• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan mata sering kurang diperhatikan sehingga banyak penyakit yang menyerang mata dan apabila tidak diobati dengan baik akan menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan masih menjadi masalah Kesehatan di dunia maupun di Indonesia yang dapat menganggu aktivitas seseorang. Gangguan penglihatan diperkirakan ada sebanyak 191 juta orang diseluruh dunia dan sebanyak 5% nya mengenai anak dengan usia dibawah 15 tahun. Indonesia merupakan negara dengan tingkat kebutaan tertinggi di Asia Tenggara, yaitu sekitar 1,5% atau sekitar tiga juta populasi menderita kebutaan yang disebabkan oleh katarak sebagai penyebab kebutaan utama di dunia.[1]

Berdasarkan data Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) pada tahun 2014-2016 penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan terbesar di Indonesia adalah katarak yang tidak dioperasi dengan proporsi sebesar 77,7%. Sedangkan di Jawa Barat prevalensi katarak yang tidak dioperasi dengan proporsi sebesar 62% dan gangguan penglihatan dengan proporsi sebesar 4%. [2]

Pelayanan kesehatan spesialis mata dilaksanakan di berbagai klinik utama, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus mata. Sampai dengan akhir tahun 2017 terdapat 28 rumah sakit khusus mata di Indonesia dengan 729

(2)

tempat tidur. Di Jawa Barat terdapat 304 dokter spesialis mata dengan jumlah penduduk dilayani oleh satu orang dokter Spesialis Mata sebesar 138,943 penduduk.[2]

Peranan BPJS dalam meningkatkan pelayanan Kesehatan mata yaitu dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dimana pelayanan kesehatan mata merupakan bagian dari manfaat yang dijamin. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah program negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan social bagi seluruh rakyat. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan social. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.[3]

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan adalah sebuah jaminan kesehatan berbentuk asuransi sosial (social insurance), maka status kepesertaan adalah prasyarat bagi seseorang untuk memperoleh pelayanan kesehatan.[4]

BPJS Kesehatan menargetkan bahwa paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya.[5]

Untuk mewujudkan cita-cita mulia tersebut, BPJS Kesehatan terus berupaya mendorong laju pertumbuhan peserta JKN-KIS, mulai dari segmen

(3)

peserta peserta Pekerja Penerima Upah (PPU), Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), Bukan Pekerja (BP) dan Penerima Bantuan Iuran (PBI).[6]

Meskipun jumlah peserta BPJS Kesehatan sejak tahun 2014 hingga tahun 2016 terus meningkat, namun peserta BPJS Kesehatan masih memiliki sejumlah persoalan dalam status kepesertaan yang menghambat masyarakat untuk memperoleh layanan Kesehatan.[4] Akan tetapi jika tercapainya cakupan kesehatan semesta atau universal health coverage (UHC) atau 95% dari jumlah penduduk, maka sasaran kuantitatif Program JKN-KIS pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2019.[6]

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menjelaskan bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta, program JKN-KIS menganut mekanisme rujukan berjenjang. Pelayanan kesehatan dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Selanjutnya, pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.

Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan gawat darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.[6]

Fasilitas kesehatan tingkat pertama yang terdiri dari puskesmas atau yang setara, praktik dokter, praktik dokter gigi, klinik pratama atau yang setara termasuk fasilitas kesehatan tingkat pertama milik TNI/Porli, dan rumah sakit kelas D pratama atau yang setara. Sedangkan fasilitas kesehatan tingkat lanjut

(4)

merupakan rujukan yang telah di pilih oleh pasien sendiri setelah terdaftar sebagai peserta BPJS. Fasilitas kesehatan tingkat lanjut terdiri dari rumah sakit dan balai Kesehatan.[7] Selain itu juga terdapat fasilitas Kesehatan penunjang yang memiliki peranan penting yang berguna bagi masyarakat terutama sebagai jejaring dari fasilitas kesehatan tingkat pertama dan fasilitas kesehatan tingkat lanjut yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, yang meliputi Laboratorium Kesehatan Apotek, Unit Transfusi Darah dan juga Optik.[6]

Pada hasil Riskesdas 2013 di Indonesia terdapat 4,6% penduduk yang menggunakan kacamata dan proporsi penduduk yang menggunakan kacamata di daerah provinsi Jawa Barat 4,8%. Sedangkan pada hasil proporsi penduduk Indonesia yang menggunakan kacamata di perkotaan 6,6% dan di perdesaan 2,6%.[8] Di Indonesia banyak optic yang berdiri bahkan sudah membuka cabang di setiap kota yang ada di Indonesia, hingga mencapai 2.138 optik dan menjadi anggota Gapopin, akan tetapi hanya 1.215 optik saja yang baru melakukan proses perijinan dan sisa 923 optik yang belum melakukan proses perijinan. Di Provinsi Jawa Barat terdapat 403 optik yang sudah mendaftar menjadi anggota gapopin dan hanya 161 optik saja yang telah melalukan proses perijinan.[9]

Terdapat 4 optik yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan di Kabupaten Bandung Timur salah satunya King Optik di Rancaekek Kabupaten Bandung Timur, Jawa Barat.

