BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Berbagai permasalahan di belahan dunia tidak luput dari kacamata Internasional. Ditengah masyarakat yang modern ini, masih banyak terjadi berbagai permasalahan seperti konflik, perang, genosida, bencana alam dan kejahatan terhadap hak asasi manusia pada suatu negara memaksakan sejumlah masyarakat atau warganegara pada suatu negara yang berkonflik untuk meninggalkan negara asalnya, menjadi pendatang dan mengungsi untuk mencari perlindungan pada suatu negara lain atau mencari suaka pada negara ketiga. Konflik dan perang dalam suatu negara membawa berbagai permasalahan hidup bagi warganegaranya, salah satunya adalah sulitnya akses ekonomi, pendidikan, dan kesejahteraan hingga berbagai pelanggaran- pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Hal ini membuat para warganegaranya memilih untuk pergi meninggalkan negaranya dan mencari perlindungan, mengungsi di negara lain demi mendapatkan kembali hak-haknya sebagai manusia.
Perkembangan teknologi transportasi, informasi dan komunikasi telah mendorong munculnya masalah-masalah baru dalam hukum Internasional, terutama persoalan dalam penanganan pengungsi. Perpindahan dan pergerakan orang yang semakin mudah juga menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya migrasi penduduk.
Hal tersebut menjadi bagian dari perkembangan dan dinamika hukum internasional.1 Terkait dengan pengungsi maupun pencari suaka di suatu negara, tentu terdapat adanya regulasi atau aturan-aturan yang mengikat. Untuk memenuhi hak dan kewajiban bagi para pendatang yang belum memiliki status hukum yang jelas sebagai pengungsi maupun pencari suaka tersebut dibutuhkan suatu aturan terkait penanganan pengungsi ataupun pencari suaka, maka dibentuk Konvensi 1951 tentang
1 Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional, ed. 1, cet. 1, (Jakarta : Sinar Grafika. 2012), Hal. 49
Pengungsi dan Protokol 1967. Peraturan tersebut wajib di taati terutama oleh negara pihak yang menjadi anggota dari Konvensi 1951 tentang Pengungsi.
Lembaga internasional yang dengan urusan pengungsi adalah United Nations High Commmissioner for Refugess (UNHCR). Organisasi ini merupakan Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang khusus menangani para pengungsi. 2 UNHCR bertujuan untuk melindungi dan memberikan bantuan kepada para pendatang yang mencari perlindungan pada suatu negara atau pengungsi berdasarkan permintaan sebuah pemerintahan atau PBB kemudian mendampingi para pengungsi tersebut dalam proses pemindahan tempat menetap mereka ke tempat yang baru. Badan itu diberi mandat untuk memimpin dan mengkoordinasikan langkah- langkah internasional untuk melindungi pengungsi dan menyelesaikan permasalahan pengungsi di seluruh dunia. Tujuan utamanya adalah untuk melindungi hak-hak para pengungsi maupun pencari suaka. Badan ini memastikan setiap pengungsi mendapatkan hak untuk memperoleh perlindungan. UNHCR menjalankan prosedur penentuan status pengungsi atau Refugee Status Determination (RSD) untuk menentukan status pengungsi para pendatang asing yang masuk ke Indonesia dengan alasan mencari perlidungan. Mereka yang teridentifikasi sebagai pengungsi akan menerima perlindungan selama UNHCR mencarikan solusi jangka panjang, yang biasanya berupa penempatan di negara lain. Untuk tujuan ini, UNHCR berhubungan erat dengan negara – negara yang memiliki potensi untuk menerima pengungsi.3
Seorang pencari suaka adalah seseorang yang menyebut dirinya sebagai pengungsi, namun permintaan mereka akan perlindungan belum selesai dipertimbangkan. Seorang pencari suaka yang meminta perindungan akan dievalusasi melalui prosedur penentuan status pengungsi atau Refugee Status Determination (RSD).4 Jadi yang dimaksud pencari suaka disini adalah orang-orang yang meminta
