• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDF Laporan Penelitian

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "PDF Laporan Penelitian"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

Senyawa vanilin pertama-tama direduksi menjadi vanilil alkohol untuk meminimalkan hambatan sterik dalam reaksi esterifikasi. Reaksi esterifikasi vanilil alkohol dengan asam salisilat baik menggunakan metode esterifikasi Fischer maupun metode esterifikasi Steglich tidak menunjukkan hasil produk yang diinginkan, senyawa yang diperoleh selanjutnya divariasikan konsentrasi 600 ppm, 800 ppm dan 1000 ppm. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa turunan vanilin memiliki beberapa aktivitas, antara lain aktivitas antimikroba (Kumar et al. 2012; Harini et al. 2012) dan antioksidan (Oliveira et al. 2014).

Aktivitas antimikroba turunan vanillin meliputi gram positif dan gram negatif (Rakchoy et al. 2009), bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli digunakan dalam penelitian ini. Senyawa vanilin pertama-tama direduksi menjadi alkohol vanilin untuk mengurangi halangan sterik dalam reaksi esterifikasi. Ester dapat disintesis dengan mereaksikan senyawa asam karboksilat dengan alkohol yang dikenal dengan reaksi esterifikasi.

Pada dasarnya reaksi esterifikasi memiliki energi aktivasi yang tinggi dan membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai kesetimbangannya. Dengan menambahkan disikloheksilkarbodiimida (DCC) dan 4-N,N-dimetilaminopiridin (DMAP) ke dalam reaksi esterifikasi metode steglich, dimungkinkan untuk memperoleh hasil yang jauh lebih baik daripada katalis asam kuat. Asam salisilat merupakan senyawa yang asam karboksilatnya memiliki beberapa aktivitas antara lain antiinflamasi, fungsional, bakteriostatik, analgesik dan efek tabir surya (Sri K. et al. 2012).

Senyawa vanilil salisilat ester diharapkan memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan senyawa vanilin.

TINJAUAN PUSTAKA

  • Vanillin
  • Asam Salisilat
  • Karakterisasi Hasil Sintesis 1. Kromatografi Lapis Tipis
  • Tinjauan Umum Bakteri 1. Bakteri (Dwijoseputro 2003)
    • Antibakteri (Ganiswara 1995)

Sampai saat ini asam salisilat masih digunakan dalam pengobatan kutil, kapalan, psoriasis, dermatitis seboroik pada kulit kepala dan ichthyosis. Penggunaannya sebagai eksfoliator semakin meningkat dalam pengobatan penuaan kulit, melasma, hiperpigmentasi pasca inflamasi dan jerawat.4,5 Di Amerika Serikat, beberapa preparat mengandung preparat asam salisilat dalam konsentrasi 1-40%.6 Penggunaan asam salisilat secara topikal relatif aman. Efek samping lokal yang umum terjadi akibat penggunaan asam salisilat termasuk dermatitis kontak (Sri Katon S. et al. 2012).

Asid salisilik mengandungi tidak kurang daripada 99.5% dan tidak lebih daripada 101.0% C7H6O3 yang dikira pada bahan kering. Asid salisilik adalah dalam bentuk kristal putih, biasanya dalam bentuk jarum halus atau serbuk kristal putih halus, sedikit manis, pedas dan stabil di udara. Keterlarutan asid salisilik adalah sukar untuk larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol, dan dalam eter, larut dalam air mendidih, agak sukar untuk larut dalam kloroform.

Bentuk makroskopis asam salisilat berupa bubuk kristal berwarna putih dengan rasa manis, tidak berbau dan stabil di udara. Manfaat dan mekanisme kerja asam salisilat topikal Efek keratolitik dan desmolitik Asam salisilat banyak digunakan dalam terapi topikal sebagai keratolitik. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa asam salisilat memiliki banyak efek antara lain analgesik, antipruritik, analgesik, antiinflamasi, bakteriostatik, fungsional, efek pelindung sinar matahari dan lain-lain (Sri Katon S. et al. 2012).

Ester dapat dibentuk dengan reaksi langsung antara asam karboksilat dan alkohol yang disebut reaksi esterifikasi. Menurut Fessenden dan Fessenden (1986) halangan sterik alkohol dan asam karboksilat merupakan faktor yang paling mempengaruhi laju reaksi esterifikasi. Kromatografi adalah teknik pemisahan berdasarkan perubahan interaksi komponen dalam sampel dengan fase diam dan fase gerak.

Pada media agar yang telah diinokulasi bakteri dibuat parit kemudian diisi zat antibakteri dan diinkubasi pada suhu dan jangka waktu yang sesuai dengan jenis bakteri uji. Pada media agar yang telah diinokulasi bakteri dibuat lubang-lubang, ditempatkan silinder, kemudian diisi zat antibakteri, setelah itu diinkubasi pada suhu dan jangka waktu sesuai dengan jenis bakteri uji. Cakram kertas yang mengandung zat antibakteri diletakkan di atas piring, setelah diinkubasi pada suhu dan durasi yang sesuai untuk bakteri uji.

Metode ini menggunakan bahan antibakteri yang diteteskan secara bertahap, baik dengan media cair maupun padat, kemudian media diinokulasi dengan bakteri uji dan diinkubasi. Setelah cawan agar membeku, inokulum bakteri ditanam dan diinkubasi pada suhu dan jangka waktu yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri uji.

