• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Self Regulation - Universitas Medan Area

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PDF BAB II KERANGKA TEORI 2.1. Self Regulation - Universitas Medan Area"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

Pengaturan diri pada hakikatnya mencakup tidak hanya selalu aktif dan mandiri dalam mempelajari perilaku, namun juga melibatkan diri dalam lingkungan sosial dan menggunakan sumber informasi (Zimmermant, et al. 1999). Pengaturan diri yang dihasilkan mengacu pada pikiran, perasaan, dan perilaku yang ditujukan untuk mencapai tujuan dengan melakukan perencanaan yang terarah. Jika siswa memiliki regulasi diri yang tinggi maka ia akan mampu mempertahankan prestasi belajarnya di sekolah, sehingga prestasi akademiknya tetap terjaga.

Pengaturan diri pada hakikatnya tidak hanya melibatkan sikap selalu aktif dan mandiri dalam mempelajari perilaku, namun juga melibatkan diri dalam lingkungan sosial dan menggunakan sumber informasi (Zimmerman, dkk, 1996). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Regulation Menurut Bandura (Zimmerman, 1989), perspektif kognitif sosial memandang Self-Regulation sebagai proses interaksi antara faktor personal, behavioral dan lingkungan. Dan jika siswa mampu memiliki ketiga aspek tersebut, maka ia mempunyai regulasi diri yang tinggi, sehingga dapat menjaga motivasinya untuk berprestasi dengan baik dalam belajar.

Karena mereka tumbuh di rumah atau lingkungan yang tidak mengajarkan mereka untuk melakukan pengaturan diri, maka mereka tidak diberikan teladan atau penghargaan (Brody, Stoneman, Flor, 1996 dalam Boekaerts, c 2000). Keterbatasan lain yang menghalangi seseorang untuk mengembangkan kemampuan mengatur diri datang dari dirinya sendiri, yaitu sikap apatis (disinterest). Gangguan mood seperti mania atau depresi, kurang gairah, dan ketidakmampuan memotivasi merupakan keterbatasan ketiga yang dapat menyebabkan disfungsi pengaturan diri.

Keterbatasan keempat yang sering dikaitkan dengan disfungsi Self-Regulation adalah adanya ketidakmampuan belajar, seperti masalah ketidakmampuan berkonsentrasi, mengingat, membaca dan menulis (Borkowski & Thorpe, 1994 dalam Boekaertsw, 2000).

Kreativitas

  • Pengertian Kreativitas
  • Teori-Teori Kreatifitas
  • Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kreativitas
  • Ciri-ciri Siswa Kreatif
  • Pengukuran Kreativitas

Menurut Lumsdaina (1995), kreativitas adalah aktivitas dinamis yang melibatkan proses mental sadar dan tidak sadar serta melibatkan sel dan bagian otak. Kreativitas merupakan kualitas pribadi seorang individu (dan bukan kualitas sosial yang dimiliki oleh masyarakat), yang tercermin dalam kemampuannya menciptakan sesuatu yang baru (Selo Sumardjan 1983). Menurut Solso (1995), kreativitas adalah aktivitas kognitif yang menghasilkan cara atau sesuatu yang baru dalam memandang suatu masalah atau situasi.

Kreativitas adalah: kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas) dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan berkolaborasi (mengembangkan gagasan, memperkaya, merinci). Berdasarkan hasil berbagai penelitian tentang spesialisasi belahan otak, Clark menyatakan: 'Kreativitas adalah ekspresi tertinggi dari bakat dan sifat terpadu, yaitu sintesis dari seluruh fungsi dasar manusia, yaitu berpikir, merasakan, penginderaan dan intuisi (fungsi dasar). pemikiran, penginderaan, penginderaan dan intuisi)" (Jung 1961, Clark 1986), dimana kreativitas itu sendiri menekankan pada proses keterbukaan dalam berpikir individu. Berpikir divergen: suatu bentuk berpikir terbuka, di mana kemungkinan jawaban yang berbeda terhadap suatu masalah/masalah dianggap diselidiki.

Pengukuran menggunakan model kreativitas yang dikemukakan oleh Treffinger (1980) sebagaimana dikutip oleh Munandar dkk. 1987) dapat mewakili konsep kreativitas sebagai kreativitas pribadi, kreativitas proses, dan kreativitas produk. Kreativitas tingkat kedua adalah proses berpikir dan perasaan yang kompleks, yang dapat diartikan sebagai proses kreativitas. Berdasarkan pendapat beberapa ahli kreativitas, kreativitas adalah kemampuan menemukan sesuatu yang baru, unik dan bermanfaat, dan apa yang ditemukan melalui proses kreativitas adalah sesuatu yang mempunyai nilai kreatif.

