PEKERJAAN RUMAH YANG TIDAK TERSELESAIKAN
Penyusun: Widi Nugroho - Aktivis PATTIRO Semarang
Partisipasi masyarakat yang rendah dalam promosi keseha- tan (promkes) menyebabkan upaya pencegahan penyakit tidak efektif. Keterlibatan seluruh elemen yang ada di mas- yarakat masih kecil, dominasi kaum perempuan dan bersi- fat instruktif. Termasuk ruang diskusi bagi masyarakat untuk terlibat aktif dalam melakukan identifikasi masalah, menggali potensi, dan menyelesaikan masalah kesehatan.
Di Kabupaten Semarang sudah terbentuk beberapa forum kesehatan di tingkat kabupaten dan kecamatan. Latar belakang pembentukan forum kesehatan tersebut didasari dengan persoalan yang muncul masyarakat.
Namun hingga saat ini forum tersebut belum berhasil mencapai tujuan.
Sebagai contoh Forum Mother Maternal Infant Meeting (M3) dibentuk untuk mengurangi tingginya Angka Kematian Ibu (AKI)/ Angka Kematian Bayi (AKB). Forum yang dibentuk tiga tahun lalu malah menghasilkan ke- naikan AKI yaitu 11 orang di tahun 2012 dan 17 orang di tahun 2013.
Dasar peraturan tentang pembentukan dan pengelolaan forum kese- hatan belum lengkap. Peraturan tersebut belum mengatur terkait unsur masyarakat yang terlibat, pembagian peran anggota, alokasi anggaran, dan keberlanjutan dimasa datang.
Maka perlu dibentuk forum kolaborasi multi-stakeholder kesehatan yang komprehensif. Forum kolaborasi itu seharusnya terdiri dari pemerintah, masyarakat, dan pemangku kesehatan lain sebagai sarana umpan balik kebijakan promkes di Kabupaten Semarang.
Segera menerbitkan Peraturan Bupati tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Forum Keseha- tan Kecamatan yang memuat tujuan, fungsi, pembiayaan, keanggotaan, mekanisme moni- toring dan evaluasi forum, pem- bagian peran yang jelas antar stakeholder di dalamnya, serta responsif gender;
Memfasilitasi forum dalam pen- ingkatan kapasitas pemaha- man dan ketrampilan yang men- dukung kinerja forum;
Menganggarkan biaya opera- sional FMS melalui APBD, dan mendorong pembiayaan lain di luar APBD/ CSR;
Menjadikan forum kesehatan ka- bupaten, kecamatan dan desa/
kelurahan sebagai peserta mus- renbang kelurahan sampai mus- renbang kabupaten, dan peren- canaan kesehatan lainnya.
REKOMENDASI
POLICY BRIEF
Promkes merupakan langkah strategis mening- katkan derajat kesehatan masyarakat. Upaya promkes tidak hanya menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan dan Puskesmas tetapi juga Sat- uan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lain, instansi vertikal dan masyarakat.
Sebagai contoh, persoalan tingginya angka pernikahan dini di Ungaran Timur yang disebabkan pasangan remaja yang berhubungan sebelum menikah. Pandangan ban- yak orang menyimpulkan akar persoalan ini adalah kel- uarga yang belum memberikan pendidikan seks sedari dini. Namun sebenarnya persoalan ini menjadi tanggung jawab banyak pihak antara lain Puskesmas dan penyuluh KB yang kurang melakukan sosialisasi kesehatan repro- duksi, KUA yang terlalu mudah memberikan keputusan pengesahan menikah pasangan tersebut dan mungkin juga tugas-tugas lembaga lain.
Sejak Oktober 2014, PATTIRO Semarang melakukan uji coba pengelolaan Forum Kesehatan Kecamatan untuk mengetahui efektivitas koordinasi antar stakeholder dan pelibatan masyarakat dalam implementasi promkes di Ke- camatan Ungaran Timur dan Bandungan. Di masing-mas- ing kecamatan mempunyai dua puskesmas.
Uji coba ini dilakukan dengan Focus Group Discussion (FGD) rutin dengan ruang lingkup pembahasan peta masalah kesehatan yang ada, menggali potensi wilayah yang memberikan solusi, dan menyusun rekomendasi sin- ergi upaya promosi kesehatan antar stakeholder di tingkat kecamatan. Adapun yang terlibat dalam FGD tersebut an- tara lain DPRD, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum, Bappeda, Bapermasdes, Badan KBPP, kecamatan, Puskesmas, PKK, tokoh agama, tokoh mas- yarakat dan kader kesehatan.