TUJUAN PENELITIAN

METODE PENELITIAN

Alat dan Bahan

Prosedur kerja

20 mL aseton dan 1 tetes katalis asam sulfat pekat dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan kondensor, kondensor, dan pengaduk hot-plate pada suhu 56–60 ◦C selama 24 jam. Proses esterifikasi dilakukan dengan menggunakan alat refluks dan labu leher tiga ditempatkan dalam penangas air dengan perbandingan mol reaktan 1:4 (vanilil alkohol dan asam p-hidroksi benzoat). 10 mL aseton dan menggunakan DCC dan DMAP sebagai aktivator dan katalis, masing-masing 370,8 mg (1,8 mmol) dan 21,99 mg (0,18 mmol), ditempatkan dalam labu leher bulat.

Alkohol vanilil dan asam p-hidroksibenzoat dituang ke dalam labu leher satu, tambahkan katalis dan aktivator pada suhu 60˚C dan mulai proses. Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang resisten terhadap beberapa antibiotik, antara lain penisilin, methicillin, kuinolon dan vankomisin (Lowy 2003). f) Uji aktivitas antibakteri. Uji aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi agar yang dinilai melalui diameter zona hambat (Davis & Stout 1971).

Serbuk TSA dan TSB dimasukkan ke dalam Erlenmeyer masing-masing sebanyak 10 gram dan 7,5 gram, kemudian masing-masing dilarutkan dengan menambahkan 250 ml akuades. Kultur bakteri E. coli dan S. aureus diinokulasikan pada agar miring TSA secara terpisah dan secara aseptis dengan menempatkan jarum sengkelit yang berisi biakan di bagian bawah agar miring dan ditarik dengan gerakan zig-zag. Uji aktivitas antibakteri dilakukan pada dua jenis bakteri yaitu bakteri E. Pengujian antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar.

Pengoperasian metode difusi agar yaitu bakteri uji yang telah di perbaharui diinokulasikan sebanyak 200 µl dalam TSA kemudian diratakan pada media yang berisi bakteri kemudian ditempatkan pada kertas cakram berukuran 6 mm dan ditetesi larutan vanilil salisilat dengan konsentrasi 100%. Kemudian disimpan pada suhu 37oC selama 24 jam dan diameter tahanan yang terbentuk diukur dengan menggunakan vernier caliper. Setelah vanilin salisilat diketahui memiliki aktivitas antibakteri, ditentukan konsentrasi hambat minimum vanilin salisilat.

Tujuannya untuk menentukan kadar vanilin salisilat terendah yang masih memiliki efek antibakteri terhadap bakteri uji. Sampel vanili salisilat dibuat dengan konsentrasi yang berbeda dari mayor ke minor. e) Diameter zona hambat. Diameter zona hambat yang terbentuk akibat aktivitas antibakteri vanillin salisilat diukur dari kiri ke kanan dengan menggunakan vernier caliper.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil reaksi berupa serbuk berwarna putih dan hasil serta karakterisasi senyawa dengan penentuan titik leleh dan diperoleh nilai titik leleh 88◦ sesuai dengan penelitian sebelumnya (Budidarmawanti 2008). Kemudian dianalisis dengan FTIR untuk mengetahui adanya gugus fungsi hasil reduksi dengan munculnya bilangan gelombang 3437,8 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus –OH bebas dan hilangnya bilangan gelombang 1661,4 cm-1 yang menunjukkan hilangnya gugus karbonil pada hasil reduksi. Setelah memastikan bahwa produk yang direduksi adalah produk yang diharapkan, langkah reaksi kedua adalah reaksi esterifikasi.

Metode pertama adalah esterifikasi menurut metode Fisher yaitu reaksi vanilil alkohol dan asam salisilat dalam aseton menggunakan katalis pekat H22SO4, namun tidak didapatkan bercak yang berbeda dari bahan baku reagen. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi yang diharapkan untuk membentuk senyawa baru (ester) tidak terjadi dengan metode ini, metode reaksi Fisher memiliki kelemahan karena reaksinya reversibel. Metode reaksi esterifikasi kemudian dilakukan dengan metode esterifikasi steglich menggunakan katalis DCC dan DMAP, yang dapat meningkatkan kereaktifan reaksi esterifikasi (Maret 1992).

Hasil analisis FTIR menunjukkan adanya perbedaan bentuk spektrum antara hasil sintesis dengan vanilil alkohol dan asam salisilat, namun tidak menunjukkan pembentukan gugus ester yang seharusnya berada pada kisaran cm-1 hingga 1650 cm-1 (Watson 2009). Hasil analisis GCMS juga gagal menunjukkan pembentukan senyawa yang diinginkan, terbukti dengan terbentuknya beberapa puncak pada hasil, menunjukkan kemungkinan reaksi tidak berjalan dengan baik. Hasil pengujian pada tabel di atas menunjukkan bahwa vanillin dan vanilil alkohol memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram negatif yaitu E.coli.

Tabel 1. Hasil Analisis FTIR Hasil Reduksi Vanilin  Gugus Fungsional  Bilangan Gelombang (cm -1 )
Tabel 1. Hasil Analisis FTIR Hasil Reduksi Vanilin Gugus Fungsional Bilangan Gelombang (cm -1 )

KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Hasil Analisis GC Produk Esterifikasi Steglich

Gambar

Tabel 1. Hasil Analisis FTIR Hasil Reduksi Vanilin  Gugus Fungsional  Bilangan Gelombang (cm -1 )
Gambar 1. Hasil uji KHM terhadap S. Aureus
Tabel 2. Hasil uji KHM terhadap S. aureus
Gambar 2. Hasil uji KHM terhadap E. coli
+3

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS PEMBANGUNAN EKONOMI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA dalam PERSPEKTIF ISLAM STUDI pada MASYARAKAT di KAWASAN EKONOMI KHUSUS MANDALIKA Ety Herawati Hakim Fakultas Ekonomi dan