsi pernikahan, hal ini disebabkan semakin meningkatnya penyebaran agama islam di wilayah tersebut. Kabupaten Ponorogo. Sedangkan masyarakat Ponorogo tidak lagi menggunakan upacara adat pada saat pesta pernikahan, yaitu: pasan gsesaji dan midhodhareni yang dilakukan sebelum pesta pernikahan.

Karena upacara seperti ini tidak ada dalam ajaran Islam, bahkan perjudian pun dilarang dalam Islam. Dengan pesatnya perkembangan agama Islam di wilayah kabupaten Ponorogo, pengaruh agama Islam sangat terasa di masyarakat seperti halnya pada prosesi pernikahan yang sering dilakukan oleh masyarakat. Bahwa adat istiadat dan tradisi yang terdapat dalam upacara pernikahan di Kabupaten Ponorogo dapat dijadikan pedoman.

Saran

Referensi

Dokumen terkait

Peserta PLPG harus membawa referensi, data yang relevan dengan bidang keahlian masing-masing, dan membawa Laptop celana training dan sepatu olahraga saat senam pagi a.. Guru Kelas dan

also describe that women favour online methods for advertising and recruitment for weight manage- ment trials.13 Athletes equally prefer the internet and dieti- tians as their nutrition