• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Etika dan Kode Etik jurnalistik Sulfitri Husain

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF Etika dan Kode Etik jurnalistik Sulfitri Husain"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

Etika dan Kode Etik jurnalistik

Sulfitri Husain

Memahami Etika

Memahami etika merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan dipatuhi. Etika memiliki peranan yang cukup besar terutama sebagai upaya dalam membentuk watak bangsa melalui berbagai pengembangan kepribadian dan nilai-nilai yang diharapkan. Dari segi etimologi, istilah etika ini merupakan bahasa Yunani “ethos

yang memiliki banyak arti termasuk diantaranya: watak, adat, kebiasaan, akhlak, cara berfikir, sikap, dan perasaan.

Dalam penjelasannya, etika atau yang juga biasa disebut sebagai norma merupakan segala bentuk aturan atau kaidah yang digunakan sebagai pedoman berperilaku yang ada di masyarakat. Menurut kamus besar bahasa Indonesia sendiri, etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).

Dalam perkembangannya, menurut YP. Wisok (Nurdin, 2017), defenisi etika dapat dipahami sebagai:

1. Ethics is the study of right and wrong, etika merupakan kajian tentang benar dan salah.

2. Ethics is the study of moral, etika adalah studi tentang moral ataupun tindakan yang dimiliki manusia.

3. Ethich is not the study of what is, but what ought be. Etika bukanlah studi tentang apa yang ada melainkan apa yang seharusnya.

W. J. S. Poerwadarminto seorang ahli sastra juga melihat bahwa etika sebagai ilmu pengetahuan yang didasari atas tingkah laku manusia yang dapat dilihat dari sisi baik dan buruknya perilaku ataupun perbuatan manusia itu sendiri. Dari beberapa pandagangan di atas sehingga etika dijadikan sebagai pedoman dalam lingkup masyarakat untuk saling berinteraksi satu sama lain.

Berfikir secara etis dalam mencapai etika berbicara yang “baik” tentang sesuatu yang “benar” untuk hal yang

“tepat”, Prasetyo dan Tanya melihatnya dari 3 (tiga) cara berfikir (Nurdin, 2017), yakni:

1. Deontologis, merupakan cara berfikir yang berdasar pada prinsip, aturan hukum, dan norma secara objektif yang ada dalam kondisi apapun. Sebagai contoh adalah pelaksanaan tugas sesuai dengan fungsi dan kewajiban yang bersandar pada hukum dan norma social yang berlaku.

2. Berfikir teleologis, “teleos” artinya tujuan. Dalam cara berfiki ini, tidak melihat hukum sebagai ukuran terakhir. Akan tetapi, berfikir dengan cara teleologis lebih mengutamakan tujuan dan akibat yang akan terjadi. Walaupun hukum melihat suatu tindakan sebagai tindakan yang salah, tetapi jika bertujuan baik dan akibatnyapun baik, maka tidakan tersebut dinyatakan baik.

3. Adanya sikap yang saling menghormati, jujur, adil dan taat pada hukum untuk merealisasikan kewajiban.

Dalam perkembangan kehidupan manusia yang semakin maju, etika sangat membantu dalam proses menentukan langkah dalam mengambil sikap untuk bertindak secara tepat. Pada akhirnya, etika membantu manusia baik secara individu ataupun kelompok untuk menentukan keputusan tentang tindakan-tindakan yang akan diambil.

Secara bersama, pemahaman terkait etika tidak hanya diterapkan dalam satu aspek kehidupan manusia saja, melainkan diimplementasikan pada seluruh aspek kegiatan manusia.

Sejarah Kemunculan Kode Etika dan Peranannya dalam profesi

Kode etika tidak hadir begitu saja hingga dijadikan sebagai suatu pedoman agar dapat diterima dan diyakini oleh masyarakat. Berawal dari Inggris dalam bidang kedokteran pada tahun 1974, Thomas Percival membuat ‘code of medical ethics’ agar mudah dipahami. Di tahun 1803, Physician Inggris ini kembali menambah bagian yang ada didalam kode etik sehingga dikenal dengan istilah ‘medical ethics’ dan ‘medical jurisprudence’. Secara resmi pada tahun 1815 Pemerintah Inggris menetapkan UU Apoteker, kedokteran, kesehatan, yang juga didalamnya mengatur tentang etika.