2 Ibid, hal. 188
3 UNHCR, Indonesia, “Sejarah UNHCR”, https://www.unhcr.org/id/sejarah-unhcr, diakses pada tanggal 22 September 2019.
4 Iin Karita Sakharina dan Kadarudin. Pengantar Hukum Pengungsi Internasional (Perbedaan Istilah Pencari Suaka, Pengungsi Internasional dan Pengungsi dalam Negeri), cet pertama, (Yogyakarta: Penerbit Deepublish (CV Budi Utama) 2017), hal. 25
perlindungan dan mengajukan permohonan kepada UNHCR untuk menjadi pengungsi. Sehingga dapat dikatakan bahwa pencari suaka bukanlah pengungsi sehingga tidak dapat dilindungi dan dibawah tanggung jawab UNHCR sebelum sampai pada negara tujuan walaupun tujuannya sama yaitu meminta perlindungan, sementara pengungsi sudah pasti adalah pencari suaka yang setelah melalui proses Refugee Status Determination (RSD) berhak mendapatkan status pengungsi dan selanjutnya menjadi tanggung jawab UNHCR, dimana segala keperluannya sampai ke negara tujuan akan menjadi mandat bagi UNHCR sesuai dengan Konvensi 1951 tentang Pengungsi.5
Indonesia belum menjadi Negara Pihak Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi, dan belum memiliki sebuah sistem penentuan status pengungsi. Dengan demikian, pemerintah memberikan kewenangan kepada UNHCR untuk menjalankan mandat perlindungan pengungsi dan untuk menangani permasalahan pengungsi di Indonesia.6 UNHCR menjadi badan yang memproses permintaan status pengungsi di Indonesia sebagai negara transit. Berada diantara negara-negara penerima pencari suaka dan pengungsi dalam jumlah besar seperti Malaysia, Thailand dan Australia, secara berkelanjutan Indonesia terkena dampak dari pergerakan populasi tercampur atau mixed population movements.7
Penulis menemukan 1 (satu) kasus terkait dengan pendatang asing yang meninggalkan negaranya karena konflik dan mencari perlindungan di negara transit yang belum menjadi Anggota Negara Pihak Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi atau Protokol 1967 . Pada kasus yang penulis temukan adalah para pendatang asal Afghanistan yang mengungsi dan mencari perlindungan dengan mendirikan tenda- tenda di sekitar trotoar Kalideres dan Kebon Sirih Jakarta. Konflik yang terjadi di Afghanistan selama kurang lebih 60 tahun telah melibatkan banyak negara. Sejak invasi AS ke Afghanistan dari tahun 2001 hingga sekarang yaitu setelah serangan WTC 11 September, Amerika Serikat memulai kampanye Perang Melawan
5Ibid.
6 Ibid., hal. 201
7 Ibid.
Terorisme mereka di Afganistan, dengan tujuan menggulingkan kekuasaan Taliban, yang dituduh melindungi al-Qaeda, serta untuk menangkap Osama bin Laden, dan pergerakan Taliban tidak hanya di Afghanistan tetapi juga di wilayah perbatasan Pakistan dan wilayah-wilayah sekitar regional. Bahkan tercatat terjadi peningkatan pesat intensitas serangan Taliban baik di Afghanistan dan menewaskan banyak korban sipil maupun militer. Selain itu, konflik Taliban menyebabkan negara-negara seregional ikut terlibat dalam konflik ini, bahkan menimbulkan rasa saling curiga antar negara-negara yang dalam notabene masih satu regional. 8 Pada hakikatnya negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi setiap warga negaranya. Namun pada kenyataannya seringkali terjadi negara tidak mampu untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Bahkan negara yang bersangkutan justru melakukan penindasan terhadap warga negaranya, sehingga terpaksa mereka harus meninggalkan negaranya serta mencari keselamatan di negara lain. 9 Hal ini terjadi dan dirasakan oleh warganegara Afghanistan yang pergi mencari perlindungan di negara lain. Melihat kondisi negara yang tidak aman, banyak warganegara Afghanistan terpaksa pergi meninggalkan negaranya, termasuk memilih jalan keluar dengan mencari perlindungan sebagai pendatang yang tidak memliki status hukum yang jelas di negara Indonesia dengan notabene sebagai negara transit dan sebagai negara yang belum menjadi negara pihak Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang Status Pengungsi dan belum memiliki sebuah sistem penentuan status pengungsi dan melanjutkan mencari suaka di negara-negara anggota pihak konvensi 1951 terdekat.