JUMLAH SDM PROMKES TIDAK MEMADAI
Upaya promkes masih belum menjadi prioritas dalam perencanaan pembangunan kesehatan. Hal ini terbukti dengan jumlah tenaga promosi kesehatan di Puskesmas masih belum memadai. Setiap puskesmas hanya mempu- nyai dua sampai tiga tenaga promosi kesehatan.
Kecamatan Ungaran Timur, rasio tenaga promkes diband- ingkan dengan jumlah penduduk 9 : 100.000. Sedangkan di Kecamatan Bandungan, rasio tenaga promkes diband- ingkan dengan jumlah penduduk 14 : 100.000. Padahal standar Indonesia Sehat seharusnya 102 : 100.000 artinya setiap 100.000 penduduk harus ada minimal 102 orang tenaga promkes dengan tiga spesifikasi yaitu tenaga kes- ehatan masyarakat, tenaga gizi dan tenaga sanitasi.
SASARAN PROMKES BELUM RESPONSIF GENDER Keterlibatan kaum laki-laki dalam upaya promkes yang dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan masih minim. Di masyarakat masih ada anggapan persoalan kesehatan adalah urusan domestik perempuan. Pada- hal pengambil kebijakan dalam rumah tangga biasanya kaum laki-laki. Mayoritas kader kesehatan adalah kaum perempuan yang bekerja melalui struktur PKK dari tingkat kabupaten hingga desa/kelurahan. Dampaknya sasaran promkes cenderung hanya kepada kelompok perem- puan.
Sebagai contoh, informasi tentang kesehatan ibu dan anak pada saat kehamilan hingga pasca persalinan se- harusnya diketahui oleh perempuan maupun laki-laki.
Sehingga perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga dapat bersama-sama membuat perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi. Dengan demikian kematian ibu dan anak dapat dicegah. Namun yang sering terjadi hanya ibu-ibu saja yang terlibat dalam pemberian infor- masi KIA.
TELAAH KRITIS
LATAR BELAKANG
DISORIENTASI FORUM KESEHATAN.
Di Kabupaten Semarang setidaknya ada tiga forum kese- hatan yang bergerak di promkes. Adapun forumnya ada- lah Forum Kesehatan Kelurahan/ Desa (FKK/ FKD), Moth- er Maternal Infant Meeting (M3), Masyarakat Peduli AIDS (MPA). FKD/FKK dalam kondisi mati suri, punya struktur na- mun tidak ada kegiatan yang dilakukan. Faktor penyebab utamanya adalah anggota di FKK/FKD belum mempunyai orientasi lembaga ini mau diarahakan kemana.
Forum M3 dan MPA belum berjalan optimal.
Hal ini terlihat dari pelaksanaan forum yang tidak rutin, unsur yang terlibat dalam forum tidak merepresentasikan seluruh kelompok masyarakat yang ada. Anggota yang terlibat dalam ketiga forum tersebut biasanya tokoh mas- yarakat yang karena statusnya maka dilibatkan. Walau- pun sudah menjadi tokoh masyarakat belum tentu me- mahami terkait persoalan kesehatan. Misalnya seorang kepala desa yang baru terpilih, diundang mewakili PKK desa di forum M3. Kepala desa ini tidak memahami detail permasalahan kesehatan di wilayahnya dibandingkan anggota PKK desa lain yang sudah lama.
SKPD selain dinas kesehatan belum dilibatkan dalam fo- rum sehingga kebijakan SKPD terkait dengan pembangu- nan kesehatan tidak berdasarkan peta persoalan yang seharusnya dapat diidentifikasi dalam forum. Bahkan ser- ingkali antar SKPD tidak ada sinkronisasi baik dalam peren- canaan maupun implementasi kebijakan terkait pemban- gunan kesehatan. Di tahun 2015 pemerintah menargetkan program bebas Open Defecation Free (ODF). Dinas kes- ehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Bapermasdes dan BLH mempunyai program ini. Fakta yang terjadi program pem- berian jamban tidak mampu mengubah budaya buang air besar secara sehat.
Fakta lain pengelolaan forum, hanya untuk sosialisasi ten- tang perkembangan AKI/AKB di wilayah kerja puskesmas.
Anggota M3 tidak memberikan umpan balik atas infor- masi yang disampaikan oleh puskesmas sehingga forum tidak menghasilkan rekomendasi yang dapat ditindaklan- juti oleh semua pihak.
Masalah lainnya, tidak tepatnya identifikasi persoalan dan identifikasi penanganan yang dilakukan oleh forum.