Salah satu bidang yang mendapat bantuan pendanaan dari BPJS Kesehatan adalah untuk membeli kacamata. Kacamata merupakan alat batu

(5)

penglihatan bagi seseorang yang memiliki gangguan pada indera penglihatan.

Semakin pesatnya perkembangan teknologi khususnya pada benda elektronik yang menggunaka layar monitor baik computer, telepon selular, maupun benda elektronik lainnya dimana jika digunakan semakin lama akan berpengaruh tehadap penglihatan seseorang. Sebagian orang yang mengalai gangguan penglihatan memilih untuk menggunakan alat bantu yaitu kacamata atau lensa kontak.[6]

Pelayanan kesehatan adalah pelayanan jasa yang dapat dinilai atau dirasakan melalui sebuah kinerja.[10] Buruknya manajemen dan pelayanan jasa kesehatan kepesertaan BPJS kesehatan yang diberikan oleh pelayanan kesehatan kepada pasien sudah disadari mengakibatkan banyak kerugian baik bagi rumah sakit maupun bagi pasien. Survei membuktikan bahwa tidak setiap konsumen yang kecewa dengan pelayanan perusahaan dengan senang hati menyampaikan keluhannya. Walaupun pasien tidak menyampaikan keluhannya bukan berarti dianggap puas dengan pelayanan BPJS di rumah sakit.[11]

Kualitas pelayanan adalah persepsi dari konsumen terkait pelayanan yang diterima pada saat pelayanan berlangsung, serta kualitas pelayanan itu sendiri penting terkait dengan dimensi-dimensi yang ada didalamnya yang menunjang kualitas pelayanan. Dalam mewujudkan kepuasan pasien salah satu aspek yang harus diperhatikan yaitu mutu pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepada pasien, mutu pelayanan kesehatan adalah derajat

(6)

kesempurnaan pelayanan akan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit atau puskesmas secara wajar dan efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan norma etika, hukum, dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan masyarkat konsumen.[12]

Menurut Parasuraman,et al menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan dinilai berdasarkan lima dimensi yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty. Reliability, yaitu kemampuan tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat waktu dan memuaskan. Responsiveness, yaitu kemampuan para tenaga kesehatan untuk membantu pasien dan memberikan pelayanan yang tanggap. Emphaty mencakup kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pasien. Dari 5 dimensi ini kita dapat menilai kualitas dari suatu pelayanan yang diberikan oleh sebuah institusi. Kepuasan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja ( atau hasil ) yang dirasakan dibandingkan dengan harapan. Jadi, tingkat kepuasan dan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan[13]

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maulina dkk menunjukkan bahwa factor responsiveness (p-value = 0,000) dan factor empathy (p-value = 0,000) terdapat hubungan dengan dengan kepuasan pasien

(7)

di puskemas cibungbulang.[13] Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Natassa dan Dwijayanti menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara mutu pelayanan dengan kepuasan pasien BPJS Kesehatan di Unit Rawat Inap RSUD Siak tahun 2018 dengan hasil tangible (p-value = 0,003), reliability (p-value = 0,044), responsiveness (p-value = 0,001), assurance (p-value = 0,037), dan empthy (p-value = 0,002).[14]

Penelitian yang dilakukan Arnindiah dan Safriantini menunjukkan bahwa rata-rata pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional (54,8%) merasakan puas dengan pelayanan yang diberikan. Sedangkan hasil uji Chi Square menunjukkan nilai p value antara tangible (0,003), reliability (0,000), responsiveness (0,000), assurance (0,000), empathy (0,000) dimana menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kelima dimensi mutu dengan kepuasan pasien.[15]

Jumlah kunjungan pasien BPJS di Puskesmas Pamulang yang meningkat menunjukkan adanya kemudahan akses pelayanan Kesehatan, namun persoalan yang muncul kemudian adalah jumlah pasien yang banyak menuntut harus mengantri lama di loket pendaftaran, pemeriksaan dan pengambilan obat.[16] Meningkatnya jumlah pasien rawat jalan khususnya BPJS bukan berati tidak ada keluhan. Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum adalah pasien BPJS yang sangat besar kontribusinya terhadap pendapatan rumah sakit.[10]

(8)

Temuan yang didapatkan TARP (Technical Assistance Research Program) di Washington, D.C. mendapati kenyataan bahwa 96% konsumen yang tidak puas justru secara diam-diam beralih ke jasa pesaing. Itu artinya, diamnya pasien merupakan sinyal buruk bagi rumah sakit. Karena 4% yang menyampaikan keluhan biasanya adalah mereka yang benar-benar setia atau membutuhkan jasa rumah sakit.[11]

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan peneliti saat magang pada 10 orang pasien di King Optik dengan wawancara singkat maka didapatkan data 6 pasien (60%) menyatakan tidak puas dan 4 pasien (40%) menyatakan puas terhadap pelayanan yang mereka terima. Didapatkan bahwa dari beberapa wawancara singkat yang didapat terdapat pula complain tentang pelayanan yang diberikan kepada pasien yaitu tentang waktu tunggu selesai kacamata yang masih tidak sesuai dengan perjanjian yang diberikan dan adanya kesalahan dalam penulisan bon atau resep kacamata yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Salah satu pasien BPJS menyatakan bahwa dengan adanya bantuan kacamata dari BPJS masyarakat sangat terbantu karena dengan sistem kelas BPJS kelas 1 sebesar 300.000, kelas 2 sebesar 200.000, kelas 3 dan PBI sebesar 150.000 masyarakat sudah mendapatkan kacamata sesuai dengan resep dokter.