Kewajiban negara asal yang tidak mampu lagi melindungi hak-hak dasar warga negaranya akan diambil alih oleh masyarakat internasional. Masyarakat internasional melakukan upaya-upaya yang diperlukan guna menjamin dan memastikan bahwa hak-hak dasar seseorang tetap dilindungi dan dihormati. Pada status perlindungan internasional tersebut, seseorang yang dalam kapasitasnya sebagai pengungsi, wajib mendapatkan proteksi atas hak-hak dasarnya sebagai
8 Waslat Hasrat-Nazimi, “Taliban Manfaatkan Celah Keamanan”, DW Akademie, 22 Januari, 2013, (http://www.dw.de/taliban-manfaatkan-celah-keamanan/a-16540004), diakses pada 26 september 2019 Pukul 10.45 WIB).
9 Wagiman, op.cit., hal. 51
manusia. Perlindungan hak asasi merupakan hal pokok dalam penanganan pengungsi dan pencari suaka. Hal ini menjadi bagian dan kewajiban dari masyarakat internasional. Pada sisi lain juga menjadi kewajiban nasional suatu negara.10
Memperhatikan substansi hukum internasional dalam konteks Qur’an atau menurut perspektif syariat Islam, Salah seorang pakar hukum Islam, Wahbeh al- Zuhili, membuat daftar prinsip-prinsip pokok dalam hukum Islam terkait dengan hubungan antarnegara. Adapun prinsip-prinsip pokok tersebut adalah :11
1. Persaudaran atau Human Brotherhood dijelaskan dalam Q.S. 2 : 213 2. Penghargaan terhadap martabat manusia dan perlindungan HAM atau
Honouring the human being and preserving human rights dijelaskan dalam Q.S. 17 : 70
3. Komitmen terhadap moral dan etika atau Commitment to the rules of ethics and morality/ Sunnah
4. Keadilan dan Persamaan Hak serta Kewajiban atau Justice and equality in rights and duties dijeaskan dalam Q.S, 16 : 90
5. Pengampunan dalam Perang dan Damai atau Mercy in peace and war dijelaskan dalam Q.S. 21 : 107
6. Pemenuhan perjanjian selama pihak lain mematuhi dan menghormatinya atau Honouringcovenants and commitments, as long as the other party is faithful to its own pledges/pacta sunt servanda dijelaskan dalam Q.S. 5 : 1 dan 16 : 91
7. Resiprositas/timbal balik selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dan nilai fundamental atau Reciprocity, unless contrary to the fundamental principles of virtue and ethics dijelaskan dalam Q.S. 16 : 126.
Penggunaan beberapa istilah seperti al-ijarah (perlindungan), al-istijarah (meminta perlindungan), dan al-iwa (perlindungan), tiada lain, menunjukkan
10 Ibid., hal. 50 – 51.
11 Wahbeh al-Zuhili, “Islam and International Law”, International Review of the Red Cross, Vol. 87, No. 858, 2005, hlm. 272-276
gambaran yang terang benderang tentang ide perlindungan kemanusiaan, yang kemudian pada era sekarang ini menjadi tugas pokok UNHCR.12
Syariat Islam hadir dalam rangka mengukuhkan prinsip-prinsip kemanusiaan:
persaudaraan, persamaan, dan toleransi sesama manusia. Upaya memberikan bantuan, perlindungan, tempat tinggal dan jaminan keamanan, bahkan terhadap musuh sekalipun, sungguh merupakan ajaran Syariat Islam yang integral dan hadir lebih awal berabad-abad, mendahului kemunculan hukum dan konvensi internasional tentang hak asasi manusia di era modern, termasuk hak suaka dan larangan pemulangan pengungsi (prinsip non-refoulment), yang dimaksudkan dalam rangka memelihara keselamatan jiwa pengungsi dan memastikan mereka terhindar dari penganiayaan dan pembunuhan.13
Sumber hukum Internasional adalah adat kebiasaan sesuatu negara serta dari berbagai perjanjian yang dibuat antar negara. Hukum internasional yang berlaku menurut ketentuan Islam, ialah hukum yang adil dan seimbang antara negara-negara yang terikat perjanjian itu. Al-Qur’an tidak mentolerir isi perjanjian yang berat sebelah. Prinsip Al-Qur’an tidak lain untuk menegakan perjanjian.14
Hukum Islam dalam perlindungan pendatang atau pengungsi tercantum dalam Firman Allah SWT :