Di dalam kasus AIDS di Kecamatan Bandungan, MPA men- gadakan rapat untuk menekan angka terinfeksi. Forum meminta puskesmas untuk mengoptimalkan VCT, pada- hal dokter hanya dua orang. Setelah dianalisa menda- lam, ternyata orang yang terinfeksi AIDS bukan penduduk Kabupaten Semarang. Solusi yang dibutuhkan yaitu razia Pekerja Seks Liar oleh Satpol PP.
Akibat dari pengelolaan forum yang belum tepat maka upaya promosi kesehatan untuk mencegah kenaikan AKI, kasus HIV/ AIDS dan persoalan kesehatan lainnya belum dilakukan oleh semua pihak.
ALOKASI ANGGARAN PROMKES CENDERUNG TURUN. Rasio alokasi anggaran untuk program promkes di dinkes setiap tahun cenderung turun. Di tahun 2013 dianggarkan 873.275.000, 2014 menjadi 844.620.000 dan 2015 turun lagi menjadi 654.306.000. Dari tren alokasi anggaran tersebut menunjukkan rendahnya komitmen politik anggaran pe- merintah daerah Kabupaten Semarang dalam promkes.
Dampaknya dapat dipastikan kegiatan – kegiatan prom- kes di SKPD ke depan jauh akan lebih sedikit. Padahal sebenarnya masyarakat punya harapan besar dengan kepala daerah yang mempunyai latar belakang dokter seharusnya alokasi anggaran promkes lebih besar.
Selama tiga bulan implementasi model partisipasi mas- yarakat dalam promkes, PATTIRO Semarang menemukan bahwa model FMS cukup efektif dalam menjawab perso- alan utama terkait ketidakefektifan promkes. Dalam waktu yang singkat ini, indikasi baik sudah terlihat dari pening- katan partisipasi masyarakat di luar kader pasca diterap- kannya FMS di 2 (dua) kecamatan, serta perbaikan pola koordinasi antar stakeholder di tingkat kecamatan.
Keberadaan FMS ini menjawab kebutuhan forum partisi- pasi masyarakat yang tertuang dalam Perbermendagri dan Menteri Kesehatan 34/2005 dan 1138/Menkes/PB/
VIII/2005. Adapun di tingkat kota, efektivitas forum ini mer- upakan salah satu indikator utama dalam penilaian Kota Sehat tingkat nasional tahun 2015. Meskipun Bupati sudah menerbitkan surat edaran yang mengatur tentang pem- bentukan forum kecamatan sehat, surat tersebut belum memuat petunjuk teknis operasional forum. Ketiadaan pe- tunjuk operasional pengelolaan forum akan mengham- bat operasional forum.
Dalam hal ini, FMS menjadi alternatif untuk menjawab persoalan rendahnya partisipasi dan pola koordinasi an- tar stakeholder dalam promkes Oleh karena itu, PATTIRO Semarang merekomendasikan beberapa hal penting yang harus segera dilakukan.
Memperluas stakeholder Forum Kesehatan Kabu- paten, Forum Kecamatan Sehat
dan Forum Kesehatan Desa/Kelurahan.
Stakeholder di tingkat kabupaten yang perlu dilibatkan dalam Forum Kesehatan Kabupaten adalah SKPD terkait sesuai tatanan Kota Sehat, LPMK/ LKMD, Perguruan Tinggi, rumah sakit, LSM, media, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Ika- tan Bidan Indonesia (IBI), BUMN/perusahaan swasta dan pemangku kepentingan lain tingkat kabupaten.
Dalam forum kesehatan kecamatan antara lain kecamatan, SKPD yang memiliki tim teknis tingkat kecamatan sesuai tatanan yang dipilih, PKK, bidan swasta, kader kesehatan, LPMK/ LKMD, LSM, rumah sakit, perguruan tinggi di wilayah kecamatan dan pemangku kepentingan tingkat kecamatan lainnya.
Di tingkat desa/ kelurahan, forum kesehatan perlu untuk melibatkan Kepala Desa/ Lurah, kader kesehatan, PKK, dan pemangku kepentingan lainnnya di tingkat desa/ kelurahan.
Reorientasi pengelolaan forum.
Untuk memperkuat dan keberlanjutan forum yang sudah terbentuk maka diperlukan peningkatan kapasitas bagi an- ggota yang meliputi pemahaman tujuan dan fungsi forum, serta pembagian peran masing-masing anggota. Selain itu peningkatan ketrampilan komunikasi, fasilitasi dan lobi juga dibutuhkan. Kegiatan – kegiatan di atas akan menjadi tanggung jawab dari pemerintah disesuaikan dengan tupoksi masing-masing SKPD.
Memberikan dukungan anggaran pengelolaan forum.
Forum kesehatan yang sudah terbentuk harus didukung oleh penganggaran yang memadai untuk operasional forum.