Di tahun 1846, Amerika Serikat ikut mengembangkan perihal kode etik yang kemudian berdasarkan laporan Dr.

John Bell, ‘Code of (Professional) Ethics’ resmi disahkan pada 1847. Setelah kedokteran, profesi akuntan yang menyusul memberlakukan kode etik di tahun 1907 melalui organisasi yang bernama American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). Walau sebelumnya Luca Paciol seorang ‘the father of accounting’ telah menulis buku terkait etika akuntansi (1494) dengan judul “Summa de Arthmetica, Geometri, Proportione, et Proportionalita”. Dari tahun ke tahun kode

(2)

2 etik profesi semakin dipercayai untuk jadikan sebagai rujukan dalam bertindak, hingga akhirnya Hakim George Sharswood menulis essainya yang berjudul “Legal Ethics” pada tahun 1854 dan dijadikan sebagai acuan dalam mebuat kode etik di bidang hukum. Hingga akhirnya pada tahun 1908 disahkanlah kode etika professional dengan nama

“Canons of Professional Ethics” (Asshiddiqie, n.d.).

Di Indonesia sendiri, kode etik jurnalistik diawali setelah mengaadopsi Canon of Jurnalism asal Amerika pada tahun 1947. Melalui Undang-Undang No. 11 Tahun tahun 1966 yang membahas terkait Pokok-pokok Pers, Dewan Pers mengeluarkan keputusan No. 09/1968 terkait kode etik hasil pembahasan rapat yang dilakukan oleh Mochtar Lubis, H.G Rorimpandey, Nurhadi Kartaatmadja, Soendoro, Wanohito, A. Azis, dan L.E. Manuhua. Sejak lahirnya keputusan tersebut, kode etik jurnalistik mengalami transformasi diakibatkan keanggotaan profesi wartawan dalam sebuah organisasi. Hingga akhirnya dewan pers menyepakati kode etik jurnalistik berlaku sah dipergunakan oleh seluruh wartawan, melalui surat keputusan Dewan Pers No. 03/SKDP/III/2006 yang dipertegas lagi melalui Peraturan Dewan Pers No. 6/Peraturan-DP/V/2008 (Samsuri, 2013)

Foto Profesi Jurnalistik di Berbagai Liputan

live pakai streambox bentrokan antar pendukung di Pilkada Gowa, 2015

KRI Dewa Ruci, Kapal Latih AL, membawa obor api Asian Para Games, 2018

liputan Hari Buruh, 2018 Liputan terkait bentrokan unjukrasa menolak UU Omnibus Law, 2019

Sumber: Ahmad K. Syamsuddin. Reporter CNN wilayah Makassar. 2021

Berikut beberapa foto terkait profesi Jurnalistik yang senantiasa memberikan liputan objektif kepada masyakat. Berbicara profesi, yang terlintas dipikiran adalah pekerjaan seseorang yang digeluti setiap harinya dalam menghasilkan nilai berupa jasa dan materi. Bagi banyak orang, profesi diartikan sebagai pekerjaan yang sebelumnya melalui proses menimbah ilmu dan pendidikan, serta mempunyai keterampilan hingga akhirnya memiliki keahlian di bidangnya. Tidak hanya memahami sebatas teori, tetapi dibarengi dengan penerapan dalam pelaksanaannya. Tidak sedikit orang yang menggeluti profesi tertentu harus melalui jenjang pendidikan yang terus berlanjut yang dibarengi dengan praktek. Hal ini perlu untuk membuktikan bahwa kemampuan dalam profesi yang dimilikinya tidaklah diragukan lagi.

Dalam pelaksanaannya, agar tidak berbenturan dan tidak menyalahi aturan yang berlaku di masyarakat, setiap profesi memiliki kode etik tersendiri. Termasuk dalam profesi jurnalistik, orang-orang yang berkecimpung pada profesi ini memiliki kemampuan mengelola berita mulai dari mengumpulkan bahan berita, mengelola dan mengedit hingga memberitakan sesuai dengan fakta yang ada di lapangan. Sehingga tidak jarang pekerjaan jurnalistik senantiasa harus berhati-hati dalam pemberitaan ataupun liputannya baik secara media cetak dan media elektronik. Maka dari itu etika begitu penting, maka kita harus memahami setiap profesi yang dijalani seseorang senantiasa memiliki pedoman untuk bertindak. Etika profesi inilah yang dijadikan sebagai nilai-nilai atau prinsip dalam mengambil keputusan benar-salah, baik-buruk, serta dilakukan atau tidak dilakukan.