َ ن و
ُ دجِ ي لَ ن إم ده إيَلدإ ر جا ه إن م َ و ُّب دح وي إم دهدل إب ق إن دم َ ا مي د إ لْا ن را َّ
ُلا ان وء َّو ب ت ني دذ َّ
لا ن إن م ن ٌ
ة صا ص خ إم دهدب َ ا َ ك إو َ
ل ن إم ده دس و ف إ
ن َ أ ٰ َ
لَ ع َ ن ور دث إ ؤ وي ن او و
تن ُ أ ا َّم دم ً
ة جا ح إم دهِرن و
ُ وص ي د ف
َ و وح دل إ ف وم ْ
لا وم و
ه ك دئَََٰٰٰٰ لن ُ أ ف ده دس إ
ف ن ح َّ و ش قو وي
Artinya :“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ´mencintai´
12 Ahmad Abu Al-Wafa. Hak-hak Pencarian Suaka dalam Syariat Islam dan Hukum Internasional (Suatu Kajian Perbandingan) [Haqq Al-Luju’ bain Al-Syari’ah Al-Islamiyyah Wa al- Qanum Al-Dauliy Li al-Laji’in, Dirasah Muqaramah]. Diterjemahkan oleh Asmawi, Abdurrahman Dahlan, Nuruf Irfan, Ahmad Tholabi Kharlie, Afwan Faizin, cet. 1. (Jakarta: Kantor Perwakilan UNHCR di Indonesia & Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah), hal. 10
13 Ibid., hal. 18
14 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum Antar Golongan, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2001), hal. 171.
orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung” (Q.S. Al-Hasyr : 9)
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai masalah-masalah yang penulis uraikan berdasarkan studi kasus pendatang asal Afghanistan di Indonesia khususnya di daerah Jakarta. Untuk itu judul penelitian ini adalah “PERAN UNITED NATIONS HIGH COMMISSIONER FOR REFUGEES
DAN PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGANI DAN
MENENTUKAN STATUS HUKUM PENDATANG ASAL AFGHANISTAN DI INDONESIA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL“
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat terlihat adanya masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana status para pendatang asal Afghanistan di Indonesia khususnya di daerah Jakarta berdasarkan Konvensi 1951 dan Protokol 1967 Tentang Status Pengungsi?
2. Bagaimana peran UNHCR dan Pemerintah Indonesia dalam menangani para pendatang asal Afghansistan di Indonesia khususnya di wilayah Jakarta?
3. Bagaimana peran UNHCR dan Pemerintah Indonesia dalam menangani dan menentukan status pengungsi menurut perspektif hukum Islam?
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
a) Untuk menganalisis bagaimana status para pendatang asal Afghanistan di hadapan hukum internasional, apakah statusnya tercatat sebagai pengungsi, pencari suaka, atau sebagai para imigran di daerah Jakarta.
b) Untuk menganalisis peran antara United Nations High Commissioner for Refugees dan Pemerintah Indonesia terkait para pendatang asal Afghanistan di Jakarta berdasarkan aturan-aturan yang terkait.
c) Untuk menganalisis bagaimana perspektif hukum syariat Islam dalam memahami dan menangani para pendatang yang baru menempati suatu wilayah baru demi untuk mendapatkan perlindungan dan memenuhi hak-haknya sebagai manusia
2. Manfaat Penelitian
Manfaat merupakan manifestasi dari landasan filosofis ketiga dari filsafat ilmu, yaitu aksiologis. ilmu harus memiliki nilai (value) yaitu berguna atau bermanfaat bagi masyarakat-bukan ilmu hanya untuk ilmu (science just for science).15
Maka dari itu penulis membagi dua manfaat dari penulisan ini yaitu : a) Manfaat Teoritis
Kegunaan teoritis penelitian ini dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran dan perkembangan secara tertulis dalam bidang disiplin ilmu hukum, khususnya hukum internasional.
b) Manfaat Praktis
1. Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum bagi penulis, khususnya mengenai peran United High Commissioner for Refugees dan Pemerintah Indonesia dalam menangani dan menentukan status hukum para pendatang asing yang mencari perlindungan dari konflik yang terjadi di negaranya di Indonesia.