Dampaknya tidak maksimalnya layanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat Pandangan pasien terhadap pelayanan BPJS masih kurang baik, hal ini di tandai dengan sedikitnya para pengguna kartu BPJS untuk

(9)

mengunakan BPJS. Sebagian masyarakat miskin pemegang kartu jamkesmas masih mengeluhkan pelayanan rumah sakit. Keluhan tersebut antara lain terkait dengan pelayanan administrasi, perawat, dokter, sarana dan prasarana, obat, biaya dan layanan rumah sakit lainya.[11]

Dengan belum tercapainya kepuasan pasien tersebut dikhawatirkan adanya penurunan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh RSI Siti Khadijah Palembang kepada pasien, sedangkan salah satu tujuan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ialah memberikan hak yang sama untuk semua peserta seperti pelayanan yang bermutu dalam bidang kesehatan.

Dengan demikian apabila pelayanan yang diberikan kepada pasien tidak sesuai maka pasien tidak puas dan artinya tujuan dari program Jaminan Kesehatan Nasional belum tercapai.[15]

Dari permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa peneliti tertarik untuk meneliti mengenai Kualitas Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien BPJS Di King Optik 2021.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Kurangnya manajemen dan pelayanan jasa kesehatan kepesertaan BPJS kesehatan yang diberikan oleh pelayanan kesehatan kepada pasien sudah disadari mengakibatkan banyak kerugian baik bagi rumah sakit maupun bagi pasien. Maka identifikasi masalah yang dapat di ambil adalah Bagaimana Kualitas Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien BPJS Di King Optik 2021.

(10)

C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Kualitas Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien BPJS Di King Optik.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Kualitas Pelayanan berdasarkan Dimensi Tangibles dengan Kepuasan Pasien BPJS.

b. Untuk mengetahui Kualitas Pelayanan berdasarkan Dimensi Reliability dengan Kepuasan pasien BPJS.

c. Untuk mengetahui Kualitas Pelayanan berdasarkan Dimensi Responsiveness dengan Kepuasan pasien BPJS.

d. Untuk mengetahui Kualitas Pelayanan berdasarkan Dimensi Assurance dengan Kepuasan pasien BPJS.

e. Untuk mengetahui Kualitas Pelayanan berdasarkan Dimensi Empathy dengan Kepuasan Pasien BPJS.

D. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat Teoritis

a. Bermanfaat bagi masyarakat agar lebih memahami kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien bpjs di King Optik.

b. Bermanfaat bagi pengembangan keilmuan untuk mengetahui kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien BPJS di King Optik.

(11)

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat bagi Penulis

Untuk menambah wawasan dan meningkatkan ilmu pengetahuan tentang kualitas pelayanan dengan kepuasan pasien.

b. Manfaat bagi Institusi

Sebagai tambahan ilmu pengetahuan serta informasi terbaru serta untuk memperkaya materi khususnya prodi Kesehatan masyarakat dan sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan mutu pelayanan.

c. Manfaat bagi Masyarakat

Menambah wawasan dan pengetahuan sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam meningkat kualitas pelayanan menjadi lebih baik, sehingga pelayanan yang diberikan sesuai dengan harapan pengguna jasa pelayanan Kesehatan khususnya di King Optik.

d. Manfaat bagi King Optik

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk evaluasi dan pengambil kebijaksanaan dalam meningkatkan kualitas pelayanan King Optik, sehingga dapat terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

E. RUANG LINGKUP PENELITIAN 1. Lingkup Masalah

(12)

Masalah yang akan diteliti yaitu mengenai Kualitas Pelayanan Dengan Kepuasan Pasien Bpjs Di King Optik.

2. Lingkup Metode

Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional.

3. Lingkup Sasaran

Penelitian ini dilakukan pada pasien peserta BPJS Kesehatan di King Optik.

4. Lingkup Keilmuan

Penelitian ini mengambil pada bidang keilmuan Kesehatan masyarakat khususnya Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan.

5. Lingkup Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di King Optik pada bulan Juni hingga Juli 2021.

Referensi

Dokumen terkait

Neneng Yulia Barky, MT Dosen/ Arsitektur 6 Saufa Yardha Moerni, ST, MT Dosen/ Arsitektur 7 Rina Saraswaty, ST, MT Dosen/ Arsitektur Untuk melaksanakan kegiatan Program Kompetisi Kampus

14 Yogyakarta Dear Ms./Mrs., Based on the offer letter we received, we intend to order some electronics.. Payment will be made after the goods are