Walaupun demikian harus dipahami bahwa kode etik bukanlah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh lembaga pemerintah, melainkan aturan yang dibuat dan dijadikan pedoman bagi organisasi atau profesi tertentu. Sehingga setiap profesi memiliki kode etik tersendiri. Sebagai contoh dalam bidang kedokteran

(3)

3 memiliki kode etik kedokteran, dalam pelayanan kesehatan yang melayani pemberian obat berlaku kode etik apoteker, dalam bidang pengajaran berlaku kode etik dosen, dan kode etik Jurnalistik yang berlaku secara umum dan menyeluruh bagi media jenis apapun termasuk cetak dan elektronik tanpa terkecuali.

Setiap profesi yang ada tersebut membuat aturan dan norma yang akan berlaku dilingkungannya sendiri.

Kekuatan yang mengikatpun juga ke dalam khusus diperuntukkan bagi profesi yang bersangkutan dan tidak berlaku bagi masyarakat umum untuk mematuhinya. Adapun pelanggaran bagi profesi jurnalistik akan diserahkan kepada Dewan Pers sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengakomodir dan memberikan sanksi.

Pada umumnya, ada beberapa prinsip etika yang senantiasa harus diperhatikan dalam menjalankan suatu profesi antara lain:

1. Objektif (objective). Setiap profesi yang dijalankan haruslah bebas dari kepentingan individu ataupun kelompok yang akan mengendalikan/pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga nilai profesionalisme akan hilang.

2. Kebenaran dan kejujuran (Truth and honesty). Etika mengarahkan setiap manusia untuk senantiasa menyampaikan segala sesuatunya secara benar dan jujur.

3. Netral dan adil (neutral and fair). Dalam menjalankan tugas atau profesi, seseorang tidak boleh berat sebeleh. Seorang professional dalam pekerjaannya harus mengedepankan keadilan. Tidak boleh memihak pada suku, agama, dan ras tertentu.

4. Konsisten (consistent). Dalam setiap perbuatan dan tindakan harus senantiasa memegang teguh sikap konsisten (taat asas) yang selalu mengarahkan kepada hal yang baik dan benar dalam mengambil suatu keputusan.

5. Tanggung jawab (Responsibility). Setiap perkerjaan yang dilakukan, seorang profesional senantiasa menanggung segala bentuk tindakan yang dilakukannya. Tidak semata hanya pada proses dan output saja melainkan hingga mendapatkan feedback.

Profesi Jurnalistik dan Kode Etik

Berkecimpung dalam suatu pofesi bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, sebab ini akan berpengaruh terhadap kredibilitas seseorang yang melakukannya. Profesi tidak hanya berbicara soal pekerjaan semata, akan tetapi lebih dari itu, ada tugas, fungsi dan tanggung jawab yang harus dipenuhi hingga akhirnya masyarakat memberi pengakuan terhadap profesi yang dijalani. Sebagai seorang professional dalam menekuni pekerjaanya tentu berdasar pada pertimbangan-pertimbangan yang harus selalu diperhatikan. Wina Armada Sukarni melihat empat ciri profesi yang harus ada (Suprawoto, 2018), diantaranya: (1). Memiliki ilmu serta pengetahuan khusus dalam melaksanakan tugasnya, (2). Adanya kemandirian dalam setiap pekerjaan yang dilakukan, (3). Mempunyai organisasi sesuai bidang profesi yang memiliki kode etik sebagai standar dalam pelaksanaan pekerjaan, dan (4). Ada imbalan yang akan diperoleh dari hasil kerja.

Selain ciri yang telah dikemukakan di atas, dalam menjalankan profesi juga mesti mempertimbangkan kesiapan yang tidak hanya berdasar pada kualifikasi pendidikan semata, melainkan keikutsertaan dalam berbagai pelatihan-pelatihan yang berkesinambungan untuk meningkatkan potensi yang telah dimiliki sebelumnya. Tujuannya adalah selain lebih profesional, kedepannya akan lebih objektif dalam mengambil keputusan sehingga Lebih mengutamakan kepentingan masyarakat dari pada atas kepentingan pribadi.

