BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting pada balita merepresentasikan gangguan pertumbuhan
linear pada periode kritis kehidupan dan didiagnosis jika tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari – 2 SD kurva pertumbuhan WHO(1).
Stunting memiliki konsekuensi baik jangka menengah maupun jangka
panjang yang meliputi peningkatan angka kesakitan dan kematian, rendahnya perkembangan anak dan kemampuan belajar, peningkatan risiko infeksi dan penyakit tidak menular di usia dewasa serta penurunan produktivitas dan kemampuan ekonomi(2).
Pada tahun 2017, stunting dialami oleh 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia(3). Persentase balita stunting di Asia mencapai 70% dari total balita stunting pada tahun 2017 di dunia. Indonesia merupakan negara yang memiliki kasus stunting terbanyak di asia tenggara(4). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan prevalensi stunting pada balita di Indonesia sebesar 30,8% atau sekitar 7,8 juta balita menderita stunting.
Prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2018 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013, dengan prevalensi persentase sebesar 37,2%
terdiri dari 18,0% sangat pendek dan 19,2% pendek. Sehingga target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2019, yaitu angka stunting 28% pada balita belum tercapai. Sehingga persentase
stunting di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang harus diatasi(5)(6).
Stunting adalah proses siklus karena perempuan yang pendek pada
masa kanak-kanak cenderung melahirkan anak yang pendek, menciptakan siklus kemiskinan antar generasi dan mengurangi sumber daya manusia yang sulit untuk dipecahkan(7). Laporan WHO tentang kolokium pada stunting masa kanak-kanak menyoroti pentingnya Periode 1.000 hari (dari
konsepsi hingga usia 24 bulan) ketika fondasi diletakkan untuk ukuran fisik seseorang, serta kapasitas fisiologis dan intelektual mereka di kemudian hari(8).
Stunting dapat terjadi karena faktor langsung maupun tidak
langsung. Faktor langsung stunting adalah nutrisi ibu saat hamil, penyakit infeksi, dan nutrisi balita sendiri, sedangkan untuk faktor tidak langsung dapat terjadi dari berbagai aspek(9). Salah satu faktor tidak langsung penyebab stunting adalah water, sanitation and hygiene (WASH), yang terdiri dari sumber air minum, kualitas fisik air minum, kepemilikan jamban(10) dan hygiene yaitu kebiasaan cuci tangan. WASH mempengaruhi status gizi stunting pada balita yaitu melalui penyakit infeksi yang dialami(9).
Status gizi ibu, praktik pemberian makan, kondisi WASH, frekuensi infeksi dan akses ke perawatan kesehatan merupakan penentu utama pertumbuhan dalam dua tahun pertama kehidupan seorang anak(11). Dalam memperbaiki status gizi sebagai upaya pencegahan stunting, tidak hanya dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas makanan. Perlu juga memutus
siklus kontaminasi lingkungan dan penyakit yang berasal dari air kotor, sanitasi yang tidak memadai, dan kebersihan yang buruk(12).
Sumber air minum tidak lepas dari kualitas fisik air minum.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.492/MENKES/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum, air minum yang aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologi, kimiawi dan radioaktif. Parameter yang digunakan untuk melihat kualitas fisik air yang baik yaitu memenuhi syarat tidak keruh tidak berasa, tidak berbau dan tidak berwarna(13). Penelitian sebelumya oleh Sukoco dkk, menyatakan bahwa lebih banyak 52,6% balita stunting dengan kualitas fisik air yang buruk menurut persyaratan kesehatan kualitas air minum yang ditetapkan Kemenkes(14).
Faktor hygiene yaitu kebiasaan cuci tangan juga merupakan faktor risiko stunting pada tingkat rumah tangga. Mencuci tangan dengan sabun adalah suatu aktivitas higiene yaitu kegiatan membersihkan tangan dengan air mengalir dan sabun agar bersih dan dapat memutus mata rantai kuman.
Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan waktu penting untuk cuci tangan pakai sabun sehingga menjadi kebiasaan, yaitu sebelum makan, sebelum mengolah dan menghidangkan makanan, sebelum menyusui, sebelum memberi makan bayi/balita, sehabis buang air besar/kecil, setelah kontak dengan hewan(15). Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Jeneponto menyatakan bahwa ibu dengan kebiasaan cuci tangan yang baik lebih rendah 16,7% risikonya untuk mengalami stunting pada balitanya.