15Saefullah Wiradipradja, Penuntun Praktis Metode Penelitian dan Penulisan Karya Ilmiah Hukum, (Bandung:Keni Media,2016). hal.41
2. Sebagai bahan informasi bagi pihak yang memerlukan, khususnya bagi mahasiswa hukum Universitas YARSI.
C. Kerangka Konseptual
1. Peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.16
2. United Nations High Commissioner for Refugees merupakan suatu subsidiary organ dari Majelis Umum PBB dengan tugas pokok bertanggung jawab terhadap perlindungan pengungsi serta mencari jalan keluar terhadap persoalan-persoalan penangan pengungsi di berbagai negara.Organisasi ini didirikan pada tanggal 14 Desember 1950 oleh Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mulai bekerja pada tanggal 1 Januari 1951.17
3. Pemerintah adalah sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-bagiannya; sekelompok orang yang secara bersama-sama memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan;
penguasa suatu negara (bagian negara).18
4. Pendatang, adalah orang asing atau bukan penduduk asli yang baru menempati suatu negara.19
5. Pengungsi adalah setiap orang yang mengalami rasa takut akan kemungkinan adanya penindasan/penyiksaan terhadap dirinya lantaran rasnya, agamanya, kebangsaannya atau keanggotaannya (afiliasinya) kepada kelompok sosial tertentu atau pandangan politiknya, di luar negaranya yang menaungi kebangsaannya, dan ia tidak mampu atau tidak ingin memperoleh perlindungan dari negara itu rantaran rasa
16 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
17 Stephane Jaquemet, Mandat dan Fungsi dari Komisariat Tinggi Perserikatan BangsaBangsa Urusan Pengungsi (UNHCR), artikel pada Jurnal Hukum Internasional, Vol. 2 No. 1 Oktober 2004, Lembaga Pengkajian Hukum Internasional FH UI, Jakarta, hal. 3
18 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
19 Ibid.,
takut tersebut, atau setiap orang yang tidak memiliki kebangsaan dan berada di luar negara tempat ia sebelumnya tinggal sehingga ia tidak mampu atau tidak ingin, lantaran rasa takut itu, untuk kembali kenegaranya.20
6. Pencari Suaka adalah seseorang yang permohonan suakanya belum diputuskan oleh negara tempatnya berlindung.21
7. Peraturan adalah tataan (petunjuk, kaidah, ketentuan) yang dibuat untuk mengatur : hukum prinsip yang menyatakan bahwa keunggulan hukum membatasi pejabat negara dalam menyelenggarakan kekuasaannya; bentuk perundang-undangan yang dibuat atau ditetapkan oleh presiden untuk melaksanakan undang-undang;
peraturan yang dikeluarkan oleh presiden untuk melaksanakan ketetapan presiden;22
8. Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara-negara.23
D. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten. melalui proses penelitian terebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah. Oleh karena penelitian merupakan suatu sarana (ilmiah) bagi pengembangan ilmu
20Ahmad Abu Al-Wafa. Hak-hak Pencarian Suaka dalam Syariat Islam dan Hukum Internasional (Suatu Kajian Perbandingan) [Haqq Al-Luju’ bain Al-Syari’ah Al-Islamiyyah Wa al- Qanum Al-Dauliy Li al-Laji’in, Dirasah Muqaramah]. Diterjemahkan oleh Asmawi, Abdurrahman Dahlan, Nuruf Irfan, Ahmad Tholabi Kharlie, Afwan Faizin, cet. 1. (Jakarta: Kantor Perwakilan UNHCR di Indonesia & Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2011), Hal. 13.