Bagir Manan juga menambahkan syarat suatu profesi yang dinilia profesional, antara lain:

1. Independence. Profesi tidak tergantung dan tidak berpihak (impartial), harus jujur (fair), dan dapat dipercaya.

2. Service. Bersifat jasa, dapat dilakukan secara perorangan ataupun ada hubungan kerja yang telah disepakati.

3. Expertise. Keahlian merupakan dasar dalam bekerja yang harus ditunjang dengan ilmu pengetahuan beserta keterampilan yang dimiliki.

4. Trust. Menjaga kepercayaan dari publik yang terdiri dari individu ataupun kelompok yang ada dalam lingkungan masyarakat.

5. Integrity. konsistensi dan keteguhan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan keyakinan yang terdiri dari disiplin, jujur, bermutu, dapat dipercaya, akurat, menghormato orang lain, dan bertanggung jawab.

6. Taat etik. Merupakan ketentuan pokok yang dijadikan pegangan dalam melaksanakan profesi.

(4)

4 Beberapa hal yang dikemukakan di atas merupakan ciri atau syarat yang harus dimiliki suatu profesi secara profesional. Profesi dalam bidang jurnalistik akan bertemu dengan berbagai pihak yang nantinya akan menjadi sumber informasi terkait fakta yang ditemukan hingga menjadi laporan dalam pemberitaan. Dalam hal ini, masyarakatlah yang memiliki kewenangan untuk mengontrol dan menilai terhadap apa yang disampaikan, sehingga mutlak publik memberikan dukungan kepercayaan jika seorang jurnalis menyampaikannya secara akurat dan jelas.

Siregar berpendapat bahwa kode etik jurnalistik dibutuhkan untuk dapat membantu jurnalis dalam menentukan tindakannya benar atau salah, baik dan buruk, serta ia dapat bertanggung jawab atau tidak dalam proses kerjanya sebagai wartawan (Sulistyowati, 2013).

Melalui Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006. Setidaknya ada sebeles (11) pasal kode etik jurnalistik yang telah ditetapkan oleh Dewan Pers sebagai pedoman dalam menjalankan profesi sebagai jurnalistik. Sebelas (11) pasal tersebut sebagai berikut:

1. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

2. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

3. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

6. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

7. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

8. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

9. Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Ke sebelas kode etik inilah yang dijadikan sebagai pedoman oleh para jurnalistik dalam menjalankan profesinya. Seorang pencari dan pembuat berita akan menjalankan pekerjaanya secara professional, ia akan bertanggung jawab pada dirinya, lembaga tempat ia dinaungi, dan masyarakat yang menjadi konsumen dari hasil liputan yang disampaikannya. Walau tak jarang bahkan hingga saat ini pelanggaran kode etik masih terus ditemukan meski telah ada pedoman yang dibuat demi mengantisipasi pelanggaran-pelanggaran yang akan terjadi.

Pelanggaran Dalam Kode Etik Jurnalistik

Kode etik begitu penting untuk menjadi sebuah pedoman dalam menjalankan pekerjaan termasuk profesi jurnalistik. Pedoman tersebut menjadi rambu-rambu sekaligus menjadi aturan moral yang universal berlaku dibidangnya. Akan tetapi, dalam pelaksanaanya kode etik ini kerap kali dilanggar oleh si pelaksana tugas baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Faktor kesengajaan dalam profesi jurnalistik ini disebabkan oleh persaingan sehingga terkadang jurnalis membuat berita fiktif yang tentunya bertentangan dengan pedoman dalam kode etik. Dalam proses pemberitaan tidak jarang seorang jurnalis juga menerima “sogok” sehingga pemberitaanya tidak berimbang sebab hanya memihak pada satu sisi saja. Pelanggaran yang sengaja dilakukan ini dikategorikan berat dan akan diproses secara ketat.