Pada penelitian tersebut, pengasuh yang tidak mencuci tangan dengan sabun merupakan faktor risiko kejadian stunting(16).
Faktor lingkungan yang berisiko terhadap kejadian stunting pada batita adalah sanitasi lingkungan, sanitasi yang buruk juga merupakan faktor yang dapat menyebabkan stunting terkait dengan kemungkinan munculnya penyakit infeksi. Jamban sehat adalah sarana pembuangan feses yang baik untuk menghentikan mata rantai penyebaran penyakit. Jamban yang memenuhi persyaratan kesehatan tidak menyebabkan terjadinya penyebaran langsung akibat kotoran manusia dan dapat mencegah vector pembawa penyakit pada pengguna jamban maupun lingkungan sekitarnya(17). Sebuah penelitian di Sidoarjo menjelaskan bahwa ada hubungan antara penerapan jamban sehat dengan kejadian diare (p=0,014) mengingat diare merupakan faktor risiko dan berkontribusi dalam kejadian stunting(18).
WASH (Water, Sanitation and Hygiene) merupakan istilah kolektif untuk air, sanitasi dan kebersihan. Karena sifatnya yang saling berkaitan atau bergantung satu sama lain, ketiga masalah inti ini dikelompokkan bersama untuk mewakili sektor yang sedang tumbuh. Misalnya, tanpa air bersih yang cukup untuk minum, memasak, dan kebersihan pribadi, sulit untuk mempertahankan kesehatan yang baik dan melawan penyakit. Tanpa sanitasi yang layak, persediaan air dapat terkontaminasi dan penyakit dapat menyebar dengan cepat(19).
Dengan masalah-masalah diatas terkait dengan stunting penulis tertarik untuk melakukan Literatur Review. Mengenai dampak faktor air, sanitasi dan hygiene dengan kejadian stunting pada balita.
B. Rumusan Masalah
Masalah stunting pada balita dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Untuk mengurangi jumlah penderita stunting maka perlu di lakukan analisis mengenai faktor faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada balita. Maka penulis ingin melakukan analisis jurnal lebih lanjut mengenai dampak faktor air, sanitasi dan hygiene dengan kejadian stunting pada Balita. Kajian literatur tentang hubungan faktor air, sanitasi dan hygiene dengan kejadian stunting pada balita ini untuk membentuk kerangka teoritis bagi topik penelitian. Jadi rumusan masalah pada Literatur review ini adalah “ Hubungan Faktor Air, Sanitasi dan Hygiene Dengan Kejadian Stunting pada Balita”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengkaji artikel-artikel jurnal mengenai hubungan faktor Water, Sanitation, dan Hygiene (WASH) dengan kejadian Stunting pada Balita untuk membentuk sebuah kerangka teori.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan faktor air terhadap kejadian stunting pada balita
b. Mengetahui hubungan sanitasi terhadap kejadian stunting pada balita
c. Menganalisis hubungan hygiene terhadap kejadian stunting pada balita
d. Membentuk sebuah kerangka teori mengenai hubungan faktor Water, Sanitasi, dan Hygiene (WASH) dengan kejadian Stunting
pada Balita.
D. Manfaat Penelitian/Literatur Review
1. Bagi Pendidikan Kesehatan
Hasil penelitian literatur review ini diharapkan menjadi tambahan referensi pelaksanaan pendidikan kesehatan yang akan datang, serta dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan mengenai faktor Air, Sanitasi dan Hygiene yang berhubungan dengan kejadia stunting pada balita.
2. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian literatur review diharapkan bisa menjadi informasi tambahan bagi masyarakat menegenai masalah kesehatan pada balita terutama dalam masalah kesehatan stunting pada balita.
3. Bagi Peneliti
Hasil Penelitian literatur review ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam konteks kelimuan dan metodologi penelitian yang benar, serta memberikan pengalaman yang berharga sebagai peneliti pemula. Dan semoga hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk penelitian yang akan datang.
E. Ruang Lingkup
Penelitian ini menggunakan metode systematic review. Dengan menganalisis faktor Air, Sanitasi dan Hygiene dari kejadian Stunting pada balita. Artikel yang dipilih meliputi artikel dengan lokasi penelitian di Indonesia dan Luar Negeri, dengan rentang waktu penelitian tahun 2010 sampai tahun 2020.