21 UNHCR, Perlindungan Pengungsi, Buku Petunjuk Hukum Pengungsi Internasinal, Uni Antar Parlemen, 2001, Hal. 138
22 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
23 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukumm Internasional, Buku I Bagian Umum, (Jakarta: Binacipta, 1982), cet. 4, Hal. 1.
pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi induknya.24
Metodelogi penelitian sejarah hukum ini penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang penulis terapkan adalah jenis penelitian hukum normatif-empiris. Penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.25
2. Jenis Data
Penelitian ini menggunakan data primer. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung berupa keterangan-keterangan dan pendapat dari para responden dan kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan melalui wawancara dan observasi.26 Penelitian skripsi ini dilakukan di Rumah Detensi Imigrasi Kalideres Jakarta, Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, dan UNHCR Indonesia.
Di dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga bahan yaitu :
24 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004, Hal. 134
25 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif , (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,Oktober 2015), Hal. 13-14.
26 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Bandung : Rajawali Pers, 2008, Hal.15
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat.27 Maka bahan hukum primer yang penulis gunakan terdiri dari :
1) Konvensi 1951 dan Protokol 1967 Mengenai Status Pengungsi 2) Resolusi Majelis Umum 428 (V) 14 Desember 1950 Statuta
Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa Urusan Pengungsi.
3) Undang-Undang Dasar 1945
4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (UU Keimigrasian)
5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri
6) Peraturan Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Nomor : 09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah 7) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000
Tetang Perjanjian Internasional
8) Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri (Perpres Pengungsi Luar Negeri) b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, termasuk pula dalam bahan hukum sekunder adalah wawancara dengan narasumber. Wawancara ini berfungsi sebagai penguat bahan hukum primer, Maka bahan hukum sekunder yang penulis gunakan terdiri dari :
1. Buku Literatur 2. Jurnal
3. Hasil wawancara
Penulis melakukan wawancara dengan :
27 Soerjono Soekanto, Op.cit., Hal.13
i. Ibu Rusnia Simanjuntak selaku Kepala Seksi Registrasi Administrasi dan Pelaporan Rumah Detensi Imigrasi Jakarta
ii. Bapak Adib Zaidani Abdurrohman selaku Fungsional Diplomat Muda Direktorat Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementrian Luar Negeri
iii. Ibu Mitra Salima Suryono selaku Associate Relations/Public Information Officer UNHCR Indonesia c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yang terdiri dari : 1. Al-Qur’an Terjemahan Bahasa Indonesia
2. Kamus Umum Bahasa Indonesia 3. Kamus Umum Bahasa Inggris 4. Kamus Hukum
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data jenis penelitian yang penulis pergunakan adalah penelitian yang bersifat normatif – empiris. Metode penelitian hukum normatif empiris ini pada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian normatif-empiris mengenai implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang) dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat. Penelitian normatif - empiris yang diteliti berupa bahan pustaka atau data sekunder, yang mungkin mencangkup bahan hukum primer, sekunder dan tersier serta penambahan data melalui aksi pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat.
4. Analisis Data
Dalam analisis data penulis menggunakan analisa data kualitatif deskriptif yang dimana kualitatif merupakan analisis data sedangkan deskriptif merupakan penyajian data, Karena analisa dan penyajian data harus dilakukan sekaligus agar penelitian tersebut terstruktur.
E. Sistematika Penulisan
Bab I mengenai pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, kerangka konseptual, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II mengenai tinjauan hukum internasional mengenai Refugees dan Konvensi 1951 dan Protokol 1967 Tentang Status Pengungsi.
Bab III mengenai bagaimana peran dan upaya United Nations High Comissioner for Refugees dan Pemerintah Indonesia sebagai negara transit dalam menangani dan menentukan status pengungsi para pendatang asing yang mencari perlindungan di Indonesia dengan melihat kasus para pendatang Afghanistan di daerah Kebon Sirih dan Kalideres, Jakarta menurut hukum Internasional.
Bab IV mengenai bagaimana peran dan upaya United Nations High Comissioner for Refugees dan Pemerintah Indonesia sebagai negara transit dalam menangani dan menentukan status pengungsi para pendatang asing yang mencari perlindungan di Indonesia dengan melihat kasus para pendatang Afghanistan di daerah Kebon Sirih dan Kalideres, Jakarta menurut hukum Islam.
Bab V mengenai penutup yang berisi kesimpulan yang merupakan hasil dari analisis melalui rumusan masalah yang berbentuk pertanyaan. Saran merupakan usulan yang menyangkut kebijakan praktis dan terarah.