(5)

5 Disamping pelanggaran yang sengaja dilakukan juga terdapat pelanggaran yang tidak disengaja sehingga jika diproses dengan melihat pedoman yang ada dalam kode etik, maka setidaknya ada kebijakan-kebijakan yang dapat meringankan bagi sipelanggar. Pelanggaran yang tidak disengaja ini biasanya disesabkan deadline, sehingga dalam pemberitaanya terkadang salah memasukkan data atau datanya tertukar, serta dokumentasi yang tidak sesuai dalam pemberitaan (baik dari segi tanggal ataupun nama). Pelanggaran lain juga sering ditemukan ketika: (1). seorang jurnalis belum memahami “Off the Record” isi berita , (2). Kurangnya empati pada korban kecelakaan, (3). Informasi tidak akurat, (4). Menamiplkan foto dan identitas korban susila anak-Anak, (5). Tidak menggunakan akal sehat (Common Sense), (6). Tidak merahasiakan identitas narasumber, (7). Wawancara fiktif , dan (8). Tidak menaganggapi hak jawab serta hak koreksi secara proporsional.

Adapun contoh pemberitaan pelanggaran kode etik jurnalistik dapat dilihat pada beberapa kasus pemberitaan dibawah ini.

Contoh Kasus Pemberitaan Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik 1. Tragedi Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang jatuh di

perairan Kepulauan Seribu pada Sabtu (9/1/2021) Ada beberapa contoh tindakan jurnalis yang dinilai tidak sesuai KEJ. Antara lain, jurnalis yang mencecar dengan pertanyaan "bagaimana perasaan Anda”, “Apa Anda punya firasat sebelumnya" dan lain-lain. Kepada seseorang yang keluarganya menjadi korban kecelakaan.

Ada juga media yang mengangkat topik soal gaji pilot pesawat nahas itu. Contoh tersebut mengesankan jurnalis dan media kurang menghormati pengalaman traumatik keluarga korban dan juga publik.

"Ada juga media yang menulis soal ramalan kejatuhan pesawat itu yang sumbernya dari peramal," ungkap Manan.

Beberapa contoh proses liputan dan pemberitaan yang menjadi kritik terhadap jurnalis dan media dalam kasus

Srwijaya Air ini.

(https://bekaci.suara.com/read/2021/01/11/150624/jurnal is-diimbau-tidak-tanyakan-ini-ke-keluarga-korban-sriwijaya- air-sj-182)

2. Dewan Pers: Indopos Langgar Kode Etik Beritakan Ahok Gantikan Ma'ruf Amin

Suara.com - Harian Indopos dan portal daring indopos.co.id dinyatakan melanggar Kode Etik Jurnalistik terkait dengan pemberitaan berjudul Ahok Gantikan Ma'ruf Amin? setelah Dewan Pers melakukan klarifikasi pada Jumat (22/2/2019).

Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Imam Wahyudi dikonfirmasi melalui pesan singkat di Jakarta, Sabtu (23/2/2010) mengatakan bahwa Indopos melanggar empat pasal Kode Etik Jurnalistik.

Kode Etik Jurnalistik yang dilanggar adalah Pasal 1, karena membuat berita tidak berdasarkan informasi akurat, yakni mengembangkan informasi dari media sosial disertai infografis berjudul "Prediksi 2019 s.d. 2024" dan Pasal 2 karena tidak profesional dengan memberitakan rumor yang tidak berdasar fakta dan sumber yang tidak jelas.

Selanjutnya Indopos juga dinyatakan melanggar Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik karena tidak melakukan uji informasi

(6)

6 dan Pasal 4 karena menyebarkan berita bohong dan fitnah.

Selain itu, Indopos melanggar angka 5a dan 5c Pedoman Pemberitaan Media Siber karena telah mencabut berita di media siber indopos.co.id, mengubah kemudian mengunggah kembali atas inisiatif sendiri tanpa alasan.

Atas pelanggaran kode etik itu, Indopos harus melayani hak jawab pengadu, yakni Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, dengan disertai permintaan maaf serta memuat kembali infografis dalam edisi dan laman daring dengan penambahan kata hoaks.

Indopos pun harus mencabut berita yang dimuat di indopos.co.id dan menggantinya dengan hak jawab. Hak jawab harus diberikan TKN sebelum Jumat pekan depan

.

"Tidak melayani bisa dipidana denda sebanyak- banyaknya Rp500 juta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Pers,"

kata Imam Wahyudi seperti dilansir Antara.

Sebelumnya, pada 15 Februari lalu, Tim Kemenangan Nasional (TKN) Jokowi–Ma'ruf Amin mengadukan harian Indopos ke Dewan Pers. TKN menilai, Indopos menyebarkan informasi bohong alias hoaks terkait isu Maruf Amin bakal digantikan Ahok kalau menjadi wakil presiden.