Teori Rogers: Carl Rogers tiga kondisi internal orang kreatif, yaitu: keterbukaan terhadap pengalaman, kemampuan menilai situasi referensi pribadi seseorang (internal locus of evaluasi), kemampuan bereksperimen, “bermain” dengan konsep. Keterbukaan terhadap pengalaman dan rangsangan dari luar atau dalam diri individu merupakan kemampuan menerima segala sumber informasi dari pengalaman hidup sendiri. Kemampuan memainkan dan mengeksplorasi unsur, bentuk, konsep atau membentuk kombinasi baru dari hal-hal yang sudah ada.

Faktor eksternal adalah peranan kondisi lingkungan termasuk lingkungan hidup dalam arti luas yaitu masyarakat dan kebudayaan. Kebudayaan dapat mengembangkan kreativitas apabila memberikan kesempatan yang adil bagi pengembangan potensi kreativitas yang dimiliki oleh anggota masyarakat. Menekankan pada keberadaan dan bukan hanya berarti tidak mengedepankan kepentingan masa kini, melainkan berorientasi pada masa depan;

Rasa ingin tahu anak yang kreatif sangat tinggi sehingga tidak akan melewatkan kesempatan untuk bertanya. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kreativitas seseorang dapat diukur melalui kesesuaian dan ketidaksesuaiannya.

Motivasi Berprestasi

Pengertian Motivasi Berprestasi

Gellerman (1963), menyatakan bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan sangat senang jika berhasil memenangkan suatu kompetisi. Sedangkan menurut Tapiardi (1996), motivasi berprestasi adalah suatu cara berpikir tertentu yang apabila terjadi pada seseorang cenderung membuat orang tersebut bertindak aktif untuk mencapai suatu hasil atau prestasi. Dari pemikiran di atas dapat dipahami bahwa dengan adanya motivasi berprestasi pada diri individu akan menumbuhkan semangat bersaing yang sehat, tumbuhnya individu yang bertanggung jawab dan dengan motivasi berprestasi yang tinggi juga akan membentuk individu menjadi individu yang kreatif.

McClelland dan Atkinson (1953) menyatakan bahwa setiap orang mempunyai tiga motif yaitu motivasi berprestasi, motivasi persahabatan dan motivasi kekuasaan. Komarudin (1994) menyatakan motivasi berprestasi meliputi pertama kecenderungan atau usaha untuk berhasil atau mencapai tujuan yang diinginkan; Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berdasarkan Tripartite Model of Achievement Motivation ditandai dengan pandangan positif terhadap tugas yang bersangkutan dan keyakinan bahwa dirinya mampu melaksanakan tugas atau pekerjaan yang diberikan, mempunyai dorongan yang kuat untuk melaksanakan tugas yang diberikan. mereka bertanggung jawab. , dan berusaha mencari cara efektif agar berhasil menyelesaikan tugas (Kuntjojo Andik Matulessy: 2012).

Santrock (2003) menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan untuk menyelesaikan sesuatu, mencapai suatu standar keberhasilan, dan melakukan suatu usaha dengan tujuan mencapai keberhasilan. Dan McClelland dan Hawadi (2001) menjelaskan bahwa aspek penting dari motivasi berprestasi adalah: kebutuhan akan prestasi, tanggung jawab, ketakutan akan kegagalan, kemampuan mengatasi hambatan, kebutuhan akan umpan balik.

Komponen-Komponen Motivasi Berprestasi

Ciri-Ciri Individu Motivasi Berprestasi

Memiliki tugas sedang berarti memiliki tugas yang tidak terlalu sulit dan tidak terlalu mudah. Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi yang harus menyelesaikan tugas-tugas yang sangat sulit, namun mengerjakan tugas tersebut dengan membagi tugas menjadi beberapa bagian, yang setiap bagiannya lebih mudah diselesaikan. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan berusaha sebaik mungkin dalam segala kegiatan pembelajaran dan tidak akan lupa dalam melakukan aktivitas apapun.

Siswa selalu berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran dan mengajukan soal latihan meskipun guru tidak memberi petunjuk atau mengoreksi tugas yang salah. Siswa juga akan melaksanakan kegiatan belajar apabila mempunyai buku teks dan bahan pembelajaran yang diperlukan dan akan melaksanakan kegiatan belajar sendiri atau bersama-sama dalam kelompok.