Dukungan anggaran bisa diperoleh dari APBD, APBDes maupun sumber pembiayaan lain yang sah seperti dana CSR Perusahaan. Khusus untuk APBDes, alokasi untuk pengelolaan forum kesehatan bisa membantu menyerap anggaran yang alokasinya tahun ini cukup besar.
Mengintegrasikan forum ke dalam proses perencanaan dan penganggaran tahunan.
Hasil diskusi di forum kesehatan dari level kelurahan sampai tingkat Kabupaten penting untuk didokumentasikan dan disampaikan dalam proses-proses perencanaan pembangunan tahunan. Selain untuk memetakan permasalahan wilayah, juga alokasi anggaran untuk menyelesaikan permasalahan yang ada jika diperlukan. Hasil rekomendasi yang dihasilkan selain didorong melalui institusi anggota forum, juga diupayakan melalui forum Musrenbang.
“Pelaksanaan M3 pada awalnya baik, banyak elemen dari masyarakat terlibat.
Tetapi semakin lama kok yang datang hanya bu lurah dan PKK jadinya kan hasilnya kurang menggambarkan masalah kesehatan sebenarnya (tokoh masyarakat)”
Perbandingan anggaran promosi kesehatan dan kuratif 2013 – 2015.
Perbandingan jumlah tenaga PromKes Tenaga Promkes Kota Semarang 2013
Selama ini pelibatan masyarakat yang terbatas pada kaum perempuan dan bersifat instruktif tidak memberikan pen- garuh yang signifikan pada capaian promkes. Masalah lainnya adalah tidak sinergisnya para stakeholder dalam up- aya promkes karena tidak ada ruang koordinasi.
Dari uji coba FMS yang dilakukan PATTIRO Semarang di Kecamatan Bandungan dan Ungaran Timur menunjukkan bah- wa pelibatan multi-stakeholder kecamatan dapat menjadi upaya strategis peningkatan capaian promkes. FMS ber- fungsi sebagai sarana mempertemukan multi-stakeholder untuk merumuskan rekomendasi atas permasalahan kese- hatan sesuai kondisi kewilayahan.
Pemerintah Kabupaten Semarang bisa menerapkan pola yang sama dengan FMS untuk forum kesehatan kecamatan, dengan menerbitkan perwal yang mengatur juklak juknis pengelolaan forum.
Dengan adanya petunjuk operasional , diharapkan forum bisa menjadi solusi permasalahan promkes ke depan.
CATATAN PENUTUP
10.000.000 60
5.000.000 40
15.000.000 80
20.000.000 100
25.000.000 27.894.154
837.275 844.620 642.803 4 6
102
No
1 Gizi 7:100.000 22:100.000
2 Kesehatan 6:100.000 40:100.000 Masyarakat
3 Sanitasi 3,1:100.000 40:100.000 Tenaga Kondisi Tahun Target IS
2013
11.478.736
14.209.708 120
Disclaimer
PATTIRO adalah organisasi non profit yang mendorong terwu- judnya tata pemerintahan lokal yang baik, transparan, dan adil bagi kesejahteraan sosial masyarakat. PATTIRO, yang didirikan pada 17 April 1999 di Jakarta, bergerak di bidang riset dan advokasi dengan fokus pada isu local governance, terutama desentralisasi.
Saat ini, kami telah bekerja di 17 provinsi dan 70 kabupaten/
kota di Indonesia melalui riset, bantuan teknis kepada pe- merintah daerah, pendampingan masyarakat dan advoka- si kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mereformasi kebijakan, memperbaiki pelayanan publik dan memperbaiki pengelolaan anggaran publik. Fokus Area PAT- TIRO terdiri dari: akuntabilitas sosial untuk pelayanan publik (social accountability for public service); keuangan publik (public finance); dan transparansi (transparency).
Pada 2011, 2012, dan 2013, PATTIRO telah meraih penghar- gaan sebagai lembaga think tank untuk riset dan advokasi kebijakan Top 30 Good Governance and Transparency Think Tank in the World oleh University of Pennsylvania, USA.
Penelitian ini terlaksana dengan dukungan dari Rakyat Amerika melalui Badan Pemba- ngunan Internasional Amerika Serikat (USAID)/ Program Representasi. Konten dari policy brief ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab dari PATTIRO dan tidak mencermikan pandangan dari USAID atau pemerintah Amerika Serikat.
PROFIL
Office
Jalan Mawar, Komplek Kejaksaan Agung Blok G 35, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12520, Indonesia.
Telepon: 021 - 7801314. Fax: 021 - 782 3800.
Email: [email protected] Website: www.pattiro.org
Twitter: @InfoPattiro Facebook: @ PATTIROIndonesia