(https://www.suara.com/news/2019/02/23/234342/dewa n-pers-indopos-langgar-kode-etik-beritakan-ahok-gantikan- maruf-amin)

3. Soal

"Off the Record"

Senjata Ilegal, Ini Tanggapan Dewan Pers

Suara.com - Wakil Ketua Dewan Pers Ahmad Djauhar meminta para jurnalis untuk menghormati permintaan off the record dari narasumber. Sebab, hal itu termaktub dalam Undang-undang dan Kode Etik Jurnalistik.

Pernyataan Ahmad menanggapi berita pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo terkait adanya institusi yang memesan 5.000 senjata dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo alias ilegal.

Pernyataan ini disampaikan panglima TNI dalam forum silaturahmi dengan para purnawirawan TNI di Aula Gatot Soebroto, Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat (22/9/2017) lalu.

Namun, sebelum berita itu tersebar ke publik, Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayjen Wuryanto, sudah meminta pada wartawan yang saat itu meliput, agar tidak memberitakan pernyataan dari Gatot tersebut dengan mengatakan bahwa pernyataan itu off the record

.

"Karena sudah diatur, kalau memang itu ada statement off the record, itu dijamin undang-undang pers, maka hormatilah," kata Ahmad usai penandatangan perjanjian kerja sama antara TNI dan Dewan Pers di Mabes TNI, Senin (25/9/2017).

Ahmad menjelaskan, narasumber memiliki hak meminta pernyataannya tidak dipublikasikan. Dan ditegaskan Ahmad, wartawan harus menghargai permintaan itu.

Menurutnya, bisa saja pernyataan tersebut memiliki

(7)

7 implikasi yang bisa merugikan narasumber sehingga tak

dapat dipublikasikan di media.

( https://www.suara.com/news/2017/09/25/161450/soal- off-the-record-senjata-ilegal-ini-tanggapan-dewan-pers)

Daftar pustaka

Asshiddiqie, J. (n.d.). Sejarah Etika Profesi Dan Etika Jabatan Publik.

Nurdin, I. (2017). Etika pemerintahan (1st ed.). Lintang Rasi Aksara Books.

Samsuri. (2013). PERS Berkualitas Masyarakat Cerdas (1st ed.). Dewan Pers. https://dewanpers.or.id Sulistyowati2, F. (2013). Organisasi Profesi Jurnalis dan Kode Etik Jurnalistik. Jurnal Ilmu Komunikasi.

https://doi.org/: https://doi.org/10.24002/jik.v3i2.234

Suprawoto. (2018). Government Public Relations Perkembangan dan Praktik di Indonesia (1st ed.). Prenada Media GROUP.

Biografi penulis

Memiliki nama lengkap Sulfitri Husain, istri dari Hery Mudrieq ini merupakan perempuan keturunan Bugis-Soppeng. Di tengah pandemi corona yang mengharuskan work from home dan school from home ia harus ekstra mengajar terkhusus untuk ke tiga buah hatinya (Aira, Abisyar, dan Adiba), diluar kewajibannya sebagai seorang dosen. Baginya, pandemi ini bukanlah penghalang untuk terus mengeksplore kemampuan yang ada sehingga ia bergabung dibeberapa organisasi diantaranya Connecting Lecturers Cel Komunitas Dosen Lintas Negara (Cel-KODELN), Komunitas Dosen Penulis dan Peneliti Indonesia (KODEPENA), Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI Muda) dan Keluarga Perempuan Inspiratif Indonesia (KPII).

Keaktifannya di berbagai organisasi ini membuatnya rajin menulis dan menghasilkan beberapa tulisan diantaranya:

“Cantik” kumpulan tulisan Keluraga Perempuan Inspiratif Indonesia terbitan Semiotika, “Perspektif Covid Dalam Kajian Multidisipliner” kerjasama Semiotaka-Kodepena, “Pengantar Ilmu Komunikasi” dan

“Metodologi Penelitian Sosial” terbitan Nuta Media. T

ermasuk book chapter “Pengantar Jurnalistik” ini. One

action get some reactions, merupakan salah satu prinsipnya.

Referensi

Dokumen terkait