Hubungan Kreativitas Dengan Self Regulation

Hubungan Motivasi Berprestasi Dengan Self Regulation

Menurut Maharani (2009), ciri-ciri siswa yang memiliki pengaturan diri adalah: partisipasi aktif dalam pembelajaran dari sudut pandang metakognitif, motivasi dan perilaku. Bandura (1997) menyatakan asumsi tentang manajemen diri dalam pembelajaran dipengaruhi oleh interaksi antara faktor individu, perilaku, dan lingkungan. Strategi pembelajaran merupakan strategi utama yang menunjukkan bagaimana siswa memilih dan mengolah informasi yang disajikan dalam pembelajaran, terdiri dari 6 subkomponen yaitu: mendengarkan petunjuk, berpikir dan menemukan, menemukan pemahaman, mengamati dan meniru, visualisasi dan imajinasi, fokus. perhatian, pengulangan dan latihan.

Strategi pendukung yang menyajikan bagaimana siswa mengatur mental lingkungan belajarnya dan memfasilitasi pemrosesan informasi, terdiri dari 7 subkomponen, yaitu: mengelola perhatian, mencari bantuan, mengelola tugas dan menyesuaikan kesulitan, mengatur waktu, mengurangi interaksi teman sebaya, mengelola motivasi, melakukan evaluasi diri . Pengetahuan tentang pembelajaran atau pengetahuan tentang pembelajaran yang digunakan siswa untuk menjelaskan cara-cara strategis belajar terdiri dari 4. Dengan demikian, guru harus mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam mengatur diri belajar dan strategi yang dapat mereka gunakan untuk mengidentifikasi dan mendorong kemandirian. pembelajaran (Self-regulation) di kelasnya.

Siswa yang sukses mampu menerapkan strategi pembelajaran pengaturan diri di seluruh tugas dan menyesuaikan strategi seperlunya untuk memfasilitasi kemajuan mereka menuju tujuan yang diinginkan (Paris & Paris, 2001).

Hubungan Kreativitas dan Motivasi Berprestasi Dengan Self Regulation

Jadi, meskipun ada banyak teori tentang kreativitas, motivasi berprestasi dan Regulasi Diri, serta penyebab perkembangannya (Boekarts, Pintrich, & Zeidner, 2000; Mithaug, 1993, Carven & Scheier, 1998; Bronson, 2000) . Kreativitas dan Pengaturan Diri dapat memilih apa yang kita inginkan, percaya diri, dan kemudian berusaha mencapai tujuan pribadi. Namun, tidak ada perspektif teoritis yang dapat ditemukan dalam literatur untuk memberikan penjelasan komprehensif tentang hubungan antara kreativitas dan motivasi berprestasi dan Regulasi Diri.

Untuk memahami hubungan antara kreativitas, motivasi berprestasi dan pengaturan diri, kami memberikan penjelasan tentang bagaimana orang yang berbeda dengan jumlah pengetahuan yang sama memecahkan masalah yang berbeda (Mayers, 2003; Boekarts, Pintrich, & Zeidner, 2000; Ormrod, 2003). Teori ini menyiratkan jenis hubungan unik antara tiga hubungan internal Kreativitas, Motivasi Berprestasi, dan Pengaturan Diri memiliki implikasi langsung untuk memahami bagaimana fungsi sistem saraf dan peran kontribusinya, yang menurut teori ini diperlukan. Individu yang memiliki tingkat motivasi berprestasi tinggi Pengaturan diri dan kreativitas lebih besar kemungkinannya untuk mempercayai dirinya sendiri, yang berujung pada lebih percaya diri untuk menggunakan intuisi pribadi dan menghasilkan sesuatu yang lebih bermakna (Pintrich, 2003; Mayesrs, 2003; Boekarts, Pintrich, & Zeidner, 2000;Ormrod, 2003).

Pengaturan diri dengan motivasi berprestasi dan keterampilan kreativitas merupakan aspek terpenting dalam belajar siswa karena perencanaan, pengolahan dan evaluasi aktif akan menentukan akibat berhasil tidaknya belajar.

Kerangka Konseptual / Desain Penelitian

Rancangan hubungan antar variabel sebagai paradigma yang dianut dalam penelitian ini dapat dilihat pada diagram berikut.

Hipotesis Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Access to average reliable 20.0 10.0 information 1.4-1.6 4 Access to good reliable 13.3 6.6 information 1.6-1.8 5 Access to very good reliable 6.6 13.3 information1.8-2 With respect